Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak. Jumlah cairan
bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan intracranial sangat tinggi.
Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal.
Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30% yang ditemui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan
pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2.000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan
konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut
setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatric social. Pasien hidrosefalus
memerlukan perawatan khusus dan besar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus ada
kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada
gangguan pusat vital dan resiko terjadi decubitus.

Hasil survei Demografi dan Kesehatan (SDKI), angka kematian bayi menurun dari 97
pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 29 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2010 (Nurjanah, dkk. 2013). AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011
sebesar 10,34/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals
(MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup, maka Angka Kematian Bayi (AKB)
di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Faktor
penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan
program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan social ekonomi (Dinkes Jawa Tengah,
2012).

Semua bayi baru lahir harus dinilai tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menunjukkan
suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai satu atau tanda-tanda sesak
napas, frekuensi napas lebih dari normal, tampak retraksi dinding dada, malas minum, panas atau
suhu badan bayi rendah, kurang aktif berat lahir rendah dengan kesulitan umum sedangkan pada
bayi labioskizis ditandai dengan adanya kelainan pada bentuk bibir sumbing atau tidak
sempurna  
( Muslihatun, 2010).

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Memenuhi salah satu tugas Sistem Persarafan
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Hidrosefalus
b.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi
Hidrosefalus                                                                                                                                        
                                                                                                                                                                                    
c.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Hidrosefalus
d.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hidrosefalus
e.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik Hidrosefalus
f.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Hidrosefalus
g.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hidrosefalus

C.    Metode Penulisan
Metode Penulisan yang digunakan kelompok adalah menggunakan studi   kepustakaan dengan
mengambil refrensi dari buku-buku, sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat teori yang
digunakan.

D.    Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang “AsuhanKeperawatan
dengan Pasien Hidrosefalus”

E.     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang
lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS terdiri dari : Definisi, patofisiologi terdiri
darietiologi, manifestasi klinis, dan asuhan keperawatan pada pasien hidrosefalus.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN       
BAB IV terdiri dari : kesimpulan dan saran
Daftar pust
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi
Hidrosefalus (istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan
"cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah
penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau
CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan
menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan
absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi
pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009).

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan


serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
B.     Patofisiologi
1.      Etiologi
a.         Kelainan Bawaan (Kongenital) 
1)      Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak
( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 

2)      Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan
dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata
dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total. 

3)      Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan


hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat
sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.

4)      Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 


Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.  

b.        Infeksi 
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan
subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.
Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya
lebih tersebar. 

c.         Neoplasma 
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat,
maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau
pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

d.        Perdarahan 
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

2.      Pathway
3.      Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
a.       Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa
bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella
terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
1)        Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
2)        Strabismus, nystagmus, atropi optic
3)        Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
4)        Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
5)        Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.
6)        Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
7)        Muntah
8)        Gelisah
9)        Menangis dengan suara ringgi
10)    Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak
teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
11)    Peningkatan tonus otot ekstrimitas
12)    Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
13)    lis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris

b.      Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak


Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia)
dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-
pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari
ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat
gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1)        Fontanel anterior yang sangat tegang.
2)        Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3)        Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4)        Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1)        Nyeri kepala
2)        Muntah
3)        Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4)        Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5)        Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6)        Strabismus
7)        Perubahan pupil

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan
bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor,
dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar
dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan
anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke
bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta
rapuh. Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah –
pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistem ventrikel .
CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini
pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan
atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan
terjadi retardasi mental dan fisik.

C.    Klasifikasi
1.         Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
a.       Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
b.      Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
c.       Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
d.      Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan


adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi
menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan
dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi
otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

2.         Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
a.       Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
1)        Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
2)        Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga
pertumbuhan sel otak terganggu.
b.      Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-
penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas.Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intracranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital
dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

3.         Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
a.       Hydrocephalus komunikans
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS
dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran
CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit
atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena
dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam
jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage
subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).

b.      Hydrocephalus non komunikans


Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran
bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem
vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.Biasanya diakibatkan obstruksi
dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat
atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat
terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi
atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang
berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi
mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak
yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran
kepala.

c.       Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )


Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala –
gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada
beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat
dari tiga mekanisme yaitu:
1)        Produksi likuor yang berlebihan
2)        Peningkatan resistensi aliran likuor
3)        Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai


upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1)        Kompresi sistem serebrovaskuler
2)        Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3)        Perubahan mekanis dari otak
4)        Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5)        Hilangnya jaringan otak
6)        Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan
gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena
kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan
tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap
tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari
komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212).

D.      Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis,
untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1.      Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a.       Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus
klionidalis posterior.
b.      Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala
diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2.      Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan
terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3.      Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-
4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah
ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara
menyeluruh.

4.         Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu
menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak
yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan
bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah
ditinggalkan.

5.         Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT
Scan.

6.      CT Scan kepala


Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT
Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
proksimal dari daerah sumbatan.

7.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
E.       Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.      Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan
reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat
pembentukan cairan serebrospinal. 
2.      Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 
3.      Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 
a.       Drainase ventrikule-peritoneal 
b.      Drainase Lombo-Peritoneal 
c.       Drainase ventrikulo-Pleural 
d.      Drainase ventrikule-Uretrostomi 
e.       Drainase ke dalam anterium mastoid 
4.      Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang
berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke
satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai
dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. 
5.      Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap
dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan
tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung
selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga
tidak terlihat dari luar. 
6.      Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang
awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 
a.       Eksternal 
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi
lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b.      Internal 
1)      CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
a)      Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen) 
b)      Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior 
c)      Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 
d)     Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum 
e)      Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 
2)      “Lumbo Peritoneal Shunt” 
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka
atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
G.    Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan –
bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis
peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. 

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia,
dan ilius.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian 
1.      Anamnesa  
2.      Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat  
3.      Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. 
4.      Riwayat Penyakit dahulu  
a.       Antrenatal : Perdarahan ketika hamil  
b.      Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir 
c.       Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma 
5.      Riwayat penyakit keluarga 
6.      Pengkajian persisten
a.       B1 ( Breath )   : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b.      B2 ( Blood )    : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c.       B3 ( Brain )     : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan  mengkilat, pembesaran
kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ),
tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d.      B4 ( Bladder ) : Oliguria
e.       B5 ( Bowel )   : Mual, muntah, malas makan
f.       B6 ( Bone )     : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas
7.      Observasi tanda – tanda vital
a.       Peningkatan systole tekanan darah
b.      Penurunan nadi / bradikardia
c.       Peningkatan frekuensi pernapasan

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah
sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
3.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala
4.      Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya.
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.

C.    Rencana Keperawatan
1.         Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan rasa nyeri akan berkurang /hilang
Kriteria hasil  :
a.       Klien merasa nyaman
b.      Nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0).
c.       Tampak rileks.
d.      Tidak meringis kesakitan.
e.       Nadi normal dan RR normal.
Intervensi Rasional
1.      Tampilkan pengkajian secara
menyeluruh tentang nyeri termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekwensi, kualitas, intensitas dan
faktor predisposisi nyeri.
2.      Observasi isyarat non verbal dari
ketidak nyamanan, terutama jika
tidak dapat berkomunikasi secara
efektif.
3.      Pastikan pasien menerima analgesik1.      Pengkajian menyeluruh memudahkan
yang tepat. dalam penaganan nyeri.
4.      Ajarkan untuk menggunakan teknik2.      Isyarat non verbal dapat memberikan
nonfarmokologi (misal : relaksasi, gambaran tingkat nyeri yang dialami
guided imagery, therapi musik, klien.
distraksi, dll). 3.      Pemberian analgesik untuk mengurangai
5.      Kaji pengalaman nyeri pada anak, rasa nyeri.
minta anak menunjukkan area yang 4.      Tekhnik relaksasi dapat mengurangi rasa
sakit dan menentukan peringkat nyeri nyeri.
dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak 5.      Membantu dalam mengevaluasi rasa
nyeri, 5 = nyeri sekali). nyeri
6.      Bantu anak mengatasi nyeri seperti 6.      Pujian yang diberikan akan
dengan memberikan pujian kepada meningkatkan kepercayaan diri anak
anak untuk ketahanan dan untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas
memperlihatkan bahwa nyeri telah anak untuk terus berusaha menangani
ditangani dengan baik.  nyerinya dengan baik.
7.      Pantau dan catat TTV 7.      Perubahan TTV dapat menunjukkan
8.      Jelaskan kepada orang tua bahwa trauma batang otak.
anak dapat menangis lebih keras bila8.      Pemahaman orang tua mengenai
mereka ada, tetapi kehadiran mereka pentingnya kehadiran, kapan anak harus
itu penting untuk meningkatkan didampingi atau tidak, berperan penting
kepercayaan. dalam menngkatkan kepercayaan anak.
9.      Gunakan teknik distraksi seperti 9.      Teknik ini akan membantu mengalihkan
dengan bercerita tentang dongeng perhatian anak dari rasa nyeri yang
menggunakan boneka. dirasakan.
2.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah
sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria Hasil :  Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya
mual-muntah.

Intervensi Rasional
1.      Mulut yang tidak bersih dapat
mempengaruhi rasa makanan dan
1.      Pertahankan kebersihan mulut dengan meninbulkan mual
baik sebelum dan sesudah mengunyah 2.      Makan dalam porsi kecil tetapi
makanan. sering dapat mengurangi beban
2.      Tawarkan makanan porsi kecil tetapi saluran pencernaan. Saluran
sering untuk mengurangi perasaan pencernaan ini dapat mengalami
tegang pada lambung gangguan akibat hidrocefalus
3.      Atur agar mendapatkan nutrien yang 3.      Agar asupan nutrisi dan kalori klien
berprotein/ kalori yang disajikan pada adeakuat
saat individu ingin makan 4.      Menimbang berat badan saat baru
4.      Timbang berat badan pasien saat ia bangun dan setelah berkemih untuk
bangun dari tidur dan setelah berkemih mengetahui berat badan mula-mula
pertama sebelum mendapatkan nutrient
5.      Konsultasikan dengan ahli gizi 5.      Konsultasi ini dilakukan agar klien
mengenai kebutuhan kalori harian yang mendapatkan nutrisi sesuai indikasi
realistis dan adekuat. dan kebutuhan kalorinya.

3.       Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala.


Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
-       Pertumbuh1.      Memberikan diet nutrisi untuk
an dan pertumbuhan ( asuh ) 1.      Mempertahankan berat badan agar
2.      Memberikan stimulasi atau rangsangan tetap stabil
untuk perkembangan kepada anak 2.      Agar perkembangan klien tetap
( asah ) optimal
3.      Memberikan kasih sayang ( asih ) 3.      Memenuhi kebutuhan psikologis

perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia

4.             Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya.
Kriteria Hasil :
-        Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
-       Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup
yang dibutuhkan

Intervensi Rasional

1.      Keluarga dapat mengemukakan


perasaannya sehinnga perasaan
1.      Beri kesempatan orang tua untuk orang tua dapat lebih lega
mengekspresikan kesedihannya 2.      Pengetahuan orang tua bertambah
2.      Beri kesempatan orang tua untuk mengenai penyakit yang di derita
bertanya mengenai kondisi anaknya oleh anaknya sehinnga kecemasan
mengenai kondisi anaknya orang tua dapat berkurang
3.      Jelaskan tentang kondisi penderita, 3.      Pengetahuan kelurga bertambah dan
prosedur, terapi dan prognosanya dapat mempersiapkan keluarga
4.      Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dalam merawat klien post operasi
dengan contoh bila keluarga belum 4.      Keluarga dapat menerima seluruh
mengerti informasi agar tidak menimbulkan
salah persepsi
4.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.
Tujuan : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil :
-        TD dalam batas normal
-        Tidak terdapat perdarahan
-        Tidak terdapat kemerahan
Intervensi Rasional
1.      Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, 1.      Mengetahui penyebab terjadinya in
nafsu makan menurun, ketidakstabilan, feksi
perubahan warna kulit ) 2.      Mencegah timbulnya ifeksi
2.      Lakukan rawat luka 3.      Asupan nutrisi dapat membantu
3.      Pantau asupan nutrisi menyembuhkan luka
4.      Kolaborasi dalam pemberian antibiotic4.      Antibiotik dapat mencegah

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Merupakan sindroma klinis yang
dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan
dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat
mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagian yaitu :
1.      Hidrochepalus komunikan
2.      Hidrochepalus non-komunikan
3.      Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan hai
ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah sakit.

B.     Saran
1.         Mahasiswa-mahasiswi

Mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti tentang Asuhan Keperawatan dengan Pasien 


Hidrosefalus

2.         Institusi

Institusi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya makalah yang baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persyarafan.Jakarta:Salemba


Medika
Ngoerah, Igusti Ngoerah.2001.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf.Jakarta:EGC
Suddart, & Brunner.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai