Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

B DENGAN
DIAGNOSA MEDIS POST OREF TIBIA DI
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
RSUD DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : DONY SENTORY


NIM : 2018.C.10a.0965

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Ini Disusun Oleh:


Nama :Dony Sentory
NIM : 2018.C.10a.0965
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “LaporanPendahuluan pada Tn. B DenganDiagnosaMedis
Post Oref TibiadiKeperawatanPerioperatifRsudDr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhankeperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Ketua Program Studi Ners,

RimbaAprianti, S. Kep., Ners Meilitha Carolina,Ners, M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR
3

DenganmemanjatkanPujiSyukurkehadiratTuhan Yang MahaEsa,


karenaatasberkatdan anugerah-Nya
sehinggapenyusundapatmenyelesaikanLaporanPendahuluan yang berjudul
“LaporanPendahuluan pada Tn. BDenganDiagnosaMedis Post Oref Tibiadi
KeperawatanPerioperatifRsudDr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporanpendahuluaninidisusungunamelengkapitugas (PPK 4).
LaporanPendahuluaninitidaklepasdaribantuanberbagaipihak. Oleh karenaitu,
sayainginmengucapkanterimakasihkepada :
1. Ibu Maria AdelheidEnsia, S.Pd.,
M.KesselakuKetuaSTIKesEkaHarapPalangka Raya.
2. IbuMeilitha Carolina, Ners., M.KepselakuKetua Program
StudiNersSTIKesEkaHarapPalangka Raya.
3. IbuRimbaAprianti, S.Kep., Nersselakupembimbingakademik yang
telahbanyakmemberikanarahan, masukkan, dan
bimbingandalampenyelesaianasuhankeperawatanini
4. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan IVProgram Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semuapihak yang
telahbanyakmembantudalampelaksaankegiatanpengabdiankepadamasyaraka
tini.
Saya menyadaribahwalaporanpendahuluaninimungkinterdapatkesalahan dan
jauhdari kata sempurna. Oleh karenaitupenyusunmengharapkan saran dan kritik
yang membangundaripembaca dan mudah-
mudahanlaporanpendahuluaninidapatmencapaisasaran yang
diharapkansehinggadapatbermanfaatbagikitasemua.

Palangka Raya, 20 September 2021

Penyusun

iii
4

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................4
2.1.1Definisi.....................................................................................................4
2.1.2Definisi.....................................................................................................4
2.1.3Etiologi.....................................................................................................6
2.1.4Klasifikasi.................................................................................................7
2.1.5Patofisiologi..............................................................................................7
2.1.6Manifestasi Klinis...................................................................................11
2.1.7Komplikasi..............................................................................................11
2.1.8Pemeriksaan Penunjang..........................................................................12
2.1.9Penatalaksanaan Medis...........................................................................12
2.2Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................14
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................14
2.2.2Diagnosa Keperawatan...........................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................15
2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................18
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................19
BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................20
3.1 Pengkajian..................................................................................................20
3.2 Diagnosa.....................................................................................................32
3.3 Intervensi....................................................................................................33
3.4 Implementasi..............................................................................................36
3.5 Evaluasi......................................................................................................36
BAB 4PENUTUP..................................................................................................39
4.1 Kesimpulan..............................................................................................39
4.2 Saran........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
5

iv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari
hari yang semakin padat dengan aktifitas masingmasing manusia dan untuk
mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal
musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia,
tulang membentuk rangka penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk
melekatnya otototot yang menggerakan kerangka tubuh,. namun dari ulah
manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur.
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Mansjoer,
2008).
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan
kaki. Pada beberapa rumah sakit kejadien fraktur cruris biasanya banyak terjadi
oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan trauma
musculoskeletal pada fraktur cruris akan semakin besar sehingga di perlukan
pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, dan patofisiologi tulang normal dan
kelainan yang terjadi pada pasien dengan fraktur cruris (Depkes RI, 2005).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari
insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang.
Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi factor lain seperti proses
degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur
(Depkes RI, 2011).

1
2

Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor


patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah
dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli
lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis.
Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union,
non union atau bahkan perdarahan. (Price, 2005) Berbagai tindakan bisa
dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun
demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan
berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi.
Daribesarnya insiden Post Oref Tibia di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untukmengangkat topik Post Oref Tibia dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga
dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studikasusiniadalah :
1.2.1 Bagaimanapemberianasuhankeperawatan pada An. R dengandiagnosamedis
Post Oref Tibia di KeperawatanPerioperatifRSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya?
1.3 TujuanPenulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada
pasiendengandiagnosamedis Post Oref Tibia diKeperawatanPerioperatifRSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuatintervensikeperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
3

1.4 Manfaat
1.4.1 BagiMahasiswa
Diharapkan agar mahasiswadapatmenambahwawasan dan
ilmupengetahuandenganmenerapkan proses keperawatan dan
memanfaatkanilmupengetahuan yang diperolehselamamenempuhpendidikan di
Program Studi S1 KeperawatanStikesEkaHarapPalangka Raya.
1.4.2 BagiKlien dan Keluarga
Klien dan keluargamengerticaraperawatan pada
penyakitdengandianosamedis Post Oref Tibiasecarabenar dan
bisamelakukankeperawatan di rumahdenganmandiri.
1.4.3 BagiInstitusi
3.4.3.1 BagiInstitusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Post Oref Tibia dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Post Oref Tibia melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagaisumberilmupengetahuanteknologi, apasajaalat-alat yang
dapatmembantusertamenunjangpelayananperawatan yang bergunabagi status
kesembuhanklien.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KonsepPenyakit
2.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008)
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.(E.
Oswari, 2011).
OREF adalah reduksi terbuka dengan Fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna
adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada
bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan
pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan Fraktur Tibia adalah patah
atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah
jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari
tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan
posisi.
Fungsi sistem Muskuloskeletal :
1. Menentukan bentuk tubuh
2. Menyangga berat badan
3. Melindungi organ viseral
4. Memproduksi sel darah (bagian medulla osseum)
5. Alat gerak pasif, tempat melekatnya otot untuk kerja
5

Menyimpan mineral kalsium dan fosfor, dikeluarkan bila dibutuhkan

4
6

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan
permukaan dua dataran permukaan persendian femur dan sendi lutut. Ujung
bawah yang membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur fibula dan talus.

2.1.3 Etiologi
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia
misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab
terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan
benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau
otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang
menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
7

Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,


osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison /
ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang
mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang
yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang
dan fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser
(bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di
kulit yang terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak
sedikit, tidak ada tanda remuk, fraktur
sederhana atau kominutif ringan dan
kontaminasi minimal.
8

Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan


lunak, tidak luas, fraktur kominutif sedang, dan
kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang
luas(struktur kulit, otot, dan neurovaskuler)
serta kontaminasi derajad tinggi.

2.1.5 Patofisiologi
Sewaktu tulang patah (fraktur) mengakibatkan terpajannya sum-sum
tulang atau pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam sum-
sum tulang, sehingga merangsang pengeluaran katekolamin yang yang akan
merangsang pembebasan asam lemak kedalam sirkulasi yang menyuplai organ,
terutama organ paru sehingga paru akan terjadi penyumbatan oleh lemak tersebut
maka akan terjadi emboli dan menimbulkan distress atau kegagalan pernafasan.
Trauma yang menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang mengakibatkan
perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera
ditangani akan menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada fraktur terbuka
(shock hypopolemik). Perdarahan masif ini (pada fraktur tertutup) akan
meningkatkan tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang yang yang fraktur
dibawah jaringan tulang yang membatasi jaringan tulang yang fraktur tersebut,
menyebabkan oedema sehingga akan menekan pembuluh darah dan saraf disekitar
tulang yang fraktur tersebut maka akan terjadi sindrom kompartemen (warna
jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, mati ras dan nyeri hebat. ) dan akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan neuro muskuler 4-6 jam kerusakan yang
irreversible, 24-48 jam akan mengakibatkan organ tubuh tidak berfungsi
lagi).Perdarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang
yang fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jala untuk
melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang dan terbentuk 9
tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang
baru secara perlahan mengalami remodeling ( membentuk tulang sejati ) tulang
sejati ini akan menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi
9

( jadi tulang yang matur ). Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase
yaitu 1. Fase hematom Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat 2. Fase
granulasi jaringan Terjadi 1 – 5 hari setelah injury (Brunner & Suddart, 2002).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang,
maka terjadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung, Bidai Gips
Traksi Pre Op Intra Op Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi
Patologis Fraktur Putus vena/ arteri Defisit Volume Cairan Konservatif Tindakan
Bedah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Post Op Defisit Pengetahuan
Ansietas Perdarahan Defisit Volume Cairan Resiko Cidera Efek anastesi Mual,
Muntah Nutrisi kurang Dari kebutuhan tubuh Luka Insisi Inflamasi bakteri Resiko
Infeksi Perubahan status kesehatan Cedera Sel Diskontinuitas Frakmen Tulang
Luka Terbuka Reaksi peradangan n Kurang informasi Kurang Pengetahuan
Spasme Otot Gangguan Mobilitas Fisik Port de’ entry kuman Resiko Infeksi
Lepasnya lipid pada sum-sum tulang Terabsorbsi masuk ke aliran darah
Kerusakan Integritas Kulit Edema Penekanan pada jaringan vaskuler Penurunan
aliran darah Resiko Disfungsi Neurovaskular Emboli Okulasi arteri paru Nekrosis
jaringan paru Luas permukaan paru menurun Penurunan laju difusi Gangguan
Pertukaran Gas Degranulasi sel mast Pelepasan mediator kimia Nyeri Akut Defisit
perawatan diri: mandi Laserasi kulit perdarahan 10 trauma tidak langsung, atau
kondisi patologis. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah seta
saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai
darah atau nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang
mengalami nektosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini
menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga
menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan
10

protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal ini menyebabkan terjadinya
edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat
menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bias menyebabkan sindroma
kompartemen (Muttaqin,2008).
11

WOC Fraktur Tibia Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
Etiologi : penyebab paling utama fraktur tibia yang sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan
sendi lutut dan merobek ligamentum medialis jatuh yang bertumpu pada kaki.(E. Oswari, 2011).
sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia
misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan
struktur tulang. Manifestasi klinis:
Pemeriksaan penunjang: 1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika
1. Pemeriksaan Rongent ditekan/diraba
2. CT Scan tulang, fomogram Trauma (langsung atau tidak
2. Tak mampu menggerakan kaki
MRI langsung), patologis
3. Arteriogram (bila terjadi 3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk)
kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler 4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang)
Fraktur Tibia

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Spasme jalan napas Inflamasi Terputusnya Produksi urin Nafsu makan Fragmen tulang
kontinuitas jaringan menurun menurun yang patah
(oliguria, anuri) menusuk organ
Hipersekesi jalan
Perubahann jaringan sekitar
napas
sekitar Nyeri Kurangnya
Penurunan Nyeri
asupan makan
Benda asing dalam kapasitas
jalan napas kandung kemih
Penekanan pembuluh darah Merangsang
saraf nyeri MK: Defisit Kelemahan
MK: Gangguan
nutrisi mobilitas fisik
Adanya jalan napas
MK: Gangguan
buatan Perfusi jaringan
Eliminasi Urin MK: Intoleransi
menurun
Tibial nerve Aktivtas
MK: Bersihan jalan
napas tidak efektif
MK: Ketidakefektifan MK: Nyeri akut
Perfusi Jaringan
Perifer.
12

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan
posisi fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan
penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot. Dapat pula
memendek ekstermitas bawah karena adanya tarikan dari otot
ektermitas bawah saat fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan
tulang lainnya. Dan dapat juga terjadi rotasional karena tarikan yang
tidak seimbang oleh otot yang menempel pada fragmen tulang
sehingga fragmen fraktur berputar keluar dari sumbu longitudinal
normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena
gesekan antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan
pembuluh darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area
kulit.
6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan
karena terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area
fraktur.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
1. Komplikasi awal ;
Compartemant Syndrome : Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat
mengancam kelangsungan hidup ektermitas bawah. Mekasnisme terjadi
fraktur tibia terjadi perdarahan intra – compartment, hal ini akan
menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran
balik balik darah vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema.
Dengan adanya oedema tekanan intrakompartemen makin meninggi
sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di
intrakompartemen. Gejalanya rasa sakit pada ektermitas bawah dan
ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan
13

secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse
pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan
tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
 Malunion: Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas).
 Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
 Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior,
posterior lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
- HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau
menurun.
- Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
- Kadar Ca kalsium, Hb
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
14

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
 Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain. Alat
imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstermitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
 Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur
untuk meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot
yang terjadi.
o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu
menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,
memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan
dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
 Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan
logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di
sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
 OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di
bawahnya fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan
distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
15

Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan


kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil
untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang
dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan
patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal
dimana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditemukan sepanjang bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,harus segera
dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi.
2.2Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 PengkajianKeperawatan
2.2.1.1 IdentitasPasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,
nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2.2.1.1 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
16

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari


pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Pada umumnya keluhan uatama
pada kasus Post OREF Tibia adalah rasa nyeri, nyeri dirasakan lebih hebat
dan berlangsung lama.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada pasien fraktur dapat terjadi karena kecelakaan, degeneratif dan patologis
yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat, perubahan warna kulit dan
kesemutan (Putri, 2013, hal. 245).
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami fraktur tibia.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami fraktur tibia
2.2.2 DiagnosaKeperawatan
2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur operasi) (D.0077)
Hal. 172
2.2.2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
(D.0054) Hal 124
2.2.2.3 Defisit pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi (D.0111) Hal. 246
2.2.2.4 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0001) Hal. 18
2.2.2.5 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih (D.0040) Hal 96
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056) Hal 128

2.3.3 IntervensiKeperawatan
Diagnosa I : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur operasi)
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam rasa nyeri teratasi
atau terkontrol
Kriteria hasil :
- Keluhan nyeri menurun
17

- Meringis menurun
- Skala Nyeri 0 (1-10)
- Klien dapat rileks

Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalumemantauperkembangannyeri
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri 2. Mencaritahufaktormemperberat dan
2. Identifikasifaktor yangmemperingannyeri agar mempercepat
memperberat dan
proses kesembuhan.
memperingannyeri 3. Memberikankondisilingkungan yang
3. Kontrollingkungan yangnyamanuntukmembantumeredakannyeri
memperberat rasa nyeri. 4. Salah satucaramenguranginyeri
5. Agar
4. Berikantekniknonfarmakologis klienataukeluargadapatmelakukansecarama
5. Ajarkantekniknonfarmakologisu ndiriketikanyerikambuh
ntukmengurangi rasa nyeri 6. Bekerjasamadengandokterdalampemberian
dosisobat
6. Kaloborasidengandokterpemberi
ananalgetik, jikaperlu.

Diagnosa II : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan


Tujuan :Setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukan peningkatan
kemampuan dalam melakukan aktivitas dan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
 Penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan.,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 :mandiri penuh
1 :memerlukan alat bantu
2 :memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran.
3 :membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 :ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. Mengidentifikasi masalah,
kesehatan dan kebutuhan akan memudahkan intervensi.
peralatan. 2. Mempengaruhi penilaian terhadap
18

2. Tentukan tingkat motivasi pasien kemampuan aktivitas apakah


dalam melakukan aktivitas. karena ketidakmampuan ataukah
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam ketidakmauan.
hal penggunaan alat bantu. 3. Menilai batasan kemampuan
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam aktivitas optimal.
latihan ROM aktif dan pasif. 4. Mempertahankan /meningkatkan
5. Kolaborasi dengan ahli terapi kekuatan dan ketahanan otot.
fisik atau okupasi. 5. Sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.

Diagnosa III : Defisit pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi
Tujuan :Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien memperoleh
informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
- Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
- Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada
pasien/keluarga tentang penyakit. pasien/keluarga, perawat perlu
2. Kaji latar belakang pendidikan mengetahui sejauh mana informasi
pasien. atau pengetahuan yang diketahui
3. Jelaskan tentang proses penyakit, pasien/keluarga
diet, perawatan dan pengobatan 2. Agar perawat dapat memberikan
pada pasien dengan bahasa dan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata yangmudah dimengerti. kata-kata dan kalimat yang dapat
4. Jelasakan prosedur yang akan dimengerti pasien sesuai tingkat
dilakukan, manfaatnya bagi pendidikan pasien
pasien dan libatkan pasien 3. Agar informasi dapat diterima
didalamnya. dengan mudah dan tepat sehingga
5. Gunakan gambar-gambar dalam tidak menimbulkan
memberikan penjelasan (jika kesalahpahaman.
ada/memungkinkan). 4. Dengan penjelasan yang ada dan
ikut secra langsung dalam tindakan
yang dilakukan, pasien akan lebih
kooperatif dan cemasnya
berkurang
5. Gambar-gambar dapat membantu
19

mengingat penjelasan yang telah


diberikan.

Diagnosa IV : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan pasien
dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas Kiteria hasil :
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
Intervensi :
1. Monitor kecepatan, irama, bunyi nafas, kedalaman dan kesulitan bernafas.
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Catat pergerakan dada, catatan ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan intercosta.
4. Posisikan semi-fowler atau fowler.
5. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak adanya
suara nafas buatan.
6. Amati adanyadahakuntukjumlah, warna, konsistensi.
7. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
8. Ajarkanteknikbatukefektif
9. Kolaborasipemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya diperlukan.

Diagnosa V : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas


kandung kemih.
Tujuan : Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan BAK/BAB
Kiteria hasil : Agar pola eliminasi urin klien dapat terjaga
Intervensi :
1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
2. Monitor integritas kulit pasien
3. Dukung penggunaan toilet/commodel/pispot/urinal secara konsisten
4. Jaga privasi selama eliminasi
5. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu

Diagnosa VI :Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


20

Tujuan : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau


mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Kiteria hasil : Agar klien tidak mengalami kelelahan yang berlebihan
Intervensi :
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

2.3.4 ImplementasiKeperawatan
Pada langkahini, perawatmemberikanasuhankeperawatan yang
pelaksanaannyaberdasarkanrencanakeperawatan yang telahdisesuaikan pada
langkahsebelumnya (intervensi).Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan
perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan
secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010).

2.3.5 EvaluasiKeperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana perawatan
jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
21

Anda mungkin juga menyukai