Anda di halaman 1dari 23

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK NEUROSENSORI


(PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Efa Trisna,S.Kep.,M.Kes

DISUSUN OLEH :
NAMA : PUTRI RAHMA WATI
NIM : 1914401002
KELAS : TINGKAT 1 REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


D.III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Saawat serta
salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW, seorang
nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang benderang
seperti yang kita rasakan seperti sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada Ibu dosen yang telah ikut serta dalam
pembuatan makalah “PEMERIKSAAN FISIK NEUROSENSORI”.Makalah ini kami buat untuk
memperdalam ilmu kita tentang Pengkajian keperawatan.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun
demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan sumber informasi,
memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan datang, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan orang banyak.

Lampung Timur, 29 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................…ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................…1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................…1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................…1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anamnesa Sistem Neurosensori (Penglihatan dan pendengaran) ...........................…5
2.2 Pemeriksaan fisik system neurosensori (penglihatan dan pendengaran)…………….8
2.3 Pemeriksaan Diagnostik system neurosensori (penglihatan dan penedengaran)…….17
2.4 Standar Operasional Prosedur Sistem neurosensori (penglihatan dan pendengaran). .20

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...............................................................................................................…22
3.2 Saran.........................................................................................................................…22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan keperawatan yang berkualitas merupakan suatu tuntutan yang
harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien,
sehingga masalah kesehatan klien dapat teratasi dengan baik dalam rangka
meningkatkan status kesehatan klien.Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat
jika mampu berespon dengan tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara
terkoordinasi. Tubuh memerlukan koordinasi yang baik . Salah satu sistem komunikasi
dalam tubuh adalah sistem saraf. Pengkajian system persarafan merupakan salah satu
aspek yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka menentukan diagnosa
keperawatan tepat dan melakukan tindakan perawatan yang sesuai.
Pemeriksaan persarafan terdiri dari dua tahapan penting yaitu pengkajian yang
berupa wawancara yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien yang  berhubungan
dengan system persarafan seperti riwayat hiopertensi, stroke, radang otak, atau selaput
otak, penggunaan obat-obatan dan alcohol, dan penggunaan obat yang diminum secara
teratur. Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status
mental, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik, dan
pemeriksaan reflex. Dalam melakukan  pemeriksaan fisik diperhatikan prinsip-prinsip
head to toe, chepalocaudal dan  proximodistal. Harus pula diperhatikan keamanan klien
dan privacy klien

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Anamnesa yang berhubungan dengan masalah gangguan Neurosensori?
2. Bagaimana pemeriksaan fisik gangguan neurosensori?
3. Bagaimana pemeriksaan diagnostic gangguan neurosensori?
4. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik neurosensori?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Anamnesa yang berhubungan dengan masalah gangguan neurosensori
2. Untuk Mengetahui Bagaimana pemeriksaan fisik gangguan neurosensori
3. Untuk Mengetahui Bagaimana pemeriksaan diagnostic gangguan neurosensori
4. Untuk Mengetahui Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik gangguan neurosensori

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa Neurosensori


memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mugkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.
Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan
kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan
gejala sisa.selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu;
jadi, dalam bentuk serangan. Diluar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat.
Jika penderita datang ke dokter diluar serangan, sulit bagi dokter menegakkan diagnosis
penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis). Hal ini misalnya
dijumpai pada epilepsi. Pada salah satu bentuk epilepsi, sewaktu serangan penderitanya
kehilangan kesadaran yang disertai kejang-kejang. Diluar serangan, penderitanya sehat
dan tanpa gejala. Jika penderita datang ke dokter diluar waktu serangan, dokter tidak
akan menemukan apa-apa. Walaupun ia melakukan pemeriksaan yang teliti, ia mungkin
tidak akan menjumpai suatu kelainan. Bahkan pemeriksaan EEG sering pula memberikan
hasil yang normal. Dalam hal demikian, dokter terapaksa mendasarkan diagnosis epilepsi
atas laporan penderita dan orang yang menyaksikannya.Tidak jarang pula suatu penyakit
mempunyai perjalanan tertentu. Kelumpuhan pada poliomielitis, misalnya, timbul
mendadak dan terjadi setelah beberapa hari demam. Lumpuh itu dapat menetap atau
membaik sebagian. Kelumpuhan pada penyakit ALS (amyotrophic lateral sclerosis, suatu
penyakit degeneratif) timbulnya lambat, dapat berbulan atau bertahun, dan progresif,
makin lama makin berat.

Sewaktu kita mengambil anamnesis, yaitu berwawancara dengan pasien, kita juga
dapat memperoleh data mengenai keadaannya, misalnya keadaan kesadarannya,
konsentrasi, kecakapan bereaksi, ingatan, penggunaan bahasa, cara mengucapkan kata,

5
pendengaran, intelek, dan lain sebagainya.Anamnesis menolong kita membedakan
apakah suatu keluhan bersifat organil atau psikogen, yaitu dari cara pasien
mengemukakan keluhannya serta pola keluhannya.Untuk mendapatkan anamnesis yang
baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang
cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, agar tidak
terdengar oleh orang lain. Banyak pasien yang tidak senang penyakitnya diketahui oleg
orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu :1.Pasien
dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.2.Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.Pengambilan anamnesis yang
baik menggabungkan kedua cara tersebut di atas. Cara pasien mengemukakan
keluhannya berbeda-beda. Ada pasien yang mengemukakan sedikit saja keluhan dan
keterangan, adapula yang mengemukakan terlalu banyak keluhan disertai keterangan
yang bertele-tele. Selain itu ada pula yang mengemukakan keluhannya dengan
menggunakan istilah kedokteran, namun dengan pengertian yang berbeda-beda. Hanya
sedikit pasien yang dapat mengemukakan keluhannya dengan seksama, logis dan hati-
hati.
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan data-data
statistik seperti nama, umur, pekerjaan, alamat, status perkawinan, agama, suku bangsa,
kinan atau kidal. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang
mendorongpasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu
ditelusuridan dicatat:
1. Sejak kapan dimulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungan dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan
dan lainsebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan

6
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam
bentuk serangan, dan lain sebagainya)
Setelah keluhan utama selesai dikemukakan dan dibahas, penderita diminta
mengemukakan keluhan lain yang mungkin ada. Tidak ajarang pasien melupakan beberapa
keluhan lain, mungkin karena dianggapnya tidak atau kurang penting. Padahal, kadang-
kadang keluhan ini tidak kalah pentingnya dari keluhan utama dalam menegakkan diagnosis
yang tepat.Untuk membuktikan adanya suatu penyakit umumnya tidak cukup dengan
menemukan satu gejala (tanda). Suatu gejala dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyakit. Penyakit biasanya diketahui dari kombinasi gejala-gejala. Jarang kita menemukan
gejala yang patognomonik untuk suatu penyakit. Pada tiap penderita penyakit saraf harus
pula ditelusuri kemungkinan adanya kelainan atau keluhandengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seperti nyeri kepala, muntah, vertigo, gangguan penglihatan(visus), pendengaran,
saraf otak lainnya, fungsi luhur, kesadaran, motorik, sensibilitas, dan saraf
otonom.Disamping data yang bersifat saraf ini, perlu pula ditelusuri adanya keluhan lain,
yang bukan merupakan keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun ada sangkut pautnya
dengan kelainan saraf yang sedang diderita. Oleh karena itu perlu ditelusuri hal-hal berikut
:-Riwayat penyakit terdahulu : keadaanatau kejadian yang lalu hubungannya dengan keluhan
sekarang, misalnya penyakit infeksi atau trauma.-Riwayat penyakit dalamkeluarga : bila
penyakit diduga bersifat herediter -Riwayat Sosial : perkembangan kepribadian,
sikapterhadap orang tua dan saudara, reaksinya terhadap lingkungan, pendidikan.-
Kebiasaan / Gizi : merokok, minum alkohol, nilai gizi makanan.

 ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN


1) Data Umum: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan
2) Keluhan Utama: Mata merah, Mata berair, Mata gatal, Mata Nyeri, Belekan,
Gangguan penglihatan (Kabur, penglihatan ganda/diplopia, buta), Timbilan, Kelilipan
3) Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Trauma

 MENGKAJI KELUHAN UTAMA


1) Apakah gangguan terjadi pada saat melihat jauh atau dekat?
2) Onset mendadak atau gradual?

7
3) Di seluruh lapang pandang atau sebagian? Jika sebagian letaknya di sebelah mana?
4) Diplopia satu mata atau kedua mata? Apakah persisten jika mata ditutup sebelah?
5) Adakah gejala sistemik lain: demam, malaise.

 ANAMNESA GANGGUAN PENDENGARAN


1) Faktor yg memperberat (riwayat sering mengorek kuping, sering menyiram telinga
dgn air)
2) Faktor-faktor lingkungan. Misal tempat pekerjaan dilingkungan yang bising ia akan
mengalami penurunan pendengaran.

 TANDA DAN GEJALA


1) Sulit mengerti pembicaraan
2) Sulit mendengar dlm lingkungan yg bising
3) Salah menjawab
4) Meminta lawan bicara utk mengulang pembicaraannya
5) Mengalami masalah mendengar pembicaraan di telpon

2.2Pemeriksaan Fisik Neurosensori


 Pemeriksaan pada mata
1. INSPEKSI
Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata lentik, kebawah
atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk mencegah mauknya benda asing
(debu) untuk mencegah iritasi atau mata kemerahan. Lihat sclera dan konjungtiva.
Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta klien melihat
keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah ada benda asing atau tidak Sclera,
dengan menarik palpebral superior dan meminta klien melihat ke bawah., Amati
kemerahan pada sclera, icterus, atau produksi air mata berlebih.

Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola mata keluar
(eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).

8
Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau hiperaktivitas
palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus berkedip tak terkontrol.

Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan lalu perhatikan
kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris. Normal jika simetris. Adanya
kelainan jika celah mata menyempit (ptosis, endoftalmus, blefarospasmus) atau
melebar (eksoftalmus, proptosis)

Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus untuk


mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang artinya lakrimasi
berfungsi baik ( Schime test).

Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu dengna
menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal lakrimal.

REFLEK PUPIL

Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke medial. Amati
respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil mengecil dan jika gelap
pupil membesar.
Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang ada pada
badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut, isokor atau anisokor.
Interpretasi:

- Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm,


Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri Isokor, Reflek
cahaya langsung (+) dan Reflek cahaya konsensuil atau pada cahaya
redup (+)

- Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan kelainan


reflek cahaya dan ukuran pupil kecil atau besar dari normal (3-4 mm)

9
LAPANG PANDANG / TES KONFRONTASI

Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan pemeriksa. Maka
sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang pandang normal. LP klien = LP
pemeriksa
Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat temporal, 50
derajat , dan atas 70 derajat bawah.
Cara pemeriksaan :

- Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan bola mata.

- Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi dengan klien.
Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan klien, yaitu kanan. Lapang
pandang pemeriksa dianggap sebagai referensi (LP pemeriksa harus normal)

- Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan tangan


pemeriksa) dari delapan arah pada bidang ditengah pemeriksa dan klien

- Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu lanjutkan pada


mata berikutnya

PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER

Minta klien melihat jari, dan anda menggerakkan jari anda. Minta klien mengikuti
gerak jari, dengan 8 arah dari central ke perifer.
Amati gerakan kedua mata, simetris atau ada yang tertinggal

SENSIBILITAS KORNEA

10
Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan menggunakan kapas
steril.
Cara pemeriksaan :

- Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus

- Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea
disentuh
- Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan
runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang

tidak sakit.

Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip. Nilai dengan
membandingkan sensibilitas kedua mata klien.

PEMERIKSAAN VISUS / KETAJAMAN


PENGLIHATAN SNELLEN CARD

- Menggunakan kartu snellen dengan mengganttungkan kartu pada jarak 6


atau 5 meter dari klien.

- Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, maka minta klien untuk tutup
dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan bolamata

- Pasien disuruh membaca huruf SNELLEN dari baris paling atas ke bawah.
Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.

HITUNG JARI

11
- Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa
pada jarak 3 meter

- 3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.

- 1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter

PERGERAKAN JARI

- Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan gerakan tangan didepan pasien
dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pada
jarak 1 m:

- VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sdh perlu menentukan arah
proyeksinya

PENYINARAN

- Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran dengan penlight ke arah mata
pasien.
- Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari

segala posisi (nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V = 1/ ~


proyeksi baik (Light Perception/LP).

- Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~ (LP,


proyeksi salah).

12
- Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP).
Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA TOTAL (tulis
00/000)

PEMERIKSAAN DENGAN PINHOLE

- Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen
atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE
- Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris
normal (20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI

- Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka


disebut KATARAK

- Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal 20/20 TANPA


pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan pinhole

PEMERIKSAAN BUTA WARNA

- Pasien diminta menyebutkan berapa angka yang tampak di kartu

- Orang normal mampu meyebutkan angka 74 buta waran merah hijau


menyebutkan angka 21

MEMERIKSA TEKANAN INTRA OKULER

- Rerata Tekanan Intra Okular normal ± 15 mmHg, dengan batas antara 12-

20 mmHg

13
- Alat yang digunakan: Tonometer Schiotz, Lidocaine 2%/ Panthocaine
tetes mata, Chloramphenicol zalf mata 2% ,Kapas alkohol 70%
A. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

- Klien duduk tegak, melirik ke bawah dan menutup mata

- Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan


bola mata pada kelopak atas ke arah bawah (45º) dengan
halus. Tiga jari yang lain bersandar pada tulang pipi,
bandingkan kanan dan kiri

- Hasil TN, TN+1, TN+2, TN+3, TN-1, TN-2, TN-3

B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

- Persiapan Alat :Tonometer ditera dg meletakkan di


perm datar, jarum menunjukkan angka 0, Perm
Tonometer dibersihkan dg kapan alkohol

 Pemeriksaan pada Telinga


1. INSPEKSI
Aurikel : bentuk, letak, masa, lesi ?
MAE : Patensi, Otore (jenis,warna,bau), cerumen, hiperemi, furunkel ?
Membrana timphany : intak, perforasi, hiperemia, bulging, retraksi, colesteatoma?
Antrum mastoid : abces, hiperemia, nyeri perabaan
Hearing aid : tipe, jenis ?
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian tes. Seperti otoskop,
garpu tala, ear speculum, dan head lamp untuk membantu pemeriksa mendapat sinar yang
cukup.

14
OTOSKOP

Untuk meluruskan kanal pada orang dewasa/anak besar tarik aurikula ke atas dan
belakang, pada bayi tarik aurikula ke belakang dan bawah Masukkan otoskop ke
dalm telinga ± 1,-1,5 cm
Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut halus
Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen padat
Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya, mengkilat, abu-abu dan
tampak seperti mutiara, utuh.

TES BERBISIK
Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari menebak, dapat
dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau kata kerja. Cara:

- Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak 1,2,3,4,5,6 meter.

- Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.

- Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama. Bila jawaban benar
mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80%  jarak tajam pendengaran
sesungguhnya)

- Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua maju 2 – 1 M.

Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )

- 6 meter : normal
- 4-6 meter : praktis normal/ tuli ringan
- 1-4 meter : tuli sedang
- < 1 meter : tuli berat

15
- Berteriak didepan telinga tidak mendengar : Tuli Total

Interfensi secara Kualitatif


- Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) TULI KONDUKSI.
Misal Susu : terdengar S S.

- Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi)  TULI SENSORI.


Misal : Susu terdengar U U.

TES WEBER

Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan

Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, asar penala diletakkan pada garis tengah
kepala :

ubun-ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi seri paling sensitif)


Normal mendengar bunyi sama di kedua telinga

Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sehat (tuli saraf)

Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sakit (tuli konduksi)


TES SCHWABACK

Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan telinga (kond


udara)
Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di tlg mastoid (kond tulang)

16
2.3 Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Gangguan Penglihatan
 PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
- Menggunakan oftalmoskop sangat mudah bila menggunakan midriatika / sikloplegia
(obat antimuskarinik, melebarkan pupil dan melumpuhkan otot siliaris), sehingga
pemeriksaan dilakukan pada pupil yang lebar
- Memberi salam , memperkenalkan diri, mempersilahkan duduk
- Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan
- Mencuci tangan
- Pemeriksaan dilakukan di ruangan gelap atau setengah gelap
- Mengatur alat oftalmoskop agar pada posisi F
- Sesuaikan ukuran lensa pada oftalmoskop kurang lebih sesuai keadaan refraksi
pasien, misalnya pemeriksa miop 2 D (minus 2) dan pasien adalah emetrop (normal),
pakailah lensa 0
- Genggam bagiam pegangan oftalmoskop dengan jari telunjuk berada di panel
pengatur ukuran lensa, siap untuk mengatur ukuran lensa sehingga di peroleh
bayangan yang tajam
- Pemeriksaan mata kanan dengan memegang oftalmoskop dengan tangan kanan dan
melihat melalui mata kanan, demikian sebaliknya
- Meminta pasien duduk tenang. Fiksasi pandangan pada 1 titik jauh. Pada pemeriksaan
mata kanan , mintalah pasien memfiksasi pada mata kiri yg tidak diperiksa lewat
kanan pemeriksa (ke depan agak sedikit temporal) ke titik yang jauh

17
- Dengan oftalmoskop pada jarak 15-30 cm di depan mata pasien lihatlah melalui
oftalmoskop. Jatuhkan sinar pada pupil penderita sehingga tampak refleks cahaya
bulat pada pupil, dengan tetap memfokuskan sinar pada pupil, bergeraklah mendekat,
sampai terlihat fundus penderita
- Memeriksa :
o Amati Apakah batas papil berbatas tegas, bulat/lonjong/ kabur
o Amati Apakah warnanya pucat / merah jambu
o Amati ekskavasi granulomatosa perlu di tentukan rasio penggaungannya
dengan lebarnya mangkok papil (C/D rasio)
o Amati apakah terlihat pembuluh darah, ikutilah ke arah proksimal sehingga
terlihat papil N. II. Perhatikan warna, bentuk dan tegas tidaknya batas papil
tsb. Kenali perbandingan diameter excavation terhadap diameter arteri dan
vena dan ikuti sedapat mungkin percabangan mereka. Rasio arteri dan vena
normal 2/3
o Amati apakah terdapat edema retina, eksudat keras merupakan eksudat lipid di
dalam lapisa pleksiform luar
o Amati apakah ada perdarahan dengan bentuk bercak( bila banyak mungkin
iskemia)
o Amati apakah ada lidah api (oklusi retina)
o Amati apakah ada subretina dan praretina (perdarahan subhialoid)
o Amati apakah ada bercak roth (perdarahan dengan di tengah berwarna putih
akibat septicemia, hipertensi, DM dan diskrasi darah
o Amati apakah retina terangkat/ ablasi
o Amati apakah ada atrofi koroid, perdarahan koroid , retinoblastoma
o Amati makula lutea terletak dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian
temporal papil, bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen
dibanding daerah retina lainnya. Bagian sentral sedikit tergaung akibat lapisan
yang kurang dan memberikan refleks macula bila di sinari. Kadang terlihat
eksudat bintang macula yang merupakan deposit lipid yang tersusun radial

18
pada lapisan pleksiform luar daerah makula pada hipertensi, edema papil
sarah optic dan retinopati diabetes
- Lakukan pada kedua mata dan catat hasilnya

 Pemeriksaan Gangguan Pendengaran

1) Audiometric

Mengetahui adanya gangguan pendengaran sehingga diketahui antara lain : Jenis ketulian
( Tuli Kondusif atau Tuli Sensoneural) dan Derajat Ketulian ( gangguan dengar )
menggunakan alat yang dinamakan Audiometri.

2) Elektrokardiografi
Mengetahui adanya kelainan – kelainan irama jantung dan otot jantung, pengaruh / efek
obat – obat jantung, adanya gangguan – gangguan elektrolit, memperkirakan adanya
pembesaran jantung/ hipertropi antrium dan ventrikel.

3) Panoramic Radiology

Panoramic Radiology merupakan adalah salah satu fasilitas penunjang yang di sediakan
untuk mendapatkan gambar gigi secara keseluruhan dari berbagai sudut dengan radiasi
yang sangat kecil.

4) Radiologi
Untuk mendiagnosa kelainan pada organ tubuh seperti paru – paru , retak pada tulang.
(Foto Thorak, BNO-IVP, HSG )

19
5) Spirometri
Untuk mengukur volume dan kapasitas paru – paru seseorang, dan biasanya dilakukan
pada karyawan yang lingkungan kerjanya terpapar/ terpajan debu secara ekstrim

6) Treadmill
Untuk mengetahui kemampuan maksimal kerja jantung saat melakukan aktifitas ,
sehingga dideteksi antara lain : Resiko Penyakit Jantung Koroner ( PJK )Berat atau
tidaknya PJK seseorang, Dosis aktivitas / olahraga bagi penderita PJK

2.4 Standar Operasional Prosedur

 PEMERIKSAAN PENGLIHATAN

Tujuan PraktikumMenentukanketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta


memeriksa buta warna

Bahan dan Alat yang diperlukan :

1.OptotypiSnellen

2.Kertas putih dengan palang hitam ditengah

3.Lampu senter, cahaya matahari, dan cermin

4.Buku Ishihara

Tata kerja

1. Suruhlah o.p. duduk pada jarak 6 m dari Optotypi Snellen yang


telah dipasang/digantung. Tutuplah salah satu matanya dengan
sapu tangan atau dengan penutup hitam khusus dari kotak lensa.

20
2. Suruhlah o.p. membaca huruf –huruf atau gambar yang tertera
pada Optotipi Snellen menggunakan satu mata. Pembacaan
dilakukan bertahap mulai dari baris dengan huruf terbesar.
Pembacaan dilanjutkan sampai baris dengan huruf terkecil yang
masih dapat dibaca tanpa melakukan kesalahan.

3. 3.Catatlah jarak dalam meter atau feet yang tertera pada sisi luar
tiap barisan huruf.

4. 4.Ulangi pemeriksaan untuk mata lainnya, dilajutkan pemeriksaan


dengan kedua mata terbuka.5.Hitunglah visus dari orang
percobaan dengan rumus sebagai berikut :Keterangan :V = visusd
= jarak pemeriksaan (antara o.p. -optotipi)D = jarak baca yang
terterapada optotipi dimana op dapat membaca dengan benar
tanpa kesalahan

 PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Tujuan Praktikum
Menentukan ketajaman pendengaran, hantaran udara dan hantaran tulang pada proses
pendengaran, serta membedakan tuli.

Bahan dan Alat :


1.Garpu tala dengan frekuensi 100, 256, dan 512 Hz
2.Arloji tangan yang berdetak (atau stop watch), dan penggaris
3.O.p. dan ruang kedap suara

Tata kerja
1.Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruang sunyi / kedap suara.
2.Telinga kiri o.p. ditutup dengan sepotong kapas.

21
3.Tempatkan arloji ditelinga kanan untuk mendengarkan detiknya. Setelah o.p. mengenal
bunyi detiknya, jauhkan arloji dari telingasecara perlahan –lahan sampai tidak terdengar
lagi suara detiknya (beri kode memakai jari saat masih mendengar dan saat sudah tidak
terdengar lagi. Jangan ada yang bersuara). Ukurlah jaraknya.
4.Percobaan diulangi, tetapi arloji ditempatkan pada tempat yang jauh dan kemudian
didekatkan ke telinga sampai dapat didengarkan suara detiknya. Ukurlah jaraknya
5.Ulangi percobaan untuk memeriksa telinga kiri,
6.Bandingkan hasil seluruh percobaan dan beri kesimpulan saudara

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dankomprehensif,
memastikan-membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
danmerencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.Pemeriksaan fisik mutlak
dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan
kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yangsedang di rawat, sewaktu-
waktu sesuai kebutuhan klien. pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus
di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak
sadar.Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk
proseskeperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat
h a r u s memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan

22
fisik ini harusdilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur
yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37079348/PENGKAJIAN_SISTEM_PERSYARAFAN_DAN_SIST
EM_PENCERNAAN..docx
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Pemeriksaan-klinis-
neurologis.pdf
https://www.academia.edu/19714655/Pemeriksaan_Fisik_Sistem_Persyarafan

23

Anda mungkin juga menyukai