Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN MENINGITIS”

Mata kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II


Dosen pengajar : Muhtar, S.Kep.Ns.M.Kep

Disusun oleh :

FISATUL MUTMAINNAH

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PRODI D3 KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2023 - 2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan ASKEP tentang “Meningitis”
ASKEP ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan ASKEP ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususnan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki ASKEP ini.
Akhir kata kami berharap semoga ASKEP ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bima, Mei 2023

i
DAFTAR ISI

Halaman Cover
Kata Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
Daftar Tabel ................................................................................................... iii
Daftar Gambar .............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 5


A. Definisi....................................................................................................... 5
B. Etiologi....................................................................................................... 5
C. Manifestasi Klinis...................................................................................... 8
D. Patofisiologi............................................................................................... 10
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 10
F. Penatalaksanaan......................................................................................... 12
H. Pathway...................................................................................................... 16

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN......................... 17


A. Pengkajian.................................................................................................. 17
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 19
C. Intervensi Keperawatan............................................................................. 20
D. Implementasi Keperawatan........................................................................ 21
E. Evaluasi Keperawatan................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik.
Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain
yang terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara
berkembangdisebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya menyerang
usia dibawah 5tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2
tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang
mempunyai kecenderunganuntuk menyerang usia yang lebih tua.Lebih dari
setengah kasus Meningococcus terjadi pada umurantara 1dan 10 tahun.
Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari
10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. DiAmerika Serikat dan
Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaannon-
epidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada
pasienusia 5 sampai 9 tahun (Betz dan Sowden, 2009).
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakanpredisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapatmerubahbarier
mukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untukterjadinya infeksi.
Meningococcal epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai
pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujanke
musim panas. Di benua Afrika terjadi selama musim panas dari
bulanDesember hingga Juni. Walaupun terpaparnyapopulasi yang rentan
terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakanpenyebab epidemik,
beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padatpenduduk, adanya
kuman saluran nafas patogen lain, hygiene yang rendah danlingkungan yang
buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. Infeksi
meningitis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa
tidakdidapatkan adanya host antara reservoar atau transmisi dari hewan ke
manusiapada infeksi meningitis. Nasofaring merupakan reservoar alami bagi
Meningococcus,transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran

1
pernafasan (airbonedroplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi
recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan olehArtenstein dkk, didapatkan bahwa
sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung
Meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring
dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapatmeningeal
tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk
menghambataktivitas sistem komplemen bakterisidal yang klasik dan
menginhibisi fagositosis neutrofil. Aktivasi dari sistem komplemen
merupakan hal yangsangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap
infeksi meningitis.Pasien dengandefisiensi dari komponen terminalkomponen
(C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untukterinfeksi
Neisseria (termasuk meningitis) (Brunner dan Suddart, 2013).
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda.Resiko terbesar pada
bayi (1-12 bulan); 95% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis
dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru
dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita
penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam,
jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2-5
bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret
atau tetesan saluran pernafasan.
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan sampai
2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya
rendah.Insiden meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus
per 1000 kelahiran hidup.Insiden meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga
kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.Streptococcus
Group B dan Escherichia Coli merupakan penyebab utama meningitis
bakterial pada neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang
cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa
gangguan pendengaran dan defisit neurologis (Balitbangkes, 2009).

2
Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari
morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insiden tuberkulosis
kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun
penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan
sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di
Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi.Angka kejadian
tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan
alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan
mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan
sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%.Sebagian besar
memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis
dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan
meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa (Ngastiyah, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit meningitis dan memberi
pengetahuan dan pemahaman kepada Mahasiswa/Mahasiswi tentang
penyakit sistem persarafan khususnya meningitis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi meningitis.
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi meningitis.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis
meningitis.
d. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi
meningitis.
e. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathwaymeningitis.
f. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasi
meningitis.
g. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan
penunjang meningitis.

3
h. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan
meningitis.
i. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasimeningitis.
j. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pembuatan
asuhan keperawatan kasus meningitis secara teoritis.
k. Mahasiswa dapat melakukan telaah jurnal asuhan keperawatan
meningitis secara komprehensif.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai
lapisan piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk
cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu
membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat
disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak
(Muttaqin, 2008).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu
membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat
disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black
dan Hawk, 2005 dalam Tisnawati dan Yulita, 2017).
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan
medula spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri
(infeksi sekunder) seperti Sinusitis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis
atauOsteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan
piameter yang mengenai CSS. Meningitis juga bisa disebut Leptomeningitis
adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dalam ruangan subarakhnoid
(Williams dan Wilkins, 2012).
B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, yaitu:
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan
meningitis,beberapa diantaranya:
a. Bakteri Meningococcus atau Meningococcal. Ada beberapa jenis
bakteri Meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat
ini sudah ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup
C bakteri Meningococcal.

5
b. StreptococcusPneumoniae.Bakteri atau pneumokokus bakteri ini
cenderung mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena
sistem kekebalan tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia
lainnya.
c. Mereka yang memiliki CSF Shunt atau memiliki cacat dural
mungkin bisa terkena meningitis yang disebabkan oleh
Staphylococcus Aureus.
d. Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang
belakang anaestetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh
Pseudomonas.
e. Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis
langka penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan
orang-orang dengan kekebalan yang ditekan.
Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab
meningitis, meliputi:
a. Bayi: Bakteri Pneumococcus atau Streptococcus Group B, Listeria
Monocytogenes, Escherichia Coli.
b. Bayi dan anak-anak: H. Influenzae Tipe B, pada anak-anak kurang
dari 4 tahun dan menjadi unvaccinated menimbulkan resiko
meningitis karena Meningococcus dan Streptococcus Group B.
c. Anak-anak dan orang dewasa: Streptococcus Pneumoniae, H.
Influenzae Tipe B, N. Meningitidis, gram negatif Basil,
Staphylococcus Aureus, Streptococcus Group B, dan Listeria
Monocytogenes.
d. Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan:
StreptococcusPneumoniae, Listeria Monocytogenes, Tuberculosis
(TB), organisme gram-negatif.
e. Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di
rumah sakit atau prosedur:termasuk infeksi dengan Kleibsiella
Pneumoniae, Escherichia Coli, Pseudomonas Aeruginosa,
Staphylococcus Aureus.

6
2. Transmisi Infeksi Bakteri
Bakteri Meningococcal yang menyebabkan meningitis tersebar
yang biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran
dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi
melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi,
sendok garpu, peralatan, dan lain-lain. Bakteri Pneumococcus juga
tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin,
dan lain-lain. Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya
menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media).
Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat
mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
3. Meningitis Virus
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi
terhadap banyak virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian
beberapa kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela
(MMR).Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah
terhadap gondok, yang dulunya merupakan penyebab utama dari virus
meningitis pada anak-anak.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:virus herpes
simpleks,enteroviruses-virus, gondok,echovirus, coxsackie, virus herpes
zoster, campak, arbovirus, influenza, HIV, dan virus West Nile.
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan
orang terinfeksi dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci
tangan setelah terkontaminasi dengan virusmisalnya setelah menyentuh
permukaan atau objek yang memiliki virus diatasnya dapat mencegah
penyebaran.
5. Penyebab Lain
Penyebab lain dari meningitis meliputi:
a. Meningitis jamur disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma, dan
Coccidioides spesies dan melihat pada pasien AIDS.

7
b. Parasit yang menyebabkan meningitistermasuk contoh Meningitis
Eosinophilic yang disebabkan oleh Angiostrongyliasis.
c. Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit
Lyme, leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki,
dan Mollaret's meningitis.
d. Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges
menuju bebasinfektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor,
leukemia, limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan spinally
atau epidurally selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti
sarkoidosis, sistemik lupus eritematosus, dan penyakit lain-lain
(News Medical Life Sciences & Medicine, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala, rasa nyeri ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung,tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi
opistotonus,yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi,kesadaran menurun, tanda Kernig dan Brudzinski
positif.
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK, yaitu:
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalanan penyakit.
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal
adanya penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik,
tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.

8
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher,
fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda Kernig: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
6. Tanda Brudzinski: bila leher difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan.
7. Demikian pula alasan yang tidak diketahui, pasien mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.
Kejang terjadi terjadi sekunder akibat area vokal kortikal yang peka.
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan
edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria Meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan
tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam
petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis
meningokokal, dengan tanda tanda septikemia; demam tinggi yang tiba-
tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas),
syok dan tanda-tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID),
kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
Organisme penyebab infeksiselalu dapat diidentifikasi melalui biakan
kuman ada cairan serebrospinal dan darah Counter Immuno Electrooesis
(CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan
tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan urine (News Medical Life Sciences &
Medicine, 2015).

9
D. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara
hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit faringitis,
tonsilitis, pneumonia, bronkhopneumonia, dan endokarditis. Penyebaran
bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga
terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah
otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan,bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak, dan degenerasi
neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri (News Medical Life Sciences & Medicine, 2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau
negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat

10
disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi
lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif atau
negatif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak
dapat diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada biasanya
diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meletakkan
tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif atau negatif bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
Brudzinski II positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral (Harsono,
2011).
2. Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a. Pemeriksaan Cairan Serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
meningitis, dibagi menjadi2 (dua) golongan yaitu: meningitis serosa
dan meningitis purulenta.
1) Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil
positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan
hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang

11
merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta
jaringan yang mati dan bakteri.
2) Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah
protein yang meninggi.
b. Pemeriksaan Darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa,kadar
ureum,elektrolit, dan kultur.
1) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
2) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan
mastoid,sinus paranasal) dan foto dada.
2) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan
bila mungkin dilakukan CT Scan (Harsono, 2011).
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif/Medikal
a. Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu
dilakukan kultur darah dan lumbal pungsi guna pemberian
antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.Pemilihan
antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan
antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri
penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal
dan respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan
pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil
kultur CSF akan menjadi negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan
perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai

12
tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim
medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis
meliputi: pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah
otak ke ruang subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk
menghentikan perkembangbiakanbakteri. Biasanya menggunakan
sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji
resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan.
b. Obat Anti-Infeksi (Meningitis Tuberkulosa)
1) Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500
mg selama 1 setengah tahun.
2) Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1x sehari selama 1
tahun.
3) Streptomisin Sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2x sehari
selama 3 bulan.
c. Obat Anti-Infeksi (Meningitis Bakterial)
1) Sefalosporin generasi ketiga.
2) Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam, IV, 4-6x sehari.
3) Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam, IV, 4x sehari.
d. Pengobatan Simtomatis
1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rektal:
0,4-0,6 mg/kgBB, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3x sehari
atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3x sehari.
2) Antipiretik: Parasetamol/Asam Salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3) Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat
digunakan untuk mengobati edema serebri.
4) Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik:
pemberian tambahan volume cairan intravena.
2. Kortikosteroid
Efek anti-inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema
serebri, mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid

13
dapat menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat
memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara
rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya
digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi
yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al
(1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita
meningitis bakterial karena H.Influenzae dan mendapat terapi
Deksametason 0,15 mg/kgBB/x tiap enam jam selama 4hari, 20 menit
sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan 24jam
kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF, peningkatan kadar
glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari
penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada
kelompok yang mendapatkan Deksametason adalah lebih rendah
dibandingkan kontrol.
3. Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh
jaringan patologik dimastoid,maka sering diperlukan mastoidektomi
radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk memaparkan dan
mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteri.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti
antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema
otak yang tentunya akan memeberikan outcome yang baik pada penderita
komplikasi intrakranial dari otitis media (Muttaqin, A., 2008).

14
G. Pathway
Bakteri, virus, jamur, Protozoa (mikroorganisme)

Influenza Ispa Masuk melalui luka terbuka

Virus melaui udara Tersihap melalui udara Masuk kepembuluh darah

Kontriksi otot polos Menempel pada jalan nafas Masuk keserebral melalui
meningkat pembuluh darah

Masuk ke pembuluh Menetap/ berkembangbiak Reaksi lokal


darah sitoplasma makrofag pada meningitis

Meningitis

Konsentrasi oksigen Membentuk serangan tuberkolosius Mikroorganisme


dalam daran menurun pnemouni kecil mengsekresi toksin

Hipoksia, kekurangan oksigen Kompleks primer Toksemia

Suplai darah ke jantung kurang Bronchitis Peningkatan suhu

Penurunan cardia output Batuk


Hipertermia
Tenakan darah menurun Sesak

nafas

Lemas Bersihkan
jalan nafas
Intoleransi aktivitas tidak efektif Demam Kerusakan adrenal

Kejang Kolasps pembuluh darah

Perforasi Hiperfusi

Keringat berlebihan Penurunan oksigen

Penurunan oksigen dalam darah

Resiko ketidakefektifan jaringan otak

Gambar 2.1 Pathway


Sumber : Harsono (2011).

15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data demografi
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pekerjaan,
suku bangsa, diagnosa medis
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi Nama, Pekerjaan, Alamat, Agama, Hubungan dengan
Pasien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Alasan paling menonjol pada pasien Meningitis ketika dating
ke RS adalah penurunan kesadaran, kejang dan anak lemah
b. Riwayat kesahatan sekarang
Didapatkan ada-ada keluhan panas mendadak yang disertai
menggil dan saat demam kesadaran komposmentis . turunnya panas
terjadi antara hari ke-3 s/d ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-
kadang disertai keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual muntah,
anoreksia, diare/konstipasi, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pendarahan pada kulit, gusi dll
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apapun yang pernah diderita, pada Meningitis anak
baru mengalami serangan ulangan Meningitis dengan tipe virus dan
bakteri yang berbeda
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada umumnya penyakit meningitis ini adalah bukanlah
penyakit keturunan, tetapi bisa ditularkan oleh penderita yang
terinfeksi. Dan adakah keluarga yang menderita penyakit lain seperti
empisema, asma, alergi.

16
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum meliputi: kesadaran (composmetis, apatis,
delirium, samnolen, sopor, semi coma, coma), keadaan umum,
tanda-tanda vital, BB, TB.
b. Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah
proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk
menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan
membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien.
Inspeksi (melihat), auskultasi (mendengar), palpasi (meraba),
perkusi (mengetuk) mulai dari:
1) Wajah (normalnya: kesadaran penuh, ekspresi wajah sesuai
terlihat nyaman, tidak menahan nyeri/sulit bernafas, rileks (tidak
ada kecemasan), tidak ada nyeri tekan, dan edema. Setelah
diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang didapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut).
2) Kulit (normalnya: tidak ada sianosis/ikterik, lembab, turgor kulit
elastis).
3) Kepala, mata, telinga (normalnya: simetris, bersih, tidak ada
lesi, tidak ada pembekakan, warna sama dengan warna kulit
yang lain).
4) Mulut dan bibir (normalnya: warna mukosa mulut dan bibir
pink, tidak ada lesi, lembab,bentuk bibir simetris), warna bibir
pucat, keadaan mulut kotor,mukosa mulut kering).
5) Leher (normalnya: tidak teraba pembesaran tiroid, tidak ada
nyeri).

17
6) Dada punggung (normalnya: simetris bentuk dan postur normal,
tidak ada sianosis dan tidak ada pembengkakan, kulit baik tidak
ada peradangan).
7) Abdomen (normalnya: simetris, tidak ada sianosis, tidak terlihat
distensi, tidak sianosis, tidak ada nyeri tekan dan penumpukan
cairan), bentuk datar, keadaan bersih, bising usus 8x/menit).
8) Genetalia(normalnya: bersih, integritas kulit baik, tidak ada
edema, tidak ada tanda-tanda infeksi).
4. Analisa Data
Tabel 3.1 Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS : Bronchitis Bersihan jalan
Dispnea nafas tidak efektif
DO : Batuk
1. Batuk tidak efektif
2. Sputum berlebih Sesak nafas
3. Mengi,wezing atau ronkhi
4. Sianosis
5. Frekuensi nafas berubah
6. Pola nafas berubah
Data Subyektif : Mikroorganisme Hipertermi
1. Pasien mengeluh badan mengsekresi toksin
panas
Data obyektif : Toksemia
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal Peningkatan suhu
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardia
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat
Sumber : SDKI Edisi 1 (2016)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang kemungkinan bisa muncul beerdasarkan SDKI Edisi 1
(2016) pada pasien denan meningitis adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchitis
2. Hipertermi berhubungan dengan mikroorganisme mengsekresi toksin

18
C. Intervensi Keperawatan
Table 3.2 Intervensi Keperawatan
Hari/ No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Tangga DX (SLKI Edisi 1 Cetakan II, 2019) (SIKI Edisi 1 Cetakan II 2018)
l
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan
keperwatan diharapkan bersihan batuk
jalan nafas meningkat dengan 2. Monitor adanya retensi
kriteria hasil : sputum
1. Dispnea menurun 3. Monitor tanda gejala infeksi
2. Batuk efektif meningkat saluran pernafasan
3. Produksi putum menurun 4. Monitor pola nafas
4. Mengi,wezing atau ronkhi (frekuensi, kedalaman, usaha
menurun nafas)
5. Sianosis menurun 5. Monitor bunyi nafas
6. Frekuensi nafas membaik tambahan
7. Pola nafas membaik 6. Berikan minum hangat
7. Berikan oksigen, jika perlu
8. Atur posisi semi fowler ada
fowler
9. Anjurkan asupan cairan
2.000 ml/hari
10. Ajarkan teknik batuk efektif
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
12. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran
2 Setelah dialukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
keperawatan diharapkan suhu hipertermia
tubuh kembai normal dengan 2. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
1. Suhu tubuh membaik 4. Sediakan lingkungan yang
2. Kulit merah meningkat dingin
3. Kejang meningkat 5. Longgarkan atau lepaskan
4. Takikardia meningkat pakian
7. Takipnea meningkat 6. Basahi dan kipasi permukaan
8. Suhu kulit membaik tubuh
7. Berikan cairan oral
8. Anjurkan tirah baring
9. Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit intravena

19
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan implementasi keperawatan yang akan diberikan dilakukan
dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah
ditetapkan/dibuat dengan mencantumkan waktu pelaksanaan dan respon klien
(Doenges, 2015).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam
menggunakan proses keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai
apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian
dengan mengacu pada kriteria evaluasi (Doenges, 2015). Hal-hal yang perlu
dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada kriteria hasil dari
tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP atau SOAPIE
pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta :
EGC.

Doenges, M. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian. Jakarta : EGC.

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi V. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.

News Medical Life Sciences & Medicine. 2015. Meningitis Causes. Diakses
dari:http://www.news-medical.net/health/Meningitis-Causes
%28Indonesian%29.aspx. pada tanggal 25 November 2015.

Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

21

Anda mungkin juga menyukai