Anda di halaman 1dari 59

Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa dengan

Ca Paru

Disusun Oleh :
KELAS 3B

KELOMPOK :

1. KISNAWATI (15010074)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Jl. dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536
E_mail :jstikesdr.soebandi@yahoo.com,web:http://www.stikesdrsoebandi

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul “ Asuhan
Keperawatan pada Klien Dewasa Ca Paru ”. Dan makalah ini disusun agar pembaca
dapat mengetahui fisiologi nyeri dalam keperawatan. Tidak lupa penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :

1. Ns. Wahyi Sholehah E.S., S.Kep selaku PJMK mata kuliah Respirasi dan
dosen pengampu materi.
2. Rekan-rekan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Demikian makalah ini kami buat, atas kesediannya kami mengucapkan


terimakasih.

Jember, 15 Oktober 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN TEORI.............................................................................................4
2.1 Definisi........................................................................................................................4
2.2 Epidemiologi...............................................................................................................4
2.3 Etiologi........................................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................................8
2.5 Patofisiologi...............................................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan Umum.............................................................................................13
2.8 Pencegahan................................................................................................................20
BAB III. PATHWAY......................................................................................................24
BAB IV. ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................25
4.1 Pengkajian.................................................................................................................25
4.2.Tabel Daftar  Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas. 35
4.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................................38
BAB V. PENUTUP.........................................................................................................45
5.1    Kesimpulan.............................................................................................................45
5.2 Saran..........................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................iv

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak dapat terkontrol
pada jaringan paru. Tumor ini timbul pada epitel organ respirasi (bronkus, bronkiolus,
alveolus). Pertumbuhan ini dapat menyebabkan metastasis pada jaringan yang
berdekatan dan infiltrasi ke luar jaringan paru (Fauci et al., 2008).

Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan sekitar 95%
tumor ganas ini merupakan karsinoma bronkogenik. Bila kita menyebut kanker paru
maka yang yang dimaksud adalah karena sebagian besar tumor ganas primer system
pernafasan bagian bawah bersifat epiteal dan berasal dari mukosa percabangan bronkus.

Meskipun pernah diaggap sebagai suatu keganasan yang jarang terjadi, insidensi
kanker paru di negara indrustri telah menjadi meningkat sampai tahap epidemik sejak
tahun 1930. Sebagia statistic yang mengejutkan itu disebutkan pada bagian awal bagian
ini. Kanker paru sekarang ini telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker
pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi tertiggi terjadi pada usia 55-56 tahun.
Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok kretek
yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.

1
Maka dari itu kami menyusun makalah ini supaya memahami akan pentingnya
kesehatan dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan setelah mengetahui bahaya
penyakit kanker paru, penyebab terjadinya dan akibat apa yang akan ditimbulkan dari
penyakit kanker paru, serta untuk perawat sendiri dapat mengetahui asuhan keperawatan
yang terbaik untuk memaksimalkan perawatan terhadap pasien kanker paru.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi Ca Paru?


1.2.2 Apa epidemiologi Ca Paru?
1.2.3 Apa saja etiologi Ca Paru?
1.2.4 Apa manifestasi Klinis Ca Paru?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Ca Paru?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang Ca Paru?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan umum Ca Paru?
1.2.8 Bagaimana pencegahan Ca Paru?
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan Ca Paru?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk Mengetahui definisi Ca Paru?


1.3.2 Untuk Mengetahui epidemiologi Ca Paru?
1.3.3 Untuk Mengetahui etiologi Ca Paru?
1.3.4 Untuk Mengetahui manifestasi Klinis Ca Paru?
1.3.5 Untuk Mengetahui patofisiologi Ca Paru?

2
1.3.6 Untuk Mengetahui pemeriksaan penunjang Ca Paru?
1.3.7 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan umum Ca Paru?
1.3.8 Untuk Mengetahui pencegahan Ca Paru?
1.3.9 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Ca Paru?

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis


Dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan Ca Paru ini, diharapkan dapat
mempelajari dan menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan Ca Paru.

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan


Dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan Ca Paru ini, diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan Ca Paru Memudahkan
Tenaga Kesehatan dalam mendiagnosa Ca paru dan memaksimalkan tindakan
kepada pasien.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan Ca Paru ini, diharapkan dapat
menambah pengetahuan agar lebih menjaga kesehatan tubuh.

3
BAB II. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus (Brashers
Valentina L., 2008: 113). Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran napas
(karsinoma bronkogenik) (Corwin ElizabethJ., 2009: 576). Kanker paru (bronchogenic
carcinoma) adalah penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan sel
dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang melapisi bagian pernapasan (Atiyeh
Hashemi,dkk, 2013: 165).

Kanker Paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau penyebaran
(metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni
tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas atau bronkus.
Sedangkan menurut National Cancer Institute, kanker paru adalah kanker yang
terbentuk pada jaringan di paru, biasanya di lapisan sel-sel saluran udara (Syahruddin,
2006).

4
2.2 Epidemiologi

Menurut American Cancer Society, sekitar 1,6 juta kasus baru terjadi pada tahun
2008, terhitung sekitar 13% dari total diagnosis kanker. Pada pria, tingkat kanker paru-
paru kejadian tertinggi di Amerika Utara, Eropa, Asia Timur, Argentina, dan Uruguay
dan tingkat terendah adalah di sub-Sahara Afrika. Pada wanita, prevalensi kanker paru
tertinggi terdapat di Amerika Utara, Eropa Utara, Australia, Selandia Baru, dan Cina.
(American Cancer Society, 2011).

Di seluruh dunia, diantara jenis kanker lain, kanker paru merupakan penyebab
utama kematian pada pria dan penyebab kedua kematian pada wanita, dengan perkiraan
951.000 kematian pada pria dan 427.400 kematian pada wanita pada tahun 2008
(American Cancer Society, 2011).

Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika Serikat tahun
2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua 8

kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh
kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS kanker
Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki peringkat ketiga sesudah kanker payudara dan
leher Rahim. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan
pada perempuan 1:20 (Sudoyo dkk., 2007).

Di beberapa negara Barat, di mana epidemi tembakau mencapai puncaknya pada


pertengahan abad lalu, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Finlandia, tingkat kanker
paru menurun pada pria dan tetap pada wanita. Sebaliknya, di Cina, Korea, dan

5
beberapa negara di Afrika, tingkat kanker paru cenderung terus meningkat setidaknya
untuk beberapa dekade berikutnya (American Cancer Society, 2011).

2.3 Etiologi

Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama
di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Sudoyo
dkk, 2007).

Berikut ini adalah berbagai etiologi yang dapat memicu dan mempercepat
pertumbuhan dari kanker paru :

1) Rokok
Merokok merupakan faktor risiko yang paling penting untuk kanker paru,
terhitung sekitar 80% dari kasus kanker paru pada pria dan 50% pada wanita di
seluruh dunia. Hubungan kausal antara merokok dengan kanker paru telah
dibuktikan dengan studi epidemiologis yang dilakukan pada tahun1950 dan
1960. Zat karsinogen dalam tembakau rokok meliputi polynuclear aromatic
hydrocarbons (PAHs), N-nitrosamine, amin aromatik, senyawa organik (contoh:
benzene, acrylonitrile) dan anorganik (contoh: arsen, asetaldehid), dan polonium
210. Dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun
akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama
25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga risiko terkena kanker paru 2-3 kali lipat.

6
Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok berasal dari perokok pasif
(American Cancer Society, 2011; Sudoyo dkk, 2007; Pass et al., 2005).
2) Polusi udara
Polutan pada udara pada daerah urban telah diteliti sebagai agen penyebab
potensial dalam peningkatan epidemi kanker paru di negara-negara industri.
Produk-produk pembakaran dari bahan bakar mesin, terutama hidrokarbon
polisiklik menjadi perhatian khusus. Seseorang yang terpapar asap tar batubara
ketika sedang bekerja di ruang terbuka terjadi peningkatan risiko kanker paru
sekitar 50% setelah 20 tahun terpapar, dan 150% meningkat setelah 40 tahun.
Benzopiren telah digunakan sebagai indeks pengganti paparan udara yang
dihasilkan oleh bahan bakar mesin dan berhubungan dengan tingkat mortalitas
kanker paru (Pass et al., 2005).
3) Asbestos
Ada berbagai teori yang berhubungan dengan kanker paru karena asbes. Salah
satu teori menyimpulkan bahwa serat asbes berperan untuk memfasilitasi
pengenalan karsinogen lain seperti asap rokok pada sel. Serat melakukannya
dengan mengikat surfaktan kemudian membuat lipid lapisan ganda yang
memungkinkan solubilisasi karsinogen hidrofobik seperti hidrokarbon polisiklik.
Ini kemudian memungkinkan paparan konsentrasi tinggi jangka panjang bahan-
bahan karsinogen pada epitel paru (Pass et al., 2005). Paparan asbestos
meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 9 kali lipat. Kombinasi paparan
asbestos dengan asap rokok meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 50 kali
lipat. Kanker jenis lain yang dikenal sebagai mesothelioma (suatu jenis kanker
pada lapisan pleura atau peritoneum) juga sangat terkait dengan paparan
asbestos. Periode laten untuk perkembangan kanker paru terkait asbes adalah
lebih dari 20 tahun. Risiko kanker paru di antara mereka yang terpapar asbes
tampaknya tergantung pada jenis serat, ukuran serat, paparan lingkungan, dan
bukti asbestosis pada gambaran radiologi (Stoppler, 2011; Pass et al., 2005).
4) Penyakit Paru Nonneoplasma (Inflamasi Kronis, Penyakit Paru Obstruktif
Kronis, Fibrosis Paru)

7
Resiko kanker paru dilaporkan meningkat pada orang-orang dengan
riwayat TB, fibrosis paru seperti pada silikosis, atau bronkitis kronis dan
emfisema. Peningkatan risiko kanker paru-paru setelah diagnosis TB telah
dilaporkan dalam studi kohort dan kasus-kontrol (Pass et al., 2005).
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah
mengklasifikasikan silika sebagai kemungkinan zat karsinogen paru. Menghirup
silika menyebabkan fibrosis pada kedua paru dan kanker pada tikus, Ada
sebanyak sepuluh studi kohort yang mengindikasikan bahwa penyakit paru
obstruktif kronik merupakan prediktor independen untuk risiko kanker paru, dan
beberapa studi melaporkan peningkatan risiko kanker paru pada orang dewasa
dengan asma (Pass et al., 2005).
5) Nutrisi: Antioksidan dan Lemak
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa β-karoten lebih protektif pada
perokok berat, sementara yang lain telah menemukan bahwa β-karoten dan
karotenoid lebih protektif pada mantan perokok atau bukan perokok. Dalam
studi kasus-kontrol berdasarkan populasi kanker paru di kalangan non perokok
yang dilakukan di negara bagian New York, Holick et al., Menyimpulkan bahwa
peningkatan konsumsi buah-buahan dan sayuran mentah (tidak dimasak)
dikaitkan dengan penurunan risiko kanker paru secara signifikan. Diet β karoten,
secara bermakna dikaitkan dengan penurunan risiko kanker paru diantara pria
dan wanita yang tidak merokok (Pass et al., 2005). Peningkatan risiko kanker
paru-paru telah dilaporkan berhubungan dengan asupan tinggi lemak dan
kolesterol, atau dengan indeks lemak perut yang tinggi. Namun, hubungan
positif diet kolesterol dan risiko kanker paru belum digambarkan dalam studi
tentang kadar kolesterol serum. Shekelle dan rekan memiliki hipotesis bahwa
serum kolesterol rendah, tidak tinggi, adalah prediktif dari peningkatan risiko
kanker paru, terutama di sub-kelompok penduduk dengan asupan rendah β
karoten. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alavanja dkk pada
perokok perempuan di Missouri, telah dicatat hubungan yang signifikan antara
asupan lemak jenuh dengan kanker paru. Meskipun hubungan positif dengan

8
makanan berlemak, risiko kanker paru tidak berhubungan dengan peningkatan
massa tubuh (Pass et al., 2005).
6) Paparan Radon
Radon adalah gas inert yang dihasilkan dari hasil peluruhan uranium.
paparan radon merupakan faktor risiko untuk kanker paru pada penambang
uranium. Sekitar 2-3% dari kanker paru setiap tahun diperkirakan disebabkan
oleh paparan radon. paparan rumah tangga terhadap radon, terbukti
menyebabkan kanker paru. The US National Research Council‟s Report of the
Sixth Committee on Biological Effects of Ionizing Radiation telah
memperkirakan paparan radon menyebabkan 2100 kasus baru kanker paru tiap
tahunnya, sementara lainnya berkontribusi terhadap 9100 orang yang merokok.
(Tan, 2011).
7) Interaksi Gen-Lingkungan
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi risiko kanker paru. Gen-
gen yang mempengaruhi kerentanan terhadap kanker mungkin terdiri dari alel
heterogen pada satu lokus atau kombinasi alel pada lokus ganda. Dalam studi
agregasi familial kanker paru, Lilienfeld dan Tokuhata melaporkan peningkatan
secara signifikan risiko kematian akibat kanker paru antara kerabat dari
penderita kanker paru yang tidak merokok dibandingkan dengan kerabat yang
tidak merokok yang cocok dengan kontrol usia, ras, dan jenis kelamin (Pass et
al., 2005).

9
2.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada
(gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan
biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru.

Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk,


hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-
70%) pada kanker paru.

Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi
perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma.
Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di
sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri
pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).

Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan
pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan
berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul.
Gejala yang berkaitan dengan gangguan

Rekomendasi Skrining Pemeriksaan low-dose CT scan dilakukan pada pasien


risiko tinggi yaitu pasien usia > 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan
berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan [rekomendasi A],
atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu
faktor risiko lainnya [rekomendasi B].

10
Neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi
penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada
kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala
paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-
lain

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain
juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar,
efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan
pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor
yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas
ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem
hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.

2.5 Patofisiologi

1) Paparan Karsinogen

Tembakau mengandung lebih dari 300 jenis zat berbahaya dan 40 jenis
karsinogen kuat. hidrokarbon aromatik dan NNK poli-nitrosamin diketahui

11
menyebabkan kerusakan DNA dengan membentuk adduct DNA pada hewan.
Benzopiren menginduksi sinyal molekuler seperti AKT, juga menyebabkan mutasi pada
gen p53 dan gen supresor tumor lainnya. Teori saat ini menunjukkan bahwa serangkaian
keracunan seluler mengganggu reproduksi genetik. Gejalanya berkembang mulai dari
pertumbuhan tidak beraturan yang tidak terkontrol yang berhubungan dengan proses
fisiologis. Sebuah studi oleh Ito dkk menilai pergeseran jenis histologis kanker paru di
Jepang dan Amerika Serikat dalam hubungannya dengan pergeseran dari rokok kretek
dengan rokok filter. Studi menetapkan bahwa pergeseran jenis rokok hanya untuk
mengubah tipe kanker paru yang paling sering, dari karsinoma sel kecil ke
adenokarsinoma.

2) Kerentanan Genetik

Baru-baru ini, teknik molekuler canggih telah mengidentifikasi amplifikasi


onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor pada karsinoma non sel kecil. Kelainan yang
paling penting yang terdeteksi adalah mutasi yang melibatkan ras keluarga onkogen. ras
keluarga onkogen memiliki 3 anggota: ras H, ras-K, dan ras-N. Gen ini mengkode
protein pada permukaan bagian dalam dari membran sel dengan aktivitas GTPase dan
mungkin terlibat dalam transduksi sinyal. Studi yang dilakukan pada tikus menunjukkan
keterlibatan mutasi ras dalam patogenesis molekul karsinoma non sel kecil. Studi pada
manusia menunjukkan bahwa aktivasi rasial memberikan kontribusi untuk
perkembangan tumor pada pasien dengan kanker paru. Mutasi gen ras terjadi hampir
secara eksklusif pada adenokarsinoma dan ditemukan dalam 30% kasus. Mutasi ini
tidak diidentifikasi dalam adenokarsinoma yang berkembang pada bukan perokok.
mutasi K-ras tampaknya merupakan faktor prognostik independen.

12
2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan Patologi Anatomik

a. Pemeriksaan Patologi Anatomi (Sitologi dan Histopatologi).

b. Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis (seperti TTF-1 dan


lain-lain) dilakukan apabila fasilitas tersedia.

c. Pemeriksaan Penanda molekuler yang telah tersedia diantaranya adalah mutasi


EFGR hanya dilakukan apabila fasilitas tersedia.

2.6.2 Pemeriksaan laboratorium Darah rutin: Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi


hati, fungsi ginjal.

2.6.3 Pemeriksaan pencitraan

a. Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien


dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini,
lokasi lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan
penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang
dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan
untuk mengevaluasi lesi tersebut.

13
b. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal
untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut.

c. CT scan kepala / MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita


mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke
otak.

d. USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium IV

e. Bone Scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang. Bone


survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada.

f. PET-Scan dapat dilakukan untuk evaluasi hasil pengobatan.

2.6.4 Pemeriksaan khusus

a. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru.


Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan
tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat ditentukan.
Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai paru
hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang hingga derajat ke-
enam. Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat
melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat
memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker
paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini

14
adalah hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular, hipoksemia
refrakter akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat
berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
pneumotoraks dan perdarahan.

b. Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan


untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus, intrapulmoner
juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta mendapatkan
jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang terlihat pada
CT-scan toraks maupun PET CTscan.

c. Biopsi Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB), merupakan tindakan


biopsi paru transtorakal, tanpa tuntunan radiologis (blinded TTB) maupun
dengan tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT-scan toraks (CT-guided
TTB), untuk mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru.

d. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran
kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan.

2.6.5 Pemeriksaan lainnya

a. Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan


spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura yang
dapat merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi
tidak menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan toraks
dianjurkan.

15
b. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan
spesimen, terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal.

c. Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan


semua modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.

2.7 Penatalaksanaan Umum

Manajemen terapi dibagi atas:

a. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell
carcinoma).
b. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)

2.7.1. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) Kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
Karsinoma sel skuamosa (KSS), Adenokarsinoma, Karsinoma sel esar (KSB),
Jenis lain yang jarang ditemukan

2.7.1.1 Kebijakan umum pengobatan KPKBSK Pilihan pengobatan sangat


tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita, komorbiditas,
tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia
adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin.

2.7.1.2 Bedah Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar
KPKBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi
setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun,

16
pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan VATS. Intervensi
menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama
untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat
keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan
baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas
saluran bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi
fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT
scan. Metode bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah
dengan bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara
mekanik, terutama untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering
intervensi ini adalah perdarahan.

Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser.
Pada prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk
menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang sering
terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskular. Bronkoskopi
kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi untuk merusak jaringan maligna.
Ini dilakukan dengan memberikan suhu yang sangat rendah menggunakan
expansi dari cairan gar kriogenik yang menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel,
apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode yang terakhir ini dianjurkan sebagai
penanganan paliatif stenosis proksimal non-obstruktif tanpa gangguan
pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus dilakukan setelah 1-2 hari
untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor.

Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat
dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).

3.7.1.3 Radioterapi

17
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif
definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.

3.7.1.3.1 Indikasi/Tujuan Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas


terapi dapat diberikan pada KPKBSK stadium awal (Stadium I) yang secara
medis inoperabel atau yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah
thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren,
dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau radiasi saja. Pada
pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi
merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai
paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi). (NCCN Kategori
2A).

3.7.1.3.2 Teknik, Simulasi dan Target Radiasi Computed Tomography (CT)


based planning menggunakan teknik Three Dimensional Conformal Radiation
(3D-CRT) merupakan standar minimal radioterapi kuratif pada kanker paru, bila
fasilitas tersedia. Teknologi lebih canggih seperti IMRT/VMAT dan IGRT dapat
digunakan, dan baik untuk memberikan radioterapi kuratif dengan aman.

Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dengan menggunakan alat


imobilisasi, kontras intravena dengan atau tanpa kontras oral, dalam posisi
supine, kedua tangan di atas kepala untuk memaksimalisasi jumlah beam yang
dapat diberikan. Jika memungkinkan, simulasi 4 Dimensi (4D) sebaiknya
dilakukan untuk mendeteksi pergerakan internal struktur intra torakal. Jika tidak
memiliki alat simulasi 4D dapat menggunakan: a) Simulasi dengan slow CT b)
Pengambilan CT saat inspirasi maksimal dan minimal

18
Pengambilan gambar pre kontras perlu dilakukan untuk membantu delineasi.
PET/CT scan membantu meningkatkan akurasi penentuan target volume,
terutama pada pasien dengan atelektasis signifikan dan jika kontras intravena
dikontraindikasikan. PET/CT sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang
dari 4 minggu sebelum perencanaan radiasi, dan apabila memungkinkan
dilakukan dalam posisi yang sama dengan posisi saat simulasi radioterapi.

Energi foton yang direkomendasikan adalah 4 MV-10 MV, dianggap cukup


untuk menembus jaringan paru berdensitas rendah sebelum masuk ke tumor.

Pendefinisian target radiasi harus berdasarkan terminologi International


Commission on Radiation Units and Measurements – 50,62,83 (ICRU50,62,83);
yaitu gross tumor volume (GTV), clinical target volume (CTV) dan planning
target volume (PTV). PTV mencakup ITV (memasukan margin untuk
pergerakan target) ditambah setup margun untuk mempertimbangkan variablitias
posisioning dan mekanik.

Agar delineasi dapat dilakukan dengan akurat, harus mempertimbangkan hasil


pemeriksaan fisik, CT scan dengan kontras, PET/CT Scan, mediastinoskopi atau
ultrasonografi endobronkial (EBUS).

Standar margin dari GTV ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. Margin dari CTV (atau
ITV) ke PTV adalah 1-1,5 cm jika tidak ada fasilitas IGRT, seperti cone beam
CT (CBCT) atau EPID harian (kv imaging); 0,5-1 cm untuk 4D CT planning
atau CBCT; 0,5 cm jika 4DCT planning dan EPID harian; 0,3 cm 4DCT
planning dan CBCT harian. Untuk fraksi konvensional, EPID harian dan CBCT
mingguan sering digunakan untuk margin CTV ke PTV 0,5 cm.

Belum ada konsensus khusus untuk delineasi target KPKBSK pasca operasi.
Beberapa senter radioterapi ada yang memasukkan KGB yang terlibat, hilus

19
ipsilateral, dan 1 stasiun KGB di atas dan di bawah KGB yang terlibat (Trial
ART, 2009).

3.7.1.3.3 Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini,


atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi
dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik
(Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.

Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan
kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya
(chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasisplatinum dan yang
tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-
platinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin.

Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas


gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin,
dapat diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih baik
oleh pasien usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Efek samping
karboplatin yang paling sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini
pertama tidak berbasis-platinum yang dapat diberikan adalah etoposid,
gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin. Kombinasi sisplatin dengan gemsitabin
memberikan angka kehidupan paling tinggi, namun respon paling baik adalah
terhadap regimen sisplatin dengan paklitaksel. Komplikasi yang paling sering
ditemukan adalah febris neutropenia atau perdarahan akibat supresi sum-sum

20
tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal, dan neuropati
perifer.

Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat


kemoterapi lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau
KPKBSK menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat
kemoterapi lini kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat
diberikan juga kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini
ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya.

3.7.1.3.4Terapi target Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV


KPKBSK EGFR mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi
EGFR-TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib.

3.7.1.3.5Terapi kombinasi Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada


kasus-kasus tertentu, terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani
pembedahan. Selain itu, terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan
pengobatan pada pasien

dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan
minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau
kontraindikasi operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan
secara bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau
secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy.

3.7.1.3.6Pilihan terapi berdasakan stadium

a. Stadium 0 Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic


Therapy (PDT).

21
b. Stadium I Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan
bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka
dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain
itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada
stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.

c. Stadium II Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada
sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien
tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan
tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.

d. Stadium IIIA

Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat
dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi,
atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan
setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama
pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani
pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan.
Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih
baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap
operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen
ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan
adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat
golongan EGFR-TKI.

e. Stadium IIIB

22
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi
klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi
metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat
diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan
pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif
EGFR-TKI.

f. Stadium IV

Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif. Pendekatan tata laksana
KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik
(kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain).

Catatan: Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum


(sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinorelbine Sisplatin/Karboplatin + pemetreksed

Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel, monoterapi


pemetreksed, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen non-platinum). Pada
kondisi tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan kemoterapi berbasis
platinum (doublet platinum lini pertama seperti di atas) ditambahkan antiVEGF
(bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan terapi sesuai metastasis. Modalitas yang
dapat digunakan termasuk radiasi paliatif, kemoterapi paliatif, atau bedah
paliatif.

23
3.7.2 Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)

Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1.
Stadium terbatas (limited stage disease = LD) 2. Stadium lanjut (extensive stage
disease = ED) Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak
memberikan respon yang baik terhadap terapi target.

2.7.2.1 Stadium terbatas

Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak
4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih
dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik
adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah
awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2,
dapat diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum
baik (0-1) dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi,
pasien dapat menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial
irradiation, PCI).

Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP,


sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvant
atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvant pada TNM stadium dini,
dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.

2.7.2.2 Stadium lanjut Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah
kemoterapi kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium
ini adalah: sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama),

24
sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada
lesi primer dan lesi metastasis.

2.8 Pencegahan

Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat 3


Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru, yaitu :

2.81 Pencegahan Primordial (Pencegahan Tingkat Pertama)

Pencegahan terhadap etiologi (penyebab) penyakit. Pencegahan primer


dilakukan pada orang yang sehat (bebas kanker).

Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi


kepada masyarakat tentang pencegahan kanker.

Upaya yang dapat dilakukan adalah Upaya Promosi Kesehatan, upaya


untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit
kanker paru tidak dapat berkembang karena tidak adanya peluang dan dukungan
dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko
untuk munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi
dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu merupakan kebiasaan yang tidak
baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak merokok. Seseorang
perokok yang telah berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat
menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena kanker paru.

25
Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat
(olahraga teratur, tidur cukup, hidup bebas stress serta pola makan sehat), dan
makan suplemen secara teratur.

2.8.2 Pencegahan Tingkat Kedua

Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang


yang sudah sakit. Tujuannya adalah untuk mencegah perkembangan penyakit
lebih lanjut dari penyakit serta membatasi terjadinya kecacatan. Upaya yang
dilakukan adalah

a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.

b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi, Pembedahan atau iradiasi.

1. Pembedahan

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

1.   Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya


karsinoma, untuk melakukan biopsy.

2.   Pneumonektomi pengangkatan paru).

26
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.

3.   Lobektomi (pengangkatan lobus paru).


Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4.   Resesi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
5.   Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru
berbentuk baji (potongan es).
6.   Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris).

2.      Radiasi

Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita


kanker. Prinsip radioterapi adalah mematikan sel kanker dengan memberikan
dosis yang tepat pada volume tumor / target yang dituju dan menjaga agar efek
radiasi pada jaringan sehat disekitarnya tetap minimum

3.      Kemoterapi

Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu


fungsi reproduksi sel. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan
jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker.

27
2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga

Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka kesembuhan,


angka survival (bertahan hidup), dan kualitas hidup dalam pengobatan kanker
berupa penatalaksanaan terapi rehabilitatif, paliatif, dan bebas rasa sakit.
Misalnya penderita kanker stadium lanjut membutuhkan terapi paliatif, yaitu
terapi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penderita
kanker, baik dengan radioterapi atau dengan obat-obatan.

28
BAB III. PATHWAY
Paparan atau inhalasi (Rokok,Polusi udara, Asbestos, Penyakit Paru Nonneoplasma
(Inflamasi Kronis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Fibrosis Paru),Nutrisi: Antioksidan
dan Lemak ,Paparan Radon,Interaksi Gen-Lingkungan))
Kanker Paru
Peningkatan jumlah Pertumbuhan sel proses infeksi

/viskositas secret abnormal jaringan paru inflamasi

Bunyi napas tidak normal Penyempitan saluran Peningkatan leukosit


napas secara periodik
Batuk tidak efektif Ekspansi paru menurun Imunitas menurun
Ketidak efektifan Gangguan pertukaran gas Kuman patogen dan endogen

Hipoventilasi difagosit makrofag

hipoksia Kompensasi tubuh Anoreksia

Dispnea untuk memenuhi


kebutuhan O2 Ketidakseimbangan
Ketidakefektifan dengan nutrisi:kurang
Pola napas frekuensi Napas dari keb.tubuh

Kontraksi otot pernafasan (penggunaan energi untuk meningkatkan pernafasan)

Intoleransi aktifitas

29
BAB IV. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

1. Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin,tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan


dan status ekonomi menengah kebawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari


pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas sertabatuk non produktif.

3. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang


dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.

30
4. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan kanker paru antara lain ISPA, efusipleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.

5. Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada kanker paru yang menderita


penyakit tersebut sehingga diteruskan penularannyadan riwayat merokok

6. Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah
dansanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya dan riwayat
merokok.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan


persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi factor
predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan kanker paru biasanya tinggal
didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara
dan tinggal dirumah yang sumpek.

31
b. Pola nutrisi dan metabolic

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan


pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di
RS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit.pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya
lemah. Pada klien dengan kanker paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).

c. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan miksi


dan defekasi sebelum dan sesudah masuk RumahSakit. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

d. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan klien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
(Marilyn. E. Doegoes, 1999).

e. Pola tidur dan istirahat

32
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyakorang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita kanker paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat(Marilyn. E. Doenges, 1999).
f. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibuyang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan kanker paru
akan mengalami perasaan asolasi (Marilyn. E. Doenges, 1999).

g. Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)


tidak ada gangguan.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinyas ehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam halini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosidan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges,1999).

i. Pola reproduksi dan seksual Kebutuhan seksual

33
pasien dalam hal ini hubungan seks intercour seakan terganggu untuk sementara
waktu karena pasien berada dirumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.Pada
penderita CA paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.

j. Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan
dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

a. Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, napas pendek, krekel/mengi pada inspirasi dan ekspirasi.

Palpasi : Fremitus suara meningkat.

34
Perkusi : Suara ketok redup.

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,kasar dan nyaring.

b. Sistem kordiovaskuler Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknyadenyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaranictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung di ventrikel kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal ataugallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus
turbulensi darah. Biasanya terdapat JVD, Bunyi jantung : gesekan perikardial

c. Sistem neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping jugadiperlukan


pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.

d. Sistem gastrointestinal

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atautidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk
mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.

35
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor,feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,apakah
hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomennormal tympanik, adanya
massa padat atau cairan akanmenimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).

e. Sistem musculoskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasipada kedua


ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi periferserta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

f. Sistem integument

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna, adatidaknya lesi pada
kulit. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian tekture kulit(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajathidrasi seseorang.

g. Sistem pengindraan

h. Sistem genetalia

9. Pemeriksaan Tambahan

1. Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M.Tuberculosis ada atau


tidak sehingga membedakan antara tb dan ca paru.

36
2. Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) :positif untuk BTA.

3. Skin Test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaksi positif(area indurasi
10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan penyakit sedang aktif.

4. Chest X- ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awaldibagian atas
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaikatau cairan pleural.
Perubahan yang mengindikasikan kanker paru yanglebih berat mencakup area
berlubang dan fibrosa.

5. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urinedan CSF serta
biopsy kulit) :

6. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma kanker paru, adanyasel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.

7. Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi,


misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapatditemukan.

8. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisakerusakan paru.

9. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihatkerusakan bronkhus


atau kerusakan paru karena kanker.

10. Darah : leukosit, LED meningkat.

37
11. Test fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLCmeningkat dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejalasekunder dari fibrosis / infiltrasi
parenkim paru dan penyakitpleura.

12. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasidini berupa suatu


koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesiresi biasanya terdapat di apeks
dan segmen posterior lobus atasparu – paru atau pada segmen superior lobus
bawah (Dr. dr.Soeparman. 1998). Pada fluoroskopi maupun foto thoraxPA cairan
yang kurang dari 300 cc tidak

bisa terlihat. Mungkinkelainan yang tampak hanya berupa penumpukan


kostofrenikus.

13. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah

Adanya kurang darah, sel – sel darah putih serta laju endapdarah meningkat
terjadi pada proses aktif.

b. Sputum

Ditemukan adanya sputum yangterdapat pada penderita kanker paru yang


biasanyadiambil pada pagi hari.

 5.         ANALISA DATA

38
A.     Tabel Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Batasan karakteristik :

Penyakit ca paru Ketidakefektifan


1. Batu bersihan jalan napas
k yang tidak efektif (00031)
2. Disp
nea
3. Gelis
Faktor predisposisi
ah
4. Kesu
litan verbalisasi
5. Mata
terbuka lebar
6. Orto Inflamasi di sal. Nafas
pnea
7. Penu
runan bunyi napas
8. Peru
bahan frekuensi napas Spasme bronkus
9. Peru
bahan pola napas
10. Sian
osis
11. Sput
um dalam jumlah yang Peningkatan secret di
berlebihan bronkiolus
12. Suar
a napas tambahan
13. Tida
k ada batuk
Meningkatnya sputum

39
Batuk

Bersihan jalan tidak efektif

Batasan karakteristik :

Perubahan membran Gangguan pertukaran


1. Diaphoresis alveolar- kapiler gas (00030)
2. Dispnea
3. Gangguan penglihatan
4. Gas darah arteri
abnormal
5. Gelisah
Faktor pencetus
6. Hiperkapnia
7. Hipoksemia
8. Hipoksia
9. Iritabilitas
10. Konfusi
11. Napas cuping hidung ca paru
12. Penurunan
karbondioksia
13. Ph arteri abnormal
14. Pola pernapsan
abnormal (misalnya : Perubahan anatomis
kecepatan, irama, parenkim paru
kedalaman)
15. Sakit kepala saat
bangun
16. Somnolen
17. Takikardia
18. Warna kulit abnormal Penyempitan saluran
(missal : pucat, napas secara periodik
kehitaman)

40
Ekspansi paru menurun

Gangguan pertukaran gas


Batasan karakteristik :

1. Bradipnea Hipoventilasi Ketidakefektifan pola


2. Dispnea napas(00032)
3. Fase ekspirasi
memanjang
4. Ortopnea
5. Penggunaan otot bantu Ekspansi paru menurun
pernapasan
6. Penggunaan posisi tiga-
titik
7. Peningkatan diameter
anterior-posterior
8. Penurunan kapasitas Suplai O2 tidak adekuat ke
vital paru seluruh tubuh
9. Penurunan tekanan
ekspirasi
10. Penurunan tekanan
inspirasi
11. Penurunan ventilasi Hipoksia
semenit
12. Pernapasan bibir
13. Pernapasan cuping
hidung
14. Perubahan ekskursi
dada Sesak
15. Pola napas abnormal
(misalnya : irama,
frekuensi, kedalaman)
16. Takipnea
Ketidak efektifan pola
napas
Batasan karakteristik :

Kurang asupan makanan Ketidakseimbangan

41
1. Berat badan 20% atau nutrisi : kurang dari
lebih dibawah rentang kebutuhan tubuh
berat badan ideal (00002)
2. Bising usus hiperaktif Inflamasi
3. Cepat kenyang setelah
makan
4. Diare
5. Gangguan sensasi rasa
6. Kehilangan rambut Infeksi
berlebihan
7. Kelemahan otot
pengunyah
8. Kelemahan otot untuk
menelan
9. Kerapuhan kapiler Peningkatan leukosit
10. Kesalahan informasi
11. Kesalahan persepsi
12. Ketidakmampuan
memakan makanan
13. Kram abdomen Imunitas menurun
14. Kurang informasi
15. kurang minat pada
makanan
16. membran mukosa pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat badan Kuman patogen &
dengan asupan endogen difagosit
makanan adekuat makrofag
19. sariawan ronggan
mulut
20. tonus otot menurun

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh
Batasan karakteristik :

Ketidakseimbangan antara Intoleran Aktifitas


1. Dispnea setelah suplai dan kebutuhan (00092)

42
beraktifitas oksigen
2. Keletihan
3. Ketidaknyamanan
setelah beraktifitas
4. Perubahan EKG
(missal : aritmia,
Ekspansi paru menurun
abnormalitas konduksi,
iskemia)
5. Respon frekuensi
jantung abnormal
terhadap aktifitas.
6. Respon tekanan darah Kompensasi tubuh untuk
abnormal terhadap kebutuhan O2
aktifitas.

Peningkatan frekuensi
nafas

Kontraksi otot pernapasan

Penggunaan energi untuk


meningkatkan pernapasan

Intoleran aktifitas

43
4.2.     Tabel Daftar  Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan
Prioritas

N TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd


O JAM
DITEMUKAN
 TERATASI

1. 05 oktober 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


2016 (00031) berhubungan dengan :
(obstruksi jalan napas)
a. penyakit ca paru
b. mucus berlebihan
c. sekresi yang tertahan
d. spasme jalan napas
e. adanya jalan napas buatan
f. benda asing dalam jalan napas
g. eksudat dalam alveoli

ditandai dengan :
1. Batuk yang tidak efektif
2. Dispnea
3. Gelisah
4. Kesulitan verbalisasi
5. Mata terbuka lebar
6. Ortopnea
7. Penurunan bunyi napas
8. Perubahan frekuensi napas
9. Perubahan pola napas
10. Sianosis
11. Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
12. Suara napas tambahan
2. Gangguan pertukaran gas (00030)
berhubungan dengan :
a. perubahan membran alveolar-
kapiler
b. ketidakseimbangan ventilasi-

44
perfusi
ditandai dengan :
c. Diaphoresis
d. Dispnea
e. Gangguan penglihatan
f. Gas darah arteri abnormal
g. Gelisah
h. Hiperkapnia
i. Hipoksemia
j. Hipoksia
k. Iritabilitas
l. Konfusi
m. Napas cuping hidung
n. Penurunan karbondioksia
o. Ph arteri abnormal
p. Pola pernapsan abnormal
(misalnya : kecepatan, irama,
kedalaman)
q. Sakit kepala saat bangun
r. Somnolen
s. Takikardia
t. Warna kulit abnormal
(missal : pucat, kehitaman)
3. Ketidakefektifan pola napas (00032)
berhubungan dengan :
a. ansietas
b. cedera medulla spinalis
c. deformitas dinding dada
d. deformitas tulang
e. disfungsi neuromuscular
f. gangguan musculoskeletal
g. gangguan neurologis
h. hiperventilasi
i. imaturitas neurologis
j. keletihan
k. keletihan otot pernapasan
l. nyeri
m. obesitas
n. posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
o. sindrom hipoventilasi
ditandai dengan :
1. Bradipnea
2. Dispnea

45
3. Fase ekspirasi memanjang
4. Ortopnea
5. Penggunaan otot bantu
pernapasan
6. Penggunaan posisi tiga-titik
7. Peningkatan diameter
anterior-posterior
8. Penurunan kapasitas vital
paru
9. Penurunan tekanan ekspirasi
10. Penurunan tekanan inspirasi
11. Penurunan ventilasi semenit
12. Pernapasan bibir
13. Pernapasan cuping hidung
14. Perubahan ekskursi dada
15. Pola napas abnormal
(misalnya : irama, frekuensi,
kedalaman)
16. Takipnea
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh (00002)
Berhubungan dengan ;
a. Factor biologis
b. Factor ekonomi
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna
makanan
f. Ketidakmampuan
mengarbsorbi nutrient
g. Kurang asupan makanan
Ditandai dengan :
1. Berat badan 20% atau lebih
dibawah rentang berat badan
ideal
2. Bising usus hiperaktif
3. Cepat kenyang setelah makan
4. Diare
5. Gangguan sensasi rasa
6. Kehilangan rambut berlebihan
7. Kelemahan otot pengunyah
8. Kelemahan otot untuk
menelan
9. Kerapuhan kapiler
10. Kesalahan informasi
11. Kesalahan persepsi

46
12. Ketidakmampuan memakan
makanan
13. Kram abdomen
14. Kurang informasi
15. kurang minat pada makanan
16. membran mukosa pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat
19. sariawan ronggan mulut
20. tonus otot menurun

5. Intoleransi aktifitas (00092)


berhubungan dengan :
a. ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
b. tirah baring
c. gaya hidup kurang gerak
d. imobilitas
ditandai dengan :
1. Dispnea setelah beraktifitas
2. Keletihan
3. Ketidaknyamanan setelah
beraktifitas
4. Perubahan EKG (missal :
aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
5. Respon frekuensi jantung
abnormal terhadap aktifitas.
6. Respon tekanan darah
abnormal terhadap aktifitas.

47
4.3 Intervensi Keperawatan
No TGL Diagnosa Keperawatan NOC & INDIKATOR URAIAN AKTIFITAS TTD
. RENCANA TINDAKAN (NIC)

1 Ketidakefektifan Tujuan : setelah dilakukan


bersihan jalan napas asuhan keperawatan 1 x 24 jam
(00031) berhubungan masalah Ketidakefektifan 1. Manajemen jalan nafas
dengan : bersihan jalan napas, Teratasi Aktifitas-aktifitas :
(obstruksi jalan napas) Kriteria hasil : a. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.
b. Buang sekret dengan
a. Penyakit ca paru 1. Status pernapasan :
b. mucus berlebihan memotivasi pasien untuk
kepatenan jalan napas
c. sekresi yang tertahan melakukan batuk.
(0410)
d. spasme jalan napas c. Intruksikan bagaimana
e. adanya jalan napas Kode Indikator S.T agar bisa melakukan batuk
buatan 041004 Frekuensi 5 efektif.
f. benda asing dalam pernapasaan d. Auskultasi suara nafas,
jalan napas 041005 Irama 5 catat area yag ventilasinya
g. eksudat dalam alveoli pernapasan
h. hyperplasia pada menurun atau tidak ada
041017 Kedalaman 5
dinding bronkus dan adanya suara
inspirasi
ditandai dengan : 041012 Kemampuan 5 tambahan.
untuk e. Kelola pemberian
mengeuarkan bronkodilator sebagai
1. Batuk yang tidak
efektif sekret mestinya.
2. Dispnea Keterangan : f. Monitor status pernafasan
3. Gelisah 1 : deviasi berat dari kisaran dan oksigenasi, sebagai
4. Kesulitan verbalisasi normal mestinya
5. Mata terbuka lebar 2 : deviasi yang cukup berat
dari kisaran normal 2. Peningkatan (manajemen)
6. Ortopnea batuk
7. Penurunan bunyi 3 : deviasi sedang dari kisaran
normal Aktifitas-aktifitas :
napas
4 : deviasi ringan dari kisaran g. Dampingi pasien untuk
8. Perubahan frekuensi
napas normal bisa duduk pada posisi
9. Perubahan pola napas 5 : tidak ada deviasi dari kisaran dengan kepala sedikit
10. Sianosis normal lurus, bahu relaks dan lutut
11. Sputum dalam jumlah Kode Indikator S.T
ditekuk /posisi fleksi.
yang berlebihan 04100 Suara nafas 5
h. Dukung pasien untuk
12. Suara napas 7 tambahan
04101 Batuk 5 melakukan nafas
tambahan
9 dalam,tahan selama 2 detk,
04102 Akumulasi 5 bungkukkan ke depan,
0 sputum tahan 2 detik dan batukkan
Keterangan :

48
1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup 2-3 kali.
4 : ringan i. Minta pasien untuk
5 : tidak ada menarik nafas dalam
beberapa kali,keluarkan
perlahan dan batukkan
diakhir
ekhalasi(penghembusan).
j. Tekan perut dibawah
xifhoid dengan tangan
terbuka sembari mebantu
pasien untuk fleksi ke
depan selama batuk.
k. Minta pasien untuk batuk
dilanjutkan dengan
beberapa periode nafas
dalam.
3. Monitor pernafasan
Aktifitas-aktifitas :
l. Monitor kecepatan,
irama,kedalaman, dan
kesulitan bernafas.
m. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru.
n. Catat perubahan pada
saturasi O2, volume tidak
akhir CO2, dan perubahan
nilai analisa gas darah
dengan tepat.

2 Gangguan pertukaran Tujuan : setelah dilakukan


gas (00030) asuhan keperawatan 1 x 24 jam
berhubungan dengan : masalah Gangguan pertukaran 1. Terapi oksigen
gas, Teratasi Aktifitas-aktifitas :
Kriteria hasil : a. Bersihkan mulut,hidung
a. perubahan membran dan sekresu trakea dengat
alveolar-kapiler tepat.
b. ketidakseimbangan 1. Respon ventilasi mekanik : b. Batasi (aktifitas) merokok.
dewasa (0411) c. Pertahankan kepatenan
ventilasi-perfusi
jalan napas.
ditandai dengan : d. Siapkan peralatan oksigen
Kode Indikator S.T
a) Diaphoresis 041125 Kegelisahan 5 dan berikan melalui

49
041130 Hipoksia 5
041133 Kesulitan 5
b) Dispnea mengutaraka sistem humidifier.
c) Gangguan n kebutuhan e. Monitor aliran oksigen.
penglihatan Keterangan : f. Pastikan penggantian
d) Gas darah arteri 1 : berat masker oksigen /kanul
abnormal 2 : cukup berat nasal setiap perangkat
e) Gelisah 3 : sedang diganti.
f) Hiperkapnia 4 : ringan g. Amati tanda-tanda
g) Hipoksemia 5: tidak ada hipoventilasi induksi
h) Hipoksia oksigen.
i) Iritabilitas h. Pantau adanya tanda-
j) Konfusi 2. Status pernapasan : tanda keracunan oksigen
k) Napas cuping hidung pertukaran gas (0402) dan kejadian atelektasis.
l) Penurunan i. Konsultasi dengan tenaga
karbondioksia Kode Indikator S.T kesehatan lain mengenai
m) Ph arteri abnormal 040203 Dispnea saat 5 penggunaan oksigen
n) Pola pernapsan istirahat tambahan selama kegiatan
abnormal (misalnya : 040204 Dispnea 5 dan /tidur.
kecepatan, irama, dengan j. Atur dan ajarkan pasien
kedalaman) aktifitas mengenai penggunaan
o) Sakit kepala saat ringan perangkat oksigen yang
bangun 040206 Sianosis 5 memudahkan mobilitas.
p) Somnolen keterangan :
q) Takikardia 1 : sangat berat
r) Warna kulit abnormal 2 : berat
(missal : pucat, 3 : cukup
kehitaman) 4 : ringan
5 : tidak ada
3 Ketidakefektifan pola Tujuan : setelah dilakukan
napas (00032) asuhan keperawatan 1 x 24 jam
berhubungan dengan : masalah Ketidakefektifan pola 13. Monitor pernapasan
a. ansietas napas, Teratasi Aktifitas-aktifitas :
b. cedera medulla Kriteria hasil : a.. monitor kecepatan,irama,
spinalis kedalaman dan kesulutan
c. deformitas dinding bernapas.
dada 1.Status pernapasan : ventilasi b. catat pergerakan dada, catat
d. deformitas tulang (0403) ketidaksimetrisan,penggunaan
e. disfungsi Kode Indikator S.T otot-otot bantu napas, dan
neuromuscular 04030 Frekuensi 5 retraksi pada oto subclavicular
f. gangguan 1 napas dan intercostae.
musculoskeletal 04030 Irama 5 c. monitor suara nafas tambahan
g. gangguan neurologis 2 pernapasan seperti ngorok atau mengi.
h. hiperventilasi Keterangan : d. monitor pola nafas.
i. imaturitas neurologis 1 : deviasi berat dari kisaran e. palpasi kesimetrisan paru.
j. keletihan normal f. Perkusi thorak anterior dan

50
posterior,dari apeks ke basis
paru,kanan dan kiri.
k. keletihan otot 2 : deviasi yang cukup berat g. catat lokassi trakea.
pernapasan dari kisaran normal h. auskultasi suara napas,catat
l. nyeri 3 : deviasi sedang dari kisaran area diman terjadi penurunan
m. obesitas normal atau tidak adanya ventilasi dan
n. posisi tubuh yang 4 : deviasi ringan dari kisaran keberadaan suara nafas
menghambat normal tambahan.
ekspansi paru 5 : tidak ada deviasi dari i. Monitor nilai fungsi paru,
o. sindrom kisaran normal. terutama kapasitas vital paru,
hipoventilasi Kode Indikator S.T volume inspirasi
Ditandai dengan : 040309 Penggunaan 5 maksimal,volume ekspirasi
1. Bradipnea otot bantu maksimal selama 1 detik.
2. Dispnea napas j. monitor hasil photo thoraks.
3. Fase ekspirasi Keterangan :
memanjang 1 : sangat berat
4. Ortopnea 2 : berat 14. Bantuan ventilasi
5. Penggunaan otot 3 : cukup k. pertahankan kepatenan jalan
bantu pernapasan 4 : ringan napas.
6. Penggunaan posisi 5 : tidak ada l. posisikan pasien untuk
tiga-titik mengurangi dispnea.
7. Peningkatan m. ajarkan teknik
diameter anterior- pernapasan,dengan tepat.
posterior n. beri obat (misalnya,
8. Penurunan kapasitas bronkodilator dan inhaler) yang
vital paru meningkatkan potensi jalan
9. Penurunan tekanan napas dan pertukaran gas.
ekspirasi
10. Penurunan tekanan
inspirasi
11. Penurunan ventilasi
semenit
12. Pernapasan bibir
13. Pernapasan cuping
hidung
14. Perubahan ekskursi
dada
15. Pola napas abnormal
(misalnya : irama,
frekuensi,
kedalaman)
16. Takipnea

4 Ketidakseimbangan Tujuan : setelah dilakukan


nutrisi : kurang dari asuhan keperawatan 3 x 24 jam
1. Managemen gangguan

51
kebutuhan tubuh masalah Ketidakseimbangan
(00002) nutrisi : kurang dari kebutuhan
Berhubungan dengan ; tubuh, Teratasi makan
Kriteria hasil : a. kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
a. Factor biologis mengembangkan rencana
b. Factor ekonomi 1. Status nutrisi (1004) perawatan dengan.
c. Gangguan b. melibatkan klien dan orang-
psikososial Kode Indikator S.T orang terdekatnya dengan
d. Ketidakmampuan 100401 Asupan gizi 5 tepat.
makan 100402 Asupan 5 c. dorong klien untuk
e. Ketidakmampuan makanan mendiskusikan makanan
mencerna makanan 100408 Asupan 5 yang disukai bersama dengan
f. Ketidakmampuan cairan ahli gizi.
mengarbsorbi 100403 Energi 5 d. monitor asupan kalori harian.
nutrient 100405 Rasio berat 5 e. monitor intake/asupan dan
g. Kurang asupan badan asupan cairan secara tepat.
makanan Keterangan : f. dorong klien untuk
Ditandai dengan : 1 : sangat menyimpang dari memonitor sendiri asupan
1. Berat badan 20% rentang normal makanan harian dan
atau lebih dibawah 2 : banyak menyimpang dari menimbang berat badan
rentang berat badan rentang normal secara cepat.
ideal 3 : cukupmenyimpang dari 2. Monitor nutrisi
2. Bising usus rentang normal g. Monitor adanya mual dan
hiperaktif 4 : sedikit menyimpang dari muntah.
3. Cepat kenyang rentang normal h. Tentukan rekomendasi
setelah makan 5 : tidak menyimpang dari energi.
4. Diare rentang normal
5. Gangguan sensasi
rasa
6. Kehilangan rambut 2. Keparahan mual dan muntah
berlebihan (2107)
7. Kelemahan otot
pengunyah Kode Indikator S.T
8. Kelemahan otot 210711 Perubahan 4
untuk menelan pengecapan
9. Kerapuhan kapiler 210713 Kehilangan 4
10. Kesalahan informasi berat badan
11. Kesalahan persepsi Keterangan :
12. Ketidakmampuan 1 : berat
memakan makanan 2 : cukup berat
13. Kram abdomen 3 : sedang
14. Kurang informasi 4 : ringan
15. kurang minat pada 5 : tidak ada
makanan
16. membran mukosa

52
pucat
17. nyeri abdomen
18. penurunan berat
badan dengan
asupan makanan
adekuat
19. sariawan ronggan
mulut
20. tonus otot menurun

5 Intoleransi aktifitas Tujuan : setelah dilakukan 1. Manajemen energi


(00092) asuhan keperawatan 3 x 24 jam Aktifitas-aktifitas :
berhubungan dengan : masalah Intoleran aktifitas, a.. kaji status fisiologis pasien
Teratasi yang menyebabkan kelelahan
Kriteria hasil : sesuai dengan konteks usia dan
a. ketidakseimbangan perkembangan.
antara suplai dan b. pilih intervensi untuk
kebutuhan oksigen 1. Toleransi terhadap aktifitas mengurangi kelelahan baik secara
b. tirah baring (0005) farmakologis maupun non
c. gaya hidup kurang farmakologis, dengan tepat.
gerak Kode Indikator S.T c. Gunakan instrumen yang valid
d. imobilitas 000501 Saturasi 5 untuk mengukur kelelahan.
Ditandai dengan : oksigen d. monitor intake/ asupan nutrisi
1. Dispnea setelah ketika untuk mengetahui sumber energi
beraktifitas aktifitas yang adekuat.
2. Keletihan 000503 Frekuensi 5 e. evaluasi secara bertahap
3. Ketidaknyamanan pernapasan kenaikan level aktifitas pasien.
setelah beraktifitas ketika
4. Perubahan EKG beraktifitas
(missal : aritmia, 000508 Kemudahan 5 a.
abnormalitas bernapas
konduksi, iskemia) ketika
5. Respon frekuensi beraktifitas
jantung abnormal Keterangan :
terhadap aktifitas. 1 : sangat terganggu
6. Respon tekanan 2 : banyak terganggu
darah abnormal 3 : cukup terganggu
terhadap aktifitas. 4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu

53
BAB V. PENUTUP

5.1    Kesimpulan

Kanker paru (bronchogenic carcinoma) adalah penyakityang ditandai dengan


tidak terkendalinya pertumbuhan sel dalam jaringanparu, terutama sel-sel yang melapisi
bagian pernapasan (Atiyeh Hashemi,dkk, 2013: 165).Menurut American Cancer
Society, sekitar 1,6 juta kasus baru terjadi pada tahun 2008, terhitung sekitar 13% dari
total diagnosis kanker.Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain (Sudoyo dkk, 2007).Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak
napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur
diagnosis kanker paru. Patofisiologi yaitu Paparan Karsinogen dan kerentanan genetik.
Pemeriksaan penujang yaitu Pemeriksaan Patologi Anatomik dll. Penatalaksanaan
umum dengan manajemen terapi seperti kemoterapi dll. Pencegahannya ada pencegahan
tingkat pertama, kedua, dan ketiga.

54
5.2 Saran

1. sebaiknya kita sebagai perawat mengetahui tentang Ca paru supaya bisa maksimal
melayani pasien dan melakukan asuhan keperawatan.

55
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. (2005). PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses penyakit


volume2. Jakarta: EGC.
Jusuf A, H. A. (2015). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru jenis
karsinoma bukan sel keci di Indonesia. jakarta: PPDI & POI.
Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

iv

Anda mungkin juga menyukai