Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KMB 1

“ ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CA


NASOFARING “

Dosen Pembimbing : Ns. Septiyanti, S.Kep, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Riris Mardianingsih P05120317031


2. Sarwendi Al ghazali P05120317033
3. Maya Kumala Sari P05120317023
4. Harum Maulidia P05120317016
5. Oktavia P05120317028
6. Andrea Reffaleo P05120317005
7. Sherli Elsandi P05120317035

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN

2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya
saya selaku penulis akhirnya dapat menyelesaikan ASKEP Keperawatan
Medikal Bedah dengan tema “Asuhan Kperawatan dengan Ca Nasofaring”
sebagai tugas keleompok dalam semester ini.

ASKEP ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik
buku-buku diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan
internasional dari internet dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri khususnya maupun bagi para pembaca
pada umumnya.

Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan.
Dan penulis menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu
penulis merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.

Penulis mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi


perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat
diperbaiki di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bengkulu, 13 september 2018

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer
Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring
termasuk jarang ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang
terdiagnosa setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah
mengalami penurunan. Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan
dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara, misalnya saja China bagian Selatan
banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini.
Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas
yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah
Karsinoma nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima
besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan
leher menduduki tempat pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan
dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Efiaty, 2001).

Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang


dapat menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian
organ di tubuh kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap
jaringan mengandung beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada
tipe sel yang berbeda. Dengan mengetahui tipe yang sel yang berbeda merupakan
hal yang penting karena hal tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis
kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American Cancer Society dalam
Cancer.Net, 2008).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Ca Nasofaring?
2. Bagaimana anatomi fisiologi Nasofaring?
3. Apa etiologi dari Ca Nasofaring?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ca Nasofaring?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Ca Nasofaring?
6. Bagaimana penentuan stadium dari Ca Nasofaring?
7. Apa komplikasi dari Ca Nasofaring?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Ca Nasofaring?
9. Bagaimana penatalaksanaan Ca Nasofaring?
10. Bagaimana pencegahan dari Ca Nasofaring?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi Ca Nasofaring.
2. Menyebutkan etiologi dari Ca Nasofaring.
3. Menjelaskan patofisiologi dari Ca Nasofaring.
4. Menyebutkan manifestasi klinis dari Ca Nasofaring.
5. Menjelaskan stadium dari Ca Nasofaring.
6. Menyebutkan komplikasi dari Ca Nasofaring.
7. Menyebutkan pemeriksaan penunjang dari Ca Nasofaring.
8. Menjelaskan penatalaksanaan dari Ca Nasofaring.
9. Menjelaskan pencegahan dari Ca Nasofaring.

D. MANFAAT

1. Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus Ca Nasofaring dan


penerapan konsep keperawatan pada kasus Ca Nasofaring.
2. Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa keperawatan
pada kasus Ca Nasofaring.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Efiaty, 2001).
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

B. ETIOLOGI
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab
utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap
tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca
Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
C. PATOFISIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu
2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan
yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet
nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan
makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain
itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat
dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup
tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Infeksi virus Epstein Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada
penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV
akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai pertanda delam mendiagnosa karsinoma nasofaring.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada
pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-
1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan
keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Riwayat keluarga
Konsumsi ikan asin
D. WOC

Mengaktifkan EBV Kerusakan DNA pd sel dimana


pola kromosomnya abnormal

Menstimulasi pembelahan sel


Terbentuk sel-sel muatan
abnormal yg tdk terkontrol

Pola kromosom abnormal


Diferensiasi dan pol ferasi
protein laten (EBNA-1)
Kromosom ekstra terlalu
sedikit translokasi kromosom
Pertumbuhan sel kanker pd nasofaring
(utama pd fosa rossamuller)
Sifat kanker diturunkan
Metastase sel-sel kanker pd anak
Penekanan ps tuba eustachius
ke kelenjar getah bening
melalui aliran limfe
Penyubatan muara tuba
Pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel kanker di kel. getah bening Gangguan persepsi
sensori (pendengaran)
Benjolan massa pd
leher bagian samping
Iritasi traktus GI

Menembus kelenjar dan


Rangsangan
mengenai otak di bawahnya

Kelenjar melekat pd otot Supresi sum-sum Gangguan pembuluh Konstipasi


Diare
dan sulit di gerakkan tulang sel darah merah

Nyeri
Eritrosit, leukosi Resti
Imunosupressi
Indikasi keoterapi trombosit infeksi

Perangsangan elektrik zona pencetus Merusak sel-


kemoreseptor di ventrikel IV otak sel epitel kulit

Resti Kerusakan Gangguan


perubahan Iritasi mukosa mulut Mual muntah integritas kulit integritas kulit
membran
mukosa oral
Stomatitis Perubahan Kerusakan pd
nutrisi kurang kulit kepala
Anoreksia dari kebutuhan
Gangguan harga
Alopesia
diri rendah
E. MANIFESTASI KLINIS
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap
hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.
1. Gejala hidung :
 Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
 Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam
rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental,
gangguan penciuman.
2. Gejala telinga :
 Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (
berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).
 Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.
 Gangguan mata dan saraf :
 Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga
dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik
dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila
sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
 Metastasis ke kelenjar leher :
 Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid
yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah
yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang
disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3
bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada
orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring.
Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma
nasofaring.(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
 Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat kelenjar
limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening
leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar
limfe leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan
pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang
lebih jauh.
3. Gejala lanjut :
 Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh
dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher
bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan
berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

F. PENENTUAN STADIUM

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas
pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

Stadium I : T1 No dan Mo

Stadium II : T2 No dan Mo

Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan


Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
G. KOMPLIKASI
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati
dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat
mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %,
sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar
getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Nasofaringoskopi
b. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
c. Biopsi multiple
d. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone
scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
e. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
f. MRI
g. Sinar X

I. PENETALAKSANAAN
Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb :
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Kombinasi
4. Operasi
5. Imunoterapi
6. Terapi paliatif

J. PENCEGAHAN
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol,
ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup.
Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting
untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di
daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko
tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah
cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan
yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti
VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih
dini.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul
benjolan di leher kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah mengalami stroke atau tidak
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher
kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita klien saat ini.
f. Keadaan Kesehatan Lingkungan
Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup
bersih
g. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
Pola aktivitas sehari-hari

(1) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan


Pada pasien diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,
oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita.
(3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan lancar, Jumlah urine
1200 cc/24 jam, warna urine kuning. Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan. Klien buang air besar 1 X/hari.

(4) Pola tidur.dan Istirahat


Adanya poliuri dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi
waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur
penderita mengalami perubahan. Klien kurang tidur baik pada waktu
siang maupun malam hari. Klien tampak terganggu dengan kondisi ruang
perawatan yang ramai.

(5) Pola Aktivitas dan latihan


Adanya diabetik dan Ca. nasofaring menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi
saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit sambil menunggu
rencana operasi.

(6) Pola Hubungan dan Peran


Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan diabetes cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat
dan mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.

(8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
Klien mengalami cemas karena Kurangnya pengetahuan tentang sifat
penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan yang
diprogramkan.

(9) Pola Seksual dan Reproduksi


Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Selama dirawat di rumah sakir klien tidak dapat melakukan
hubungan seksual seperti biasanya.

(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Klien merasa sedikit stress
menghadapi tindakan kemoterapi/sitostatika. karena kurangnya
pengetahuan.

(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah
tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
Personal Higiene
Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci
rambut 1 X/minggu.
Ketergantungan
Klien tidak perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress
menghadapi tindakan operasi.
Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar
tempat tinggalnya biasa sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus
dengan dunia luar, kehilangan pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya
mahal.
Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Kristen, ajaran agama
dijalankan setiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif
mengikuti kegiatan agama yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar
rumah tempat tinggalnya maupun oleh masyarakat setempat.
Saat ini klien merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya
Prioritas Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Tujuan Pemulangan
1. Klien menerima situasi dengan realistis.
2. Nyeri berkurang/terkontrol.
3. Homeostasis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

B. PEMERIKSAAN FISIK (Body Systems)


(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur, tidak
terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat
keringat pada dahi, tidak terdengar suara nafas tambahan, dentuk dada
simetris.Hasil foto Thorax PA Cor/pulmo tidak ada kelainan.

(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)


Nadi 90 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 140/90 mmHg, Suhu
36,8 0C, perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur
tidak ada
(3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)

Verbal : Orientasi baik (5)


Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar
(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning
(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal,
tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, Rectum normal,
klien buang air besar 1 X/hari.
(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas
Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak, .
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus
(7) Sistem Endokrin
Terapi hormon
Karakteristik sex sekunder
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik
Hipoglikemia
Polidipsi
Poliphagi
Poliuri
Postural hipotensi
Kelemahan

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan Laboratorium

- Hb : 15,8 mg/dl (13,4 mg/dl)


- Leukosit : 11,3
- Albumin : 4,1 gr/dl (3,2 – 3,5 gr/dl)
- SGOT : 10,2 ( kurang 29 )U/L
- SGPT : 13,5 U/L
- Bilirubin Direk : 0,31 ( 0,25)
- Bilirubin Total : 1,01 ( 1,00)
- Alkali Phospatase : 148
- Cholesterol Total : 148,8 ( 200)
- Trigliserida : 81,4 ( 200)
- HDL Cholesterol : 30 ( 35
- LDL Cholesterol : 101 ( 130)
- Ureum/BUN : 13,8 mg/dl (10 – 20)
- Serum Creatinin : 1,16 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
- Uric Acid : 4,1 (L : 3,4 – 7,0 P : 2,4 – 5,7)
- Glukosa puasa : 300 mg/dl ( 126 mg/dl)
- Glukosa 2 jam pp : 463 mg/dl ( 140 mg/dl)
Hasil pemeriksaan Laboratorium
- Gula darah acak : 178 mg/dl ( 140 mg/dl)
Hasil pemeriksaan Patologi
Mikroskopik
- Jaringan nasofaring hiperplastik, tidak tampak tanda-tanda keganasan
- Jaringan nasofaring dengan infiltrat luas undiff. Epidermoid carcinoma,
WHO type 3.
- Kesimpulan : Nasofaring kiri, biopsi undiff. Epidermoid carcinoma, WHO
type 3.
Hasil pemeriksaan CT Scan
Terliha gambaran massa daerah nasopharynx mengenai atap serta dinding
kanan kiri. Batas anterior mencapai cavum nasi bagian posterior. Sisi kanan
juga terlihat ada cairan dalam sinus maxillaris kanan suspect merupakan
perluasan tumor tersebut. Belum terlihat ada invasi tumor ke intracranial.
Perluasan ke lateral, kanan kiri sampai di musculus pterygoideus tetapi belum
mengadakan infiltrasi pada musculus tsb. Pada infiltrasi intracranial.
Kesimpulan : Gambaran tumor nasopharynx

Hasil pemeriksaan Radiologi tanggal 9 April 2002

Thorax PA

Cor / pulmo tidak ada kelainan.


TERAPI :

- Infus RL/D5%
- Inj Actrapid 16 UI ¼ jam sebelummakan.
- Copar 6 X 1 Tab/hari
- Inj Xylo Della 2 : 2 Im
- Inj Novoban 1 Amp
- Inj Carbocin 450 mg dalam Inf D5% 100 cc drip  habis dalam 6 jam.
- Inj Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip  habis dalam 30
menit.
- Inj Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip  habis dalam 30 menit.
D. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS:Klien kurang tidur baik pada Rasa nyeri pada Ganguan pola tidur
waktu siang maupun malam hari. kepala.
DO:Klien tampak terganggu
dengan kondisi ruang perawatan
yang ramai.

2 DS:Klien mengatalakn cemas Kurangnya Cemas


karena Kurangnya pengetahuan pengetahuan
tentang sifat penyakit, tentang
pemeriksaan diagnostik dan penyakitnya.
tujuan tindakan yang
diprogramkan.

Lamanya perawatan, banyaknya


biaya perawatan dan pengobatan
dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).

DO:Klien mengatakan sedikit


stress menghadapi tindakan
kemoterapi/ sitostatika. karena
kurangnya pengetahuan.

3 DS:Klien mengatakan kurang Kurangnya Kurangnya


mengetahui tentang proses informasi. pengetahuan tentang
penyakit, perawatan maupun proses penyakit, diet,
pengobatan serta kurangnya perawatan dan
pengetahuan tentang dampak pengobatan
diabetuk dan diet.

DO:px tampak lemah

4 DS:Klien mengalami muntah 2 X Intake makanan Gangguan pemenuhan


yang kurang. nutrisi kurang dari
DO:Klien mengeluh selalu mual
kebutuhan tubuh
dan selalu ingin muntah
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganintakemakananyangkurang

F. INTERVENSI

NO Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Gangguan Tujuan : Gangguan pola tidur 1Ciptakan lingkungan 1. Lingkungan
pola tidur pasien akan teratasi. nyaman dan tenang yang
berhubungan Kriteria hasil : nyamandapat
dengan rasa 1. Pasien mudah tidur dalam 2.Kajitentang membantu
nyeri pada waktu 30 – 40 menit. kebiasaantidurpasien meningkatkan
kepala 2. Pasien tenang dan wajah di rumah. tidur/istirahat.
segar.
3. Pasien mengungkapkan 3.Kajiadanyafaktor 2. Mengetahui
dapat beristirahat dengan penyebab perubahandari
cukup. gangguapolatidur hal-halyang
yanglainseperti cemas, merupakan
efekobat-obatandan kebiasaan
suasana ramai. pasien ketika
tidur akan
4.Anjurkanpasien mempengaruh
untuk menggunakan i pola tidur
pengantartidur pasien.
danteknik relaksasi.
3. Mengetahui
5.Kaji tanda-tanda faktorpenyeba
kurangnya b
pemenuhan kebutuhan gangguanpola
tidur pasien tiduryanglain
dialamidan
dirasakan
pasien.
4. Pengantar
tidur
akan
memudahkan
pasien dalam
jatuh dalam
tidur
teknik
relaksasi
akan
mengurangi
ketegangan
dan
rasa nyeri.

5. Untuk
mengetahui
terpenuhi atau
tidaknya
kebutuhan
tidur
pasien akibat
gangguan
pola
tidur sehingga
dapat diambil
tindakan yang
tepat

2 Cemas Tujuan : rasa cemas 1. Kaji tingkat 1 Untuk


berhubungan berkurang/hilang. kecemasan yang menentukan
dengan Kriteria Hasil : dialami oleh tingkat
kurangnya 1. Pasien dapat pasien. kecemasan
pengetahuan mengidentifikasikan sebab yang
tentang kecemasan. dialami pasien
penyakitnya 2. Emosi stabil., pasien tenang. 2. Beri kesempatan sehingga
3. Istirahat cukup. pada pasien untuk perawat
mengungkapkan bisa
rasa cemasnya. memberikan
3. Gunakan intervensi
komunikasi yang
terapeutik. cepat dan
tepat.
2 Dapat
4. Beri informasi meringankan
yang akurat beban pikiran
tentang proses pasien.
penyakit dan
anjurkan pasien 3 Agar terbina
untuk ikut serta rasa
dalam tindakan saling percaya
keperawatan. antar perawat-
pasien
5. Berikan sehingga
keyakinan pada pasien
pasien bahwa kooperatif
6. perawat, dokter, dalam
dan tim kesehatan tindakan
lain selalu keperawatan.
berusaha 4 Informasi
memberikan yang
pertolongan yang akurat tentang
terbaik dan penyakitnya
seoptimal dan
mungkin. keikutsertaan
7. Berikan pasien dalam
kesempatan pada melakukan
keluarga untuk tindakan
mendampingi dapat
pasien secara mengurangi
bergantian. beban pikiran
8. Ciptakan pasien.
lingkungan yang 5 Sikap positif
aman dan tenang dari
. timkesehatan
akan
membantu
menurunkan
kecemasan
yang
dirasakan
pasien.

6 Pasien akan
merasa lebih
tenang bila
ada
anggota
keluarga yang
menunggu.
7 Lingkung
yang
tenang dan
nyaman dapat
membantu
mengurangi
rasa
cemas pasien.

3 Tujuan : Pasien memperoleh 1. Kaji tingkat 1. Untuk


Kurangnya informasi yang jelas dan benar pengetahuan memberikan
pengetahuan tentang penyakitnya. pasien/keluarga informasi
tentang Kriteria Hasil : tentang penyakit pada
proses 1. Pasien mengetahui tentang DM dan Ca. pasien/keluarg
penyakit, proses penyakit, diet, Nasofaring. a, perawat
diet, perawatan dan perlu
perawatan, pengobatannya dan dapat mengetahui
dan menjelaskan kembali bila 2. Kaji latar sejauh mana
pengobatan ditanya. belakang informasi atau
berhubungan pendidikan pengetahuan
dengan pasien. yang
kurangnya diketahui
informasi. 2. Pasien dapat melakukan 3. Jelaskan tentang pasien/keluarg
perawatan diri sendiri proses penyakit, a.
berdasarkan diet, perawatan
pengetahuan yang dan pengobatan 2. Agar perawat
diperoleh. pada pasien dapat
dengan bahasa memberikan
dan kata-kata penjelasan
yang mudah dengan
dimengerti. menggunakan
4. Jelasakan kata-kata dan
prosedur yang kalimat yang
kan dilakukan, dapat
manfaatnya bagi dimengerti
pasien dan pasien sesuai
libatkan pasien tingkat
didalamnya. pendidikan
pasien.
5. Gunakan gambar- 3. Agar
gambar dalam informasi
memberikan dapat diterima
penjelasan (jika dengan
ada / mudah
memungkinkan). dan tepat
sehingga tidak
menimbulkan
kesalahpaham
an.

4. Dengan
penjelasdan
yang ada dan
ikut secra
langsung
dalam
tindakan yang
dilakukan,
pasien akan
lebih
kooperatif dan
cemasnya
berkurang.
5. Gambar-
gambar dapat
membantu
mengingat
penjelasan
yang
telah
diberikan.

4 Gangguan Tujuan : Kebutuhan nutrisi 1. Kaji status nutrisi 1. Untuk


pemenuhan dapat terpenuhi dan kebiasaan mengetahui
nutrisi kurang Kriteria hasil : makan. tentang
dari 1. Berat badan dan tinggi keadaan
kebutuhan badan ideal. 2. Anjurkan dan
tubuh 2. Pasien mematuhi dietnya. pasienuntuk kebutuhan
berhubungan 3. Kadar gula darah dalam mematuhi nutrisi pasien
dengan intake batas normal. dietyang sehingga
makanan 4. Tidak ada tanda-tanda telahdiprogramka dapat
yang kurang hiperglikemia/hipoglikemia. n.Timbang berat diberikan
badan setiap tindakan dan
seminggu sekali. pengaturan
diet
3. Identifikasi yang adekuat.
perubahan pola 2. Kepatuhan
makan. terhadap diet
dapat
mencegah
4. Kerja sama komplikasi
dengan tim terjadinya
kesehatan lain hipoglikemia/
untuk pemberian hiperglikemia.
insulin dan diet 3. Mengetahui
diabetik. perkembanga
n berat badan
4. pasien (berat
badan
merupakan
salah satu
indikasi untuk
menentukan
diet).
5. Mengetahui
apakah pasien
telah
melaksanakan
program diet
yang
ditetapkan.
6. Pemberian
insulin akan
meningkatkan
pemasukanglu
kosa ke dalam
jaringan
sehingga
gula darah
menurun,pem
berian diet
yang
sesuai dapat
mempercepat
penurunan
gula
darah dan
mencegah
komplikasi.
G. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi
; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

H. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan
seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke
dokter atau perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang
berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan
yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang
kondisi penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 ha146).
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid
yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan
makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan
pengawet nitrosamin. (Efiaty &Nurbaiti, 2001 hal146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan
kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal
460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga
sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir
dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-
barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB
yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

B. SARAN
Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus Ca Nasofaring, diharapkan
memberi suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kasus
ini. Namun, dalam uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang
dirasa kurang dan oleh karenanya penulis mengharapkan suatu masukan dan
saran untuk kebaikan mendatang dalam segala bidang, terutama kasus Ca
Nasofaring ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi mengenai perkembangan
kasus Ca Nasofaring ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat informasi
yang lebih relevan disamping makalah ini. Semoga makalah yang kami buat
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah, edisi 8


vol.3.EGC, Jakarta
 Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,
EGC,Jakarta
 Inskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosa Dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia,
Jakarta
 Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing Intervension Classification (NIC).
Mosby Year Book. St. Louis
 Marion Johnon, dkk. 2000. Nursing Outcome Classificasion (NOC). Mosby
Year Book.St. Louis
 Marjory Gordon, dkk.2000.Nursing Diagnoses : Definition &
Classificasion 2001-2002.NANDA. Mosby Year Book.St.Louis
 File:///G:/askep-ca-nasofaring.html
 File:///G:/ASKEP CA NASOFARING_b4hri.html
 NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006,
USA

Anda mungkin juga menyukai