Anda di halaman 1dari 17

PERSALINAN PRETERM

DAN
PREEKLAMPSIA BERAT

PENYUSUN
Tessia Sukmawasti (11-2009-195)

PEMBIMBING
Dr. FX. Widiarso, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
8 NOVEMBER 2010 15 JANUARI 2010

PERSALINAN PRETERM
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / premature
masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir
seperti paru, otak dan gastrointestinal. Beberapa faktor mempunyai andil dalam
terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor janin dan plasenra,
ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.
DEFINISI
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 2037 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
MASALAH PERSALINAN PRETERM
Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi preterm, yang
semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas. Umur
kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal.
Persalinan preterm tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi
lahir.
Masalah yang terjadi bukan saja pada kematian perinatal, melainkan bayi
premature sering pula disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka pendek
maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah : RDS
(Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing
Entero Cilitis), displasi bronco-pulmonar, sepsis dan paten duktus arteriosus.
Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologic seperti serebral
plasi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan
prestasi sekolah yang kurang baik. Dengan melihat permasalahan yang dapat
terjadi pada bayi preterm, maka menunda persalinan preterm , bila mungkin, masih
tetap member suatu keuntungan.
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Persalinan premature merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetric, sosiodemografi dan factor medic mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan premature. Kadang hanya dijumpai risiko tunggal seperti
distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan
premature sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia
yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu :
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu atau janin.

2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari


traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan
premature harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi,
menyebabkan persalinan premature atau seorang dokter terpaksa mengakhiri
kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadi persalinan preterm adalah :
JANIN DAN PLASENTA

Perdarahan trimester awal


Perdarhan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
Ketuban pecah dini (KPD)
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemeli
Polihidramnion

IBU

Penyakit berat pada ibu


Diabetes mellitus
Preeklampsia/hipertensi
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
Penyakit infeksi dengan demam
Stres psikologik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
Inkompetensi serviks (panjang serviks < 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat
Kelainan imunologi/kelainan resus

Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah
dini dan persalinan preterm. Patogenesisnya kemungkinan diawali dengan aktivasi
fosfolipase A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin,
sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin.
Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan
sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Proses
persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan
pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk

interleukin-1, tumor nekrosing factor (TNF) dan interleukin-6 adalah produk


sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet
Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik
pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF ddiduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin.
Dengan demikian, janin memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses
persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membrane lewat pengaruh langsung dari protease.
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominanlaktobasilus yang menghasilkan hydrogen peroksida digantikan oleh bakteri
anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau mikoplasma hominis.
Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan preterm
dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina > 5,0.
Pada hipertensi atau preeclampsia, penolong persalinan cenderung untuk
mengakhiri kehamilan. Hal ini menimbulkan prevalensi preterm meningkat. Kondisi
medic lain yang sering menimbulkan persalinan preterm adalah inkompetensi
serviks. Penderita dengan inkompetensi serviks berisiko mengalami persalinan
preterm.
Di samping factor risiko di atas, factor risiko lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat sosio-ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan di luar nikah. Merupakan
langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah bagaimana
mengidentifikasikan faktor risiko dan kemudian memberikan perawatan antenatal
serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.
DIAGNOSIS
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm.
Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan
ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis
ancaman persalinan preterm, yaitu:

Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit.
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm
Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

Penapisan untuk Persalinan Preterm

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal,
sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang
berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan
preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan
dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan
antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar
dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek
(<1cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm 3-4
kali.
Beberapa indicator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut.

Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban
pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah
leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
Indikator biokimia
o Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan
antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar
fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan
preterm.
o Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indicator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
o Sitokin inflamasi: seperti IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF- telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
o Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan
dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 53 U/ml. penurunan
kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
o Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan
kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan


preterm antara lain sebagai berikut:

HIndari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)


Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal
yang baik
Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
Deteksi dan penanganan faktor risiko terhadap persalinan preterm

PENGELOLAAN
Menjadi pemikiran utama pada pengelolaan persalinan preterm adalah : apakah ini
memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan menilai
kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratories, ataupun
ultrasonografi meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan
amnion, presentasi dan keadaan janin/congenital. Bila proses persalinan kurang
bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala
upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:

Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis


kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm atau berapa
persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesar.
Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma
gawat napas.
Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan
bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan
rencana perawatan intensif neonatus.

Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/atau


menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu diadakan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor.

Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana


selaput ketuban sudah pecah.
Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4
cm.
Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ >
2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
Penyebab/komplikasi persalinan preterm.
Kemampuan neonatal intensive care facilities.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama


mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:

Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis,


Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid, dan
Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.

Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada
yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan
bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:

Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature


Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan
paru janin
Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
Optimalisasi personel

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:

Kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8


jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi
berulang.
Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai karena
efek samping pada ibu ataupun janin.
Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring.

Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah: deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:

Betametason: 2 x 12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam


Deksametason: 4 x 6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam

Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah:
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg
selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/PPROM (Preterm premature rupture of the membrane) adalah:

Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril.


Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan
speculum.
Pada pemeriksaan USG jika didapat penurunan indeks cairan amnion (ICA) tanpa
adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD.

Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia


kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan
maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi)
sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.
Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik),
maka pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.
Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasar:

Usia gestasi
o Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan di tingkat dasar/primer,
mengingat prognosis relative baik.
o Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
Keadaan selaput ketuban
Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, maka
ibu dan keluarga dipersilahkan memilih cara pengelolaan setelah diberi
konseling dengan baik.

Cara Persalinan

Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea
terutama pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian
forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan
episiotomy profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio
sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.
Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea.
Oleh karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.

Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir peril diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi premature yang harus dihindari adalah kedinginan,
pernapasan yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk
mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan dibawah 36,5 o), bila mungkin
bayi sebaiknya dirawat cara KANGURU untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian
dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde
atau dipasang infuse. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan
kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaikanya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas
yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.

PREEKLAMPSIA BERAT

Definisi
Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.

Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik 160


mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
g/24 jam

Diagnosis
Criteria preeclampsia digolongan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih
gejala berikut :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan cerebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadaran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) : peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase.
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindroma HELLP

Pembagian Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat dibagi menjadi :


Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Preeklampsia berat dengan impending eklampsia
Disebut impending eklampsia bila disertai gejala subyektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.

Penatalaksanaan
Pengelolaan preeclampsia-eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyuilit organ yang
terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
Sikap Terhadap Penyakit (medikamentosa)
Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan
cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Factor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring
input cairan dan output cairan sangatlah penting.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang dapat diberikan berupa :
a. 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam, atau
b. Infuse Dextrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer
Laktat ( 60-125 cc/jam) 500cc
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila

mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung. Diet


cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

Pemberian obat antikejang


Obat anti kejang adalah :
o

MgSO4

Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang :


Diazepam
Fenitoin

Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium


sulfat (MgSO47H2O).
Magnesium Sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular.
Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps namun
magnesium akan menggeser kalsium sehingga aliran tidak terjadi (terjadi
kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).
Cara Pemberian :

Loading dose : initial dose


4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

Mantenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan
4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m tiap 4-6 jam

Syarat-Syarat pemberian MgSO4:

Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu


kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 1 cc) diberikan
iv 3 menit.

Refleks patella (+) kuat

Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda


distress napas

Magnesium Sulfat dihentikan bila:

Ada tanda-tanda intoksikasi

Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang


terakhir.

Dosis Terapeutik dan toksis MgSO4

Dosis terapeutik
mg/dl

4-7 mEq/liter

4,8-8,4

Hilangnya reflex tendon

10 mEq/liter

12 mg/dl

Terhentinya pernapasan

15 mEq/liter

18 mg/dl

Terhentinya Jantung

>30 mEq/liter

>36 mg/dl

Pemberian Magnesium Sulfat dapat menurunkan risiko kematian


ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas)
Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4, maka diberikan salah
satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin.
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemid.
Pemberian diuretikum dapat merugkan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari bebrapa Negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25%


dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105
atau MAP < 125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi dan belum ada
antihipertensi yang terbaik untuk pengobatan hipertensi dalam
kehamilan.
Namun yang harus dihindari secara mutlak sebagai antihipertensi ialah
diazokside, ketanserin, nimodipin dan magnesium sulfat.

Antihipertensi lini pertama


Nifedipin
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam.

Antihipertensi lini kedua


Sodium nitropusside: 0,25 g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25
g iv/kg/5 menit.
Diazokside: 20-60 mg iv/5 menit atau iv. Infuse 10 mg/menit/
dititrasi.

Jenis antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah :


Nifedipin
Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
maksimum 120 mg/24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi
sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan peroral.
Edema paru
Pada preeclampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru)
Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan


ibu. Di berikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap Terhadap Kehamilannya


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat
selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan Aktif (agresif) : sambil member pengobatan, kehamilan diakhiri
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
Ibu
o

Umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil


batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeclampsia ringan
dan batasan 37 minggu untuk preeclampsia berat.

Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending Eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik


dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solution plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.

Janin
o

Adanya tanda-tanda fetal distress

Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik
o

Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya


trombosit dengan cepat.

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan


berdasar keadaan obsterik pada waktu itu, apakah sudah inpartu
atau belum.

Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secra aktif. Pada perawatan konservatif preeclampsia, loading dose
MgSO4 tidak diberikan secara iv cukup i.m saja. Selama perawatan konservatif,
sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia
ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan,
keadaan
ini
dianggap
sebagai
kegagalan
pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeclampsia ringan.

Penyulit ibu
Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.

Gastrointestinal-hepatik: subkapsular hematoma hepar, rupture kapsul


hepar

Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut

Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi

Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi


atau henti napas, kardiak arrest, iskemia miokardium.

Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.

Penyulit janin

Intrauterine Fetal Growth Restriction (IUGR)

Solutio plasenta

Prematuritas

Sindroma distress napas

Kematian janin intrauterine

Kematian neonatal

Perdarahan intraventrikular

Nocrotizing enterocolitis

Sepsis

Cerebral Palsy

Anda mungkin juga menyukai