OLEH :
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis kista ovarium Dan Kebutuhan Dasar rasa
aman dan nyaman Diruang dahlia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu yelstria ulina.T., S.Kep.Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu RiaAsihai, S. kep.,Ners selaku kepela ruang Dahlia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Dahlia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit.............................................................................................4
2.1.1 Definisi........................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi........................................................................................4
2.1.3 Etiologi........................................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi (Patway).................................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)......................................................12
2.1.7 Komplikasi................................................................................................12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..............................................................................15
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia..............................................................16
2.2.1 Definisi......................................................................................................16
2.2.2 Klasifikasi..................................................................................................17
2.2.3 Etiologi......................................................................................................18
2.2.4 Patofisiologi...............................................................................................19
2.2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................19
2.2.6 Tanda Dan Gejala......................................................................................19
2.2.7 Pemeriksaan Fisik......................................................................................20
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................................21
2.2.9 Penatalaksanaan........................................................................................22
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan................................................................22
2.3.1 Pengkajian.................................................................................................22
iii
2.3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................24
2.3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................25
2.3.4 Implementasi Keperawatan.......................................................................26
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................................26
BAB IV PENUTUP..............................................................................................27
4.1 Kesimpulan...................................................................................................27
4.2 Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembangpula upaya
peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin membaik. Sarana
dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit wanita
yang bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit
sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan wanita dan
keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti menarche
yang lebih awal, periode menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus menstruasi
yang pendek, paritas yang rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny,
2008).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa
pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk gangguan
adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal. Pertumbuhan otot polos
abnormal yang terjadi pada ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara
fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan
siklus menstruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista ovarium
fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi pada tuba
fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga
kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari semua
1
kanker ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah
penderita kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian sebesar
13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala
dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% -
70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent
killer. Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti
karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di
RSU, kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus
setiap tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara,
melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai
keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun.
Penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium
sebanyak 30–60%.
2
3
Ovarium yang berukuran sebesar biji kenari ini merupakan bagian dari sistem
reproduksi wanita. Ovarium berfungsi menghasilkan sel telur tiap bulan (mulai
dari masa pubertas hingga menopause), serta memproduksi hormon estrogen dan
progesteron. Fungsi ovarium terkadang dapat terganggu, kista termasuk jenis
gangguan yang sering terjadi.
5
Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi.
Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada mola hidatidosa.
Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH
yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2. Kista neoplasma
6
7
2.1.3 Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang
nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista
ovarium,tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista
jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada
keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus
menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini
tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan
menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar
akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada
beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut
dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro ( 2008) klasifikasi kista ovarium antara lain:
memberi gambaran yang khas. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel- sel teka. Kista
korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amonorea diikuti
oleh pendarahan yang tidak teratur. Adanya kista dapat Universitas
Sumatera Utara 10 menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah. Rasa
nyeri di dalam perut yang mendadak dengan adanya amenorea sering
menimbulkan kesulitan dalam diagnosis. Penanganan kista luteum ialah
menunggu sampai kista hilang sendiri.
3. Kista Teka Lutein Kista teka lutein biasanya bilateral, kecil dan jarang
terjadi dibandingkan kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka lutein
berisi cairan berwarna kekuning-kuningan. Berhubungan dengan penyakit
trofofoblastik kehamilan (misalnya mola hidatidosa, koriokarsioma),
penyakit ovarium polikistik dan pemberian zat perangsang ovulasi. Gejala
yang timbul biasanya rasa penuh atau menekan pada pelpis (Benson, 2008).
Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh hormon koriogononadotropin
yang berlebihan, dan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium yang
mengecil secara spontan.
4. Kista Inkusi Germinal Tumor ini lebih banyak terdapat pada wanita usia
lanjut, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya
secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang
diangkat waktu operasi. kista ini terletak di bawah permukaan ovarium,
dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel, berisi cairan jernih.
5. Kista Endometrium Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium.
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat di luar kavun uteri. Jaringan endometrium terdapat
di dalam miometrium atau pun di luar uterus. Endometriosis lebih sering
ditemukan pada wanita pada umur muda, dan Universitas Sumatera Utara
11 wanita yang tidak mempunyai banyak anak. Gambaran mikroskopik dari
endometriosis yaitu pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista
besar berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma)
(Wiknjosastro, 2008). Gejala klinis endometriosis terjadi karena pengaruh
hormonal estrogen dan progesteron sehingga terjadi siklus menstruasi.
9
1. Kistoma Ovarii Simpleks Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis dan cairan di dalam kista jernih dan berwarna kuning. Pada
dinding kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubungan adanya tangkai
dapat terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejalgejala mendadak. Terapi
yang dilakukan dengan pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan
tetapi jaringan yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik
untuk mengetahui apakah ada keganasan.
2. Kistadenoma Ovarii Musinosum Tumor musinosum merupakan 15 %- 25%
dari semua neeoplasma ovarium dan menyebabkan 6%-10% kanker
ovarium. Sekitar 8%-10% adalah bilateral. Tumor ini bisa sangat besar (>70
kg) tetapi rata-rata berdiameter 16-17 cm saat didiagnosis dan terutama
ditemukan pada dua kelompok umur (10-30 tahun dan >40 tahun). Biasanya
tidak menimbulkan gejala selain rasa penuh akibat adanya massa dalam
perut. Tumor musinosum berdinding licin halus dan berisi cairan kental,
10
2.1.5 Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm
dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional
dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang
disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin,
termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena
stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma)
dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan
13
kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi
ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama
bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah
kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari
area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan
germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel
yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal,
dan mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium
ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel
dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.
Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi tentang penyakit
tersebut diluar cakupan artikel ini.
Faktor internal
Factor eksternal : 14
- Factor genetik, wanita yang
menderita kanker payu
- Diet,tinggi
darah,iwayat kanker
lemak,merokok,
kolon,gaggguan hormonal .
minuman alcohol,
- Gagal sel telur berevulasi
- Menghasilkan hormone hipoksia - Gangguan hormon
- Penimbunan folikel
- Pematangan dan gagal
melepaskansel telur
Kosta ovarium
Agen Iritasi kandung kemih Hipoksia Kebutuhan tidak Akumulasi sekret Ketidak seimbangan
pencederaan Jaringan terpenuhi antara suplai dan
kimiawi kebutuhan oksigen
Ancaman Bau mulutsedap
Efek Tindakan Kesadaran terhadap konsep
Agen pencederaan medis dan menurun, gelisah Kelemahan
fisik Nafsu makan menurun
diagnostic
2.1.7 Komplikasi
1. Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya
kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker
masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40
tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap kemungkinan
terjadinya kanker ovarium.
16
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
2.2.3 Etiologi
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu
dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun
berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik).
20
1. Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli
noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi
nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik,
bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik
sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam
(dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara umum
ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan nyerinya
mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari bagaimana
stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan
karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan sebagai
sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik dalam
digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral
digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya
adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi
(herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat
dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu
sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan
atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi
perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang.
Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan
berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat
perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada nyeri
neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang persisten.
21
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan
dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan
listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin
berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya
aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur,
adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang
normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana
serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.
2. Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks
berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma
jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera. Nyeri
akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan. Reflek protektif
(reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan respon autonom) sering
mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari dapat berupa nyeri
nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang terjadi
akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan,
biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan ditemukannya patologi
yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri tersebut
masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai. Nyeri kronik juga diartikan
sebagai nyeri yang menetap yang mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari,
tidak memiliki fungsi protektif, serta menurunkan kesehatan dan fungsional
seseorang. Penyebabnya bermacam-macam dan dipengaruhi oleh factor
multidimensi, bahkan pada beberapa kasus dapat timbul secara de novo tanpa
penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri nosiseptif atau nyeri
neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with cancer)
dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli yang
berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen akut dan
kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda dalam
22
secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I,
dkk, 2010).
2.2.2 Klasifikasi
1. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh: terkena ujung pisau atau
gunting).
2. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous.
(contoh: sprain sendi).
3. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan
jaringan.
2.2.5 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
4.2 Saran
Disarankan dalam melakukan perawatan atau pencegahan kista ovarium adalah
dengan cara Terapkan Pola Makan Sehat. Pola makan sehat tidak hanya baik
untuk kebugaran tubuh, tetapi juga kesehatan ovariumKelola StresCukup
tidurhindari alkohol dan rokok.
27
jangan lupa untuk memeriksa kesehatan dirinya untuk pemeriksaan terkait
kista ovarium
28
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Jakarta:EGC
Bilotta, Kimberli. 2012.Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.
Edisi 2.Jakarta : EGC
PurwandariAtik. 2008.Konsep Keperawatan. Jakarta:EGC
PustakaSarwomo Prawirohardjo
Yatim,Faisal.2005.PenyakitKandungan,Myom,Kista,IndungTelur,Kanker
Rahim/LeherRahim,serta Gangguanlainnya. Jakarta: PustakaPopuler Obor