DAN
PREEKLAMPSIA BERAT
PENYUSUN
Tessia Sukmawasti (11-2009-195)
PEMBIMBING
Dr. FX. Widiarso, Sp.OG
PERSALINAN PRETERM
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / premature
masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir
seperti paru, otak dan gastrointestinal. Beberapa faktor mempunyai andil dalam
terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor janin dan plasenra,
ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.
DEFINISI
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 2037 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
MASALAH PERSALINAN PRETERM
Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi preterm, yang
semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas. Umur
kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal.
Persalinan preterm tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi
lahir.
Masalah yang terjadi bukan saja pada kematian perinatal, melainkan bayi
premature sering pula disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka pendek
maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah : RDS
(Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing
Entero Cilitis), displasi bronco-pulmonar, sepsis dan paten duktus arteriosus.
Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologic seperti serebral
plasi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan
prestasi sekolah yang kurang baik. Dengan melihat permasalahan yang dapat
terjadi pada bayi preterm, maka menunda persalinan preterm , bila mungkin, masih
tetap member suatu keuntungan.
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Persalinan premature merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetric, sosiodemografi dan factor medic mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan premature. Kadang hanya dijumpai risiko tunggal seperti
distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan
premature sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia
yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu :
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu atau janin.
IBU
Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah
dini dan persalinan preterm. Patogenesisnya kemungkinan diawali dengan aktivasi
fosfolipase A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin,
sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin.
Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan
sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Proses
persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan
pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk
Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit.
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm
Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal,
sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang
berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan
preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan
dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan
antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar
dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek
(<1cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm 3-4
kali.
Beberapa indicator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut.
Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban
pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah
leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
Indikator biokimia
o Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan
antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar
fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan
preterm.
o Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indicator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
o Sitokin inflamasi: seperti IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF- telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
o Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan
dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 53 U/ml. penurunan
kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
o Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan
kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
PENGELOLAAN
Menjadi pemikiran utama pada pengelolaan persalinan preterm adalah : apakah ini
memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan menilai
kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratories, ataupun
ultrasonografi meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan
amnion, presentasi dan keadaan janin/congenital. Bila proses persalinan kurang
bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala
upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:
Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada
yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan
bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:
Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah: deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah:
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg
selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/PPROM (Preterm premature rupture of the membrane) adalah:
Usia gestasi
o Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan di tingkat dasar/primer,
mengingat prognosis relative baik.
o Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
Keadaan selaput ketuban
Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, maka
ibu dan keluarga dipersilahkan memilih cara pengelolaan setelah diberi
konseling dengan baik.
Cara Persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea
terutama pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian
forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan
episiotomy profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio
sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.
Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea.
Oleh karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.
Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir peril diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi premature yang harus dihindari adalah kedinginan,
pernapasan yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk
mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan dibawah 36,5 o), bila mungkin
bayi sebaiknya dirawat cara KANGURU untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian
dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde
atau dipasang infuse. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan
kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaikanya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas
yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.
PREEKLAMPSIA BERAT
Definisi
Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.
Diagnosis
Criteria preeclampsia digolongan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih
gejala berikut :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan cerebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadaran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) : peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase.
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindroma HELLP
Penatalaksanaan
Pengelolaan preeclampsia-eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyuilit organ yang
terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
Sikap Terhadap Penyakit (medikamentosa)
Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan
cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Factor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring
input cairan dan output cairan sangatlah penting.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang dapat diberikan berupa :
a. 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam, atau
b. Infuse Dextrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer
Laktat ( 60-125 cc/jam) 500cc
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
MgSO4
Mantenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan
4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m tiap 4-6 jam
Dosis terapeutik
mg/dl
4-7 mEq/liter
4,8-8,4
10 mEq/liter
12 mg/dl
Terhentinya pernapasan
15 mEq/liter
18 mg/dl
Terhentinya Jantung
>30 mEq/liter
>36 mg/dl
Janin
o
Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
o
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secra aktif. Pada perawatan konservatif preeclampsia, loading dose
MgSO4 tidak diberikan secara iv cukup i.m saja. Selama perawatan konservatif,
sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia
ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan,
keadaan
ini
dianggap
sebagai
kegagalan
pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeclampsia ringan.
Penyulit ibu
Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.
Penyulit janin
Solutio plasenta
Prematuritas
Kematian neonatal
Perdarahan intraventrikular
Nocrotizing enterocolitis
Sepsis
Cerebral Palsy