Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE MATERNITAS TENTANG KETUBAN PECAH DINI


DI RSUD Dr. H. Moch. ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH :
JENSI HATMENTI, S.Kep
113063J119018

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
I. Konsep Teori
1.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) yang merupakan pecahnya ketuban sebelum inpartu
yaitu pada primi bila pembukaan kurang dari 3 cm dan pada multipara bila pembukaan
kurang dari 5cm (Mochtar, 2012).
KPD didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal
ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan
(Fadlun dkk,2011).
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan penyebab terbesar persalinan prematur
dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda
persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian
ketuban pecah dini periode laten (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan
atau sebelum inpartu pada pembukaan <4 cm (Fase laten). Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph, 2010). KPD ini dapat
terjadi pada kehamilan preterm maupun pada kehamilan aterm (Prawirahardjo, 2010).
Penulis dapat menyimpulkan bahwa ketupan pecah dini adalah suatu keadaan
dimana selamut ketuban mengalami robekan sebelum waktu untuk melahirkan.
1.2 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan
memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan
perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :
a. Infeksi genitalia
b. Gemeli
c. Hidramnion
d. Kehamilan preterm
e. Disproporsi sefalopelvik
f. Inkompetensi serviks (leher rahim)
g. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
h. Riwayat KPD sebelumya
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
j. Trauma
k. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
l. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
1.3 Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. apabila duduk
atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau
"menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering dan terjadi
Inspekulo yaitu tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan ketuban
sudah kering.
1.4 Patofisiologi
a. Narasi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh (Prawirahardjo, 2013).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester terakhir
terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina. Ketuban pecah dini preterm sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio Plasenta.
Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion,
fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan
prostaglandin, tetapi karena ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-
1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini. (Maria, 2009 : 2)
1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH
nya. Cairan vagina yang keluar ini kecuali air ketuban mungkin urine atau sekret
vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5 , denga kertas nitrazin tidak berubah warna,
tetap kuning. Tes lakumus (tes nitrazin) , jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5 , darah dan
infeksi vagina dapat menghasilakan tes postif yang palsu. Mikroskopis (tes pakis),
dengan meneteskan air ketubanpada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
1.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikan
insidensi bedah caesarea, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikan
insidensi chorioamniontis. Kasus KPD yang kurang bulan kalua menempuh cara-cara
aktiv harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada
KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikiti dengan sepsis pada
janin merupakan sebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan lama pecahnya selaput
ketuban aau lamanya periode laten.
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm ( > 37 Minggu). Beberapa penelitan
menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan
yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten =
L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P nya. Pada
hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu
24 jam setelah kulit ketuban pecah bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah
belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal
dilakukan bedah sectio caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walapun
antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamnionitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dlakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi mungkin telah terjadi , proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis menyarankan berperan aktif, (induksi persalinan) segera
dberikan atau ditunggu 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten, durasi KPD dapat diperpendek
sehngga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannnya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang
fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin
kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dngan memperhatikan bishop
score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5 dilakukan pematangan serviks,
jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan sectio cesarean.
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterem ( < 37 Minggu). Pada kasus-kasus
KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat
sebgai profilaksi penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan didalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya
infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
ultranelaksen atau tocolitic agar diberikan juga tujuan menunda proses persalinan
(Neneng, 2014)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada ketuban Pecah Dini: Konservatif : rawat rumah sakit
dengan tirah baring, tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin, umur kehamilan
kurang 37 minggu, antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5
hari, memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid
untuk mematangkan fungsi paru janin, jangan memeriksakan pemeriksaan dalam
vagina kecuali ada tanda-tanda gawat janin, melakukan terminasi kehamilan bila ada
tanda-tanda infeksi atau gawat janin, bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air
dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan
air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
Aktif, bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi
kehamilan, induksi atau akselerasi persalinan, lakukan sectio cesarean bila induksi
atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan, lakukan sectio histrektomi bila
terdapat tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan
saat terjadi pecah ketuban. Yang harus segera dilakukan : pakai pembalut tiap keluar
banyak atau handuk yang bersih, tenangkan diri jangan bergerak terlalu banyak pada
saat ini. Ambil nafas dan tenangkan diri. Yang tidak boleh dilakukan : tidak boleh
berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman, jangan bergerak
mondar-mandir atau berlari kesana kemari, karena air ketuban akan terasa keluar.
Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi (Neneng, 2014).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Riwayat keperawatan
a. Keluhan Utama : Pasien biasanya akan mengalami nyeri perut disertai pengeluaran
cairan dapat berupa darah, lender, atau cairan ketuban berwarna kuning.
b. Riwayat Obstetrik :
1. Usia pasien saat kehamilan
2. Riwayat mentruasi
3. Riwayat kehamilan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung dan mengalami infeksi saluran kemih.
2.2 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher.
- Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.
- Hidung : ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya hipersekresi
mukosa
- Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
- Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
b. Dada
Thorak
- Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal, dan tidak ada
retraksi dinding dada. Frekuensi pernafasan normal 16-24 x/menit. Iktus kordis
terlihat/tidak
- Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
- Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas normal vesikuler
c. Abdomen
- Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.
- Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih penuh/tidak.
- Auskultasi : DJJ ada/tidak
d. Genitalia
- Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema,
Discharge, Approximately), pengeluaran dari ketuban (jumlah, warna, bau), dan
lender merah muda kecoklatan.
- Palpasi: pembukaan serviks (0-4).
- Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.
2.3 Diagnosa Keperawatan
a. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot rahim.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan premature.
d. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus berpotensi lahir
premature.
2.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan infeksi tanda-tanda infeksi
dengan selama 3×24 2. Pantau keadaan yang muncul
ketuban pecah jam diharapkan pasien umum pasien 2. Untuk melihat
dini tidak menunjukan tanda- 3. Bina hubungan perkembangan
tanda infeksi dengan saling percaya kesehatan pasien
kriteria hasil : melalui 3. Untuk memudahkan
komunikasi perawat melakukan
1. Tanda-tanda infeksi
terapeutik tindakan
tidak tidak ada.
4. Berikan 4. Agar istirahat pasien
2. Tidak ada lagi cairan
lingkungan terpenuhi
ketuban yang keluar
yang nyaman 5. Untuk proses
dari pervaginaan.
untuk pasien penyembuhan
3. DJJ normal
5. Kolaborasi pasien
4. Leukosit kembali
dengan dokter
normal
untuk
5. Suhu tubuh normal
memberikan
(36,5-37,5ºC)
obat antiseptik
sesuai terapi

2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1. Untuk mengetahui


rasa nyaman:
tindakan keperawatan tanda Vital keadaan umum
nyeri
berhubungan selama 3×24 jam di pasien pasien
dengan
harapkan nyeri 2. Kaji skala nyeri 2. Untuk mengetahui
ketegangan
otot rahim berkurang atau nyeri (1-10) derajat nyeri pasien
hilang dengan kriteria 3. Ajarkan pasien dan menentukan
hasil : teknik relaksasi tindakan yang akan
4. Atur posisi dilakukan
pasien
1. Tanda-tanda vital 5. Berikan 3. Untuk
dalam batas normal. lingkungan mengurangi nyeri
TD:120/80 mm Hg yang nyaman yang dirasakan
N: 60-120 X/ menit. dan batasi pasien
2. Pasien tampak pengunjung 4. Untuk memberikan
tenang dan rileks rasa nyaman
3. Pasien mengatakan 5. Untuk mengurangi
nyeri pada perut tingkat stress pasien
berkurang dan pasien dapat
beristirahat

3. Defisiensi Setelah dilakukan 1.Kaji apa pasien 1. Untuk mengetahui


pengetahuan
tindakan keperawatan tahu tentang pemahaman
berhubungan
dengan selama 3×24 jam di tentang tanda- pasien untuk
pengakuan
harapkan pasien tanda dan tindakan selanjutnya
persalinan
premature memahami pengetahuan gejala normal 2. Mencegah
tentang penyakitnya selama terjadinya hal-hal
dengan criteria hasil : kehamilan yang tidak
2.Ajarkan tentang diinginkan terjadi
1. Pasien terlihat tidak
apa yang harus yang bisa
bingung lagi
dilakukan jika membahayakan ibu-
2. Pengetahuan Pasien
tanda KPD janin
dan keluarga dapat
muncul 3. Untuk membantu
bertambah
kembali merencanakan
3.Libatkan tindakan berikutnya
keluarga agar
memantau
kondisi pasien
4. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
berhubungan
tindakan keperawatan kecemasan tingkatan kecemasan
dengan
persalinan selama 3×24 jam di pasien yang dialami pasien
premature dan
harapkan ansietas pasien 2. Dorong pasien 2. Untuk
neonatus
berpotensi teratasi dengan kriteria untuk istirahat mempercepat proses
lahir
hasil : total penyembuhan
premature
3. Berikan 3. Untuk memberikan
1. Pasien tidak cemas
suasana yang rasa nyaman dan
lagi
tenang dan menurunkan
2. Pasien sudah
ajarkan kecemasan pasien
mengetahui tentang
keluarga untuk
penyakit
memberikan
dukungan
emosional
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2016. Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC.


Joseph , HK. (2010). Ginekologi dan Obsteri (Obsgyn) . Yogyakarta : Nuha Medika

Manuaba, (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC

Mochtar R. (2012). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, Kusuma Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda. Jilid 3. Jogjakarta : MediAction.

Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai