Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN STASE MATERNITAS

TENTANG

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:

Nama : Nur Rowaidah

Nim : 19020110

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL

2019/2020
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) di definisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD pretern adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah
di tunggu satu jam sebelum terdapat tanda-tanda persalinan ( Ilmu kebidanan, penyakit
kandungan, dan KB 2015).

1.2 Etiologi
Meningkatkan tekanan intra uteri. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks, selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
1. Inkompetensi serviks ( leher rahim )
Inkompetensi serviks adalah istilah untuk meyebut kelainan pada otot-otot leher atau
leher rahim yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
2. Peninggian tekanan intra uteri
Tekanan intra uteri yang meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini, misalnya :
a. Trauma : Berhubungan seksual, pemeriksaan dalam.
b. Gamelli : Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gamelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
tegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlah janin lebih dari satu, isi
rahim yang lebih besar dan kantung ( selaput ketuban ) relative lebih kecil sedangkan di
bagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban menjadi
tipis dan mudah pecah ( Saifudin, 2018 ).

c. Makrosomia : adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan intra uteri bertambah sehingga menekan selaput ketuban dan
menjadi lebih renggang, tipis dan kekuatan membrane berkurang dan akhirnya
menimbulakan ketuban pecah ( Winkjosastro, 2016 ).
d. Hidramion atau polihidramion adalah jumlah cairan amnion > 2000 ml uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.
3. Kelainan letak janin dan rahim : Letak sungsang, letak lintang
4. Kemungkinan panggul sempit : Bagian terendah belum masuk PAP
5. Koriamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya di sebabkan oleh penyebaran
organisme ke bagian atas vagina. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6. Penyakit infeksi adalah penyakit yang di sebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya proses memudahnya ketubab pecah.
7. Faktor keturunan ( ion Cu serum rendah, Vitamin C rendah, Kelainan genetik ).
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

1.3 Klasifikasi
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban sebelum kehamilan 37minggu.
Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap pecahnya ketuban
yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada awal persalinan
(Hamilton C, 2017)
a. PROM ( Premature Rupture of Membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥ 37 minggu. Pada
PROM penyebabnya mungkin karena melemahnya membran amnion secara fisiologis.
Kondisi klinis seperti inkompetensi serviks dan polihidramnion telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko yang jelas dalam beberapa kasus ketuban pecah dini. Untuk
penangananya melalui Seksio Sesarea(Syaifuddin, 2020).
b. PPROM ( Preterm Premature Rupture of membrane) Ketuban pecah dini premature
(PPROM) mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur
kehamilan 37 (American College of Obstetricians danGynecologists, 20017). Pecah
tersebut kemungkinan memiliki
berbagai penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin menjadi salah satu
predisposisi utama (Gomez dan rekan, 2017)

1.4 Patofisiologi
Adanya faktor penyebab selaput ketuban yang terlalu tipis, infeksi dan faktor
predisposisi, malposisi, servik, inkompeten, gamelli, hidramnion dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan tersebut disebut periode laten atau large
periode. Makin muda umur kehamilan makin memanjang large periode sedangkan lamanya
persalinan lebih pendek dari biasanya yaitu pada premi 10 jam dan pada multi 20 jam.
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap janin yaitu walaupun ibu belum menunjukan gejala-
gejala infeksi tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra uteri lebih dulu terjadi
(amnionitis). sebelum gejala dirasakan pengaruh terhadap ibu yaitu karena jalan yang telah
terbuka, maka dapat terjadi infeksi apalagi terlalu sering jalan yang terbuka, maka dapat
terjadinya infeksi saat pemeriksaan dalam. Selain itu juga dapat dijumpai peritonitis dan
septikemia ibu merasa lelah karena berbaring di tempat tidur partus akan menjadi lama
keluar dan terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,5 C nadi cepat dan nampaklah gejala
infeksi yang akan meningkatkan angka kematian ibu.
1.5 Pathway

1.6 Manifestasi Klinis


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, kemungkinan cairan tersebut masih
merembes atau menetes dengan ciri-ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi bila anda duduk atau
berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal “atau menyambut
kebocoran untuk sementara

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi, bau dan PH nya.
Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret
vagina, Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna
,tetap kuning .
a. tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
b. mikroskop (tes pakis ),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit . Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidroamion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya ,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana. (buku asuhan patologi kebidanan, Sujiyatini,
2019,)
1.8 Diagnosa Banding
Umumnya, diagnosis ketuban pecah dini (KPD) cukup jelas. Namun, jika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan, KPD perlu dibedakan dengan inkontinensia urin, leukorrhea,
dan keadaan inpartu fisiologis.
a. Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin adalah suatu kondisi seseorang tidak dapat menahan keluarnya urin
karena hilangnya kontrol volunter terhadap sfingter uretra. Meskipun memiliki gejala
yang kurang lebih serupa, yaitu keluarnya cairan dari kemaluan, pemeriksaan inspekulo
tidak akan menunjukkan adanya produksi cairan karena pada inkontinensia urin cairan
keluar dari saluran kemih.
b. Leukorrhea
Kondisi lain yang menjadi diagnosis banding KPD adalah leukorrhea, baik fisiologis atau
bakterial vaginosis. Pemeriksaan penunjang dengan nitrazin maupun mikroskopis sangat
berguna untuk membedakan antara leukorrhea dengan cairan ketuban.
c. Keadaan Inpartu Fisiologis
Kondisi KPD juga dapat menyerupai gejala keluarnya cairan mukus dari serviks yang
menandakan awal inpartu. Pada awal inpartu, pasien merasakan kontraksi yang semakin lama
semakin sering. Berbeda dengan KPD yang tidak disertai dengan adanya kontraksi.

1.9 Penatalaksanaan
1. Rawat di rumah sakit.
2. Jika ada perdarahan dengan nyeri perut, curiga solusio plasenta.
3. Jika ada tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotik.
4. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu.
a. Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin.
b. Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi. Berikan kortikosteroid untuk
memperbaiki kematangan paru janin.
c. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu.
d. Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan preterm
5. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan > 37 minggu
a. Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B.
b. Jika tidak ada infeksi pascapersalinan, hentikan antibiotika
6. Nilai serviks
a. Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
b. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea
7. Amnionitis
a. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan.

b. Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.

c. Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika

1.10 Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah sindrom
distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat
pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm. Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD prater mini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

1.11 Proses Keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a) Identitas ibu
b) Riwayat penyakit : Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
komplikasi
c) Riwayat kesehatan dahulu
1. Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
2. Sintesi ,pemeriksaan pelvis
3. Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
4. Selaput amnion yang lemah/tipis
5. Posisi fetus tidak normal
6. Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek
7. Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
d) Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher
1. Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva
2. Hidung ,ada atau tidaknya pembengkakan konka nasalis .
3. Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
4. Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
5. Leher berupa pemeriksaan JVP, Dan tiroid
Dada
1. Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada,jenis pernapasan toraka abdominal,dan tidak ada
retraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi:terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan,Bunyi napas normal
vesikuler
2. Abdomen
Inspeksi :ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi:TFU kontraksi ada/tidak ,Posisi ,kansung kemih penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
3. Genitalia
Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema,
discharge, approxiamately) ; pengeluaran air ketuban (jumlah ,warna,bau dan
lender merah muda kecoklatan .

1.1.2 Diagnosa keperawatan


1. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot rahim.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan premature.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus berpotensi lahir
premature.

 (NANDA,2018- 2020)
No Data Etiologi Masalah/Kode
.
1. DS: Pecah ketuban dini Resiko infeksi (00004)
a. Pasien biasanya
mengeluarkan Gemeli, hidramnion
rembesan cairan
seperti air kencing
Ketegangan uterus
berlebih
DO:
a. Terlihat cemas
Palpasi : serviks tidak bisa
menahan tekanan
Leopold I: TFU 2 jari
intrauterus
di atas pusat, (21 cm)

Leopold II: ketuban pecah dini


punggung kiri: teraba
datar seperti papan tidak adanya
perlindungan diluar
(punggung),punggung
daerah Rahim
kanan: teraba bagian
kecil janin
mudahnya
(ekstremitas) mikroorganisme masuk

Leopold III: Resiko Infeksi


teraba bulat, keras,
melenting (kepala)

Leopold IV:
bagian terendah janin
belum masuk panggul
(konvergen) 2.
Auskultasi: DJJ (+).
Inspeksi:
cairan ketuban
merembes, warna
jernih, tidak berbau,
tanda infeksi seperti
merah
TTV:
TD 100/ 70 mmHg,
S: 36,70 C,N: 88 kali/
menit, RR: 14 kali/
menit,

1.1.3 Intervensi Nanda Noc dan Nic

N Diagnosa Tujuan dan NOC Aktivitas dan NIC


o keperawatan

1 Resiko infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan Perlindungan infeksi


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam masalah resiko
pecah ketuban dini
infeksi dapat teratasi. Aktivitas:
(00004)
1. Monitor adanya
Kriteria hasil
tanda dan
a. Status maternal: intrapartum (2510) gejala infeksi
Kode Indikator S S sistemik dan
A T lokal
251004 Frekuensi 3 5
2. Instruksikan
kontraksi
pasien untuk
uterus
minum
251006 Intensitas 3 5
antibiotik yang
kontraksi
uterus diresepkan
251007 Perkembang 3 5 kondisi/faktor
an dilatasi 3. Ajarkan pasien
serviks dan anggota
251001 Suhu tubuh 3 5
keluarga
3
bagaimana cara
251002 Nyeri 3 5 menghindari
2 dengan infeksi
kontraksi 4. Lapor dugaan
infeksi pada
Keterangan : personil
1: deviasi berat dari kisaran normal pengendali
2: deviasi cukup dari kisaran normal infeksi
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
  
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2017, Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta.

Manuaba, Ida bagus Gede, 2017,  Ilmu Kebidanan Penyaki Kandungan dan KB, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC : Jakarta.

Sujiyati ,2018,Asuhan Patologi Kebidanan,jakarta ; Numed.

Saefuddin, Abdul Bari, 2015, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2020.

Sastrawinata, Suliman, 2015, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi 2, FKUP :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai