Anda di halaman 1dari 14

makalah persalinan pperterm

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sampai saat ini mortalitas dan modilitas neonatus pada bayi


preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan
maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan grastrointestinal.
Di negara barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat
prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami
permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan
preterm/prematur dapat .dikenali dengan jelas. Namun pada banyak
kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor
mempunyai faktor andil dalam terjadinya persalinan perterm seperti
faktor ibu, faktor janin, dan plasenta, ataupun faktor lain seperti
sosioekonomik.
Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan perterm akan
memberikan harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi
preterm. Di beberapa negara maju Angka Kematian Neonatal pada
persalian preterm menunjukan penurunan, yang umumnya disebabkan
oleh meningkatnya peranan neonatal intensive care dan akses yang
lebih baek dari pelayanan ini. Di Amerika Serikat bahkan menunjukan
kemajuan yang dramatis berkaitan dengan meningkatnya umur
kehamilan dengan 50% neonatus selamat pada persalinan usia
kehamilan 25 minggu, dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu. Hal
ini menunjukan bahwa teknologi dapat berperan banyak dalam
keberhasilan persalinan bayi preterm.
Masih ada sisi lain yang perlu diperhatikan dalam menangani
neonatus preterm terutama bayi dengan berat lahir sangat rendah (<
1.500 gram), yaitu biaya yang sangat mahal dan meminta tenaga yang
banyak. Upaya primer mempunyai dampak yang relatif murah bagi
masyarakat mengingat akses ke rumah sakit sangat kecil, sedangkan
upaya sekunder di rumah sakit lebih mahal.

13
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Persalian preterm adalah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari pertama haid terakhir
(ACOD 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang. Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya kerena
potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya
berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat
disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang
terhambat.
Keduanya sebaiknya harus dicegah karena dampaknya yang negatif;
tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi
akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan
bangsa secara keseluruhan. Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti
persalianan preterm tidak ketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab
persalinan preterm, seperti: solusi plasenta, kehamilan ganda, kelainan
uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini
dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi
multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan
menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel
limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisasi kontraksi
uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin
sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran
korioamnion.
Himpunan Kedokteran fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yg terjadi
pada usia kehamilan 22-37 minggu .

2.2 Masalah persalinan preterm

14
Angka kejadianpersalinan preterm pada umunya adalah sekitar 6-
10% .Hanya 1,5 % persalinan terjadi pada usia kehamilan kuarang dari
32 minggu dan 0,5 % pada kehamilan kurang diri 28 minggu
namun,kehamilan ini merupakan 2/3 dari kematian neonatal.Kesulitan
utama dalam persalian preterm ialah perawatan bayi preterm,yg
semakin usia kehamilan yg semakin besar morbiditas dan
mortalitas.Penelitian lain menunjukan bahwa umur kehamilan dan berat
bayi lahir saling berkaitan dengan resiko kematian perinatal.

2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang
hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban
pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai
akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang
mempunyai dampak yang terjadinya kontraksi rahim dan perubahan
serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
asenden dari traktus gebitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelianan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalianan prematur atau
seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan
belum genap bulan.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm adalah
1. Janin dan plasenta
- Perdarahan trimester awal

15
- Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa
previa)
- Ketuban pecah dini (KPD)
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan janin
- Kehamilan ganda/gameli
- Polihidramnion

2. Ibu
- Penyakit berat pada ibu
- Diabetes mellitus
- Preeklamsia/ hipertensi
- Infeksi saluran kemih/ genetal/ intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stres psikologik
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
- Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1cm)
- Pemakaian obat narkotik
- Trauma
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/ kelainan resus

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan preterm


Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalianan preterm
dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut:
1. Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekomoni rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10batang/hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35
tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan

16
8. Penyulit kebidanan
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya
persalinan perterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklamsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta,
plasenta previa, pecahnya sinus marginalis
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: gawat janin, temperatur
tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini: serviks
inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amninitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998:220), faktor yang mempengaruhi
prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosila ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing)
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: tak syah 15% prematur; kawin syah 13%
prematur
5. Prenatal (antenatal) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara opersalian yang terlalu dekat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan bayi yang harus dilahirkan prematur, misalnya pada
plasenta previa, toksemia gravidarum, solusio plasentae atau kehamilan
ganda.
2.5 Gejala klinis dari persalinan preterm
Tanda-tanda klinis dari persalinan preterm adalah didahului dengan
adanya kontrkasi uterus dan rasa menekan pada panggul kemudian
diikuti dengan keluarnya cairan vagina yang mengandung darah

2.6 Indikator-indikator untuk meramalkan terjadinya persalinan


preterm

17
Pengenalan dini wanita yang berisiko untuk terjadinya persalinan
preterm adalah hal yang sangat penting. Berbagai indikator telah
dikemukakan untuk pengenalan dini resiko terjadinya persalinan
preterm antara lain sebagai berikut.
1. Indikator klinik
Seperti persalinan pada umumnya, kontraksi uterus, penipisan atau
pemendekan serviks baik dengan pemeriksaan klinis(manual) ataupun
alat tokodinaminometer (untuk mengetahui adanya kontraksi uterus
yang adekuat), serta ultrasonografi(untuk mengetahui pemendekan
serviks) merupakan indikator klinis yang sangat penting diketahui untuk
meramalkan pakah persalianan preterm akan terjadi dalam waktu
singkat atau masih adapat dipertahankan untuk meningkatkan usia
hamil.
2. Indikator laboratorik
Jumlah leokosit dalam air ketuban dengan nilai batas 20 atau lebih
perml mempunyai arti dalam menentukan adanya korioamnionitis
dengan OR 74,0 dibanding dengan pemeriksaan CRP(0,7mg/ml).
Leokosit dalam serum ibu(13rb/ml) pemeriksaan tersebut lebih
bermakna
3. Indikator biokimiawi
Fibronektin janin adalah protein pada selaput korio amnion desidua dan
dalam air ketuban. Fungsinya sebagai perekat antara buah kehamilan
dengan permukaan dalam dinding uterus. Produksi fibronektin janin
oleh sel korion manusia akan meningkat oleh reaksi peradangan.
Beberapa peneliti telah membuktikan peran fibronektin janin ini untuk
meramalkan kejadian persalinan preterm. Peningkatan kadar
fibronektin janin pada vagina serviks dan air ketuban memberikan
indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dengan
desidua. Pada kehamilan 24minggu atau lebih kadar fibronektin janin
dalam cairan servikskovagina 50mg/ml atau lebih kan meningkatkan
risiko terjadinya persalinan preterm dengan sensitifitas 80% dan nilai
prediksi positif 83% lebih jauh peningkatan kadar fibronektin janin pada
kehamilan 8-22mg pada wanita yang berisiko tinggi akan meningkatkan
resiko terjadinya persalinan preterm secara bermakna.

18
2.7 Diagnosis dari persalinan
Diagnosis suatu persalinan preterm yang membakat (preterm labor)
didasarkan atas gejala klinis yang ditandai dengan suatu kontraksi
rahim yang teratur dengan interval <5-8 menit pada kehamilan 20-37mg,
yang disertai dengan satu atau lebih gejala-gejala berikut.
1. Perubahan serviks yang progresif
2. Pembukaan serviks 2cm atau lebih
3. Pendaftaran serviks 80% atau lebih
Lams dkk, mengemukakan tentang cara menentukan risiko terjadinya
persalinan preterm dengan USG dan pemeriksaan vagina pada
kehamilan 24-34mg dan sebelum 36mg.
2.8 pemeriksaan penunjang
1. Laboraturium
- Pemeriksaan kultur urine
- Pemeriksaan gas dan pH darah janin
- Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah leokosit
C-reactive protein (CRP) ada pada serum penderita yang menderita
infeksi akaut adan didekteksi berdasarkan kemampuannya untuk
mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman
Pneumococcus yang disebut fraksi C.
2. Amniosentesis
- Hitung leokosit
- Perwarnaan gram bakteri (+) pasti ammnionitis
- Kultur
- Kadar glukosa cairan amnion,
3. Pemeriksaan ultrasonografi
- Oligohidramnion :
Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan
korioamnionitis klinis antepartum.
- Penipisan serviks :
Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks <3cm (USG), dapat
dipastikan akan terjadi persalina preterm.

19
- Kardiotokografi :
Kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi

2.9 Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm akibat
amnionitis dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat
harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran noenatal. Pada
kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani akspektatif,
harus dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
§ Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12mg im.
2kali selang 24jam. Atau dexamethasone 5mg tiap 12jam(IM) sampai 4
dosis.
§ Thyrotropin releasing hormone 400ug iv, akan meningkatkan kadar
tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran
fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan
2. Pemberian antibiotik
Mercer dan arheart (1995) menunjukan bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan
spesies neonatorum. Diberikan 2 gram ampicilin (iv) tiap 6 jam sampai
persalinan selesai (ACOG). Peneliti lain memberikan antibiotika
kombinasi untuk kuman aerob. Yyang terbaik bila sesuai dengan kultur
dan tes sensitivitas setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan
terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi,
diberi tokolitik.
3. Pemberian tokolitik
a. Nifedin 10mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
b. Golongan beta – mimetik
- Salbutamol
- Per infus : 20 – 50
- Per oral : 4 mg ,2- 4 kali/hari( maintenance)

20
2.10 Penanganan
Penanganan umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi
Prinsip penanganan
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari
fetal survival,maka yang menjadi tujuan utama pengelolaan persalinan
adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan usia hamil
2. Meningkatkan berat lahir
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah
bergantung pada hal-hal berikut ini.
1. Kondisi ketuban masih untuh atau sudah pecah
2. Usia kehamilan dan perkiraan berat janin
3. Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intrauterin
4. Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan
dalam waktu yang relatif dekat( kontraksi ,penipisan serviks, dan kadar
IL – dalam air ketuban ).

Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih lunak


Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibudan janin, maka
pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah konservatif,
yaitu sebagai berikut.
1. Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat –
obat tokolitik.
2. Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.
3. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi perinatal
4. Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan dengan
trauma yang minimal

21
5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-
bayi prematur.

Usia hamil <34 minggu


1. Tokolitik untuk menghentikan kontraksi uterus
Bermacam-macam tokolitik yang dikenal dengan titik tangkap dan cara
kerja yang berbeda dapat diberikan baik secara tunggal maupun
kombinasi sesuai dengan prosedur pemberian yang dianjurkan dengan
tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang dapat timbul
pada ibu / atau janin.
a. Beta -2 agonis
Terbutalin
Prosedur pengobatan dengan terabutalin.
1000 mcg (2 amp) terabutalin dalam 500 ml NaCL sehingga diperoleh
konsentrasi 2 mcg/ml atau 0,5 mcg/tetes.
Dosis awal diberikan 1 mcg/menit atau 10tetes/menit. Dosis dinaikan
setiap 15 menit dengan 0,5 mcg(5 tetes) sampai his menghilang atau
timbul tanda-tanda efek samping yang dirasakan membahayakan ibu
dan atau janin.
Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 5mcg/menit (5
tetes/menit).bila his berhenti,maka dosis dipertahankan pada kecepatan
tersebut selama 1 jam, kemudian diturunkan 0,5mgc atau 5 tetes setiap
15 menit sampai dosis pemeliharaan ( maintenance) sebesar 2
mcg/menit atau 20 tetes/menit dan dipertahankan sampai 8jam
kemudian. Bila sebelum 8 jam terjadi kontraksi lagi, maka dosis
dinaikan lagi seperti diatas. Dosis total yang dianjurkan sampai dengan
2.000 mgc (4amp) salam 1.000 ml NaCL. Bila tidak timbul his lagi,
setengah jam sebelum pemberian parenteral dihentikan (7,5jam dalam
dosis pemeliharaan), penderita boleh mulai diberikan terbutalin oral (2,5
mg/tab) setiap 8 jam sampai 5 hari atau sampai ada tanda-tanda efek
samping yang membahayakan ibu dan atau janin.
Beta -2 agonis yang lain dapat diberikan sesuai dengan prosedur
yang dianjurkan pada masing – masing obat.

22
Efek samping samping pemberian obat tersebut adalah sebagai
berikut :
· Ibu : efek beta – 1 terhadap jantung ibu berupa palpitasi hebat.
· Janin : gangguan paada sirkulasi feto-plasental yang
mengakibatkan hipoksia janin intrauterin.
b. Non – steroid anti – inflamatory agents
Cox -2 inhibitor (nimesulid) oral dengen dosis 3x100 mg/hari.
Obat-obat NSAIAs yang lain ( seperti indomethasin dan lain-lain, saat ini
tidak dianjurkan lagi terutama pada kehamilan >32minggu karena efek
samping penutupan dini duktus arteriosus)
c. Calsium Antagonis
Nifedipine oral dengan dosis 3x10 mg/hari. Pada dasarnya obat ini
cukup aman terhadap ibu dan janin, akan tetapi dalam beberapa
penelitian pernah ditemukan efek samping pada ibu berupa sakit kepala
dan hipotensi.
d. Progesteron
Obat-obat progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai dosis
yang di anjurkan.
e. Oxytocin analog
Atosiban ( Belum beredar di Indonesia )

2. Kortkosteroid untuk memacu pematangan paru janin intarauterine.


Betamethason 12-16 mg (3-4 amp ) /IM,/hari diberikan selama 2 hari
( liggin dan Howie 1972 ) atau Dexamethason 6 mg/IM, diberikana 4
dosis tiap 6 jam sekali ( Parkland Hospital, 1994). Pemberian ini hanya
dianjurkan sekali saja, tidak dianjurkan untuk mengulangi pemberian
setelah ini karena efek samping terhadap ibu ( hipertensi ) dan janin
( gangguan perkembangan syaraf ) (NIHCDC-2000 ).
3. Antibiotik untuk mencegah infeksi perinatal ( ibu dan bayi ).

23
Ampisilin Sulbactam parenteral 2x1,5 g selama 2 hari, kemudian
dilanjutkan oral 3x 375 mg/hari selama 5 hari. Obat antibiotik yang lain
sebaiknya dipilih obat-obat golongan B ( Klasifikasi FDA untuk obat-
obat untuk ibu hamil ) terutama dianjurkan derivat penisilin/ ampisilin
mengingat efek teratogenikterhadap janin. Pemberian antibiotik ini
masih banyak kontroversi karena satu pihak berhasil menurunkan
kejadian infeksi pada amnion/janin dan memperpanjang usia kehamilan
( karena bisa meningkatkan efek obat-obat tokolitik ), akan tetapi pihak
lain menolak memberikan karena ternyata pemberian antibiotik ini tidak
memperbaiki hasil akhir (outcome) janin seperti kejadian-kejadian
Necrotising Enterocolitis (NEC), Respiratory Distress Syndrome (RDS),
dan Intracranial Haemorhage (Mercer dan Arheart 1995). Kyle dan turner
(1996 ) menolak memberikan antibiotik dalam jangka waktu lama karena
alasan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dari bakteri lain dan
resistensi bakteri terhadap antibiotik.
4. Cara Persalinan.
Upayakan persalinan preterm yang man dan non-traumatis, serta
perawatan intensif untuk bayi prematur. Cara persalinan yang
dianjurkan adalah spontan pervaginam atau SC atas indikasi obstetrik
yang ada ( Kelainan letak, gawat janin ).

Usia Hamil 34 Minggu/ Lebih


Oleh karena Survival Rate dan jangka kejadian RDS bayi prematur
dengan usia hamil 34 minggu tidak berbeda secara bermakna, maka
pada kasus demikian menuunda persalinan untuk meningkatkan usia
hamil tidak terlalu diutamakan. Akan tetapi, pemberian tokolitik hanya
untuk menunda sampai dengan 48 jam yang bertujuan untuk memberi
kesempatan memberikan obat-obat kortikosteroid kecuali bila pada
pemeriksaan ditemukan L/S ratio >2 atau tes lain yang menunjukan
maturitas paru janin. Selanjutnya, pemberian antibiotik dan
mengupayakan persalinan yang aman dapat menghindari trauma
persalinan yang beresiko untuk terjadinya hipoksia janin selama
persalinan.

24
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Persalian preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari pertama haid terakhir (ACOD
1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab
persalinan preterm, seperti: solusi plasenta, kehamilan ganda, kelainan
uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini
dan lain-lain.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm
adalah
1. Janin dan plasenta
- Perdarahan trimester awal
- Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa
previa)
- Ketuban pecah dini (KPD)
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan janin
- Kehamilan ganda/gameli
- Polihidramnion
2. Ibu
- Penyakit berat pada ibu
- Diabetes mellitus
- Preeklamsia/ hipertensi
- Infeksi saluran kemih/ genetal/ intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stres psikologik
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
- Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1cm)
- Pemakaian obat narkotik

25
- Trauma
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/ kelainan resus
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalianan preterm
dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut:
1. Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekomoni rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10batang/hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35
tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan
8. Penyulit kebidanan

26

Anda mungkin juga menyukai