Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Oleh Kelompok 2 :

1. EVAHARNILWATI
11194562111091
2. IDA YANTI
1119452111095
3. LAVENIA DWI PRATIWI
111945621111098
4. MUHAMMAD ANYARI
1194562111100
5. SEPTA ADHI PRASETYA
11194562111103

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
A. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum adanya tanda
persalinan, dan setelah ditunggu selama 1 jam, belum ada tanda persalinan. Waktu
sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban
pecah dini” (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan
prematur dengan segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah ketuban
pecah pada fase laten. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (Manuaba, 2009).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari. Bila
preiode laten terlalu meningkat dan ketuban sudah pecah maka akan terjadi infeksi
yang meningkatkan angka kemtian ibu dan anak.
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.

B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut (Manuaba, 2003):
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama
f. Riwayat KPD sebelumya
g. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
h. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

C. Manifestasi Klinis
Tanda gejala Ketuban pecah dini menurut Sujiyatini, dkk (2009) adalah sebagai
berikut :
a. Keluarnya air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak
seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspeksi : Tampak air ketuban mengalir, atau selaput ketuban tidak ada air dan
ketuban sudah kering.
f. Bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sujiyatini, et al., 2009).

D. Patogenesis
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.

E. Faktor Resiko Atau Predisposisi Ketuban Pecah Dini


a. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4
c. Tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika
higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
d. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga
(20x)
e. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
f. PH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
g. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
h. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
i. Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
j. Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada
stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

F. Pengaruh KPD
a. Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan morrtalitas danmorbiditas perinatal.
b. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka
suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya.

G. Penatalaksanaan KPD
a. Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang yang
sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu
sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.
d. Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,
dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
e. Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga
terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan
janinnya.
f. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan peerlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L/S
g. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam
sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.
H. Komplikasi KPD
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC,
atau gagalnya persalinan normal.
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam
1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
d. Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal

I. Penanganan
a. Konservatif
Rawat di rumah sakit
1. Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusi
plasenta.
2. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antiniotik sama halnya jika terjadi amnionitasis.
3. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu :
 Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
 Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral
3x perhari selama 7 hari.
4. Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi,
beridexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
5. Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi
maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.
b. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin.
1. Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram
– 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
3. Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut :
 Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu
apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
 Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c,
dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.
c. Penatalaksanaan Lanjutan
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
kondisi ibu yang menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan
adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal.
Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu
dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat
kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan
infeksiuteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut :
 Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
 Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
 Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

J. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Nugroho,
2010) :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna , kosentrasi , bau ,
PH nya
2. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan : air ketuban , urine
atau secret vagina.
3. Secret vagina ibu hamil ph : 4-5 , dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna , tetap kuning.
4. Tes lakmus (tes nitrazin) , jika kertas lakmus jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis) . Ph Air
ketuban 7-7,5 , darah dan ineksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif
palsu.
5. Mikroskopik (tes pakis) , dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan gambaran
daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.
2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah KPD adalah sebagai berikut (Nugroho, 2010):
a. Pencegahan
1. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mngurangi atau berhenti.
3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila
ada faktor predisposisi
b. Panduan mengantisipasi: jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat
prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban peccah.
1. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali
pusat
1) Letak kepala selain vertex
2) Polihdramnion
2. Herpes aktif
3. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya
c. Bila ketuban telah pecah
1. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban

2. Bila robekan ketuban tampak kasar :


1) Saat pasien berbaring terlentang , tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina.
2) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
3) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan
pervagina menggunakan jeli K-Y.
3. Bila pecah ketuban dan / atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan spekulum steril.
1) Kaji nilai bishop serviks.
2) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
3) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan
pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2,
rujuk ke dokter.
d. Penatalaksanaan konservatif
1. Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban pecah.
2. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan
kevagina , kecuali spekulum steril ; jangan melakukan pemeriksaan vagina.
3. Saat menunggu, tetap pantau pasien  dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkatkan secara
signifikan, dan / atau mencapai 380 C , berikan macam antibiotik dan
pelahiran harus diselesaikankan.
2) Observasi rabas vagina : bau menyengat menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan
apa pun

e. Penatalaksaan agresif
1. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
2. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
3. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
tanda, mulai pemberian Pitocin
4. Berikan cairan per IV , pantau janin
5. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
6. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk di
indikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan,
baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan
dimulai atau induksi dimulai
7. Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
L. Pathway

Persalinan Kala 1

Gangguan
His yang berulang
Persalinan Kala 1

Peningkatan Kanalis servikalis Kelainan letak Serviks Gameli,


kontraksi dan selalu terbuka Infeksi genetalia
janin (sungsang) inkompetent Hidramnion
pembukaan servik akibat kelainan
uteeri servik uteri

Tidak ada bagian Proses biomekanik Dilatasi berlebihan Ketegangan


mengiritasi nervus Mudahnya terendah yang bakteri serviks uterus yang
pudendalis pengeluaran air menutupi pintu berlebihan
ketuban atas panggul
Selaput ketuban
Enzim proteoliitik
menonjol dan
keluar
Nyeri Persalinan mudah pecah Serviks tidak
bisa menahan
tekanan
intrauteri
Selaput ketuban
mudah pecah

KETUBAN
PECAH DINI

Pasien tidak Mudahnya


Air ketuban terlalu mengetahui mikroorganisme
banyak penyebab & akibat masuk
KPD

kecemasan ibu
Distosia (partus
terhadap Defisit Resiko infeksi
kering)
keselamatan janin Pengetahuan

Laserasi pada jalan


Ansietas
lahir
M. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas ibu
2. Riwayat penyakit sekarang dan dahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat psikososial
5. Pola Fungsi Gordon
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien
akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedre total setelah 
partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya
6. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sclera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papilla mamae.
7) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
10) Muskulis skeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomy
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan ancaman pada status terkini
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
4. Risiko infeksi dengan f.r pertahanan tubuh primer tidak adekuat (pecah
ketuban dini)
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri persalinan Kontrol nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui skala,
dilatasi serviks Setelah dilakukan tindakan intensitas dan frekunsi nyeri
keperawatan selama 2 x 15 2. Kendalikan faktor lingkungan 2. Menghindari faktor-faktor
menit, diharapkan pasien apat yang dapat mempengaruhi yang dapat menyebabkan
beradaptasi terhadap nyeri respon pasien terhadap rasa nyeri bertambah
persalinan, dengan kriteria ketidaknyamanan
hasil: 3. Lajarkan teknik manajemen 3. Melatih ibu agar bisa
1. Pasien dapat menggunakan nyeri seperti pernapasan dalam mengendalikan/beradaptasi
teknik manajemen nyeri dengan nyeri yang di rasakan
nyeri yang diajarkan 4. Monitor tingkat nyeri pasien 4. Memantau hasil intervensi
2. Pasien dapat mengontrol yang sudah di berikan
nyeri
2. Ansietas berhubungan Tingkat Kecemasan Pengurangan kecemasan
dengan krisis situasi Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang 1. Agar pasien dapat terbuka
dan ancaman pada keperawatan, selama 2 x 30 tenang dan meyakinkan dengan perawat dan
status terkini menit, rasa cemaas berkurang, memudahkan perawat
dengan kriteria hasil : melakukan pengkajian
1. Pasien tidak menunjukkan 2. Jelaskan semua prosedur dan 2. Untuk mengurangi tegang
adanya kegelisahan. sensasi yang mungkin akan pasien
2. Wajah pasien tidak tegang dirasakan oleh klien
3. TTV dalam rentang normal 3. Berikan informasi faktual 3. Agar pasien mengetahui
4. Tidak ada keringat dingin terkait diagnosis, perawatan dan kondisi terkini mengenai
prognosis kesehatannya
4. Dorong keluarga untuk 4. Agar pasien merasa tenang
mendampingi pasien dengan
cara yang tepat
Terapi relaksasi
1. Gambarkan rasionalisasi dan 1. Menginformasikan ke pasien
manfaat relaksasi serta jenis teknik-teknik yag bisa
relaksasi yang tersedia digunakan untuk mengurangi
(misalnya musik, meditasi, cemas pasien
bernafas dengan ritme dan
relaksasi otot progresif)
2. Dorong pasien untuk mengambil
posisi yang nyaman 2. Agar pasien dapat rilex
3. Gunakan suara yang lembut
dengan irama yang lambat 3. Agar pasien merasa tenang
4. Tunjukkan dan praktekkan dan tidak terancam
teknik relaksasi pada pasien 4. Agar pasien lebih mengerti
dengan teknik relaksasi yang
akan digunakan
3. Defisit pengetahuan Pengetahuan: Kehamilan Pendidikan kesehatan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Targretkan sasaran pada 1. Agar penkes yang diberikan
kurang informasi keperawatan selama 2 x 45 kelompok yang beresiko tinggi sesuai dengan sasaran yang
menit, diharapkan pasien inig dituju
mengerti bahwa pentingnya 2. Indentifikasi faktor internal dan 2. Agar tidak terjadi
perawatan pasca kehamilan dan eksternal yang dapat kesalahpahaman, seperti
melahirkan, dengan kriteria menyebabkan masalah pada kultur bahasa yang berbeda
hasil : pasien
1. Mengetahui pentingnya 3. Ajarkan teknik yang menarik 3. Menarik minat pasien dan
pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan pasien keluarganya unttuk
2. Mengetahui strategi untuk dan keluarga pasien melakukan apa yang
menyeimbanngkan aktivitas 4. Berikan diskusi kelompok dan diinginkan penyaji
dan istirahat bermain peran untuk 4. Untuk meningkatkan
3. Mengetahui praktik gizi mempengaruhi keyakinan keyakinan pasien dan
yang sehat pasien terhadap kesehatan keluarganya mengenai
4. Mengetahui pola pendidikan kesehatan yang
penambahan berat badan 5. Libatkan pasien dan keluarga diberikan
yang sehat pasien dalam perencanaan dan 5. Agar pasien dan keluarganya
implementasi gaya hidup atas memahami apa yang harus
modifikasi perilaku kesehatan dilakukan dan sesuai dengan
kondisi sosial dan budaya
6. Tekankan pentingnya pola pasien
makan yang sehat 6. Agar menghindari masalah
yang pernah terjadi
7. Lakukan evaluasi dari apa yang sebelumnya
sudah disampaikan 7. Mengkaji ulang apakah hasil
sudah seperti yang
diharapkan
4. Risiko infeksi dengan Keparahan infeksi Perlindungan infeksi
f.r pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya tanda dan 1. Mengetahui apabila terjadi
primer tidak adekuat keperawatan selama 2 x 15 gejala infeksi infeksi
(pecah ketuban dini) menit diharapkan risiko infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Mencegah pasien terkena
dapat dicegah, dengan kriteria infeksi yang disebabkan oleh
hasil : virus yang dibawa oleh
1. Tidak ada tanda terjadi pengunjung
infeksi 3. Berikan agen imunisasi yang 3. Menghindari terjadinya
2. TTV dalam rentang normal tepat infeksi
4. Monitor TTV 4. Memantu perubahan TTV
yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M.,


2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi 2015-2017. 10 penyunt. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. G., 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan


Ginekologi. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.


Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed.
Yogyakarta: mocomedia.

Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Nurjannah, I., 2016. ISDA (Intan's Screening Diagnoses Assesment). 6 ed.


Yogyakarta: Mocomedia.

Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2009. Buku asuhan patologi


kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai