Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN PREMATURE DI KB TINDAKAN


RSAM DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

DISUSUN OLEH:
Velya Nelatul Fardilah, S. Kep
NIM. 1914901035

CI AKADEMIK CI KLINIK

(Ns. Yelmi Reni Putri,S.Kep, MAN) ( Afifah, S. ST )

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TA. 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PERSALINAN PREMATURE

A. Konsep Persalinan Premature


1. Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 37
minggu atau kurang, persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya
karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian perinatal.
(Sarwono, 2005). Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi setelah
20 minggu dan sebelum 37 minggu (Morgan, 2009).
Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan
20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1
Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World
Health Organization (WHO), yaitu:
1) Extremely preterm (< 28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

2. Etiologi
persalinan prematur (Sarwono, 2005) Etiologi persalinan prematur sering
kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang mendorong untuk
dilakukan tindakan sehingga terjadi persalinan prematur.
a. Kondisi yang menimbulkan partus prematur
1) Hipertensi Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung
untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi
persalinan prematur meningkat.
2) Perkembangan janin terhambat Perkembangan janin terhambat
merupakan kondisi dimana Salah satu sebabnya ialah pemasokan
oksigen dan makanan mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong
untuk terminasi kehamilan lebih dini.
3) Solusio plasenta Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi
persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65 %) terjadi pada
aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka
kemungkinan terulang menjadi lebih besar yaitu 11 %.
4) Plasenta previa Plasenta previa sering kali berhubungan dengan
persalinan prematur, akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan
yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan yang banyak maka
kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
5) Diabetes Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka
dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini
dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram, umumnya gula
darah dapat dikendalikan.
b. Kondisi yang menimbulkan kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadi kontraksi spontan,
kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin
1) Kelainan bawaan uterus Meskipun jarang terjadi tetapi dapat
dipertimbangkan hubungan kejadian partus prematur dengan kelainan
uterus yang ada
2) Ketuban pecah dini Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya
kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin
menyertai seperti : serviks inkompoten, hidramnion, kehamilan ganda,
infeksi vagina dan serviks. Infeksi asenden merupakan teori yang
cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban
pecah.
3) Serviks inkompoten Hal ini juga mugkin menjadi penyebab abortus
selain partus prematur. Riwayat tindakan terhadap serviks dapat
dihubungkan dengan terjadinya inkompoten
4) Kehamilan ganda sebanyak 10 % pasien dengan partus prematur ialah
kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempunyai
panjang usia gestasi yang lebih pendek.
3. Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4
golongan yaitu :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
4) Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa
terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya
stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi
uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu
maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2,
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran
kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi
bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan
penyebab potensial terjadinya persalinan premature. Infeksi intraamnion akan
terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β,
IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang akan
merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin
(prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga
berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan
perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang
akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan
desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa
penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang
bisa disebabkan oleh kehamilan kembar polyhydramnion atau distensi
berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada
serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.

4. Manifestasi Klinis
a. Sakit kram seperti menstruasi dapat membingungkan dengan sakit lingkar
ligamen.
b. Sakit punggung, berbeda dengan yang dalami oleh wanita hamil.
c. Tekanan atau sakit suprapubik, dapat membingungkan dengan infeksi
saluran kencing.
d. Sensasi tekanan atau berat pelviks.
e. Perubahan karakter jmlah muatan vaginal (lebih tebal, lebih tipis, berair,
berdarah, coklat, atau tak berwarna).
f. Diarrhea
g. Kontraksi uterus yang tidak normal (sakit atau tidak) terasa lebih sering
dari pada setiap 10 menit untuk 1 jam atau lebih dan tidak sembuh dengan
berbaring.
h. Pecah membran prematur. Tanda dan gejala kelainan preterm harus
termasuk sebagia rutin pendidikan wanita sekitar 20-24 minggu
kehamilan.
5. Diagnosis persalinan prematur
Diagnosis persalinan prematur didefenisikan sebagai persalinan yang
terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai sebelum usia kehamilan genap 37
minggu. Diagnosis yang akurat diperlukan untuk menentukan pengelolaan
selanjutnya sehubungan kontroversi antara efektifitas dan efek samping obat-
obat yang dipakai untuk pencegahan persalinan prematur. Diagnosis klinis
dapat ditegakkan dengan (Sabaruddin, 2009):
a. Penentuan usia kehamilan Penentuan usia kehamilan harus menjadi
perhatian utama dalam menentukan diagnosis, karena pada pasien yang
tidak terdaftar tidak mudah membedakan dengan kondisi pertumbuhan
janin terhambat. Anamnesis yang baik digabungkan dengan catatan
pemeriksaan kehamilan sebelumnya akan sangat membantu menentukan
usia kehamilan
b. Tanda klinis Tanda klinis persalinan prematur yaitu meningkatnya
frekuensi kontraksi rahim, terdapat perubahan serviks, dan adanya
perdarahan pervaginam.

6. Penanganan persalinan prematur


a. Bila perlu lakukan penilaian tentang:
1) Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan
prognosis dari pada berat janin.
2) Demam atau tidak.
3) Kondisi janin, (jumlahnya, letak atau presentasi, taksiran berat janin,
hidup, gawat janin atau mati, kelainan kongenital,dan sebagainya)
dengan USG.
4) Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea.
5) Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama
adanya seorang neonatalogis, bila perlu dirujuk.
a. Prinsip penanganan
1) Coba hentikan kontraksi uterus/ penundaan kelahiran, atau
2) Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
b. Upaya menghentikan kontraksi uterus
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting
untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru
bila usia gestasi kurang dari 35 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup
matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila:
1) Umur kehamilan kurang dari 35 minggu.
2) Pembukaan serviks kurang dari 3 cm.
3) Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif.
4) Tidak ada gawat janin
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his
dan pembukaan
1) Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin.
2) Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan
4 dosis dexamethason 5 mg IM selang 6 jam).
3) Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
B. Askep Teori
1. Fokus pengkajian keperawatan
a. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK)
penyakit sebelumnya.
b. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
c. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
d. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit
selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
e. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau
infeksi vagina)
f. Seksualitas
Tulang servikal dilatasi Perdarahan mungkin terlihat Membran
mungkin ruptur (KPD) Perdarahan trimester Ketiga Riwayat aborsi,
persalinan prematur, riwayat biopsy konus Uterus mungkin distensi
berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
g. Pemeriksaan diagnostic
 Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500
sampai 2500 gram)
 Tes nitrazin : menentukan KPD Jumlah sel darah putih : Jika
mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya infeksi
amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau
infeksi amniotic
 Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status
janin.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis,
kimia, psikologis),kontraksi otot dan efek obat-obatan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas
otot/seluler, tirah baring, kelemahan
c. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
yang dirasakan atau aktual pada diri dan janin.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Nyeri akut a.Pain Level, NIC :
berhubungan b. pain control, a. Lakukan pengkajian
dengan agen c. comfort level nyeri secara komprehensif
injuri (fisik, Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
biologis, keperawatan selama ….x 24 karakteristik, durasi,
kimia, jam Pasien tidak frekuensi, kualitas dan
psikologis), mengalami nyeri, dengan faktor presipitasi
kontraksi kriteria hasil: b. Observasi reaksi
otot dan efek a. Mampu mengontrol nonverbal dari
obat-obatan nyeri (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan c. Bantu pasien dan
tehnik nonfarmakologi keluarga untuk
untuk mengurangi mencari dan menemukan
nyeri, mencari bantuan) dukungan
b. Melapor kan bahwa nyeri d. Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan manajemen seperti suhu ruangan,
nyeri. pencahayaan dan
c. Mampu mengenali kebisingan.
nyeri (skala, intensitas, e. Kurangi faktor
frekuensi dan tanda nyeri presipitasi nyeri
d. Menyata kan rasa f. Kaji tipe dan sumber
nyaman setelah nyeri untuk menentukan
nyeri berkurang intervensi
e. Tanda vital dalam g. Ajarkan tentang teknik
rentang normal. non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri:
.........
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali

Intoleransi NOC : NIC :


Aktivitas a. Self Care : ADLs a. Observasi adanya
berhubungan b.Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
dengan c.Konservasi eneergi melakukan aktivitas
hipersensitivitas Setelah dilakukan tindakan b. Kaji adanya faktor
otot/seluler, tirah keperawatan selama …. x 24 yang menyebabkan
baring, kelemahan jam Pasien bertoleransi kelelahan
terhadap aktivitas dengan c. Monitor nutrisi dan
Kriteria Hasil : sumber energi yang adekuat
a. Berpartisipasi dalam d. Monitor pasien akan
aktivitas fisik tanpa adanya kelelahan fisik dan
disertai peningkatan emosi secara berlebihan
tekanan darah, nadi dan e. Monitor respon
RR kardivaskuler terhadap
b. Mampu melakukan aktivitas (takikardi,
aktivitas sehari hari disritmia, sesak nafas,
(ADLs) secara mandiri diaporesis, pucat, perubahan
c. Kesei mbangan aktivitas hemodinamik)
dan istirahat f. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
g. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik,
emosi,
sosial dan spiritual.
Ansietas, ketakutan NOC : NIC:
Berhubungan dengan a. Anxiety control Coping Enhancement.
krisis situasional, b. Fear control a. Jelaskan pada pasien
ancaman yang Setelah dilakukan tindakan tentang proses penyakit
dirasakan atau keperawatan selama …..x 24 b. Jelaskan semua tes
aktual pada diri dan jam ansietas teratasi dengan dan pengobatan pada
janin kriteria hasil : pasien dan keluarga
a. Memiliki informasi c. Sediakan reninforcement
untuk mengurangi takut positif ketika pasien
b. Menggunakan ehnik melakukan perilaku untuk
relaksasi mengurangi takut
c. Mempertahankan hubungan d. Sediakan perawatan
sosial dan fungsi peran yang berkesinambungan
d. Mengontrol respon takut e. Kurangi stimulasi
lingkungan yang dapat
menyebabkan
misinterprestasi
f. Dorong mengungkapkan
secara verbal perasaan,
persepsi dan rasa takutnya
g. Dorong klien untuk
mempraktekan tehnik
relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA

Morgan, Geri dan Hamilton Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin, AB. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Cet. IV; Jakarta:
YBP-SP

Widjayanegara, Hidayat, dkk. 2009. Prematuritas. Cet. Pertama; Bandung: PT Refika


Aditama.

Anda mungkin juga menyukai