Anda di halaman 1dari 4

DEFINISI

 Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995, persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28 sampai 36 minggu dihitung dan hari
pertama haid terakhir
 Persalina preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan yang kurang dari 37
minggu lengkap atau 259 hari gestasi, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 24 minggu sampai kurang dari
37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir (WHO, 2009).
 Definisi persalinan preterm lainnya yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan
frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sebelum memasuki
usia gestasi yang matang, antara 20 sampai 37 minggu
 Persalinan preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau
berat lahir antara 500-2499 gram
 Persalinan preterm adalah kontraksi uterus yang reguler diikuti dengan dilatasi servik yang
progresif dan atau penipisan servik kurang dari 37 minggu masa gestasi

ETIOLOGI

 Faktor penyebab persalinan kurang bulan diantaranya ibu dengan paritas pertama dan
paritas kelima atau lebih
 usia dibawah 18 – 20 tahun dan diatas 35 tahun dan ibu yang bekerja berat
 pernah mengalami persalinan preterm sebelumnya, pernah mengalami ketuban pecah dini
dan pernah mengalami keguguran.
 pendidikan seseorang atau ibu dapat berpengaruh dengan persalinan preterm, hal ini di
sebabkan karena ibu yang mempunyai pendidikkan yang rendah cendrung malas untuk
mencari informasi yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan bayi sewaktu hamil
sehingga ia malas untuk memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan.
 Kelelahan yang berlebihan dapat diakibatkan oleh beban kerja terlalu berat dan posisi tubuh
saat bekerja. Kebiasaan mengangkat barang-barang berat didalam pekerjaan sehari-hari
pada wanita hamil akan menyebabkan gangguan kesehatan yaitu gangguan tulang punggung
dan tulang belakang. Hal ini akan membahayakan kehamilannya dan kemungkinan
terjadinya persalinan kurang bulan.
 riwayat preterm sebelumnya, KEK, preeklampsi dan eklampsi, diabetes melitus tipe 2,
hypertensi, gagal ginjal,TBC, dan penyakit degeneratif seperti lupus, kusta.

EPIDEMIOLOGI

FAKTOR RISIKO

 Faktor risiko mayor: kehamilan multipel, polihidramnion, anomali uterus, dilatasi serviks >2
cm pada usia kehamilan 32 minggu, riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester II,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks,
penggunaan kokain dan amfetamin, operasi besar pada abdomen
 Faktor risiko minor: perdarahan pervaginam setlah 12 minggu, riwayat pyelonefritis,
merokok

KLASIFIKASI

Secara umum, persalinan preterm dibagi menjadi 4, yaitu:

 Sangat-sangat preterm: usia kehamilan kurang dari 28 minggu (5%)


 Sangat preterm: usia kehamilan antara 28-31 minggu (15%)
 Preterm sedang: usia kehamilan 32-33 minggu (20%)
 Mendekati aterm: usia kehamilan 34-36 minggu (60-70%)
 Prekursor obstetri yang menyebabkan persalinan preterm dapat dibagi menjadi persalinan
akibat indikasi maternal atau janin (30-35%), persalinan preterm spontan dengan membran
utuh (40-45%), dan ketuban pecah dini (KPD) preterm (25-30%).

Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi :

 Idiopatik/Spontan : Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena
itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan preterm spontan.
 Iatrogenik/indicated preterm labor
a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan preterm adalah :
1. Preeklamsi berat dan eklamsi,
2. Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solution plasenta),
3. Korioamnionitis,
4. Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru atau ginjal yang berat.
b. Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan preterm adalah :
1. Gawat janin,
2. Infeksi intrauterin,
3. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR),
4. Isoimunisasi Rhesus.

PATOFISIOLOGI

MANIFESTASI

DIAGNOSIS

1. Anamnesis  penentuan usia kehamilan, riwayat obstetri, riwayat perdarahan, riwayat


infeksi seperti PMS, riwayat persalinan preterm sebelumnya, riwayat cedera serviks
sebelumnya, riwayat kelainan pada servikal dan uterus. Selain itu perlu dicari faktor risiko
seperti kondisi stres ibu hamil, tingkat sosio ekonomi, dukungan atau kekerasan dalam
rumah tangga, penggunaan obat-obatan, dan riwayat penyakit komorbid.
 Biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri perut bawah dan nyeri pinggang belakang
serta didapatkan adanya kontraksi.
2. Px fisik (inspekulo, VT, px abdomen)
 Ditemukan his yang regular dengan interval tiap 8-10 menit yang disertai perubahan
pada serviks.
 Kriteria Creasy dan Heron:
Kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam satu jam, dan disertai dengan
salah satu keadaan dibawah ini:
- Pecahnya kantung amnion
- Pembukaan serviks >2 cm
- Pendataran serviks >50%
Pendataran dan pembukaan serviks dinilai dengan pemeriksaan berkala.
 Memeriksa adanya perubahan pada serviks (dilatasi serviks, panjang serviks, dan
inkompetensia serviks)
 Adanya peningkatan duh vagina
 Selaput ketuban seringkali telah pecah
3. Px penunjang
 USG abdominal, transvaginal, dan transperineal : Dilakukan untuk mengetahui Taksiran
berat janin, posisi janin, dan letak plasenta.
 Tes Fibronektin Janin (tFn)
Gunanya untuk membedakan apakah kontraksinya itu mengindikasikan terjadinya
persalinan atau tidak. Pada ibu dengan persalinan preterm, tFn nya hasilnya positif.
Hasil fFn negatif memberikan kepastian 99,2% bahwa kelahiran tidak akan terjadi dalam
kurun waktu dua minggu.
 Pemeriksaan HB : yaitu untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia atau tidak,
ini berhubungan dengan persalinan preterm
 Pemeriksaan Protein Urin : yaitu dilakukan untuk mengetahui preeklampsi.
4. Beberapa metode untuk mengenali wanita yang berisiko mengalami persalinan preterm:
 Estriol Saliva
Pada fisiologis proses persalinan menunjukkan adanya peranan aksis hipotalamus-
pituitari-adrenal janin sehingga menyebabkan peningkatan produksi estriol plasenta.
Peningkatan estriol dimulai sejak 3 minggu sebelum terjadinya persalinan. Tingkat estriol
saliva dapat dinilai dengan radioimmunoassay. Tingkat estriol saliva yang positif 1 (>= 2,1
ng/ml) dapat memprediksi suatu peningkatan risiko persalinan preterm 3-4 kai lipat.
 Skrining Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis dapat meningkatkan risiko persalinan preterm 2 kali lipat terutama
jika dijumpai pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, dan infeksi bakterial vaginosis
secara bermakna berhubungan dengan kejadian persalinan preterm kurang dari 37
minggu. Standar diagnosisnya berdasarkan gejala klinis (pH vagina >4,5; duh vagina yang
homogen dan tipis, terdapat bau amis dari duh vagina; terdapat clue cell pada sediaan
basah) dan pewarnaan Gram dari swab serviks dan vagina.

TALAK

PENCEGAHAN

 Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian kelahiran
preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan untuk menghindarkan faktor risiko
di antaranya ialah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia
hamil sampai 22-23 tahun dan sebagainya.
 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik.
 Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil agar menghindarkan kekurangan gizi dan
anemia.
 Menghindari kerja berat selama hamil. Dalam hal ini diperlukan peraturan yang melindungi
wanita hamil dari sangsi pemutusan hubungan kerja.
 Dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan penjagaan hygiene.
 Aktivitas (kerja, perjalanan, coitus) dibatasi pada pasien-pasien dengan riwayat partus
prematurus.
 Penyakit-penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera.
 Keadaan seperti toksemia dan diabetes memerlukan kontrol yang seksama.
 Tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi yang berat harus
ditunda.

KOMPLIKASI
Bayi yang lahir preterm sering mendapat risiko yang berkaitan dengan imaturitas sistem organnya.
Komplikasi yang sering timbul pada bayi yang lahir sangat preterm adalah sindroma gawat nafas
atau respiratory distress syndrome(RDS), perdarahan otak atau intraventricular hemorrhage (IVH),
bronchopulmonary dysplasia (BPD), patent ductus arteriosus (PDA), necrotizing enterocolitis (NEC),
sepsis, apnea, dan retinopathy of prematurity (ROP). Untuk jangka panjang, bayi yang lahir preterm
mempunyai risiko retardasi mental berat, cerebral palsy, kejang-kejang, kebutaan, dan tuli. Di
samping itu juga sering dijumpai gangguan proses belajar, gangguan adaptasi terhadap
lingkungannya, dan gangguan motoris

a. Prematuritas dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi yang terkait kematian
dan morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama mempunyai
bobot yang kurang dari 2.500 gram pada saat lahir.
b. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur.
c. Gangguan respirasi menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1
bulan. Jika berat bayi kurang dari 1.000 gram, angka kematian naik menjadi 74%.
d. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak, bayi prematur lebih rentan
terhadap kompresi kepala.
e. Perdarahan intracranial lima kali lebih sering pada bayi prematur dibandingkan pada bayi
aterm. Kebanyakan keadaan ini terjadi akibat anoksia.
f. Cerebral palsy lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur.

PROGNOSIS

Prognosis untuk kesehatan fisik dan intelektual pada bayi berat badan lahir rendah belum jelas
sekalipun telah dilakukan sejumlah penyelidikan. Tampaknya terdapat insidensi kerusakan organik
otak yang lebih tinggi pada bayi-bayi prematur (meskipun banyak orang-orang jenius dilahirkan
sebelum aterm. Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir
dengan berat 2.000-2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97%. 1.500-2.000 gram lebih
dari 90%, dan 1.000-1.500 gram sebesar 65-80%.

Anda mungkin juga menyukai