Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN. A DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG


NYERI DENGAN DIAGNOSA MEDIS VULNUS EXCORIASI
DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : OKTAVIONA
NIM : 2018.C.10a.0980

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Oktaviona
NIM : 2018.C.10a.0980
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. A Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri dengan Diagnosa Medis
Vulnus Excoriasi di Ruang Dahlia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik


Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan, S. Kep., Ners Ria Asihai, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. A Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia tentang Nyeri dengan Diagnosa Medis Vulnus Excoriasi di Ruang Dahlia
Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Ria Asihai, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin, informasi dan
membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di ruang Dahlia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 05 Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Vulnus Excoriasi.....................................................................
2.1.1 Definisi Vulnus Excoriasi..........................................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Nyeri) ......................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................
2.3.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
3.1 Pengkajian .......................................................................................................
3.2 Diagnosa ..........................................................................................................
3.3 Intervensi .........................................................................................................
3.4 Implementasi ...................................................................................................
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari
trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat
menyebabkan luka/vulnus. Vulnus/luka adalah keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak
bisa akibat trauma, kimiawi, listrik radiasi ( Soerjarto Reksotradjo, dkk, 1995;415 ). Luka
merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang terputus. Bentuk luka bermacam-
macam, terdapat bentuk sederhana seperti kerusakan pada epitel kulit dan bentuk kerusakan
yang dalam seperti jaringan subkutis, lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya yaitu
tendon, syaraf, dan pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa (T
Velnar dalam Novaprima 2019). Luka atau vulnus merupakan suatu bentuk trauma yang
sering terjadi. Penyebab luka sendiri sangatlah bervariasi sehingga membuat jenis luka yang
juga memiliki banyak variasi. Pada umumnya luka akan sembuh dalam kurun waktu kurang
lebih selama 21 hari. Waktu penyembuhan luka ini dipengaruhi oleh banyak faktor, di
antaranya adalah jenis luka, luas dan keparahan luka, kondisi fisik penderita luka, infeksi dan
faktor-faktor pembekuan yang terdapat di dalam darah seperti trombosit, trombin dan
fibrinogen. Sehingga kecepatan penyembuhan luka juga dapat menjadi lebih cepat atau
bahkan menjadi lebih lambat [JAgromedUnila2015;2(2):108-112]. Vulnus excoriasi (Luka
lecet) adalah luka yang disebabkan oleh karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan
lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
Prevalensi luka mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Monuteaux, Fleegler, & Lee (2017) di Amerika Serikat dilaporkan
1.4 juta orang dewasa dirawat karena luka kekerasan di tahun 2000 sampai 2010, dengan
prevalensi 1.6% dari semua pasien dewasa di Unit Gawa Darurat (UGD) di Amerika
Serikat. Adapun di Libya, cedera akibat kecelakaan lalu lintas dalam laporan World Health
Organization (WHO) menempati urutan ketiga (WHO, 2017). Jumlah penduduk yang
mengalami luka atau cedera secara nasional di Indonesia meningkat dari 7,5% (2012)
menjadi 8,2% (2013) yang umumnya disebabkan oleh jatuh (40,9%) dan kecelakaan
kendaraan bermotor (40,6%). Tempat kejadian luka yaitu di jalan raya, rumah, area pertanian,
dan sekolah dengan prosentase berturut-turut sebesar 42,8%; 36,5%; 6,9%; dan 5,4%. Luka
akibat terjatuh sering dialami antara lain oleh usia dibawah satu tahun (bayi), perempuan,
usia tidak sekolah, tidak bekerja dan penduduk di pedesaan. Sedangkan luka akibat
transportasi kendaraan bermotor sering dialami antara lain oleh laki-laki berusia 15-24 tahun,
lulus SMA, dan sudah bekerja. Jenis luka yang diderita meliputi luka lecet/memar (70,9%),
terkilir (27,5%) dan luka robek (23,2%) (Kemenkes RI, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan terhadap korban kecelakaan lalu lintas di Bagian
Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 1998-2000. Terdapat 164 kasus kecelakaan lalu
lintas dimana didapatkan 93,29% kasus dengan cedera kepala. Luka terbanyak adalah luka
lecet yaitu 39,62%, lokasi luka terbanyak di regio frontalis et orbitalis, patah tulang terbanyak
adalah os. frontal sebanyak 19,40%, umur terbanyak mengalami cedera kepala yaitu antara
11-30 tahun sebanyak 48,27%, 67,27% korban adalah laki-laki dan yang paling besar
menelan korban adalah sepeda motor dimana cedera kepala sebagai penyebab utama
kematiannya.
Secara umum penyembuhan luka menunjukkan respon organisme terhadap kerusakan
fisik jaringan /organ serta usaha pengembalian kondisihomeostasis sehingga tercapai
kestabilan fisiologi jaringan atau organ yang ditandai denganterbentuknya epitel yang
fungsional diatas daerah luka. (Gurtner,2007; Mann .dkk.,2001). Dari besarnya insiden
vulnus excoriasi atau luka lecet di negara–negara berkembang seperti di Indonesia, saya
tertarik untuk mengangkat topik vulnus excoriasi dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis
hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi
yang dapat ditimbulkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam laporan pendahuluan ini adalah :
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa medis Vulnus
Excoriasi di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung
tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa Vulnus
Excoriasi di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa keperawatan,
membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan dan mengevaluasi
tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi masalah
keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung serta
permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa medis
Vulnus Excoriasi secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Vulnus Excoriasi dan Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Vulnus Excoriasi
melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat membantu
serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Vulnus Excoriasi
Luka Lecet (Abrasi atau Ekskoriasis) yaitu luka yang mengenai lapisan kulit paling atas
(epidermis) yang disebabkan oleh gesekan kulit dengan permukaan yang kasar.
Vulnus ekskoriasis adalah luka yang diakibatkan oleh gesekan dengan benda keras
misalnya terjatuh dari motor sehingga terjadi gesekan antara anggota tubuh dengan aspal.
Dimensi luka yaitu hanya memiliki panjang dan lebar, namun biasanya mengenai ujung-
ujung syaraf nyeri di kulit sehingga derajat nyeri biasanya lebih tinggi dibanding luka robek
(Al-Muqsith, 2015; Karina dan Ismail, 2015).
Vulnus excoriasi merupakan luka yang terjadi karena gesekan dengan benda keras.
Luka ini adalah luka yang paling ringan dan mudah sembuh. Untuk mengidentifikasi jenis
luka ini dilakukan dengan melihat dimensi. Vulnus excoriasi memiliki dimensi panjang dan
lebar. Namun pada jenis luka ini tidak terdapat kedalaman. Vulnus excoriasi sering terjadi
karena terjatuh dari motor sehingga mengakibatkan luka lecet akibat gesekan dengan aspal.
Jadi, kesimpulannya vulnus excoriasi atau kita kenal dengan lecet adalah luka yang
disebabkan oleh gesekan dengan benda keras yang dapat menyebabkan luka di permukaan
kulit.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga
dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang
terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis
vitamin D. Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas
1) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati
dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier
terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah
kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
2) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
3) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
4) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal
dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak
sudut dan mempunyai tanduk).
5) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris).
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel
fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak di
bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam
pengaturan suhu tubuh. kelenjar pada kulit kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada
sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan
kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar
ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan
kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
2.1.3 Etiologi
Luka abrasi / babras / lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Biasa terjadi pada kulit dan tidak
sampai jaringan subkutis. Kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat
kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis
menjadi tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang.
Luka lecet merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus
lapisan epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat
pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya akan
menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat jaringan.
Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti kertas
berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna kekuningan jernih
dan tidak ada perubahan warna.
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Tangensial atau abrasi geser
Abrasi kebanyakan disebabkan gerakan lateral daripada tekanan vertikal. Ketika tanda
abrasi ini ditemui, arah kekuatan dapat ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa sampai
ujung abrasi. Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa, dapat menunjukkan
pergerakan dari tubuh. 
2.1.4.2 Abrasi Crushing
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak ada goresan yang terjadi namun
epidermis hancur dan obyek yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut kuat dan
daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang kecil dan abrasi hantaman terjadi.
Kerusakan yang terjadi berupa penekanan hingga depresi ringan dari permukaan atau paling
tidak memar atau tonjolan oedem lokal. Abrasi ini salah satu dari abrasi yang menunjukkan
cetakan dari obyek yang membuat luka.
2.1.4.3 Abrasi kuku jari
Sangat penting karena frekuensi pada serangan khususnya pada penyiksaan anak,
penyerangan seksual, dan penjeratan. Sering disertai memar lokal. Abrasi kuku jari biasanya
sering ditemukan pada leher, muka, lengan atas dan lengan depan. Mungkin berupa goresan
linear jika jari-jari tersebut menarik ke bawah, tanda kurva atau garis lurus jika tangan
tersebut menggenggam.
Lengan bagian depan sering merupakan lokasi untuk penggenggaman dan menahan
baik pada penyiksaan anak atau serangan pada orang dewasa. Memar umum ditemukan,
namun tanda kuku jari sdapat menumpang pada memar tersebut. Ahli patologi harus
berhati0hati dengan interpretasi yang salah. Contohnya, memutuskan tanda kuku jari pada
leher yang disebabkan oleh tangan dari depan atau belakang leher.
2.1.4.4 Abrasi berpola
Abrasi yang terjadi mengikuti pola obyek . tidak hanya epidermis yang rusak, kulit
dapat tertekan mengikuti pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal. Contohnya
ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola pada kulit  dimana kulit juga tertekan
mengikuti alur ban tersebut.
2.1.4.5 Abrasi post-mortem (sesudah kematian)
Dapat disebabkan berbagai macam, antara lain penyeretan pada saat pemakaman, atau
akibat proses otopsi. Pada saat proses pemakaman, khusunya setelah dibersihkan dengan air
panas. Pada otopsi kedua perlu diperiksa dengan deskripsi sebelumnya atau dengan foto, jika
beberapa luka yang ditemukan diragukan.
2.1.5 Patofisiologi
2.1.6 Manifestasi Klinis
2.1.6.1 Ciri luka lecet :
- Sebagian atau seluruh epitel hilang
- Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang
- Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
2.1.6.2 Ante mortem
- Warna coklat kemerahan karena eksudasi
- Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena
2.1.6.3 Post mortem
- Tampak mengkilap, warna kekuningan
- Mikroskopis : Epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ada tanda intravena
- Sering terjadi pada daerah penonjolan tulang
Kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat kekerasan dengan benda
yang mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian atau
seluruh lapisannya hilang
2.1.7 Komplikasi
Vulnus excoriasi dapat menyebabkan beberapa komplikasi, seperti :
2.1.7.1 Infeksi
Komplikasi utama luka lecet adalah infeksi yang dapat menghambat
penyembuhan luka dan menyebabkan bekas luka yang lebih prominen.
Manajemen luka yang baik dapat meminimalisir tingkat infeksi dan
melancarkan penyembuhan luka.
Pasien juga perlu diberitahu mengenai bekas luka yang mungkin
terjadi. Semua luka dapat menyebabkan bekas. Infeksi dan lokasi luka
dapat berperan dalam hasil akhir bekas luka. Bekas luka akhir hanya
dapat diketahui 6-12 bulan setelah penyembuhan.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Diperlukan anamnesis lengkap mengenai kapan dan mekanisme terjadinya luka.
Semua faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat mempengaruhi kesembuhan luka
serta kemungkinannya infeksi perlu diketahui.
2.1.8.2 Jarak waktu dari saat awal terjadinya luka, terapi yang telah diberikan pasien dengan
sendirinya, mekanisme terjadinya luka, lingkungan di mana luka terjadi, serta status imun
pasien perlu diketahui.
2.1.8.3 Kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada luka akan meningkat semakin lama luka
diterapi secara definitif. Walau demikian, golden period untuk sebuah luka sangatlah variatif.
Luka kotor dapat mengalami infeksi 3 jam setelah kejadian apabila tidak diberikan terapi
sedangkan luka bersih pada daerah yang vaskuler seperti kulit kepala atau muka dapat ditutup
pada waktu 24 jam tanpa risiko tinggi terjadi infeksi.
2.1.8.4 Secara umum, luka ringan yang bersih akan mengandung kurang dari 105 bakteria per
gram jaringan yang terluka pada waktu di bawah 6 jam sebelum kejadian dan cukup aman
untuk ditutup.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka lecet sesuai dengan kondisi dan tempat pasien dirawat
melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), tindakan yang dilakukan antara lain terapi untuk
mengurangi rasa nyeri, fisioterapi dan psikiatri pasien memerlukan obat-obatan. Pemberian
obatobatan topikal anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-
obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Nyeri)
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga
akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronisserangan yang
tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
2.2.2 Anatomi Fisiologi
2.2.2.1 Mekanisme Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensori
nyeri.
2.2.2.2 Transmisi Nyeri.
Reseptor nyeri ( nosi septor ) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
pada stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
2.2.2.3 Bentuk Nyeri.
a. Nyeri Akut
a) Datangnya tiba – tiba.
b) Biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
c) Nyeri yang sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bln.
d) Dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan.
b. Nyeri kronik
a) Nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
b) Sulit diobati.
c) Nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Faktor resiko
1) Nyeri akut:
a. Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b. Menunjukkan kerusakan
c. Posisi untuk mengurangi nyeri
d. Muka dengan ekspresi nyeri
e. Gangguan tidur
f. Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
g. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
2) Nyeri kronis :
a. Perubahan berat badan
b. Melaporkan secara verbal dan non verbal
c. Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
d.  Kelelahan
e. Perubahan pola tidur
f. Takut cedera
g. Interaksi dengan orang lain menurun
1. Factor predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
2. Factor presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat
berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
2.2.4.1 Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak berlangsung
lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah sembuh. Ada yang
memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual Analogue Scale
(VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan Visual Analog Scale
(VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti intensitas nyeri paling berat.
2.2.4.2 Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu
yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang
bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon
terhadap analgesik opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer,
biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri
neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.
2.2.5 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan
merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga
individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan
stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga
menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
2.2.6 Manifestasi Klinis
2.2.6.1 Tanda dan gejala nyeri
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan menghindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Depresi
9. Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Edema Pulmonal
2.2.7.2 Kejang      
2.2.7.3 Masalah Mobilisasi                                   
2.2.7.4 Hipertensi
2.2.7.5 Hipertermi
2.2.7.6 Gangguan pola istirahat dan tidur.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1 Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
2.2.8.2 Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal
2.2.8.3 Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
2.2.8.4 Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
2.2.9.1 Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat
dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2.2.9.2 Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik seperti gula,
larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena
faktor persepsi kepercayaan pasien.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan (Nyeri)
2.3.1 Pengkajian
Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian adalah :
1. Riwayat keperawatan dan nyeri
a. Faktor yang mempengaruhi nyeri
b. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan fisik : Apatis, lesu
b) Berat badan : Obesitas, kurus
c) Otot : flaksia atau lemah, tidak mampu bekerja
d) Sistem saraf: bingung, refleks menurun
Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 100x/menit, irama abnormal, tekanan darah
rendah/tinggi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses
keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun
potensial. Adapun diagnosa keperawatan adalah :
1. Nyeri Akut
2. Nyeri Kronis
3. Nyeri Melahirkan
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) maka perawat dapat
menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawtan yang telah terstandar
sehingga dapat memberikan Asuhan Keparawatan yang tepat, seragam secara nasional, peka
budaya, dan terukur mutu pelayanannya. Adapun intervensi keperawatan :
1. Manajemen nyeri
Tujuan : nyeri klien hilang dan terkontrol serta menghindari dari terjadinya
Komplikasi
Kriteria hasil :
1) Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2) Klien tampak rileks
3) Menunjukan Regenerasi jaringan
Intervensi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, ferekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Rasional : menentukan kebutuhan masalah
b. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Rasional : mendorong individu memproses informasi untuk
menciftakankan pengtahuan.
c. Berikan teknik nonfarmakologis seperti hypnosis, terapi musik, terapi pijat
kompres hangat/dingin dll.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
d. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seperti : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Rasional : terapi mandiri dan tidak ketergantungan obat.
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Rasional : menambah pengetahuan agar terhindar dari nyeri.
g. Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : meredakan nyeri.
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawat adalah :
2.3.5.1 Klien mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang dan menunjukkan ekspresi
wajah/postur tubuh yang rileks
2.3.5.2 Klien merasa percaya akan dirinya sendiri atau tidak merasa malu
2.3.5.3 Kerusakan integritas kulit teratasi
2.3.5.4 Ketidakseimbangan nutrisi teratasi dan menunjukkan peningkatan berat badan
2.3.5.5 Pasien mencapai pengetahuan terhadap program terapi.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Identitas pasien
Resiko luka lecet setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun
mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi.
(Doengoes, 2000)
2.3.1.2 Riwayat kesehatan sekarang
1) Sumber  kecelakaan
2) Sumber penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka lecet  terjadi
4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka lecet
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
7) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka lecet
2.3.1.3 Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah
kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi
(seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)
2.3.1.4 Pantau patensi jalan napas pasien; evaluasi nadi apical, karotis dan
femoral.
2.3.1.5 Mulai lakukan pemantauan jantung.
2.3.1.6 Periksa tanda-tanda vital dengan teratur menggunakan alat ultrasonografi
jika diperlukan.
2.3.1.7 Periksa nadi perifer pada ekstremitas yang mengalami luka bakar setiap jam.
2.3.1.8 Pasang kateter IV dengan diameter besar dan kateter urine indwelling.
2.3.1.9 Pantau masukan cairan dan  haluaran serta ukur setiap satu jam.
2.3.1.10 Perhatikan adanya peningkatan serak suara, stridor, frekuensi dan
kedalaman pernapasan, atau perubahan mental akibat hipoksia
2.3.1.11 Kaji suhu tubuh, berat badan, riwayat berat badan sebelum luka lecet
dan alergi.
2.3.1.12 Kaji status neurologis: kesadaran; status psikologis, nyeri dan tingkat
ansietas serta perilaku.
2.3.1.13 Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera dan pengobatan.
1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:
Tanda: hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan.
3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka lecet ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda : serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
9. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
10. Pemeriksaan Diagnostik : -
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema
mukosa; kompressi jalan nafas.
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal.
Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan
perdarahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respon inflamasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
2.3.3.1 Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan
edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil : menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :
a. Berikan anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka.
Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
b. Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut
ekstra untuk memberikan kehangatan.
c. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan
tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu
membalikkan badan sendiri.
2.3.3.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas.
Tujuan: Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil: Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas
dispnoe/cyanosis.
Intervensi :
a. Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi.
b. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis
dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
c. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas,
batuk rejan.
d. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
e. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala,
sesuai indikasi
f. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
g. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
h.  Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan
sekret oral secara periodik.
i. Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
j. Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.
k. Lakukan program kolaborasi meliputi :
a) Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
b) Kaji ulang seri rontgen
c) Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
d) Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
2.3.3.3 Kurang volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status
hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia
membaik.
Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam
batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam.
Intervensi :
a. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
b. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates
sesuai indikasi.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
f. Selidiki perubahan mental
g. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
h. Lakukan program kolaborasi meliputi :
a) Pasang / pertahankan kateter urine
b) Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
c) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
i. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
j. Berikan obat sesuai idikasi
k.  Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode
akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
l. Warna urine.
m. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama
periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
n. Hasil-hasil laporan elektrolit.
o. Berat badan setiap hari.
p. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bila diperlukan.
2.3.3.4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak
Adekuat ; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respons inflamasi
Tujuan: Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria Hasil: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :
1. Pantau:
1) Penampilan luka
2) Suhu setiap 4 jam.  
3) Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
2. Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet).
3. Mulai rujukan pada ahli diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan
suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan
makanan kurang dari 50%.
2.3.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukan
peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas.
Kriteria Hasil : dapat bangun sendiri tanpa bantuan orang lain
Intervensi :
1) Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah
melakukan aktivitas.
2) Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3) Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh
pasien.
4) Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawat adalah :
2.2.5.1 Klien mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang dan menunjukkan ekspresi
wajah/postur tubuh yang rileks
2.2.5.2 Klien merasa percaya akan dirinya sendiri atau tidak merasa malu
2.2.5.3 Kerusakan integritas kulit teratasi
2.2.5.4 Ketidakseimbangan nutrisi teratasi dan menunjukkan peningkatan berat badan
2.2.5.5 Pasien mencapai pengetahuan terhadap program terapi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Oktaviona


NIM : 2018.C.10a.0980
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 04 - 09 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 05 Mei 2020 pukul : 16:00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 19 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Mahasiswa
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jl. G. Obos IX, Palangka Raya
Tgl MRS : 05 Mei 2020
Diagnosa Medis : Vulnus Excoriasi
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan nyeri P : timbul saat digerakan, Q : terasa sedang seperti ditusuk-
tusuk, R : didearah muka dan lengan sebelah kanan, S : skala nyeri 7 (1-10), T :
berlangsung sekitar 1 menit .
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada tanggal 04 Mei 2020 pukul 19.00 wib klien mengalami
kecelakaan lalu lintas di daerah G. Obos setelah pulang dari rumah temannya yang
tidak jauh dari tempat kejadian dengan kondisi luka didearah muka dan lengan sebelah
kanan. Tn. A merasa nyeri pada wajah, langsung memutuskan untuk ke rumah sakit
RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya. Dokter memutuskan Tn. A harus dirawat inap di
ruang dahlia. Pada pukul 15.00 WIB. Tn. A dibawa keruang dahlia nomor 14, setibanya
di ruang dahlia no 14 Tn. A tidak diberikan terapi hanya diberikan posisi berbaring
semi-fowler dan suhu ruangan 23 °C.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya, klien tidak pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya dan tidak ada riwayat bekas operasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tn. A mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang sama
seperti Tn. A dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan

: Klien
3.1.3 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi fowler
dengan badan terlentang, tampak terdapat luka di bagian muka dan lengan sebelah
kanan, pasien tampak kesakitan.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak meringis, bentuk
badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas, suasana hati
klien sedih, penampilan klien cukup rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan
malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya
sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien
adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 05 Mei 2020 pukul 15:00 WIB, suhu tubuh klien/ S
= 36,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 80 x/menit dan pernapasan/ RR = 22
x/menit, tekanan darah TD = 130/ 80 mmhg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok, klien tidak
mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak terdapat nyeri, tidak sesak
nafas, type pernapasanan klien tampak menggunakan perut, irama pernapasan tidak
teratur dan suara nafas klien vesikuler serta tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki, klien tampak
tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis,
tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien
saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar
perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami
peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik), M = 6
(mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien tampak normal,
pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien merasakan nyeri muka
dan tangan kanan, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan
kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan seperti :
minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang ada
disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat melihat
cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya ke atas dan
ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan seperti : nasi,
kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter, perawat dan
keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa pahit dan
manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung. Ekstermitas
bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan tubuh klien tampak
baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik
skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skla 1, patella kanan kiri klien baik skla
1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skla 1.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatatan : Nyeri akut
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x 24 jam
(normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak mengalami masalah
atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak nyeri, tidak retensi,
tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan
tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien tidak ada
lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum
normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari warna kekuningan dengan
konsistensi lemah, tidak diarem tidak konstipasi, tidak kembung, kembung, bising usus
klien terdengar normal 15 x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada paralise,
tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian muka dan tangan
kanan, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas,
ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan
ektermitas bawah = 5 (normal). Terdapat peradangan dan perlukakaan di bagian muka
dan tangan kanan, kaki kiri dan kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta tulang
belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Gangguan integritas kulit.
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan lainnya.
Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit coklat tua, turgor kurang, tekstur kasar, tidak
ada tampak terdapat lesi, tampak terdapat jaringan parut di punggung sebelah kanan,
tangan kanan, pantat, kaki kiri dan kaki kanan klien, tekstur rambut halus, tidak
terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan :
Gangguan integritas kulit.
3.1.11 Sistem Penginderaan
3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien tampak
bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri (VOS) = 6/6,
sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis, kornea bening, tidak terdapat alat
bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat adanya nyeri.
3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak tuli.
3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi, tidak
terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat transluminasi, cavum
nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak
ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba kelenjar
limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal, gland
penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge, srotum normal,
tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang kerumah“.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah, tidak
mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.
TB : 163 Cm
BB sekarang : 59 Kg
BB Sebelum sakit : 59 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 59
(163)²
= 22,3 ( normal)
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 3 sedang 3 sedamg

Nafsu makan Baik Baik


Jenis Makanan Nasi, lauk Nasi, lauk
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 cc 1600 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan sulit tidur, ruangan terasa panas, ekpresi wajah klien tampak
meringis, tidur sebelum sakit : siang 45 menit dan malam 6 - 7 jam, tidur sesudah sakit :
tidak ada tidur siang, malam 5 jam.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan ingin cepat
beraktivitas seperti biasanya”
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini, klien ingin
cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang anak laki-laki, klien orang yang
ramah, klien adalah seorang anak”.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit klien tidak
dapat beraktivitas secara bebas akibat gerakan terbatas.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik.
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada
keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. A
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan
yang di anut.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan keluhan yang
dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat selalu
memperhatikan dan mendampingi Tn. A selama diarawat di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga
dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah ayah dan ibu.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk belajar di salah satu universitas swasta.

3.1.5.7 Kegiatan beribadah :


Sebelum sakit klien selalu menjalan ibadah sholat 5 waktu, saat sakit klien tidak bisa
beribadah.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : -

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Hari, tanggal : Selasa, 05 Mei 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1. Ceftriaxone 2x 650mg IV Ceftriaxone adalah obat
yang digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi
bakteri.
2. Katerolac 3x 8 mg IV Ketorolac adalah obat
untuk meredakan nyeri
dan peradangan.
3. Paracetamol 3x 150,1/2 Oral Parasetamol merupakan
cth obat yang memiliki efek
untuk mengurangi rasa
sakit (analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)

Palangka Raya, 05 Mei 2020


Mahasiswa

( Oktaviona )
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Klien mengatakan Cidera jaringan kulit
nyeri Nyeri Akut
P : timbul saat digerakan Kulit coklat kemerahan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : di muka dan tangan Kerusakan pada dermis
kanan.
S : skala nyeri 7 (1-10) Kematian sel-sel
T : berlangsung selama
1 menit. Nyeri

DO :
- Ekspresi wajah klien
tampak meringis
- Cara berbaring klien
tampak semi-fowler
dan terlentang
- Tampak terdapat
peradangan dan
perlukaan di muka dan
tangan kanan klien.
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,0 0C
RR : 22 x/menit
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Klien mengatakan
Gangguan pola tidur
sulit tidur

DO :
- Suhu kulit klien
teraba hangat
- Klien tampak gelisah.
- Wajah klien tampak
meringis
- Tidak ada kuantitas
tidur siang
- Kuantitas tidur malam
5 jam.
- TTV Suhu kulit hangat
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit Gelisah
S : 36,0 0C
RR : 22 x/menit Waktu tidur berkurang

Ketidak nyamanan

Gangguan pola tidur

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : - Cidera jaringan kulit
Gangguan integritas
kulit
DO : Kulit coklat kemerahan,
- Warna kulit klien hitam
tampak coklat tua
- Turgor kurang baik Kasar, permukaan
- Tekstur kasar kusam, kering
- Tampak terdapat
peradangan di muka Kerusakan integritas
dan tangan kanan kulit
klien

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Gangguan Mobilitas
Fisik
DS : Klien mengatakan
tidak dapat
beraktivitas secara
bebas akibat gerakan
terbatas

DO :
- Klien tampak gelisah.
- Wajah klien tampak
meringis
- Terdapat luka di
wajah dan tangan Luka pada wajah dan
kanan tangan kanan
- Nyeri saat beraktivitas
- TTV Nyeri pada saat
TD : 130/80 mmHg beraktivitas
N : 80 x/menit
S : 36,0 0C Ketidak nyamanan
RR : 22 x/menit
Gangguan Mobilitas
Fisik

3.2 Prioritas Masalah


1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera traumatis yang ditandai dengan Tn. A merasa
nyeri, P : timbul saat digerakan, Q : seperti ditusuk-tusuk, R : di punggung bagian
muka dan tangan kanan, S : skala nyeri 7 (1-10), T : berlangsung selama 1 menit,
ekspresi wajah klien tampak meringis, ekspresi wajah meringis, cara berbaring semi-
fowler dengan badan terlentang, irama pernafasan teratur, terdapat peradangan dan
perlukaan di muka dan tangan bagian kanan, dan hasil pemeriksaan TTV = TD : 130/80
mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,0 0C, RR : 22 x/menit.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan yang ditandai dengan Tn. A
mengeluh sulit tidur tidur, suhu kulit teraba hangat, gelisah, ekpresi wajah meringis,
tidak ada aktivitas tidur siang, aktivitas tidur malam 5 jam dan pemeriksaan, dan hasil
pemeriksaan TTV = TD : 130/80 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,0 0C, RR : 22 x/menit.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kasar, permukaan kusam, kering yang
ditandai dengan warna kulit Tn. A tampak coklat tua, turgor kurang baik, tekstur kasar
dan terdapat peradangan di muka dan tangan kanan klien.

4. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan ditandai dengan klien
tampak gelisah, Wajah klien tampak meringis, Terdapat luka di wajah dan tangan kanan,
serta nyeri saat beraktivitas.
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. T
Ruang Rawat : Dahlia
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan cedera traumatis keperawatan 4x24 jam diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri
yang ditandai dengan Tn. A masalah nyeri klien dapat teratasi, kualitas, intensitas nyeri 2. Mencari tahu faktor memperberat
merasa nyeri, P : timbul dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang dan memperingan nyeri agar
saat digerakan, Q : seperti 1. Sakla nyeri = 5 (1-10) memperberat dan memperingan mempercepat proses
ditusuk-tusuk, R : di 2. Ekpresi rileks nyeri kesembuhan.
punggung bagian muka dan 3. Irama pernfasan teratur 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
tangan kanan, S : skala 4. TTV normal memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
nyeri 7 (1-10), T : TD : 120/80 mmHg 4. Berikan teknik meredakan nyeri
berlangsung selama 1 menit, N : 80 x/menit nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
ekspresi wajah klien tampak S : 36 0C 5. Ajarkan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
meringis, ekspresi wajah RR : 22 x/menit nonfarmakologis untuk melakukan secara mandiri ketika
meringis, cara berbaring mengurangi rasa nyeri nyeri kambuh
semi-fowler dengan badan 6. Kaloborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter
terlentang, irama pernafasan pemberian analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
teratur, terdapat peradangan
dan perlukaan di muka dan
tangan bagian kanan, dan
hasil pemeriksaan TTV =
TD : 130/80 mmHg, N : 80
x/menit, S : 36,0 0C, RR :
22 x/menit.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi pola aktivitas dan 1. Mengumpulkan data seberapa
berhubungan dengan keperawatan 4x24 jam diharapkan tidur lama aktivitas dan tidur klien
ketidaknyamanan yang masalah gangguan pola tidur 2. Modifikasi lingkungan 2. Menciftakan lingkungan yang
ditandai dengan Tn. A dapat teratasi, dengan kriteria 3. Sesuaikan jadwal pemberian nyaman
mengeluh sulit tidur hasil : obat 3. Membantu dalam menunjang
tidur. 1 Tidur malam 8 jam 4. Tetapkan jadwal tidur rutin siklus tidur
2 Suhu badan normal 5. Jelaskan pentingnya tidur 4. Waktu tidur menjadi terkontrol
3 Klien rileks cukup selama sakit 5. Memberitahukan pentingnya
4 TTV normal 6. Anjurkan menepati kebiasaan kecukupan tidur untuk
TD : 120/80 mmHg waktu tidur. meningkatkan kesehatan
N : 80 x/menit 6. Mendorong waktu tidur tepat
S : 36 0C waktu.
RR : 22 x/menit

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


3. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan 1 Identifikasi penyebab 1 Catat hasil memperberat nyeri
kulit berhubungan keperawatan 4x24 jam diharapkan ganggaun integritas kulit (suhu lingkungan)
dengan kasar, masalah angguan intergritas kulit 2 Ubah posisi tiap 2 jam jika 2 Agar jika ada posisi yang
permukaan kusam, dapat teratasi, dengan kriteria tirah baring menindih luka tidak menjadi
kering yang ditandai hasil : 3 Hindarkan porduk berbahan iritasi.
dengan warna kulit Tn. 1 Turgor cukup dasar alcohol pada kulit kering 3 Cegah bahan yang digunakan
A tampak colat tua. 2 Tekstur halus 4 Ajarkan menggunakan untuk pelembab kulit klien yang
3 Peradangan hanya tersisa pelembap megandung alcohol karena
sedikit di bagian punggung 5 Anjurkan mandi dan dapat menyebabkan iritasi
sebelah kanan menggunakan sabun 4 Pelembab membantu agar kulit
secukupnya tidak kering, lecet dan agar
kulit-kulit yang mati dapat
tergelupas.
5 Mandi mengunakan sabun
secukupnya membantu
melembabkan kulit yang kering
dan mengelupas kulit yang mati.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Mengetahui skala nyeri dan
yang berhubungan dengan keperawatan 4x24 jam diharapkan keluhan fisik lainnya keluhan lain yang berhubungan
nyeri dan ditandai dengan masalah gangguan mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik dengan nyeri
klien tampak gelisah, Wajah dapat teratasi, dengan kriteria melakukan pergerakan 2. Mengetahui aktivitas yang dapat di
klien tampak meringis, hasil : 3. Fasilitasi melakukan mobilisasi lakukan dan tidak dapat dilakukan
Terdapat luka di wajah dan 1. Nyeri menurun fisik secara mandiri
tangan kanan, serta nyeri 2. Pergerakan ekstermitas 4. Anjurkan melakukan mobilisasi 3. Melatih agar klien dapat
saat beraktivitas. atas cukup meningkat dini melakukan kegiatan tanpa di bantu
3. Kekuatan otot meningkat 4. Untuk menghindari kekakuan pada
4. Gerakan terbatas menurun otot dan sendi klien

4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. 05 Mei 2020 1. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan S = klien mengatakan nyeri datang ketika
memperingan nyeri. Suhu ruangan 22 °C (Klien efek obat menghilang di muka dan
mengatakan sedikit nyaman dari sebelumnya) tangan kanan, nyeri skla 6 (1-10),
2. Memberikan teknik nonfarmakologis. Terapi seperti ditusuk-tusuk, berlangsung
music (klien masih tampak meringis) sekitar 1 menit.
3. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk O=
mengurangi rasa nyeri. Dapat melakukan secara - Ekspresi wajah meringis
mandiri terapi musik (tampak disaat klien - Klien dapat melakukan terapi musik
merasa nyeri, klien dan keluarga dapat secara mandiri disaat nyeri datang Oktaviona
melakukan terapi musik secara mandiri). - Irama pernafasan teratur
4. Berkaloborasi dengan dokter pemberian - TTV belum dibatas normal
analgetik (Aspirin 500 mg pemberian injeksi TD : 120/80 mmHg
diberikan melalui IV, 3-4 kali/hari, klien N : 80 x/menit
mengatakan nyeri berkuarang menjadi skla 2 (1- S : 36 0C
10) RR : 20 x/menit
A = Masalah belum teratasi.
P = lanjutkan intervensi no 2 dan 4.

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
2. 06 Mei 2020 1 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur (Tidur S = klien mengatakan tidur menjadi
siang pukul 13:00-14:00 WIB dan tidur malam nyenyak
22:00-05:00 WIB, tetapkan jadwal tidur rutin) O=
2 Modifikasi lingkungan (suhu rungan 20 °C - Klien mengerti dan ingin melakukan
kulit klien teraba hangat) jadwal tidur rutin
- Tidur siang pukul 13:00-14:00 WIB
3 Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama
dan tidur malam 22:00-05:00 WIB,
sakit (klien mengerti dan ingin melakukan klien menjadi lebih rileks
jadwal tidur rutin) - Kulit klien teraba hangat Oktaviona
- Tidur malam mnejadi 7 jam
4 Tetapkan jadwal tidur rutin (tidur siang pukul
- TTV dalam batas normal
13:00-14:00 WIB dan tidur malam 22:00-05:00 TD : 120/ 80 mmHg
WIB, klien menjadi lebih rileks) N : 80 x/menit
S : 36. 0C
RR : 22 x/menit

A = Masalah teratasi
P = intervensi terselesaikan.

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
3. 07 Mei 2020 1 Mengidentifikasi penyebab gangguan S= -
integritas kulit. O=
2 Mengajarkan menggunakan pelembab, - Klien dapat menjelaskan kembali apa
jelaskan apa itu pelembab dan guna yang telah dijelaskan oleh perawat dan
bisa melakukan cara pemberian
pelembab serta cara pemberian pelembab
pelembab sesuai yang telah di ajarkan
secukupnya (keluarga klien dapat - Turgor baik
menjelaskan kembali apa yang telah - Tekstur halus
- Peradangan hanya tersisa sedikit di
dijelaskan oleh perawat dan bisa melakukan Oktaviona
bagian tangan sebelah kanan
cara pemberian pelembab sesuai yang telah
di ajarkan) A = Masalah teratasi
3 Menghindarkan produk berbahan dasar P = intervensi terselesaikan.
alcohol pada kulit kering, berikan pelembap
berupa salep Mebo Ointment yang di uleskan
pada perdangan dan luka (turgor menjadi
baik)
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
4. 08 Mei 2020 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan S = Klien mengatakan dapat beraktivitas
fisik lainnya secara bebas akibat gerakan bebas
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan O=
pergerakan - Klien tampak tenang dan dapat
3. Memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik melakukan aktifitas fisik kembali
- Nyeri saat beraktivitas berkurang
4. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit Oktaviona
S : 36,0 0C
RR : 22 x/menit
A = Masalah teratasi
P = intervensi terselesaikan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
 Luka lecet yang umumnya tak berbahaya yang terjadi setelah jatuh pada lutut, tangan,
atau siku, atau tergesek permukaan yang kasar dengan akibat ada kulit yang lepas. Luka lecet
dapat menyakitkan karena cedera tersebut sering menjangkau banyak ujung-ujung syaraf
yang terletak di bawah kulit.
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses untuk memperbaiki kerusakan yang
terjadi. Penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah
ini(Perdanakusuma, 2007) :
1.Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi pada hari 0–5 proses penyembuhan luka. Luka karena trauma
atau luka karena pembedahan menimbulkan kerusakan jaringan dan mengakibatkan
perdarahan. Darah akan mengisi daerah cedera dan paparan terhadap kolagen menimbulkan
degranulasi trombosit.
2.Fase proliferasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol perannya.
Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang terbentuk
menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka.
3.Fase maturasi
Fase ini berlangsung berlangsung dari hari ke 7 sampai 1 tahun. Reorganisasi dimulai
setelah matriks ekstrasel terbentuk. Fase ini merupakan fase terpanjang penyembuhan luka.
4.1 Saran
Dalam melakukan perawatan luka lecet hendaknya dengan hati-hati, cermat dan teliti
serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat proses penyembuhan.
Perawat perlu mengetahui tanda gejala adanya nyeri, perawat harus mampu mengetahui
kondisi pasien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk
kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian
asuhan keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
penyakit, penyebab nyeri, pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmat, A. S. (2014). Luka, Peradangan dan Pemulihan. Jurnal Entropi, 9(1) ,
729-738.
Amsrong, D. G., Cohen, K., Courric, S., Bharara, M., & Marston, W. (2011). Diabetic
foot ulcers and vascular insufficiency: our population has changed, but our methods have not.
Journal of Diabetes Science and Technology, 5(6), 1591–1595.
Anatomi Laka Lantas Surabaya tahun 2014 dan 2015
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Integumen Gangguan Endokrin Gangguan Gastrointestinal (5th ed.). EGC.
Maryunani, A. (2015). Perawatan luka (modern woundcare) terlengkap dan terkini.
Jakarta: In Media.
Suriadi. (2015). Pengkajian Luka & Penanganannya. Jakarta: Sagung Seto.
WHO. (2017). WHO Methods and Data Sources for Country-Level Causes of Death
2000-2015. Departemen of Information, Evidence and Research WHO, Geneva , 38.

Anda mungkin juga menyukai