Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“KONSEP BAYI HIPERBILIRUBINEMIA”

Dibimbing oleh :

Ns. Dewi Narullita, M.Kep.

Disusun Oleh :

Kelompok XII

1. Rindiani

2. Ilham Ulil Hazmi

AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO

YAYASAN SETIH SETIO MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dalam bentuk makalah tanpa suatu
halangan yang amat berarti hingga akhir penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa pula penulis ucapakan terima kasih kepada Dosen
mata kuliah “ KEPERAWATAN ANAK ” yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.
Demikian yang penulis sampaikan, apabila ada kesalahan penulisan dalam makalah ini yang kurang
berkenan penulis mohon maaf sebesar – besarnya. Sekali lagi penulis ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pembuatan maklah ini.  Semoga makalah ini
bias bermanfaat bagi pembaca.   
 
Muara Bungo,  Maret 2022
 

Penulis
 
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................I
Kata Pengantar....................................................................................................................II
Daftar Isi.............................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Hiperbilirubin .............................................................................................3
2.2 Anatomi fisiologi........................................................................................................3
2.3 Etiologi ...............................................................................................................4
2.4 Tanda Dan Gejala..................................................................................................6
2.5 Patofisiologi ........................................................................................................8
2.6 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………….
2.7 Penatalaksanaan ……………………………………………………………..
2.8 Komplikasi…………………………………………………………….
2.9 Prognosis ………………………………………………………………….
2.10 Askep…………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP......................................................................................................10
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperbilirubinemia atau biasa disebut ikterus neonatorum adalah suatu kondisi yang
terjadi pada bayi baru lahir atau neonatus yang disebabkan tingginya kadar bilirubin
serum sebanyak >5mg/dL dalam darah. Gejala utama yaitu perubahan warna kulit,
jaringan mukosa, sklera, dan organ menjadi kekuningan yang dapat dilihat secara
visual dan dianggap sebagai salah satu masalah utama pada periode neonatal di
seluruh dunia dengan angka kejadian yang tinggi, terutama di Asia dan Tenggara
(Yahya, 2017).
Hiperbilirubinemia sering dijumpai pada bayi baru lahir dan memerlukan perhatian
pelayan kesehatan (Djokomulyanto, 2016). Secara klinis ditemukan perubahan warna
kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum
lebih dari yang diharapkan berdasarkan usia bayi atau ≥9 persentil (Djokomulyanto,
2016). Bayi kurang bulan maupun bayi berat lahir rendah mempunyai angka kejadian
tiga belas kali lebih banyak memerlukan perawatan di rumah sakit dan terapi sinar
dibandingkan dengan bayi cukup bulan (Djokomulyanto, 2016)
Ikterus terdiri dari 2 macam yaitu, ikterus fisiologis yang terjadi karena reduksi
normal sejumlah sel – sel darah merah setelah lahir dan ikterus patologis yang terjadi
karena kondisi abnormal seperti eritoblastosis fetalis, kelainan duktus empedu, atau
septikemia.Maryunani, 2016). Penanganan ikterus fisiologis secara umum yaitu jaga
suhu tubuh bayi, beri ASI sedini mungkin dengan jumlah yang cukup, setiap pagi
dijemur selama 1 jam, bila keadaan memburuk segera rujuk ke rumah sakit
(Maryunani, 2016). Penanganan ikterus patologis yaitu segera mungkin rujuk ke
rumah sakit, fototerapi, tranfusi tukar (Maryunani, 2016).Ikterus yang tidak dikelola
dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pada otak bayi yang diawali dengan
alergi, layuh, dan malas minum, setelah beberapa hari akan menjadi opistotonus,
tangisan melengking dan dapat kejang kemudian dapat menyebabkan kematian bayi
(Elli Hidayati, 2016)

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa pengertian hiperbilirubin?
b. Jelaskan anatomi fisiologi dari hiperbilirubin!
c. Apa saja etiologi hiperbilirubin?
d. Apa saja tanda dan gejala hiperbilirubin?
e. Bagaimana patofisiologi hiperbilirubin?
f. Bagaimana pemeriksaan penunjang hiperbilirubin?
g.Bagaiman penatalaksanaan hiperbilirubin?
h. Apa saja komplikasi hiperbilirubin?
i. Bagaimana prognosis hiperbilirubin?

1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian hiperbilirubin
b. Untuk mengetahui anatami fisiologi dari hiperbilirubin
c. Untuk mengetahui etiologi hiperbilirubin
d. Untuk mengetahui tandan dan gejala hiperbilirubin
e. Untuk mengetahui patofisiologi hiperbilirubin
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hiperbilirubin
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin
h. Untuk mengetahui komplikasi hiperbilirubin
i. Untuk mengetahui prognosis hiperbilirubin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10 % mg
pada minggu pertama yang ditandai dengan kk terus pada kulit, sklera dan organ
lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Ikterus
Neounatarum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubin merupakan salah satu
kegunaan tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).

Hiperbilirubin adalah suatu kondisi bayi lahir dengan kadar bilirubin serum total
lebih dari 10% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus (Hidayat A.A,
2013). Hiperbilirubin adalah merujuk pada tingginya kadar hiperbilirubin
terakumulasi dalam darah ditandai dengan ikterus, suatu pewarnaan kuning pada
kulit, sklera dan kuku (Wong, 2010).

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah


suatu keadaan bayi baru lahir (BBL) yang mengalami peningkatan kadar hiperbilirubin
dengan serum total lebih dari 10 % mg pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus, suatu pewarnaan pada kulit, sklera dan kuku.

2..2 Anatomi Fisiologi


Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya cokelat dan
beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan
bawah diafragma. Hati terbagi atas 2 lapisan utama: permukaan atas terbentuk cembung,
terletak dibawah diafragma, dan permukaan bawah tidak ada rata dan memperlihatkan lakukan
fisura transversus.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati
dibagi menjadi 4 belahan: lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadrates. Hati
mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena aorta. Arteri hepatica,
keluar dari aourta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95%-100%
masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya
keluar sebagai vena hepatiaka. Vena aourta, yang terbentuk dari lienslis, dan vena mesentrika
superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab
beberapa oksigen telah diambil oleh limfs dan usus..Guna darah ini membawa zat makanan
kehati yang telah diabsorpsi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm.
Satu dengan yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati,
cabang vena aourta, arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan
dan membentuk saluran aourta.

Darah berasal dari vena lobus aourta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap dislauri oleh
sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan diantara
lobolus hati, disebut vena interlobular. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk kedalam bahan
lobus yaitu vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah vena lain yang disebut vena
sublobulur, yang satu sama lain membentuk vena hepatika dan langsung masuk ke dalam vena
kava inferior.

b. Fisiologi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi, tiga dasar hati
adalah:
1) Pembentukan sekresi empedu yang dimasukkan kedalam usus halus
2) Berperan pada banyak aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme
karbohidrat , lemak, dan protein.
3) Menyerang darah untuk membuat bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah
limen usus..

Pembuluh darah yang mengalirkan darah ke hati adalah pembuluh darah hepatika (30%) dan
vena aourta (70%). Arteri hepatika membawa darah teroksigenasi ke hati, sedangkan vena aourta
membawa darah vena yang kaya akan hasil pencernaan yang telah terabsorbsi dari saluran
pencernaan.

Darah arteri dan darah vena dimasukkan ke vena sentralis dari setiap lobus hati melalui sirosis
hati. Vena sentralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan dan kiri dan vena ini meninggalkan
permukaan posterior.
Hati merupakan organ yang bersangkutan dengan metabolisme tubuh khususnya mengenai
pengaruh atas makanan dan darah, hati merupakan pabrik terbesar dalam tubuh yang menjadi
perantara metabolisme, artinya hati mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus yang
disimpan di suatu tempat di dalam tubuh yang digunakan sesuai pemakaiannya dalam jaringan
(Scanlon .c.v, 2015).

2.3. Etiologi

Penyebab dari ikterus diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Produksi hiperbilirubin yang berlebihan.


b. Gangguan dalam proses ambil dan konjugasi hepar.
c. Gangguan transportasi dalam metabolis bilirubin.
d. Gangguan dalam sekresi.
(Ridha, 2014).

Adapun bilirubin terdiri dari 2 jenis, yaitu:

a. Bilirubin direk
Bilirubin yang ditranspor ke liver berupa bilirubin direk yaitu bilirubin yang melekat pada
albumin. Bilirubin direk yang terikat pada albumin tidak larut dalam air, karenanya tidak didapati
di urin. Nilai normal bilirubin direk adalah 0,1-0,4 g/dt.

b. Bilirubin indirek
Dalam liver bilirubin direk akan dilepas dari ikatannya dengan albumin dan akan berikatan
dengan asam glukuronat membentuk bilirubin indirek. Semua bilirubin indirek ini akan
dikumpulkan dalam empedu dan dalam keadaan normal tidak ada dalam plasma darah. Adanya
bilirubin indirek dalam plasma darah menunjukkan adanya keadaan tidak normal. Karena
bilirubin indirek larut dalam air maka bilirubin bisa didapati didalam urin. Adanya bilirubin di
dalam win disebut bilirubinuria, hal ini selalu patotogis. Bilirubin indirek yang ada dalam empedu
di usus akan dipecah oleh bakteri usus menjadi sterkobilinogen sebagian kecil sterkobilinogen
akan diserap kembali oleh usus masuk kedalam darah dan di ekskresi kembali melalui empedu,
namun ada yang tetap dalam plasma dan terbawa ke ginjal diekskresi kedalam urin berupa
urobilinogen dan urobilin. Jadi, urobilindan uribilinogen dalam keadaan normal bisa didapati di
urin. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tu ja berwarna cokelat. Tinja yang warnanya
pucat kemungkinan ada obstruksi empedu. Zat-zat pada cairan empedu yang berwarna adalah
bitirubin, urobilin, sterkobilin, sedangkan yang tidak berwarna adalah urobilinogen,
sterkobilinogen.

2.4. Tanda Dan Gejala

Adapun tanda dan gejala dari hiperbilirubin menurut Hidayat A.A (2013):
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
b. Latergik (lemas).
c. Kejang.
d. Reflek menghisap lemah sampai tidak ada.
e. Kulit tampak kuning.
f. Kadar bilirubin serum melebihi 10% mg pada neonatus cukup bulan, dan melebihi 12,5% mg
pada neonatus kurang bulan.
g. Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5% mg atau lebih setiap 24 jam.

Tabel 4.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Derajat ikterus Daerah Ikterus Perkirahaan kadar bilirubin


I Dari kepala sampai leher 5,0% mg
II Dari kepala, badan sampai 9,0% mg
dengan umbilicus
III Dari kepala, badan, paha 11,4 mg/dl
sampai dengan lutut
IV Dari kepala, badan, 12,4 mg/dl
ekstremitas sampai dengan
pergelangan tangan dan kaki
V Dari Kepala, badan,semua 16,0 mg/dl
ekstremitas sampai dengan
ujung jari

2.5. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bahan bilirubin pada sel
hepar yang terlalu berlebihan.

Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit polisemia,
Memendeknya umur eritrosit janin/bayi. Meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapat peningkatan sirkulasi entrohepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan akan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin inderek yang bersifat sukar
larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologik pada sel otak, ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut akan timbul
apabila kadar bilirubin inderek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
dari tingginya bilirubin tetapi tergantung pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
inderek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
imatiritas, berat badan lahir rendah, hipoksia dan kelainan suasana saraf pusat
karena trauma atau infeksi (Haryanto, 2012).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Pada Hiperbilirubin (Haryanto, 2012).

a. Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas ABO, dapat


disebabkan oleh dua hal, yang pertama akibat ketidakcocokan golongan darah ABO
saat melakukan transfusi sehingga terjadi reaksi hepmolysis intravaskuler akut juga
data disebabkan oleh reaksi imunitas antara antigen dan antibody yang sering terjadi
pada ibu dan janin yang akan dilahirkan.

b. Bilirubin total: kadar direk (terkonjungasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,15 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar inderek (tidak terkonjungasi) tidak
boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup bulan 15 mg/dk pada bayi preterm ( tergantung pada berat badan).

c. Protein serum total: kadar kurang dari 3,09 kkal menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi preterm.

d. Hitung darah lengkap: hemoglobin (hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)
karena hemolisis, hematocrit (ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada
polisemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

e. Glukosa: kadar dektrosik mungkin kurang dari 45%) glukosa darah, kurang dari 30
mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 50 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemia
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

f. Daya ikat karbondioksida: penurunan kadar menimbulkan hemolisis

g. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM


(sel darah merah) dalam respon terhadap hemolisis yang berkenan dengan penyakit
Rh.

h. Sel darah perifer: dapat menunjukkan SDM (sel darah merah) abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin adalah sebagai


berikut:

a. Apabila terjadi risiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar bilirubin,
maka intervensi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan mengawasi dampak
perubahan kadar bilirubin, seperti adanya jaundice, konsentrasi urin, latergik,
kesulitan makan, reflek moro, adanya tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan
hematocrit, serta pencatatan penurunan; melakukan fototerapi dengan mengatur
waktu sesuai dengan prosedur dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar.

b. Foterapi merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang


menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam
untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu. Cara melakukan
fototerapi adalah sebagai berikut:
1) Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
2) Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya
3) Jarak bayi dan lampu kurang lebih 40 cm
4) Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali
5) Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
6) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam
7) Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada pasien yang
mengalami hemolysis
8) Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar
9) Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10 buah yang
disusun secara rallel.

c. Transfusi Tukar

Transfusi tukar dilakukan pada keadaaan hiperbilirubin yang tidak dapat diatasi
dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan terapi kadar bilirubin tetap
meningkat. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar:
1) Kadar bilirubin inderek lebih dari 20% mg
2) Kenaikan kadar bilirubin inderek cepat yaitu 0,3-1 mgh%
3) Anemia berat pada neonatus dan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin taki pusat <14% mg tujuan transfusi tukar adalah
mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang eritrosit yang dapat
menjadi hemolisis, membuang anti bodi yang menyebabkan hemolisis (Ridha, 2014).

2.8. Komplikasi
a Bila terjadi hiperbilirubin maka dikhawatirkan akan mengalami kern ikterus yaitu
pada kerusakan otot akibat peningkatan bilirubin inderek pada otot terutama korpus
striatum, thalamus, nucleus merah dan nucleus didasar vertikal IV.
1) Letargik
2) Kejang
3) Tudak mau menghisap
4) Tinus otot meninggi
5) Leher kaku

b. Pada umur lebih lanjut, jika bayi masih hidup dapat terjadi:
1) Spasme otot
2) Kejang
3) Gangguan bicara
4) Tuli pada nada yang tinggi (Ridha, 2014).

2.9 Prognosis

Hiperbilirubin baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin inderek telah melalui
sawar darah otak. Ada keadaan ini penderita mungkin menderita kern ikterus atau
ensefalopati biliaris.

Gejala ensefalopati biliaris segera dilihat pada masa neonatus atau baru tampak
setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan
dan hanya memperlihatkan gejala minimum, latergik dan gilo tonik. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonus. Pada stadium lanjut mungkin
didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan reterdasi mental di
hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaikanya pada semua
penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam
pertumbuhan fisik dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman
pendengarannya. (Haruyanto, 2012).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari pasien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Langkah langkah dalam pengkajian meliputui :
a. Identitas bayi dan orang tua
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, sebagian besar bayi pasien
hiperbilirubin adalah bayi dengan umur mulai 0-28 hari jenis kelamin (terjadi lebih
sering pada bayi pria dari pada bayi wanita) ( Wong L. donna, 2013).

b. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hperbilirubin biasanya ik terus pada kulit, sklera dan
kuku ( Wong, 2013).

c. Riwayat penyakit sekarang


Biasanya keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
menurun, BB turun , pemeriksaan tonus otot ( kejang/tromor ). Hidrasi bayi
mengalami penurunan, kulit tampak kuning, sklera mata kuning, perubahan warna
pada fases dan urine( Hidayat A. A,2012).
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya ditemukan ik-terus, latergi, reflex
menghisap lemah sampai tidak ada ( Ngastiyah, 2015).

d. Riwayat penyakit dahulu


Yang dapat ditayakan adalah riwayat masa lalu tentang penyakit yang pernah
dialami, atau riwayat masuk rumah sakit ( Hidayat A. A,2012).

e. Riwayat penyakit keluarga


Pada bayi dengan hiperbilirubin bias juga dipengaruhi oleh asal etnik : mereka yang
berasal dari korea , cina , jepang dan india amerika yang memiliki kadar bilirubin
lebih tiggi ( Haws S. Paulette, 2013).

f. Riwayat kehamilan dan persalinan


Riwayat prenatal meliputi DM ( Diabetes Melitus), golongan darah (Rh/abo)
penggunaan obat obatan yang meningkatkan icterus.
Misalnya : salisilat sulkaturosi oksitosin yang dapat memoercepat proses konjugasi
sebelum ibu partus, sedangkan untuk riwayat intranatal yaitu prematur, persalinan
dengan vaskum retraksi, penjepit tali pusat yang terlambat, persalinan dengan
trauma an riwayat kehamilan sebelumnya yaitu abortus, asfiksia dan hipoksia
( Haryanto, 2012).

g. Riwayat imunisasi
Menyangkut jenis jenis imunisasi yang telah didapat oleh anak, imunisasi yang harus
dipaparkan oleh anak yaitu :
1. BCG : diberikan pada umur 0-3 bulan dengan pemberian 1 x BCG cara
pemberian intracutan ( IC ) dengan dosis 0,05 cc.
2. Polio : diberikan pada umur 0-11 bulan dengan pemberian 4x dengan interval 4
minggu, cara pemberian melalui oral 2 tetes.
3. Hepatitis b: diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1
dan 3-6 bulan dengan pemberian 3x dengan interval 4 minggu, cara pemberian
intramuskuler (IM) dengan dosis 0,5 cc ( Hidayat A. A,2013 ).

h. Riwayat pertumbuhan dan perkmbangan


Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan secara fisik dan perkembangan dan
kemampuan motoric halus dan motoric kasar, yang diketahui dengan menilai reflex
pada bayi ( Prawirohardjo , 2011).

i. Pola kebutuhan dasar (modifikasi Virginia handerson & calista roy )


1. Pola respirasi
Pada bayi preterm (kurang bulan) dengan hiprbilirubin kemungkinan gangguan
respirasi/sesak dapat terjadi karena otot otot pernafasan yang masih lemah.
2. Pola nutrisi
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya memiliki reflek hisap yang lemah,
sehingga ASI yang diterima kurang dan dapat menyebabkan penurunan berat
badan.
3. Pola eliminasi
Pada bayi dengan hiprbilirubin biasanya mengalami perubahan pada warna
fases dan urine. Fases mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin dan urin berwarna pekat.
4. Pola istirahat dan tidur
Pada bayi dengan hiperbilirubin pengkajian pola istirahat dan tidur adalah
istirahat tidurnya akan terganggu apabila pasien BAB/BAK dan haus.
5. Kebutuhan aktivitas
Pada bayi dengan hiprbilirubin biasanya hanya mampu berbaring ditempat tidur
dan bergerak semampunya karena keaadannya yang lemah.
6. Kebutuhan personal hygiene
Pada bayi dengan hiperbilirubin dari baru lahir tidak pernah dimandikan. Kain
dan selimut pasien akan digantikan apabila kotor dan basah karena BAB/BAK.
7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan menangis pada saat tindakan
fototerpi.
8. Pola pengaturan suhu tubuh
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya terjadi hipotermi atau hipetermi dan
normal suhu tubuh 36,5oC-37,5OC.
9. Cairan dan elekrolit
Pada bayi dengan hiperbilirubin pemenuhan cairan melalui parenteral dan
melalui ASI.
10. Integritas kulit
Pada bayi dengan hiperbilirubin integritas kulitnya terganggu karena ada icterus
dan kulit kering akibat fototerafi.
11. Kebutuhan berpakaian
Pada bayi dengan hiperbilirubin dibantu oleh ibu atau keluarganya dalam
berpakaian. Apabila dilakukan fototerapi,pasien hanya memakai popok, kain
serta penutup mata dan penutup genetalia.
12. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya kebutuhan bermain akan terganggu
karena berada dalam perawatan (fototerapi).
13. Pola kebutuhan komunikasi
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya hanya bias menangis apabila BAB/BAK,
haus dan tidak nyaman dengan kondisi dilingkungan sekitar serta tindakan yang
dilakukan di RS.

j. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada bayi dengan hiperbiliriun keadaan umumnya lemah dengn tingkat
kesadaran composmetris, pada tahap lanjut dapat mengalami penurunan
kesadaran.
2. Tanda tanda vital
Pada pengukuran tanda tanda vital bayi dengan hiperbiliriun menunjukan tanda
denyut jantung dan tekanan darah menurun. Untuk bayi preterem berisiko
terjadinya hipotermi bila suhu tubuh kurang dari 36,5oC dan berisiko terjadi
hipertermi jika lwbih dari 37,5oC sebagai efek dari tindakan pototerafi.
Sedangkan jika suhu tbuh antara 36,5oC-37,5oC, nadi normal 100-180x/menit,
repirasi normal antara 30-60/menit
3. Fungsi neorologis
a. Reflek menggenggam
Bayi menggenggam ketika sesuatu menyentuh telapak tangannya.
b. Reflek moro
Bayi akan melengkungakan ketika disentuh.
c. Babinski reflek
Jari akan mencengkram ketika bagian bawah kaki di usap.
d. Eyes blink reflek
Bias menutup dan mengejapkan mata .
e. Pupillary reflek
Pupil bias menyempit bila terkena cahaya.

f. Reflek search
Membantu bayi mendapatkan sumber makanan kemudian reflek menghisap
membuat bayi dapat mencerna.
g. Reflek sucking
Menghisap dilakukan dengan bibir yang mendapatkan ransangan , misalnya
sentuhan susu ibu.
h. Reflek swimming
Gerakan orang renang gaya dada untuk menimbulkan respon ini, bayi harus
dipegang dalam posisi telungkup (horizontal) seperti diatas sebuah
permukaan meja atau air. Maka akan muncul respon gerakan kaki dan
tangan seperti berenang.
i. Reflek palmar grasp
Reflek ini merupakan respon yang ditampilkan terhadap rasangan yang
halus ada telapak tangannya, apabila telapak tangan dirangsang dengan apa
saja, maka keempat jari tangan secara spontan akan menutup, meskipun ibu
jari tidak
memberikan respon terhadap rangsangan ini.

4. Pemeriksaan head to toe


a. Kepala
Inspeksi : kemungkina ditemukan caput succadeneum atau cephal
hematom.
Palpasi : ubun-ubun besar cekung atau cembung
b. Mata
Inspeksi : warna kuning jika daerah icterus dikepala dan leher, warna
konjungtiva anemis atau tidak anemis, karena pada bayi dengan
hiperbilirubin dapat terjadi penurunan tekanan darah.
c. Hidung
Inspeksi : ada/tidak pernafasan cuping hidung dan penumpukan lender.
Palpasi : tidak ada polip, tidak ada benjolan.
d. Mulut
Inspeksi : bibir warna pucat atau merah, mukosa bibir kering , ada lender
atau tidak.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi : perhatikan kebersihan dan adanya kelainan atau adanya serumen
pada telinga .
Palpasi : tidaak nyeri tekan / benjolan.
f. Leher
Inspeksi : perhatikan kebersihan dan warnanya, icterus dapat timbul di
daerah leher.
Palpasi : pergerakan antara kiri dan kanan simetris atau tidak.
Auskultasi : apakah ada suara wheezing dan ronchif, frekuensi pernapasan
lebih dari 60x/menit atau kurang dari 30x/menit, frekuensi denyut jantung
lebih dari 100x/menit atau menurun.
g. Kulit
Inspeksi : tampak warna kulit pada bayi dengan hiperbilirubin icterus dapat
timbul diseluruh diseluruh bagian tubuh.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h. Abdomen
Inspeksi : bentuk silindris, perut buncit cekung, tali pusat bersih atau tidak ,
perhatikan ada perdarahan atau tidak , ada atau tidak tanda insfeksi pada
tali pusat.
Palpasi : pada bayi dengan hiperbilirubin dapat menunjukan pembesaran
abdomen jika ada pembesaran hati.
Auskultasi : ada bising usu atau tidak, bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi.
i. Anus
Inspeksi : perhatikan frekuensi BAB dan warna feses.
j. Ekstrimitas
Inspeksi : perhatikan icterus pada ekstrimitas gerkan lemah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
k. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hiperbilirubin adalah :
1. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO,
dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama akibat ketidakcocokan
golongan darah ABO saat melakukan transfuse sehingga terjadi reaksi
hemolysis intravaskuler akut juga data disebabkan oleh reaksi imunitas
antara antigen dan antibody yang sering terjadi pada ibu dan janin yang
akan dilahirkan .
2. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-
1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar inderek
(tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebuh dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan 15
mg/dl pada bayi.
3. Protein serum total : kadar kurang dari 3,09 kkalk menandakan
penurunan kapasitas ikatan, pada bayi preterm.
4. Hitung darah lengkap : hemoglobin (hb) ,mungkin rendah (kurang dari
14 g/dl ) karena hemolosis. Hematrokit (ht) mungkin meningkat (lebih
besar dari 65% pada polistemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan
hemolosis dan anemia berlebihan. (f) glukosa : kadar dektrosit mungkin
kurang dari 45% serum kurang dari 50 mg/dl bila bayi baru lahir
hipoglekemia dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskna asam lemak.
5. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menimbulkan hemolysis.
6. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM ( sel darah merah ) dalam respon terhadap hemolysis
yang berkenan dengan penyakit Rh.
7. Sel darah perifer : dapat menunjukan SDM (sel darah merah ). Anormal
atau imatur, eritroblastosi pada penyakit Rh ( Haryanto, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai sesorang atau masyarakat sebagai akibat dari
maslaha kesehatan atau proses kehidupan yang actual dari potensial ( Hidayat, 2012).

a. Analisis data
Merupakan data yang dikumpulkan harus dianalisis untuk menentukan masalah
pasien.

No Symptom Etiologi Masalah

1. Ds : Bilirubin pada plasma Gangguan integritas


a. Ibu pasien mengatakan kulit anaknya ↓ kulit.
kuning. Tarakumulasi di jaringan
Do : ↓
a. Kulit tampak icterus diseluruh bagian Gangguan integritas kulit
tubuh

2. Ds : Kadar bilirubin meningkat Risiko


a. Ibu mengatakan anaknya susah untuk ↓ ketidakseimbangan
menetek dan lemas. Merusak jaringan tubuh cairan.
Do : ↓
a. Tampak turgor jelek (kulit kembali Kulit tampak kuning
lebih 10 detik normal (bekas cubitan ↓
kembali cepat). Tindakan fototerapi
b. CRT lebih dari 2 detik. ↓
c. Membran mukosa tampak kering. Diare

Tidak adekuatnya intake
cairan
3. Ds : Hiperbilirubin Risiko kekurangan
a. Ibu pasien mengatakan pasien tidak ↓ nutrisi
mau menetek ibunya. Kadar bilirubin meningkat
Do : ↓
a. Pasien tampak lemas. Bersifat toksis
b. BB menurun minimal 10% dari ↓
rentang ideal. Merusak jaringan tubuh
c. Otot menelan lemah. etiologi
d. Bising usus hiperaktif. ↓
Anoreksia, tidak mau
menghisap
4. Ds : Situasi krisis, perpisahan, Anisetas
a. Iibu pasien mengatakan merasa lingkungan baru
bingung dan khawatir dengan akibat ↓
dari kondisi anaknya. Cemas
Do :
a. Ibu pasien tampak gelisah, tegang.

5. Ds : Tingkat pendidikan rendah Deficit pengetahuan


a. Ibu pasien menanyakan masalah ↓
yang dihadapi anaknya. Kurang informasi
b. Menunjukan prilaku tidak sesuai
anjuran.
c. Menunjukan prilaku histeris.
Do :
a. Ibu pasien tidak mengikuti intruksi
yang diberikan secara akurat.
b. Ibu pasien kurang memahami
terhadap penyakit hiperbilirubin.

b. Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit atau jaringan dengan fototerapi, gangguan integritas
kulit ditandai dengan ibu pasien mengatakan kulit anaknya kuning.
2. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kadar bilirubin
meningkat, merusak jaringan tubuh, kulit tamak kuning, tindakan fototrai, diare,
tidak adekuatnya intake cairan ditandai dengan.ibu pasien mengeluh anaknya
lemas dan susah menetek, turgor kulit jelek, bekas cubitan kembali cepat, CRT
lebih dari 2 detik, membrane mukosa tampak kering.
3. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan
hiperbilirubin, kadar bilirubin meningkat, bersifat toksit, merusak jaringan
tubuh, ibu pasien mengatakan pasien tidak mau menetek di ibunya, pasien
tampak lemah, BB menurun minimal 10 % dari rentan ideal.
4. Anisetas berhubungan dengan cemas, situasi krisis, lingkungan perpisah ditandai
dengan ibu pasien mengatakan merasa bingung dan khawatir dari akibat kondisi
anaknya. Tampak gelisah , tegang.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan pendidikan yang rendah, kurang
informasi, ditandai dengan ibu pasien menanyakan masalah yang dihadapi
anaknya, menunjukan prilaku tidak sesuai anjuran, menunjuk prilaku histeris.

3. Intervensi Keperawatan
Merupakan suatu proses penyusunan rencana yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah pasien ( Hidayat A. A, 2013)

Intervensi keperawatan
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Tutup mata bayi pastikan a. Mencegah iritasi kornea.
selama 3x24 jam diharapkan keadaan kelopak mata bayi sebelum b. Mencegah pemajanan
kulit bayi dapat dipertahankan dengan memasang penutup. kulit maksimum.
kriteria hasil: b. Tempatkan bayi dibawah c. Mencegah kemungkinan
a. Pasien mempunyai kulit yang sinar. kerusakan testis dan penis
utuh. c. Tutup testis dan penis bayi dari panas.
b. Menunjukan rutinitas utuh pria’ d. Sebagian daerah tubuh
perawatan kulit yang efektif. d. Ubah posisi bayi setiap 6 jam bayi yang tidak terkena
c. Tingkat sensasi dan warna kulit sekali selama fototerapi. penerangan akan
normal. e. Pantau kulit bayi dan suhu mengembalikan icterus.
tiap dua jam atau lebih. e. Fluktasi pada suhu dapat
terjadi sebagai respon
terhadap pemajanan sinar
radiasi.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Pastikan cairan adekuat. a. Mencegah dehidrasi .


selama 3x24 jam diharapkan cairan tubuh b. Pantau masukan dan b. Peningkatan kehilangan
bayi normal dengan kriteria hasil: pengeluaran cairan, timbang air melalui evaporasi dan
a. Kebutuhan cairan terpenuhi. berat badan dua kali sehari. feses dapat menyebabkan
b. Turgor kulit dan membrane c. Monitor frekuensi dan dehidrasi.
mukosa lembab. konsistensio BAB dan urin. c. Menentukan terapi yang
d. Beri asi sesuai terapi. tepat.
e. Observasi turgor dan d. Defekasi encer sering dan
membrane mukosa. kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi
dengan pemecahan dan
eksresi bilirubin.
e. Melihat kebutuhan cairan
terpenuhi.

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Menganjurkan ibu a. Mempertahankan nurisi


selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan memberikan asi sedikit tapi pasien.
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: sering pada pasien. b. Mengetahui tingkat
a. Tidak adanya muntah lagi. b. Mengkaji asi yang diberikan asupan asi yang diberikan.
b. Pasien mau menetek di ibunya. pada pasien. c. Mengetahui
c. Reflek hisap baik. c. Berikan minum melalui sonde keseimbangan nutrisi.
d. Berat badan meningkat. d. Monitor intake dan output d. Indicator dari status gizi
e. Timbang berat badan tiap e. Berat badan meningkat.
hari.

4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Hentikan fototerapi selama a. Meningkatkan interaksi


selama 3x24 jam diharapkan orang tua keluarga berkunjung, keluarga.
mengerti tentang perawatan, dapat lepaskan penutup mata bayi. b. Memperbaiki kesalahan
mengidentifikasi gejala gejala untuk b. Berikan informasi tentang konsep, meningkatkan
menyampaikan pada tim kesehatan tipe tipe icterus dan factor pemahaman dan
dengan kriteria hasil: fisiologis dan komplikasi ada menurunkan rasa.
a. Orang tua menunjukan koping masa yang akn dating dari c. Mencegah kekhawatiran
yang adaptif penyakit hiperbilirubin. orang tua yang tidak perlu
b. Orang tua menunjukan tentang c. Berikan infomasi tentang dan potensi terlalu
terapi yang diberikan memertahankan suplay ASI. melindungi anak.
d. Ajarkan pemberian ASI yang d. Memahami cara
benar. pemberian ASI yang
benar.

5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji tingkat pengetahuan a. Mengetahui tingkat


selama 3x24 jam diharapkan pasien. pengetahuan pasien
pengetahuan orang tua bertambah b. Berikan informasi kepada tentang hiperbilirubin.
mengenai hiperbilirubin dengan kriteria orang tua tentang b. Meningkatkan
hasil: hiperbilirubin. pengetahuan orang tua
a. Menigkatnya pengetahuan orang c. Minta orang tua untuk tentang hiperbilirubin
tua tentang hiperbilirubin mengingat kembali tentang c. Mengetahui tingkat
b. Memahami tentang informasi hiperbilirubin. pemahaman orang tua
yang diterima. tentang hiperbilirubin.
c. Mampu meningkat kembali
informasi yang telah diterima.

4. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap pelaksanaan dari berbagai strategi keperawatan yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan terdapat dua
jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan kolaborasi ( Hidayat A. A, 2013 ).

5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak ( Hidayat A. A, 2013).
Tolak ukur yang digunakan untuk penilaian pencapaian tujuan pada tahap ini kriteria
yang telah dibuat pada tahap perencanaan sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan
apakah masalah teratasi seluruhnya, sebagian atau belum sama sekali dan bahkan
timbul masalah baru. Selanjutnya perkembangan respon bayi dituangkan dalam catatan
perkembangan baik yang diuraikan secara SOAP yaitu:
S : Keluhan subjektif bayi.
O : Data subjektif yang tampak.
A : Analisa tahap pencapaian ( teratasi/sebagian/belum).
P : Perencanaan tindakan lanjutan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10 % mg
pada minggu pertama yang ditandai dengan kk terus pada kulit, sklera dan organ
lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Ikterus
Neounatarum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubin merupakan salah satu
kegunaan tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah


suatu keadaan bayi baru lahir (BBL) yang mengalami peningkatan kadar hiperbilirubin
dengan serum total lebih dari 10 % mg pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus, suatu pewarnaan pada kulit, sklera dan kuku.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat Aziz. (2011). Ilmu Kesehatan Anank Untuk Pendidikan Anak. Jakarta : Selamba
Medika
Budiman, A. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan Sistem Pernapasan
Respiratory Distress Syndrome (RDS). Jakarta : EGC
Datta, Parul (2007). Pediatric Nursing. JAYPEE: New Delhi
Doenges, M.E, dan Moorhouse, M.F. (2001). Rencana Perawat Maternal/Bayi. Pedoman untuk
Perencanaan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi3. Jakarta : EGC
Engel Donna. (2009). Pengkajian Pediatrik Editor Bahasa Indonesia Edisi 4, Jakarta : EGC
Gibson, J. (2005). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Edisi 2. Jakarta : EGC
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai