Nvmanalu/10/2009
78
Nvmanalu/10/2009
79
Nvmanalu/10/2009
80
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
(pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke
organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe,
saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes
RI, 2002).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya
termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer 2001).
2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. .
Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap
panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis
aktif lagi (Bahar, 1999: 715).
Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan
oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru
lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan
tempat prediksi penyakit tuberculosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin)
dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan
kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar
(Dep Kes RI 2002).
3. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi.
Nvmanalu/10/2009
81
Nvmanalu/10/2009
82
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah
batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih
dan ada dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya
tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang
muncul adalah :
1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).
3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.
5. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting
dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
Klasifikasi penyakit
1.1. Tuberculosis Paru
Nvmanalu/10/2009
83
Nvmanalu/10/2009
84
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Diagnostik.
2) Pemeriksaan sputum
3) Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3
kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan
kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman
mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak
yang diambil (Depkes RI, 2002).
4) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
5) Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
6) Skin test (PPD, Mantoux)
7) Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;
8) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif
9) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
10) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif
11) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat
12) Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan,berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody
dan antigen tuberculin.
13) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
14) Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
15) Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
16) Biopsi jaringan paru
17) Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
18) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya
hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit
tuberkulosis kronis.
19) Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.
20) Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
Nvmanalu/10/2009
85
6. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC Paru
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah:
menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat
penularan (Depkes RI. 2002).
Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan
monotherapi, kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat
tersebut, maka pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai
tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah kekambuhan.
Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di
Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain
adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain.
Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan
diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen Kesehatan RI selama
ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE /
5R2H2.
Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat
jangka panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-
lain.
Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :
1. Obat anti TB tingkat satu
Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E),
Sterptomisin ( S ).
2. Obat anti TB tingkat dua
Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ),
Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin,
Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain.
Obat anti TB tingkat dua ini daya terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat
satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu golongan aminoglikosid dan
quinolon masih dalam tahap eksperimental.
Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek
tersebut baru berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai
akhir masa pengobatan. Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka
pendek ini banyak yang gagal mencapai angka kesembuhan yang ( cure rate )
ditargetkan yakni 85 % karena :
- Program pemberantasan kurang baik
- Buruknya kepatuhan berobat
Nvmanalu/10/2009
86
Nvmanalu/10/2009
87
lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif
tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih
juga positif pengobatan dihentikan selama 2 – 3 hari, lalu diperiksa biakan dan
resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila
pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif
terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap
lanjutan harus diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi
sputum masih cukup besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H,
maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5
R3H3E3 yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif
setelah selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.
3. Kategori III
Ditujukan terhadap :
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3
Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila
kelainan paru lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi
sempurna, maka tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat
bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T )
4. Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat
anti TB (sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin
perlu dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang
kurang begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental
sesuai dengan sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup
dengan pemberian H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan
penularan.
Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru
telah mulai dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1
RHZE / 5 R3H3E3 ( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).
Evaluasi Pengobatan.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya
kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2,
4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada
Nvmanalu/10/2009
88
akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan
ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru
yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien
yang mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).
Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan
dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada
akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul
kasus kambuh.
Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ), perlu
pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, kreatinin/ureum, darah perifer.
Asam urat darah perlu diperiksa bagi yang memakai obat Z. bila terdapat hepatitis
karena obat ( kebanyakan karena R dan H ), maka obat yang hepatotoksis diganti
dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian steroid dapat dipertimbangkan. R atau
H kemudian dapat diberikan kembali secara desensitisasi. Tes mata untuk warna
perlu bagi yang memakai E, sedangkan tes audiometri perlu bagi yang memakai
S.
Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 – 2 bulan
pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi
pasien yang resisten terhadap obat anti TB makin meningkat dan sudah mencapai
9 %. Di negara yang sedang berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih
tinggi lagi. BTA yang sudah resisten terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat
dideteksi dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation Polymorphism)
dalam waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang resisten
terhadap R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.
Ada 3 Dampak masalah.
a. Terhadap individu.
1. Biologis.
Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak
napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat
pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.
2. Psikologis.
Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk
yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan.
3. Sosial.
Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan
penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.
4. Spiritual.
Nvmanalu/10/2009
89
c. Terhadap masyarakat.
Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan
Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka
resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara
penularan penyakit TB Paru
.Untuk keberhasilan pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)
dilakukan strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini
merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberculosis .
Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan,
semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada
obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6 bulan
oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada system pencatatan/pelaporan.
Nvmanalu/10/2009
90
Proses Keperawatan
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang
diberikan melalui praktek keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan (Depkes RI, 1998:3).
Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara
sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi
keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan
mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap
keluarga (Effendi, 1998:55).
1. Pengkajian
Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap keluarga,
identifikasi masalah keluarga dan individu (diagnosa keperawatan), rencana
keperawatan, implementasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi
perawatan.
Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling bergantung dan
disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap satu ke
tahap lain, (Friedman,1998:55).
Menurut Friedman (1998:56) proses pengkajian keperawatan dengan
pengumpulan informasi secara terus-menerus terhadap arti yang melekat pada
informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Pengkajian yang dilakukan meliputi
pengumpulan informasi dengan cara sistematis, diklasifikasi dianalisa artinya.
Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan,
studi dokumentasi (melihat KMS, kaetu keluarga) dan pemeriksaan fisik
(Effendi,1998:47).
Nvmanalu/10/2009
91
Nvmanalu/10/2009
92
Nvmanalu/10/2009
93
Nvmanalu/10/2009
94
Nvmanalu/10/2009
95
Nvmanalu/10/2009
96
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah TBC
adalah :
a. Kepelikan/kesulitan masalah,hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau
masalah TBC yang menunjukkan pada prognosa dan beratnya TBC yang
diderita oleh anggota keluarga.
b. Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk mencegah
dan mengobati masalah TBC dalam rangka meningkatkan status kesehatan
keluarga.
c. Lamanya masalah, berhubungan dengan beratnya masalah TBC pada keluarga
dan potensi masalah untuk dicegah.
d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat
peka menambah potensi untuk mencegah masalah.
4. Menonjolnya masalah TBC,adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah
TBC dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui intervensi
keperawatan dan kesehatan.
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang
didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang
mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang
berorientasi pada kriteria dan standart.
Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana keperawatan
menurut Friedman (1998;64). Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur,
langsung dan spesifik. Dan tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan
akhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat dan
keluarga agar dapat tercapai.
Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan
sumber daya yang ada pada keluarga Tn .S yaitu biaya, pengetahuan dan sikap
dari keluarga Tn.S berupa respon verbal, afektif dan psikomotor untuk mengatasi
masalahnya.
Tujuan asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah TBC :
1. Tujuan jangka pendek antara lain :
Nvmanalu/10/2009
97
Nvmanalu/10/2009
98
Nvmanalu/10/2009