CA NASOFARING
Di Susun Oleh :
1. NurBila R Wartabone
2. Tessa A Koropit
3. Silvana a Taher
MUHAMMADIYAH
MANADO
2018/2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami selaku
penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Ca Nasofaring” sebagai
tugas kelompok dalam semester ini.
Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik buku-buku
diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan internasional dari internet
dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri
khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya.
Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan. Dan penulis
menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis merasa perlu
untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.
Penulis mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi perbaikan
yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di masa
yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis,
DAFTAR ISI
Daftar isi...............................................................................................................................
PENDAHULUAN
Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer
Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring termasuk
jarang ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang terdiagnosa setiap
tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah mengalami penurunan.
Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan dunia lain seperti Asia dan
Afirika Utara, misalnya saja China bagian Selatan banyak kasus ditemukan untuk penyakit
ini.
Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang
paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma
nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas
dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat
pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan dalam Roezin dan Adham (2007)
disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring.
Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat
menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita.
Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa
tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda. Dengan mengetahui
tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat
menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American
Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008).
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
2.3 ETIOLOGI
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus
ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus
menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh
untuk timbulnya Ca Nasofaring :
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap
industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
6. Profil HLA
2.4 PATOFISIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500
kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty
& Nurbaiti, 2001 hal 146).
Infeksi virus Epstein Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita
karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda
delam mendiagnosa karsinoma nasofaring.
Nyeri
Eritrosit, leukosi Resti
Imunosupressi
Indikasi keoterapi trombosit infeksi
Gejala hidung :
Gejala telinga :
Menurut Histopatologi :
- Keratinizing
- Non Keratinizing.
- Transitional
- Lymphoepithelioma.
Adenocystic carcinoma
Ulseratif
Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
(creeping tumor)
Tipe WHO 1
Tipe WHO 3
2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :
Oftalmoplegia unilateral
Amaurosis
4. Manifestasi kelumpuhan :
N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan
pengecap pada sepertiga belakang lidah.
N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan salvias.
N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta
hemiparese palatum mole.
Stadium I : T1 No dan Mo
Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Moatau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
2.9 KOMPLIKASI
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini
merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah
bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.
a. Nasofaringoskopi
c. Biopsi multiple
d. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
f. MRI
g. Sinar X
2.11 PENETALAKSANAAN
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Kombinasi
4. Operasi
5. Imunoterapi
6. Terapi paliatif
A. TERAPI RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING
Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat menembus
jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma.
- Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implan atau intracavitary
barchytherapy.
Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :
- pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah bening
- pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening
- Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi
- Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection
Radiasi Interna/ brachyterapibisa digunakan untuk :
- Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari terlalu banyak
jaringan sehat yang terkena radiasi.
- Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor
- Pengobatan kasus kambuh.
B. KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING
Definisi Kemoterapi
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single
agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat
mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga
efek samping menurun.
Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian
WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3
memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-1 yang memiliki
prognosis paling buruk.
Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut
cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel pada semua
fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle
specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang
bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang
tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-
linking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2),
Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M).
Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus
tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila resiten
terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan,
dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.
Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja
dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi
asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor
kepala leher dibagi sebagai berikut :
1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh
MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis
timidin.
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX (
Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel.
Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip
diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat
produksi mRNA.
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan
pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.
Cara Pemberian Kemoterapi
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang
membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro
intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah
anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan
kerontokan rambut.Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum
tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika.
Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih
lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap
jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik
fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya
dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah
satu efek samping pemberian kemoterapi.
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada
poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat
harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih
minimal.
1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.
2. Dosis.
3. Jadwal pemberian.
4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ
tertentu.
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan
kemoterapi perlu pertimbangan sbb :
Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) adalah
sbb :
- Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan
pekerjaan sehari-hari.
- Grade 1 : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor
- Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%
Definisi Kemoradioterapi
Manfaat Kemoradioterapi
1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil
terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan
radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa
tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia.
2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap
radiasi yang diberikan (radiosensitiser).
Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki
manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat
terpapar radiasi.
Kelemahan Kemoradioterapi
Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,
leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan
sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat
fatal.
2.12 PENCEGAHAN
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada
beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan
penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko
karsinoma nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah
dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat
lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan
untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan
mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan
berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.
Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring lebih dini.
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher kanan dan kiri sejak
3 bulan yang lalu.
g. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1
X/minggu.
Ketergantungan
Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress
menghadapi tindakan operasi.
Aspek Sosial/Interaksi
Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Kristen, ajaran agama dijalankan
setiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan
agama yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun
oleh masyarakat setempat.
Prioritas Keperawatan
Hipoglikemia
Polidipsi
Poliphagi
Poliuri
Postural hipotensi
Kelemahan
pemeriksaan Laboratorium
Mikroskopik
Terliha gambaran massa daerah nasopharynx mengenai atap serta dinding kanan kiri. Batas
anterior mencapai cavum nasi bagian posterior. Sisi kanan juga terlihat ada cairan dalam
sinus maxillaris kanan suspect merupakan perluasan tumor tersebut. Belum terlihat ada
invasi tumor ke intracranial. Perluasan ke lateral, kanan kiri sampai di musculus
pterygoideus tetapi belum mengadakan infiltrasi pada musculus tsb. Pada infiltrasi
intracranial.
Thorax PA
TERAPI :
- Infus RL/D5%
- Inj Actrapid 16 UI ¼ jam sebelummakan.
- Copar 6 X 1 Tab/hari
- Inj Xylo Della 2 : 2 Im
- Inj Novoban 1 Amp
- Inj Carbocin 450 mg dalam Inf D5% 100 cc drip habis dalam 6 jam.
- Inj Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip habis dalam 30 menit.
- Inj Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip habis dalam 30 menit.
3.4ANALISA DATA
Lamanya perawatan,
banyaknya biaya
perawatan dan
pengobatan dan
gangguan peran
pada keluarga (self
esteem).
DO:Klien
mengatakan sedikit
stress menghadapi
tindakan kemoterapi/
sitostatika. karena
kurangnya
pengetahuan.
DO:px tampak
lemah
3.5DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganintakemakananyangkurang
3.6 INTERVENSI
5. Untuk
mengetahui
terpenuhi atau
tidaknya
kebutuhan tidur
pasien akibat
gangguan pola
tidur sehingga
dapat diambil
tindakan yang
tepat
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500
kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty
&Nurbaiti, 2001 hal146).
4.2 SARAN
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC,
Jakarta
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC,Jakarta
Inskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosa Dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing Intervension Classification (NIC). Mosby Year
Book. St. Louis
Marion Johnon, dkk. 2000. Nursing Outcome Classificasion (NOC). Mosby Year
Book.St. Louis
Marjory Gordon, dkk.2000.Nursing Diagnoses : Definition & Classificasion 2001-
2002.NANDA. Mosby Year Book.St.Louis
File:///G:/askep-ca-nasofaring.html
File:///G:/ASKEP CA NASOFARING_b4hri.html
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA
LAMPIRAN