Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Hirschprung”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan

Dosen Pembimbing:

Yusi Sofiyah, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An

Disusun Oleh:

KELOMPOK 9

Dina Ayu Mardiani NIM. 032015010

Dina Inayati NIM. 032015011

Efi Suryani NIM. 032015012

Hilma Halimatusy Syfa NIM. 032015021

Willie Wijaya NIM. 032015048

Choerunnisa Badjideh NIM. 032015050

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2017
KATA PENGATAR

Assalamualaikumwr.wb.

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kesempatan


kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di
harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang“Hirschprung”dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan kami.
Dengan dibuatnya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu, kami juga berharap
untuk para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena
akan meningkatkan mutu individu kita. Kami sangat menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terbatas, sehingga saran dari dosen pengajar serta
kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
khalayak masyarakat maupun bagi kami pribadi.

Wassalamu’alaikum.wr.wb.

Bandung, 14 Maret 2017

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Definisi Hirschprung .................................................................................... 6
B. Etiologi Hirschprung .................................................................................... 7
C. Tipe-tipe Hirschprung .................................................................................. 7
D. Tanda dan Gejala Hirschprung..................................................................... 8
E. Patofisiologi Hirschprung ............................................................................ 9
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 10
G. Kompilkasi Hirschprung ............................................................................ 13
H. Penatalaksanaan Hirschprung .................................................................... 13
I. Nursing Clan Plan Hirschprung ................................................................. 15
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 21
A. Simpulan .................................................................................................... 21
B. Saran ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886.
Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Ada beberapa
pengertian mengenai Hirsch sprung atau Mega Colon, namun pada intinya
sama dengan penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
– sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan
ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik
serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Penyakit Hirschsprung atau
Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi 3 Kg, lebih
banyak laki – laki dari pada aterm dengan berat lahir perempuan.
Hischsprung adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai
pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen
(90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh
kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak
adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik
sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi
yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital
pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
4

diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion.
Hirschprung terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi
penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya
ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Mortalitas dari kondisi ini
dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam
diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis
dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi Hirschprung!
2. Jelaskan etiologi Hirschprung!
3. Sebutkan tipe-tipe Hirschprung!
4. Sebutkan tanda dan Gejala Hirschprung!
5. Jelaskan patofisiologi Hirschprung!
6. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada Hirschprung!
7. Apa saja kompilkasi Hirschprung?
8. Sebutkan penatalaksanaan dari Hirschprung!
9. Bagaimana nursing care plan pada Hirschprung?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Hirschprung.
2. Mengetahui etiologi Hirschprung.
3. Mengetahui tipe-tipe Hirschprung.
5

4. Mengetahui tanda dan gejala Hirschprung.


5. Mengetahui patofisiologi Hirschprung.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Hirschprung.
7. Mengetahui kompilkasi Hirschprung.
8. Mengetahui penatalaksanaan Hirschprung.
9. Mengetahui nursing care plan Hirschprung.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hirschprung
Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari
sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion
(tidak adanya fleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak
bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur dari
kolon. (Lee, 2008).
Penyakit ini merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usu yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum atau juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapat sel
ganglion parasimpatik dari fleksus auerbach kolon. (Ilmu Kesehatan Anak,
A.Aziz hal 104).
Hirschprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali
kongenital yang mengakibatkan pnstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagai usus (Wong, 1996).
Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf
ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis
(Sacharin, 1986).
Hirschprung adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tdak
adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden, 2000).
Hirschprung adalah kondisi yang merupakan kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 kg, lebih banyak laki-laki dari
pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000).

6
7

B. Etiologi Hirschprung
Penyebab hirsprung atau megakolon itu sendiri belum diketahui tapi
diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada
anak dengan down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus, gagal eksitensi, kranium kaudal pada myentrik dan
submukosa dinding plexus.
Penyebab penyakit ini belum diketahui (Greaf, 1994). Kemungkinan
melibatkan faktor genetik. Terdapat hubungan peningkatan risiko familial
dari penyakit ini, dimana laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan
4:1 (Berhman, 1996).
Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari berbagai
penyebab tersebut yang banyak dianut adalah teori, karena kegagalan sel-
sel krista neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran
cerna bagian bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada
ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut. sehingga
menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam
lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan
penebalan dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala
obstruktif usus akut, atau kronis tergantung panjang usus yang mengalami
aganglion.

C. Tipe-tipe Hirschprung
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996) hirschprung
dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschprung
dibedakan menjadi 2 tipe berikut:
1. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionis mulai dari anus sampai sigmoid,
terjadi pada sekitar 70 % kasus penyakit hirschprung dan tipe ini lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada
tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada
laki-laki dibanding wanita dan kesempatan bagi saudara laki-laki dari
8

penderita anak-anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20


(Sacharin, 1986).
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang
dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus
tanpa membedakan jenis kelamin.

D. Tanda dan Gejala Hirschprung


Gejala penyakit Ini pada pada masa bayi biasanya kesulitan
pergerakkan usus, nafsu makan yang menurun, penurunan berat badan,
serta kembung pada perut.
1. Terlambatnya pengaluaran meconium dalam 48 jam setelah lahir
mengingkatkan dugaan Hirschprung
2. Distensi abdomen dan/atau muntah dapat terjadi pada bayi
3. Konstipasi yang kronik pada anak yang lebih besar atau individu
dewasa dapat menandakan gangguan ini

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan meconium dalam 24-28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi Cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen.

1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan


ketiadaan evakuasi meconium. Keterlambatan evakuasi meconium
diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi
2. Gejala ringan berupa konstipasi Selma beberapa inggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya
feses yang meyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul entrokolitis nikrotiskans terjadi distensi
abdomen hebatdan diare berbau busuk yang dapat berdarah
9

3. Anak-anak
a) Konstipasi
b) Tinja seperti pita dan berbau busuk
c) Distensi abdomen
d) Adanya massa difecal dapat dipalpasi
e) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

E. Patofisiologi Hirschprung
Prediposisi genetik gangguan
perkembangan enterik dengan tidak
adanya sel-sel gangglion pada bagian distal
kolondari sistem saraf

Ketidakmamapuan
pengembangan dan pengempisan
pada area aganglionik

Penyakit hiscrprung

Absorpsi air Obstruksi Gangguan


tidak normal kolon distal gastrointestinal

Penurunan konstipasi Mual,muntah,


intake cairan kembung,anoreksia

Obstruksi kolon
Resiko proximal Intake nutrisi
ketidakseimbangan tidak adekuat
Intervensi
cairan
pembedahan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Penurunan
kebutuhan
volume cairan
pembedahan
pasca operasi
Resiko tinggi syok
Luka pasca bedah
hipovolemik
Kerusakan
jaringan pasca
Resiko infeksi
bedah
10

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Permeriksaan laboratorium
a. Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan
panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanan cairan daln
elektrolit.
b. Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegtahui
hematocrit dan platelet preoperative
c. Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
tidak ada gangguan pembekuab darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang
distensi dengan adanya udara dalam rectum

b. Barium Enema
Pemeriksaan barium enema harus dikerjakan pada neonatus
dengan keterlambatan evakuasi mekonium yang disertai dengan
11

distensi abdomen dan muntah hijau, meskipun dengan pemeriksaan


colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi usus telah mereda atau
menghilang. Tanda klasik khas untuk PH adalah segmen sempit dari
sfingter anal dengan panjang segmen tertentu, daerah perubahan dari
segmen sempit ke segmen dilatasi (zona transisi), dan segmen
dilatasi.1,2 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Theodore, Polley
dan Arnold dari tahun 1974 sampai 1985 mendapatkan hasil bahwa
barium enema dapat mendiagnosis 60% dari 99 pasien dengan PH.
Dalam literatur dikatakan bahwa pemeriksaan ini mempunyai
sensitivitas 65-80% dan spesifisitas 65-100%.8 Hal terpenting dalam
foto barium enema adalah terlihatnya zona transisi. Zona transisi
mempunyai 3 jenis gambaran yang bisa ditemukan pada foto barium
enema yaitu 1. Abrupt, perubahan mendadak; 2. Cone, berbentuk
seperti corong atau kerucut; 3. Funnel, bentuk seperti cerobong.1,2
Selain itu tanda adanya enterokolitis dapat juga dilihat pada foto
barium enema dengan gambaran permukaan mukosa yang tidak
teratur. Juga terlihat gambar garis-garis lipatan melintang, khususnya
bila larutan barium mengisi lumen kolon yang berada dalam keadaan
kosong. Pemerikasaan barium enema tidak direkomendasikan pada
pasien yang terkena enterokolitis karena adanya resiko perforasi
dinding kolon.
3. Biospi
Biospi rectum untuk melihat ganglion pleksus submucosa
meisner, apakah terdpat ganglion atau tidak. Pada penyakit
hirschsprung ganglion ini tidak ditemuakan. Berupa kolostomi pada
usus yang memilki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi usus dan mencegah
enterocolitis sebagai slah satu komplikasi yang berbahaya.
4. Anorectal Manometry
Pemeriksaan anorektal manometri dilakukan pertama kali oleh
Swenson pada tahun 1949 dengan memasukkan balón kecil dengan
12

kedalaman yang berbedabeda dalam rektum dan kolon. Alat ini


melakukan pemeriksaan objektif terhadap fungsi fisiologi defekasi
pada penyakit yang melibatkan spingter anorektal. Pada dasarnya, alat
ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap
tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat
seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil manometri anorektal
yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
A. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
B. Tidak didapati kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada
segmen ususaganglionik; Motilitas usus normal digantikan oleh
kontraksi yang tidakterkoordinasi dengan intensitas dan kurun
waktu yang berbeda-beda.
C. Refleks inhibisi antara rektum dan sfingter anal internal tidak
berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah
distensi rektum akibat desakan feses. Tidak dijumpai relaksasi
spontan.
Dalam prakteknya pemeriksaan anorektal manometri tersebut
dikerjakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan
histologis meragukan, misalnya pada kasus PH ultra pendek.
Laporan positif palsu hasil pemeriksaan manometry berkisar
antara 0-62% dan hasil negatif palsu 0-24%. 1 Pada literature
disebutkan bahwa sensitivitas manometri ini sekitar 75-100% dan
spesifisitasnya 85-95 %.8 Hal serupa hamper tidak jauh beda
dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa tes ini
mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas sebesar 95%.7 Perlu
diingat bahwa refleks anorektal pada neonatus prematur atau
neonatus aterm belum berkembang sempurna sebelum berusia 12
hari. Keuntungan metode pemeriksaan anorektal manometri
adalah aman, tidak invasif dan dapat segera dilakukan sehingga
pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi
umum.
13

Gambar: gambaran manometri anorekatal,yang memakaib balon


berisi udara sebagai transducernya. PadapenderitaHirschsprung
(kanan), tidak terlihat relaksasi sfingter ani.

G. Kompilkasi Hirschprung
1. Strangulasi
2. Obstruksi instestinal
3. Infeksi (pasca bedah)
4. Gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi
5. Impaksi fekal
6. Obstruksi usus
7. Kostipasi
8. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
9. Entrokolitis
10. Struktur anal dan inkontinensia

H. Penatalaksanaan Hirschprung
1. Reseksi bagian yang sakit secara bedah
2. Prosedur Swenson
14

Orvar Swenson dab Bill (1948) dalah yang mula-mula


memprkenalkan operasi Tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan
bedah definitive pada penyakit hirschsprung. Pada dasarnya, operasi
yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spingter
ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rectum distal dari linea dentate.
sebenarnya adalah meninggalkan daerah agangloinik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai apasme rectum yang
ditinggalkan, Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode
operasinya (tahun1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior,
yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rectum bagian anterior dan 0,5-
1 cm rectum posterior.
3. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel Tahun1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosdur Swenson. Prinsip dasar prosedur
ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionic kea rah anal
melalui bagian posterior rectum yang aganglionik, menyatukan
dinding posterior rectum yang aganglionik dengan dinding anterior
kolon proksimal yang ganglionic sehingga membentuk rongga baru
dengan anastomose end to side.
4. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein
tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorectal letak
tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan
bedah definitif hirschsprung. Tujuan utama prosedur ini ini adalah
membuang mukosa rectum yang aganglionik, kemudian mernarik
terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen
rektum yang telah dikupas tersebut.
5. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakuakan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan
rectum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge),
15

menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal


ekstraperitineal. Pasca operai, sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis.
6. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk
menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan
memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitif.

I. Nursing Clan Plan Hirschprung


7. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk
kerusakan tindakan nyeri secara mengetahui
jaringan pasca keperawatan, nyeri komprehensif tindakan dan
bedah berkurang dengan temasuk lokasi, terapi yang tepat
kriteria hasil : karakteristik,
1. Klien tenang durasi, frekuensi,
dan tidak kualitas, skala dan
terlihat nyeri faktor presipitasi.
ditandai 2. Kaji kultur yang 2. Agar mengetahui
dengan mempengaruhi apa yang
menangis respon nyeri memperparah
berkurang nyeri klien
2. Skala nyeri 1 3. Gunakan teknik 3. Mengatsi nyeri
(rentang 1-10) nonfamakologi sebelum ke
3. TTV dalam seperti memberikan terapi
rentang klien doa untuk farmakologi
normal mengatasi rasa
nyeri dan
16

mengompres bagian
yang terasa nyeri
4. Monitoring TTV 4. Perubahan TTV
dapat
mempengaruhi
nyeri
5. Kolaborasi dengan 5. Jika teknik non
dokter untuk farmakologi
pemberian obat anti tidak berhasil,
nyeri maka teknik
farmakologi
dapat dilakukan
Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Agar engetahui
an nutrisi kurang tindakan pasien untuk apa saja yang
dari kebutuhan keperawatan mendapatkan dapat
b.d intake nutrisi ketidakseimbangan nutrisi yang dikonsumsi oleh
yang tidak nutrisi kurang dari dibutuhkan klien
adekuat kebutuhan teratasi, 2. Berikan susu 2. Susu sangat
dengan kriteria formula atau ASI pening untuk
hasil : agar nutrisi klien mempertahanka
1. Berat badan tetap terpenuhi n tumbuh
sesuai dengan usia kembang klien
dan tinggi badan 3. Monitor berat 3. Berat badan
klien badan klien yang menurun
2. Tidak ada tanda- dapat menjadi
tanda malnutrisi tanda-tanda
3. Tidak terjadi awal
penurunan berat kekurangan
badan yang nutrisi
signifikan
17

Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Perawatan luka


luka pasca bedah tindakan perawatan luka sebaiknya
keperawatan, risiko steril pada hari tidak setiap
infeksi dapat kedua pasca hari untuk
teratasi dengan bedah dan menurunkan
kriteria hasil : diulang setiap kontak
1. Klien bebas dua hari. tindakan
dari tanda dan dengan luka
gejala infeksi yang dalam
2. Jumlah kondisi steril
leukosit dalam sehingga
batas normal mencegah
kontanminasi
kuman ke luka
bedah.
2. Bersihkan luka 2. Pembersihan
dan drainaze dibris dan
dengan cairan kuman sekitar
antiseptik jenis luka dengan
iodine providum mengoptimalk
dengan cara an kelebihan
swabing dari arah dari iodine
dalam keluar. providum
sebagai
antiseptik
untuk
mencegah
kontaminasi
kuman ke
jaringan luka.
3. Tutup luka
3. Penutupan
18

dengan kassa secara menyeluruh


steril dan tutup dapat menghindari
dengan plester kontaminasi dari
adhesif yang benda atau udara
menyeluruh yang bersentuhan
menutupi kassa. dengan luka bedah.
4. Antibiotik
4. Kaloborasikan
injeksi diberikan
penggunaan
selama satu hari
antibiotik
pascabedah yang
kemudian
dilanjukan
antibiotik oral
sampai jahitan
dilepas

2. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
Nyeri akut b.d 1. Melakukan S: -
kerusakan jaringan pengkajian nyeri O:-
pasca bedah secara komprehensif A : Masalah
temasuk lokasi, teratasi
karakteristik, durasi, P:-
frekuensi, kualitas,
skala dan faktor
presipitasi.
2. Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
19

3. Menggunakan teknik
nonfamakologi seperti
memberikan klien doa
untuk mengatasi rasa
nyeri dan
mengompres bagian
yang terasa nyeri
4. Memonitoring TTV
5. Melakukan kolaborasi
dengan dokter untuk
pemberian obat anti
nyeri
Ketidakseimbangan 1. Mengkaji kemampuan S : -
nutrisi kurang dari pasien untuk O:-
kebutuhan b.d intake mendapatkan nutrisi A : Masalah
nutrisi yang tidak yang dibutuhkan teratasi
adekuat 2. Memberikan susu P:-
formula atau ASI
agar nutrisi klien
tetap terpenuhi
3. Memonitor berat
badan klien
Resiko infeksi b.d 1. Melakukan perawatan S : -
luka pasca bedah luka steril pada hari O : -
kedua pasca bedah A : Masalah
dan diulang setiap dua teratasi
hari. P:-

2. Membersihkan luka
dan drainaze dengan
cairan antiseptik jenis
20

iodine providum
dengan cara swabing
dari arah dalam
keluar.

3. Menutup luka dengan


kassa steril dan tutup
dengan plester
adhesif yang
menyeluruh
menutupi kassa.

4. Melakukan
kaloborasi untuk
penggunaan
antibiotik
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari
sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion
(tidak adanya fleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak
bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur dari
kolon. Penyebab hirsprung atau megakolon belum diketahui tapi diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak
dengan down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksitensi, kranium kaudal pada myentrik dan
submukosa dinding plexus. Salah satu tanda dan gejalanya adalah
terlambatnya pengaluaran meconium dalam 48 jam setelah lahir. Dengan
pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan laboratorium, pemeriksan
radiologi, biopsi dan anorectal manometri. Dan komplikasi yang akan
terjadi adalah salah satunya strangulasi dan obstruksi instestinal.

B. Saran
Diharapkan kepada setiap ibu untuk mengetahui kelainan atau cacat
bawaan yang biasanya terjadi pada bayi baru lahir (neonatus) dengan cara
memriksakan kepada petugas kesehatan, dan tak lupa agar ibu menjaga
kondisi dan nutrisi pada saat hamil agar tidak terjadi kelainan kongenital
pada saat bayi lahir.

21
DAFTAR PUSTAKA

leMone, Priscila. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.

Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta. Erlangga.

Sodikin. 2011. Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta.


Salemba Medika.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai