Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Untuk Memenuhi Tugas Preklinik Keperawatan Maternitas III

OLEH :
ANANDA PRASTUTI SUTRISNO
1611313004

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Pengertian
 Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tandatanda persalinan
mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada pembukaan < 4 cm
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Wiknjosastro, 2011).
 KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat
akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
 Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari
36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
 KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai
awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12
jam atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten,
polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Helen,
2003).

B. Klasifikasi
Menurut POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu sebelum
onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan
ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
2. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+) pada usia kehamilan ≥ 37
minggu.

C. Etiologi
Menurut Sulistyowati (2013), sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini antara lain :
1. Faktor maternal
a. Infeksi dari rahim, leher rahim, dan vagina seperti Chlamydia, Gonorrhea.
b. Stress maternal
c. Malnutrisi (gizi buruk, kekurangan vitamin C)
d. Merokok
e. Telah menjalani operasi biopsi serviks
f. Memiliki riwayat KPD
g. Belum menikah
h. Status ekonomi rendah
i. Anemia
j. Trauma abdomen
k. Mengkonsumsi narkoba
l. Genetik
2. Faktor uteroplasental
a. Uterus abnormal (misalnya septum uteri)
b. Plasenta abruption (cacat plasenta didefinisikan sebagai kegagalan fisiologi
transformasi dari segmen miometrium arteriolae spiralis sering menyebabkan
KPD dan pre-eklampsia)
c. Serviks insufisiensi
d. Peregangan uterus (hidramnion, kehamilan kembar)
e. Chorioamnionitis (infeksi intra ketuban)
f. Infeksi karena transvaginal USG
g. Peregangan uterus
h. Trombosis dan perdarahan desidua
3. Faktor fetal
a. Kehamilan kembar
Adapun faktor risiko menurut POGI (2014), yang berhubungan dengan terjadinya
KPD, khususnya pada kehamilan preterm, diantaranya:
1. Pasien dengan ras kuilt hitam memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien yang memiliki ras kulit putih.
2. Status ekonomi yang rendah
3. Riwayat merokok selama kehamilan
4. Riwayat infeksi menular seksual
5. Riwayat persalinan premature
6. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
7. Perdarahan pervaginam
8. Distensi uterus (pada pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion)
9. Infeksi
10. Inflamasi koridesidua Sedangkan prosedur yang dapat berakibat terjadinya KPD
aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Penurunan jumlah kolagen dari
membran amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD aterm.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD antara lain :
 Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Cairan tidak akan berheni atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.
 Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak
 Demam
 Bercak pada vagina yang banyak
 Nyeri perut
 Denyut jantung janin bertambah cepat

E. Patofisiologi
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya
kontraksi uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian
tertentu dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan berkurangnya
keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya terjadi pada daerah
inferior. Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda, akan semakin
menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga.
Selain yang telah disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering
dihubungkan dengan gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal yang fisiologis (Prawirohardjo, 2010)

F. Penatalaksanaan
Prinsip utama dari penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortilitas dan
morbiditas perinatal pada ibu maupun bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm < 37 minggu. Kebanyakan pasien (90%) akan mengalami
persalinan spontan dalam waktu 24 jam jika mengalami KPD aterm. Pengelolaan pasien
tergantung keinginan mereka namun risiko ibu tentang infeksi intra uterine harus diingat.
Risiko infeksi intra uterine akan meningkat dengan adanya durasi KPD yang lama
(Sulistyowati, 2013).
Selain itu juga perlu diperhatikan usia gestasi dari ibu. Hal ini terkait dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan
persalinan maupun tokolisis (POGI, 2014). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
sekitar 50% dari perempuan yang hadir dengan KPD, akan melahirkan pada 7 hari
pertama, kebanyakan dari mereka pada 48 jam terakhir. (APEC, 2015). Penggunaan
antibiotic pada kasus KPD mempunyai dua fungsi, pertama dapat mencegah terjadinya
disabilitas neurologik dan pernapasan, sedangkan yang kedua dapat memperpanjang
periode laten (Kenyon et al, 2013).
Penanganan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2010), meliputi :
1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss
negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan
diakhiri.
c. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang penatalaksanaan KPD adalah
:
1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru sehingga
mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,
maningitis janin, dan persalinan prematuritas
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan
janin tidak dapat diselamatkan
5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat
pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.
6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal
dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan
paru.
7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dappat dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila
tidak terjadi his spontan
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I. B. G. (2009). Memahami kesehatan reproduksi wanita (2 ed.). Jakarta: EGC


Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. : Salemba Medika
Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah Dan Paenyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sulistyawati, Ari. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai