Ca Paru
Disusun Oleh :
KELAS 3B
KELOMPOK :
1. KISNAWATI (15010074)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul “ Asuhan
Keperawatan pada Klien Dewasa Ca Paru ”. Dan makalah ini disusun agar pembaca
dapat mengetahui fisiologi nyeri dalam keperawatan. Tidak lupa penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :
1. Ns. Wahyi Sholehah E.S., S.Kep selaku PJMK mata kuliah Respirasi dan
dosen pengampu materi.
2. Rekan-rekan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN TEORI.............................................................................................4
2.1 Definisi........................................................................................................................4
2.2 Epidemiologi...............................................................................................................4
2.3 Etiologi........................................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................................8
2.5 Patofisiologi...............................................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan Umum.............................................................................................13
2.8 Pencegahan................................................................................................................20
BAB III. PATHWAY......................................................................................................24
BAB IV. ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................25
4.1 Pengkajian.................................................................................................................25
4.2.Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas. 35
4.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................................38
BAB V. PENUTUP.........................................................................................................45
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................45
5.2 Saran..........................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................iv
iii
BAB I. PENDAHULUAN
Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak dapat terkontrol
pada jaringan paru. Tumor ini timbul pada epitel organ respirasi (bronkus, bronkiolus,
alveolus). Pertumbuhan ini dapat menyebabkan metastasis pada jaringan yang
berdekatan dan infiltrasi ke luar jaringan paru (Fauci et al., 2008).
Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan sekitar 95%
tumor ganas ini merupakan karsinoma bronkogenik. Bila kita menyebut kanker paru
maka yang yang dimaksud adalah karena sebagian besar tumor ganas primer system
pernafasan bagian bawah bersifat epiteal dan berasal dari mukosa percabangan bronkus.
Meskipun pernah diaggap sebagai suatu keganasan yang jarang terjadi, insidensi
kanker paru di negara indrustri telah menjadi meningkat sampai tahap epidemik sejak
tahun 1930. Sebagia statistic yang mengejutkan itu disebutkan pada bagian awal bagian
ini. Kanker paru sekarang ini telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker
pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi tertiggi terjadi pada usia 55-56 tahun.
Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok kretek
yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.
1
Maka dari itu kami menyusun makalah ini supaya memahami akan pentingnya
kesehatan dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan setelah mengetahui bahaya
penyakit kanker paru, penyebab terjadinya dan akibat apa yang akan ditimbulkan dari
penyakit kanker paru, serta untuk perawat sendiri dapat mengetahui asuhan keperawatan
yang terbaik untuk memaksimalkan perawatan terhadap pasien kanker paru.
1.3 Tujuan
2
1.3.6 Untuk Mengetahui pemeriksaan penunjang Ca Paru?
1.3.7 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan umum Ca Paru?
1.3.8 Untuk Mengetahui pencegahan Ca Paru?
1.3.9 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Ca Paru?
1.4 Manfaat
3
BAB II. TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus (Brashers
Valentina L., 2008: 113). Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran napas
(karsinoma bronkogenik) (Corwin ElizabethJ., 2009: 576). Kanker paru (bronchogenic
carcinoma) adalah penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan sel
dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang melapisi bagian pernapasan (Atiyeh
Hashemi,dkk, 2013: 165).
Kanker Paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau penyebaran
(metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni
tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas atau bronkus.
Sedangkan menurut National Cancer Institute, kanker paru adalah kanker yang
terbentuk pada jaringan di paru, biasanya di lapisan sel-sel saluran udara (Syahruddin,
2006).
4
2.2 Epidemiologi
Menurut American Cancer Society, sekitar 1,6 juta kasus baru terjadi pada tahun
2008, terhitung sekitar 13% dari total diagnosis kanker. Pada pria, tingkat kanker paru-
paru kejadian tertinggi di Amerika Utara, Eropa, Asia Timur, Argentina, dan Uruguay
dan tingkat terendah adalah di sub-Sahara Afrika. Pada wanita, prevalensi kanker paru
tertinggi terdapat di Amerika Utara, Eropa Utara, Australia, Selandia Baru, dan Cina.
(American Cancer Society, 2011).
Di seluruh dunia, diantara jenis kanker lain, kanker paru merupakan penyebab
utama kematian pada pria dan penyebab kedua kematian pada wanita, dengan perkiraan
951.000 kematian pada pria dan 427.400 kematian pada wanita pada tahun 2008
(American Cancer Society, 2011).
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika Serikat tahun
2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua 8
kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh
kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS kanker
Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki peringkat ketiga sesudah kanker payudara dan
leher Rahim. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan
pada perempuan 1:20 (Sudoyo dkk., 2007).
5
beberapa negara di Afrika, tingkat kanker paru cenderung terus meningkat setidaknya
untuk beberapa dekade berikutnya (American Cancer Society, 2011).
2.3 Etiologi
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama
di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Sudoyo
dkk, 2007).
Berikut ini adalah berbagai etiologi yang dapat memicu dan mempercepat
pertumbuhan dari kanker paru :
1) Rokok
Merokok merupakan faktor risiko yang paling penting untuk kanker paru,
terhitung sekitar 80% dari kasus kanker paru pada pria dan 50% pada wanita di
seluruh dunia. Hubungan kausal antara merokok dengan kanker paru telah
dibuktikan dengan studi epidemiologis yang dilakukan pada tahun1950 dan
1960. Zat karsinogen dalam tembakau rokok meliputi polynuclear aromatic
hydrocarbons (PAHs), N-nitrosamine, amin aromatik, senyawa organik (contoh:
benzene, acrylonitrile) dan anorganik (contoh: arsen, asetaldehid), dan polonium
210. Dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun
akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama
25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga risiko terkena kanker paru 2-3 kali lipat.
6
Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok berasal dari perokok pasif
(American Cancer Society, 2011; Sudoyo dkk, 2007; Pass et al., 2005).
2) Polusi udara
Polutan pada udara pada daerah urban telah diteliti sebagai agen penyebab
potensial dalam peningkatan epidemi kanker paru di negara-negara industri.
Produk-produk pembakaran dari bahan bakar mesin, terutama hidrokarbon
polisiklik menjadi perhatian khusus. Seseorang yang terpapar asap tar batubara
ketika sedang bekerja di ruang terbuka terjadi peningkatan risiko kanker paru
sekitar 50% setelah 20 tahun terpapar, dan 150% meningkat setelah 40 tahun.
Benzopiren telah digunakan sebagai indeks pengganti paparan udara yang
dihasilkan oleh bahan bakar mesin dan berhubungan dengan tingkat mortalitas
kanker paru (Pass et al., 2005).
3) Asbestos
Ada berbagai teori yang berhubungan dengan kanker paru karena asbes. Salah
satu teori menyimpulkan bahwa serat asbes berperan untuk memfasilitasi
pengenalan karsinogen lain seperti asap rokok pada sel. Serat melakukannya
dengan mengikat surfaktan kemudian membuat lipid lapisan ganda yang
memungkinkan solubilisasi karsinogen hidrofobik seperti hidrokarbon polisiklik.
Ini kemudian memungkinkan paparan konsentrasi tinggi jangka panjang bahan-
bahan karsinogen pada epitel paru (Pass et al., 2005). Paparan asbestos
meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 9 kali lipat. Kombinasi paparan
asbestos dengan asap rokok meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 50 kali
lipat. Kanker jenis lain yang dikenal sebagai mesothelioma (suatu jenis kanker
pada lapisan pleura atau peritoneum) juga sangat terkait dengan paparan
asbestos. Periode laten untuk perkembangan kanker paru terkait asbes adalah
lebih dari 20 tahun. Risiko kanker paru di antara mereka yang terpapar asbes
tampaknya tergantung pada jenis serat, ukuran serat, paparan lingkungan, dan
bukti asbestosis pada gambaran radiologi (Stoppler, 2011; Pass et al., 2005).
4) Penyakit Paru Nonneoplasma (Inflamasi Kronis, Penyakit Paru Obstruktif
Kronis, Fibrosis Paru)
7
Resiko kanker paru dilaporkan meningkat pada orang-orang dengan
riwayat TB, fibrosis paru seperti pada silikosis, atau bronkitis kronis dan
emfisema. Peningkatan risiko kanker paru-paru setelah diagnosis TB telah
dilaporkan dalam studi kohort dan kasus-kontrol (Pass et al., 2005).
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah
mengklasifikasikan silika sebagai kemungkinan zat karsinogen paru. Menghirup
silika menyebabkan fibrosis pada kedua paru dan kanker pada tikus, Ada
sebanyak sepuluh studi kohort yang mengindikasikan bahwa penyakit paru
obstruktif kronik merupakan prediktor independen untuk risiko kanker paru, dan
beberapa studi melaporkan peningkatan risiko kanker paru pada orang dewasa
dengan asma (Pass et al., 2005).
5) Nutrisi: Antioksidan dan Lemak
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa β-karoten lebih protektif pada
perokok berat, sementara yang lain telah menemukan bahwa β-karoten dan
karotenoid lebih protektif pada mantan perokok atau bukan perokok. Dalam
studi kasus-kontrol berdasarkan populasi kanker paru di kalangan non perokok
yang dilakukan di negara bagian New York, Holick et al., Menyimpulkan bahwa
peningkatan konsumsi buah-buahan dan sayuran mentah (tidak dimasak)
dikaitkan dengan penurunan risiko kanker paru secara signifikan. Diet β karoten,
secara bermakna dikaitkan dengan penurunan risiko kanker paru diantara pria
dan wanita yang tidak merokok (Pass et al., 2005). Peningkatan risiko kanker
paru-paru telah dilaporkan berhubungan dengan asupan tinggi lemak dan
kolesterol, atau dengan indeks lemak perut yang tinggi. Namun, hubungan
positif diet kolesterol dan risiko kanker paru belum digambarkan dalam studi
tentang kadar kolesterol serum. Shekelle dan rekan memiliki hipotesis bahwa
serum kolesterol rendah, tidak tinggi, adalah prediktif dari peningkatan risiko
kanker paru, terutama di sub-kelompok penduduk dengan asupan rendah β
karoten. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alavanja dkk pada
perokok perempuan di Missouri, telah dicatat hubungan yang signifikan antara
asupan lemak jenuh dengan kanker paru. Meskipun hubungan positif dengan
8
makanan berlemak, risiko kanker paru tidak berhubungan dengan peningkatan
massa tubuh (Pass et al., 2005).
6) Paparan Radon
Radon adalah gas inert yang dihasilkan dari hasil peluruhan uranium.
paparan radon merupakan faktor risiko untuk kanker paru pada penambang
uranium. Sekitar 2-3% dari kanker paru setiap tahun diperkirakan disebabkan
oleh paparan radon. paparan rumah tangga terhadap radon, terbukti
menyebabkan kanker paru. The US National Research Council‟s Report of the
Sixth Committee on Biological Effects of Ionizing Radiation telah
memperkirakan paparan radon menyebabkan 2100 kasus baru kanker paru tiap
tahunnya, sementara lainnya berkontribusi terhadap 9100 orang yang merokok.
(Tan, 2011).
7) Interaksi Gen-Lingkungan
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi risiko kanker paru. Gen-
gen yang mempengaruhi kerentanan terhadap kanker mungkin terdiri dari alel
heterogen pada satu lokus atau kombinasi alel pada lokus ganda. Dalam studi
agregasi familial kanker paru, Lilienfeld dan Tokuhata melaporkan peningkatan
secara signifikan risiko kematian akibat kanker paru antara kerabat dari
penderita kanker paru yang tidak merokok dibandingkan dengan kerabat yang
tidak merokok yang cocok dengan kontrol usia, ras, dan jenis kelamin (Pass et
al., 2005).
9
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada
(gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan
biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru.
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi
perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma.
Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di
sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri
pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan
pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan
berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul.
Gejala yang berkaitan dengan gangguan
10
Neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi
penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada
kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala
paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-
lain
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain
juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar,
efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan
pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor
yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas
ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem
hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.
2.5 Patofisiologi
1) Paparan Karsinogen
Tembakau mengandung lebih dari 300 jenis zat berbahaya dan 40 jenis
karsinogen kuat. hidrokarbon aromatik dan NNK poli-nitrosamin diketahui
11
menyebabkan kerusakan DNA dengan membentuk adduct DNA pada hewan.
Benzopiren menginduksi sinyal molekuler seperti AKT, juga menyebabkan mutasi pada
gen p53 dan gen supresor tumor lainnya. Teori saat ini menunjukkan bahwa serangkaian
keracunan seluler mengganggu reproduksi genetik. Gejalanya berkembang mulai dari
pertumbuhan tidak beraturan yang tidak terkontrol yang berhubungan dengan proses
fisiologis. Sebuah studi oleh Ito dkk menilai pergeseran jenis histologis kanker paru di
Jepang dan Amerika Serikat dalam hubungannya dengan pergeseran dari rokok kretek
dengan rokok filter. Studi menetapkan bahwa pergeseran jenis rokok hanya untuk
mengubah tipe kanker paru yang paling sering, dari karsinoma sel kecil ke
adenokarsinoma.
2) Kerentanan Genetik
12
2.6 Pemeriksaan Penunjang
13
b. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal
untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut.
14
adalah hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular, hipoksemia
refrakter akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat
berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
pneumotoraks dan perdarahan.
d. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran
kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan.
15
b. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan
spesimen, terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal.
a. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell
carcinoma).
b. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)
2.7.1. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) Kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
Karsinoma sel skuamosa (KSS), Adenokarsinoma, Karsinoma sel esar (KSB),
Jenis lain yang jarang ditemukan
2.7.1.2 Bedah Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar
KPKBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi
setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun,
16
pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan VATS. Intervensi
menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama
untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat
keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan
baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas
saluran bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi
fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT
scan. Metode bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah
dengan bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara
mekanik, terutama untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering
intervensi ini adalah perdarahan.
Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser.
Pada prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk
menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang sering
terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskular. Bronkoskopi
kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi untuk merusak jaringan maligna.
Ini dilakukan dengan memberikan suhu yang sangat rendah menggunakan
expansi dari cairan gar kriogenik yang menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel,
apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode yang terakhir ini dianjurkan sebagai
penanganan paliatif stenosis proksimal non-obstruktif tanpa gangguan
pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus dilakukan setelah 1-2 hari
untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor.
Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat
dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
3.7.1.3 Radioterapi
17
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif
definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
18
Pengambilan gambar pre kontras perlu dilakukan untuk membantu delineasi.
PET/CT scan membantu meningkatkan akurasi penentuan target volume,
terutama pada pasien dengan atelektasis signifikan dan jika kontras intravena
dikontraindikasikan. PET/CT sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang
dari 4 minggu sebelum perencanaan radiasi, dan apabila memungkinkan
dilakukan dalam posisi yang sama dengan posisi saat simulasi radioterapi.
Standar margin dari GTV ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. Margin dari CTV (atau
ITV) ke PTV adalah 1-1,5 cm jika tidak ada fasilitas IGRT, seperti cone beam
CT (CBCT) atau EPID harian (kv imaging); 0,5-1 cm untuk 4D CT planning
atau CBCT; 0,5 cm jika 4DCT planning dan EPID harian; 0,3 cm 4DCT
planning dan CBCT harian. Untuk fraksi konvensional, EPID harian dan CBCT
mingguan sering digunakan untuk margin CTV ke PTV 0,5 cm.
Belum ada konsensus khusus untuk delineasi target KPKBSK pasca operasi.
Beberapa senter radioterapi ada yang memasukkan KGB yang terlibat, hilus
19
ipsilateral, dan 1 stasiun KGB di atas dan di bawah KGB yang terlibat (Trial
ART, 2009).
3.7.1.3.3 Kemoterapi
Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan
kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya
(chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasisplatinum dan yang
tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-
platinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin.
20
tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal, dan neuropati
perifer.
dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan
minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau
kontraindikasi operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan
secara bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau
secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy.
21
b. Stadium I Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan
bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka
dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain
itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada
stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
c. Stadium II Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada
sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien
tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan
tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.
d. Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat
dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi,
atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan
setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama
pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani
pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan.
Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih
baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap
operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen
ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan
adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat
golongan EGFR-TKI.
e. Stadium IIIB
22
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi
klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi
metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat
diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan
pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif
EGFR-TKI.
f. Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif. Pendekatan tata laksana
KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik
(kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain).
23
3.7.2 Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1.
Stadium terbatas (limited stage disease = LD) 2. Stadium lanjut (extensive stage
disease = ED) Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak
memberikan respon yang baik terhadap terapi target.
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak
4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih
dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik
adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah
awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2,
dapat diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum
baik (0-1) dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi,
pasien dapat menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial
irradiation, PCI).
2.7.2.2 Stadium lanjut Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah
kemoterapi kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium
ini adalah: sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama),
24
sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada
lesi primer dan lesi metastasis.
2.8 Pencegahan
25
Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat
(olahraga teratur, tidur cukup, hidup bebas stress serta pola makan sehat), dan
makan suplemen secara teratur.
1. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
26
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
2. Radiasi
3. Kemoterapi
27
2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga
28
BAB III. PATHWAY
Paparan atau inhalasi (Rokok,Polusi udara, Asbestos, Penyakit Paru Nonneoplasma
(Inflamasi Kronis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Fibrosis Paru),Nutrisi: Antioksidan
dan Lemak ,Paparan Radon,Interaksi Gen-Lingkungan))
Kanker Paru
Peningkatan jumlah Pertumbuhan sel proses infeksi
Intoleransi aktifitas
29
BAB IV. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan Utama
30
4. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan kanker paru antara lain ISPA, efusipleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
6. Riwayat psikososial
31
b. Pola nutrisi dan metabolic
c. Pola eliminasi
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan klien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
(Marilyn. E. Doegoes, 1999).
32
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyakorang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita kanker paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat(Marilyn. E. Doenges, 1999).
f. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibuyang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan kanker paru
akan mengalami perasaan asolasi (Marilyn. E. Doenges, 1999).
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinyas ehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam halini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosidan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges,1999).
33
pasien dalam hal ini hubungan seks intercour seakan terganggu untuk sementara
waktu karena pasien berada dirumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.Pada
penderita CA paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan
dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
a. Sistem pernapasan
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, napas pendek, krekel/mengi pada inspirasi dan ekspirasi.
34
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,kasar dan nyaring.
b. Sistem kordiovaskuler Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknyadenyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaranictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung di ventrikel kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal ataugallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus
turbulensi darah. Biasanya terdapat JVD, Bunyi jantung : gesekan perikardial
c. Sistem neurologis
d. Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atautidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk
mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.
35
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor,feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,apakah
hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomennormal tympanik, adanya
massa padat atau cairan akanmenimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
e. Sistem musculoskeletal
f. Sistem integument
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna, adatidaknya lesi pada
kulit. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian tekture kulit(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajathidrasi seseorang.
g. Sistem pengindraan
h. Sistem genetalia
9. Pemeriksaan Tambahan
36
2. Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) :positif untuk BTA.
3. Skin Test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaksi positif(area indurasi
10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4. Chest X- ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awaldibagian atas
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaikatau cairan pleural.
Perubahan yang mengindikasikan kanker paru yanglebih berat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
5. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urinedan CSF serta
biopsy kulit) :
6. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma kanker paru, adanyasel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
37
11. Test fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLCmeningkat dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejalasekunder dari fibrosis / infiltrasi
parenkim paru dan penyakitpleura.
a. Darah
Adanya kurang darah, sel – sel darah putih serta laju endapdarah meningkat
terjadi pada proses aktif.
b. Sputum
5. ANALISA DATA
38
A. Tabel Analisa Data
39
Batuk
Batasan karakteristik :
40
Ekspansi paru menurun
41
1. Berat badan 20% atau nutrisi : kurang dari
lebih dibawah rentang kebutuhan tubuh
berat badan ideal (00002)
2. Bising usus hiperaktif Inflamasi
3. Cepat kenyang setelah
makan
4. Diare
5. Gangguan sensasi rasa
6. Kehilangan rambut Infeksi
berlebihan
7. Kelemahan otot
pengunyah
8. Kelemahan otot untuk
menelan
9. Kerapuhan kapiler Peningkatan leukosit
10. Kesalahan informasi
11. Kesalahan persepsi
12. Ketidakmampuan
memakan makanan
13. Kram abdomen Imunitas menurun
14. Kurang informasi
15. kurang minat pada
makanan
16. membran mukosa pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat badan Kuman patogen &
dengan asupan endogen difagosit
makanan adekuat makrofag
19. sariawan ronggan
mulut
20. tonus otot menurun
Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh
Batasan karakteristik :
42
beraktifitas oksigen
2. Keletihan
3. Ketidaknyamanan
setelah beraktifitas
4. Perubahan EKG
(missal : aritmia,
Ekspansi paru menurun
abnormalitas konduksi,
iskemia)
5. Respon frekuensi
jantung abnormal
terhadap aktifitas.
6. Respon tekanan darah Kompensasi tubuh untuk
abnormal terhadap kebutuhan O2
aktifitas.
Peningkatan frekuensi
nafas
Intoleran aktifitas
43
4.2. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan
Prioritas
ditandai dengan :
1. Batuk yang tidak efektif
2. Dispnea
3. Gelisah
4. Kesulitan verbalisasi
5. Mata terbuka lebar
6. Ortopnea
7. Penurunan bunyi napas
8. Perubahan frekuensi napas
9. Perubahan pola napas
10. Sianosis
11. Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
12. Suara napas tambahan
2. Gangguan pertukaran gas (00030)
berhubungan dengan :
a. perubahan membran alveolar-
kapiler
b. ketidakseimbangan ventilasi-
44
perfusi
ditandai dengan :
c. Diaphoresis
d. Dispnea
e. Gangguan penglihatan
f. Gas darah arteri abnormal
g. Gelisah
h. Hiperkapnia
i. Hipoksemia
j. Hipoksia
k. Iritabilitas
l. Konfusi
m. Napas cuping hidung
n. Penurunan karbondioksia
o. Ph arteri abnormal
p. Pola pernapsan abnormal
(misalnya : kecepatan, irama,
kedalaman)
q. Sakit kepala saat bangun
r. Somnolen
s. Takikardia
t. Warna kulit abnormal
(missal : pucat, kehitaman)
3. Ketidakefektifan pola napas (00032)
berhubungan dengan :
a. ansietas
b. cedera medulla spinalis
c. deformitas dinding dada
d. deformitas tulang
e. disfungsi neuromuscular
f. gangguan musculoskeletal
g. gangguan neurologis
h. hiperventilasi
i. imaturitas neurologis
j. keletihan
k. keletihan otot pernapasan
l. nyeri
m. obesitas
n. posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
o. sindrom hipoventilasi
ditandai dengan :
1. Bradipnea
2. Dispnea
45
3. Fase ekspirasi memanjang
4. Ortopnea
5. Penggunaan otot bantu
pernapasan
6. Penggunaan posisi tiga-titik
7. Peningkatan diameter
anterior-posterior
8. Penurunan kapasitas vital
paru
9. Penurunan tekanan ekspirasi
10. Penurunan tekanan inspirasi
11. Penurunan ventilasi semenit
12. Pernapasan bibir
13. Pernapasan cuping hidung
14. Perubahan ekskursi dada
15. Pola napas abnormal
(misalnya : irama, frekuensi,
kedalaman)
16. Takipnea
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh (00002)
Berhubungan dengan ;
a. Factor biologis
b. Factor ekonomi
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna
makanan
f. Ketidakmampuan
mengarbsorbi nutrient
g. Kurang asupan makanan
Ditandai dengan :
1. Berat badan 20% atau lebih
dibawah rentang berat badan
ideal
2. Bising usus hiperaktif
3. Cepat kenyang setelah makan
4. Diare
5. Gangguan sensasi rasa
6. Kehilangan rambut berlebihan
7. Kelemahan otot pengunyah
8. Kelemahan otot untuk
menelan
9. Kerapuhan kapiler
10. Kesalahan informasi
11. Kesalahan persepsi
46
12. Ketidakmampuan memakan
makanan
13. Kram abdomen
14. Kurang informasi
15. kurang minat pada makanan
16. membran mukosa pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat
19. sariawan ronggan mulut
20. tonus otot menurun
47
4.3 Intervensi Keperawatan
No TGL Diagnosa Keperawatan NOC & INDIKATOR URAIAN AKTIFITAS TTD
. RENCANA TINDAKAN (NIC)
48
1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup 2-3 kali.
4 : ringan i. Minta pasien untuk
5 : tidak ada menarik nafas dalam
beberapa kali,keluarkan
perlahan dan batukkan
diakhir
ekhalasi(penghembusan).
j. Tekan perut dibawah
xifhoid dengan tangan
terbuka sembari mebantu
pasien untuk fleksi ke
depan selama batuk.
k. Minta pasien untuk batuk
dilanjutkan dengan
beberapa periode nafas
dalam.
3. Monitor pernafasan
Aktifitas-aktifitas :
l. Monitor kecepatan,
irama,kedalaman, dan
kesulitan bernafas.
m. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru.
n. Catat perubahan pada
saturasi O2, volume tidak
akhir CO2, dan perubahan
nilai analisa gas darah
dengan tepat.
49
041130 Hipoksia 5
041133 Kesulitan 5
b) Dispnea mengutaraka sistem humidifier.
c) Gangguan n kebutuhan e. Monitor aliran oksigen.
penglihatan Keterangan : f. Pastikan penggantian
d) Gas darah arteri 1 : berat masker oksigen /kanul
abnormal 2 : cukup berat nasal setiap perangkat
e) Gelisah 3 : sedang diganti.
f) Hiperkapnia 4 : ringan g. Amati tanda-tanda
g) Hipoksemia 5: tidak ada hipoventilasi induksi
h) Hipoksia oksigen.
i) Iritabilitas h. Pantau adanya tanda-
j) Konfusi 2. Status pernapasan : tanda keracunan oksigen
k) Napas cuping hidung pertukaran gas (0402) dan kejadian atelektasis.
l) Penurunan i. Konsultasi dengan tenaga
karbondioksia Kode Indikator S.T kesehatan lain mengenai
m) Ph arteri abnormal 040203 Dispnea saat 5 penggunaan oksigen
n) Pola pernapsan istirahat tambahan selama kegiatan
abnormal (misalnya : 040204 Dispnea 5 dan /tidur.
kecepatan, irama, dengan j. Atur dan ajarkan pasien
kedalaman) aktifitas mengenai penggunaan
o) Sakit kepala saat ringan perangkat oksigen yang
bangun 040206 Sianosis 5 memudahkan mobilitas.
p) Somnolen keterangan :
q) Takikardia 1 : sangat berat
r) Warna kulit abnormal 2 : berat
(missal : pucat, 3 : cukup
kehitaman) 4 : ringan
5 : tidak ada
3 Ketidakefektifan pola Tujuan : setelah dilakukan
napas (00032) asuhan keperawatan 1 x 24 jam
berhubungan dengan : masalah Ketidakefektifan pola 13. Monitor pernapasan
a. ansietas napas, Teratasi Aktifitas-aktifitas :
b. cedera medulla Kriteria hasil : a.. monitor kecepatan,irama,
spinalis kedalaman dan kesulutan
c. deformitas dinding bernapas.
dada 1.Status pernapasan : ventilasi b. catat pergerakan dada, catat
d. deformitas tulang (0403) ketidaksimetrisan,penggunaan
e. disfungsi Kode Indikator S.T otot-otot bantu napas, dan
neuromuscular 04030 Frekuensi 5 retraksi pada oto subclavicular
f. gangguan 1 napas dan intercostae.
musculoskeletal 04030 Irama 5 c. monitor suara nafas tambahan
g. gangguan neurologis 2 pernapasan seperti ngorok atau mengi.
h. hiperventilasi Keterangan : d. monitor pola nafas.
i. imaturitas neurologis 1 : deviasi berat dari kisaran e. palpasi kesimetrisan paru.
j. keletihan normal f. Perkusi thorak anterior dan
50
posterior,dari apeks ke basis
paru,kanan dan kiri.
k. keletihan otot 2 : deviasi yang cukup berat g. catat lokassi trakea.
pernapasan dari kisaran normal h. auskultasi suara napas,catat
l. nyeri 3 : deviasi sedang dari kisaran area diman terjadi penurunan
m. obesitas normal atau tidak adanya ventilasi dan
n. posisi tubuh yang 4 : deviasi ringan dari kisaran keberadaan suara nafas
menghambat normal tambahan.
ekspansi paru 5 : tidak ada deviasi dari i. Monitor nilai fungsi paru,
o. sindrom kisaran normal. terutama kapasitas vital paru,
hipoventilasi Kode Indikator S.T volume inspirasi
Ditandai dengan : 040309 Penggunaan 5 maksimal,volume ekspirasi
1. Bradipnea otot bantu maksimal selama 1 detik.
2. Dispnea napas j. monitor hasil photo thoraks.
3. Fase ekspirasi Keterangan :
memanjang 1 : sangat berat
4. Ortopnea 2 : berat 14. Bantuan ventilasi
5. Penggunaan otot 3 : cukup k. pertahankan kepatenan jalan
bantu pernapasan 4 : ringan napas.
6. Penggunaan posisi 5 : tidak ada l. posisikan pasien untuk
tiga-titik mengurangi dispnea.
7. Peningkatan m. ajarkan teknik
diameter anterior- pernapasan,dengan tepat.
posterior n. beri obat (misalnya,
8. Penurunan kapasitas bronkodilator dan inhaler) yang
vital paru meningkatkan potensi jalan
9. Penurunan tekanan napas dan pertukaran gas.
ekspirasi
10. Penurunan tekanan
inspirasi
11. Penurunan ventilasi
semenit
12. Pernapasan bibir
13. Pernapasan cuping
hidung
14. Perubahan ekskursi
dada
15. Pola napas abnormal
(misalnya : irama,
frekuensi,
kedalaman)
16. Takipnea
51
kebutuhan tubuh masalah Ketidakseimbangan
(00002) nutrisi : kurang dari kebutuhan
Berhubungan dengan ; tubuh, Teratasi makan
Kriteria hasil : a. kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
a. Factor biologis mengembangkan rencana
b. Factor ekonomi 1. Status nutrisi (1004) perawatan dengan.
c. Gangguan b. melibatkan klien dan orang-
psikososial Kode Indikator S.T orang terdekatnya dengan
d. Ketidakmampuan 100401 Asupan gizi 5 tepat.
makan 100402 Asupan 5 c. dorong klien untuk
e. Ketidakmampuan makanan mendiskusikan makanan
mencerna makanan 100408 Asupan 5 yang disukai bersama dengan
f. Ketidakmampuan cairan ahli gizi.
mengarbsorbi 100403 Energi 5 d. monitor asupan kalori harian.
nutrient 100405 Rasio berat 5 e. monitor intake/asupan dan
g. Kurang asupan badan asupan cairan secara tepat.
makanan Keterangan : f. dorong klien untuk
Ditandai dengan : 1 : sangat menyimpang dari memonitor sendiri asupan
1. Berat badan 20% rentang normal makanan harian dan
atau lebih dibawah 2 : banyak menyimpang dari menimbang berat badan
rentang berat badan rentang normal secara cepat.
ideal 3 : cukupmenyimpang dari 2. Monitor nutrisi
2. Bising usus rentang normal g. Monitor adanya mual dan
hiperaktif 4 : sedikit menyimpang dari muntah.
3. Cepat kenyang rentang normal h. Tentukan rekomendasi
setelah makan 5 : tidak menyimpang dari energi.
4. Diare rentang normal
5. Gangguan sensasi
rasa
6. Kehilangan rambut 2. Keparahan mual dan muntah
berlebihan (2107)
7. Kelemahan otot
pengunyah Kode Indikator S.T
8. Kelemahan otot 210711 Perubahan 4
untuk menelan pengecapan
9. Kerapuhan kapiler 210713 Kehilangan 4
10. Kesalahan informasi berat badan
11. Kesalahan persepsi Keterangan :
12. Ketidakmampuan 1 : berat
memakan makanan 2 : cukup berat
13. Kram abdomen 3 : sedang
14. Kurang informasi 4 : ringan
15. kurang minat pada 5 : tidak ada
makanan
16. membran mukosa
52
pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat
badan dengan
asupan makanan
adekuat
19. sariawan ronggan
mulut
20. tonus otot menurun
53
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
54
5.2 Saran
1. sebaiknya kita sebagai perawat mengetahui tentang Ca paru supaya bisa maksimal
melayani pasien dan melakukan asuhan keperawatan.
55
DAFTAR PUSTAKA
iv