B DENGAN
DIAGNOSA MEDIS POST OREF TIBIA DI
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
DISUSUN OLEH :
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Ketua Program Studi Ners,
ii
KATA PENGANTAR
3
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan pada Tn. B Dengan Diagnosa
Medis Post Oref Tibia di Keperawatan Perioperatif Rsud Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK
4).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
iii
4
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................................4
2.1.2 Definisi....................................................................................................4
2.1.3 Etiologi....................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi.............................................................................................7
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................11
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................12
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................14
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................15
2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................18
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................19
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................20
3.1 Pengkajian..................................................................................................20
3.2 Diagnosa.....................................................................................................32
3.3 Intervensi....................................................................................................33
3.4 Implementasi..............................................................................................36
3.5 Evaluasi......................................................................................................36
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................39
4.1 Kesimpulan..............................................................................................39
4.2 Saran........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
5
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Post Oref Tibia secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Post Oref Tibia dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Post Oref Tibia melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
6
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan
permukaan dua dataran permukaan persendian femur dan sendi lutut. Ujung
bawah yang membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur fibula dan talus.
2.1.3 Etiologi
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia
misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab
terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan
benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau
otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang
menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
7
2.1.5 Patofisiologi
Sewaktu tulang patah (fraktur) mengakibatkan terpajannya sum-sum
tulang atau pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam sum-
sum tulang, sehingga merangsang pengeluaran katekolamin yang yang akan
merangsang pembebasan asam lemak kedalam sirkulasi yang menyuplai organ,
terutama organ paru sehingga paru akan terjadi penyumbatan oleh lemak tersebut
maka akan terjadi emboli dan menimbulkan distress atau kegagalan pernafasan.
Trauma yang menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang mengakibatkan
perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera
ditangani akan menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada fraktur terbuka
(shock hypopolemik). Perdarahan masif ini (pada fraktur tertutup) akan
meningkatkan tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang yang yang fraktur
dibawah jaringan tulang yang membatasi jaringan tulang yang fraktur tersebut,
menyebabkan oedema sehingga akan menekan pembuluh darah dan saraf disekitar
tulang yang fraktur tersebut maka akan terjadi sindrom kompartemen (warna
jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, mati ras dan nyeri hebat. ) dan akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan neuro muskuler 4-6 jam kerusakan yang
irreversible, 24-48 jam akan mengakibatkan organ tubuh tidak berfungsi
lagi).Perdarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang
yang fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jala untuk
melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang dan terbentuk 9
tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang
baru secara perlahan mengalami remodeling ( membentuk tulang sejati ) tulang
sejati ini akan menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi
9
( jadi tulang yang matur ). Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase
yaitu 1. Fase hematom Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat 2. Fase
granulasi jaringan Terjadi 1 – 5 hari setelah injury (Brunner & Suddart, 2002).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang,
maka terjadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung, Bidai Gips
Traksi Pre Op Intra Op Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi
Patologis Fraktur Putus vena/ arteri Defisit Volume Cairan Konservatif Tindakan
Bedah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Post Op Defisit Pengetahuan
Ansietas Perdarahan Defisit Volume Cairan Resiko Cidera Efek anastesi Mual,
Muntah Nutrisi kurang Dari kebutuhan tubuh Luka Insisi Inflamasi bakteri Resiko
Infeksi Perubahan status kesehatan Cedera Sel Diskontinuitas Frakmen Tulang
Luka Terbuka Reaksi peradangan n Kurang informasi Kurang Pengetahuan
Spasme Otot Gangguan Mobilitas Fisik Port de’ entry kuman Resiko Infeksi
Lepasnya lipid pada sum-sum tulang Terabsorbsi masuk ke aliran darah
Kerusakan Integritas Kulit Edema Penekanan pada jaringan vaskuler Penurunan
aliran darah Resiko Disfungsi Neurovaskular Emboli Okulasi arteri paru Nekrosis
jaringan paru Luas permukaan paru menurun Penurunan laju difusi Gangguan
Pertukaran Gas Degranulasi sel mast Pelepasan mediator kimia Nyeri Akut Defisit
perawatan diri: mandi Laserasi kulit perdarahan 10 trauma tidak langsung, atau
kondisi patologis. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah seta
saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai
darah atau nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang
mengalami nektosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini
menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga
menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan
10
protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal ini menyebabkan terjadinya
edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat
menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bias menyebabkan sindroma
kompartemen (Muttaqin,2008).
11
WOC Fraktur Tibia Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
Etiologi : penyebab paling utama fraktur tibia yang sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan
sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi jatuh yang bertumpu pada kaki. (E. Oswari, 2011).
tersebut, benturan langsung pada tulang tibia
misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan
struktur tulang. Manifestasi klinis:
Pemeriksaan penunjang: 1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika
1. Pemeriksaan Rongent ditekan/diraba
2. CT Scan tulang, fomogram Trauma (langsung atau tidak
langsung), patologis
2. Tak mampu menggerakan kaki
MRI
3. Arteriogram (bila terjadi 3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk)
kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler Fraktur Tibia 4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang)
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone
Spasme jalan napas Inflamasi Terputusnya Produksi urin Nafsu makan Fragmen tulang
kontinuitas jaringan menurun menurun yang patah
(oliguria, anuri) menusuk organ
Hipersekesi jalan napas
Perubahann jaringan sekitar
sekitar Nyeri Kurangnya
Penurunan Nyeri
asupan makan
Benda asing dalam kapasitas
jalan napas kandung kemih
Penekanan pembuluh darah Merangsang
saraf nyeri MK: Defisit Kelemahan
MK: Gangguan
nutrisi mobilitas fisik
Adanya jalan napas
MK: Gangguan
buatan Perfusi jaringan
Eliminasi Urin MK: Intoleransi
menurun
Tibial nerve Aktivtas
MK: Bersihan jalan
napas tidak efektif
MK: Ketidakefektifan MK: Nyeri akut
Perfusi Jaringan
Perifer.
12
secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse
pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan
tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
Malunion : Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas).
Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior,
posterior lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
- HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau
menurun.
- Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
- Kadar Ca kalsium, Hb
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
14
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain. Alat
imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstermitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur
untuk meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot
yang terjadi.
o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu
menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,
memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan
dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan
logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di
sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di
bawahnya fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan
distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
15
- Meringis menurun
- Skala Nyeri 0 (1-10)
- Klien dapat rileks
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
nyeri mempercepat proses kesembuhan.
3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
meredakan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Agar klien atau keluarga dapat
untuk mengurangi rasa nyeri melakukan secara mandiri ketika
nyeri kambuh
6. Kaloborasi dengan dokter pemberian 6. Bekerja sama dengan dokter
analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. Mengidentifikasi masalah,
kesehatan dan kebutuhan akan memudahkan intervensi.
peralatan. 2. Mempengaruhi penilaian terhadap
18
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada
pasien/keluarga tentang penyakit. pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi
atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga
2. Kaji latar belakang pendidikan 2. Agar perawat dapat memberikan
pasien. penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat
dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien
3. Jelaskan tentang proses penyakit, 3. Agar informasi dapat diterima
diet, perawatan dan pengobatan dengan mudah dan tepat sehingga
pada pasien dengan bahasa dan tidak menimbulkan
kata-kata yang mudah dimengerti. kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang akan 4. Dengan penjelasan yang ada dan
dilakukan, manfaatnya bagi ikut secra langsung dalam tindakan
pasien dan libatkan pasien yang dilakukan, pasien akan lebih
didalamnya. kooperatif dan cemasnya
berkurang
5. Gunakan gambar-gambar dalam 5. Gambar-gambar dapat membantu
19
Diagnosa IV : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan pasien
dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas Kiteria hasil :
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
Intervensi :
1. Monitor kecepatan, irama, bunyi nafas, kedalaman dan kesulitan bernafas.
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Catat pergerakan dada, catatan ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan intercosta.
4. Posisikan semi-fowler atau fowler.
5. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak adanya
suara nafas buatan.
6. Amati adanya dahak untuk jumlah, warna, konsistensi.
7. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
8. Ajarkan teknik batuk efektif
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya diperlukan.