Dibimbing oleh :
Disusun Oleh :
Kelompok XII
1. Rindiani
Penulis
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................I
Kata Pengantar....................................................................................................................II
Daftar Isi.............................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Hiperbilirubin .............................................................................................3
2.2 Anatomi fisiologi........................................................................................................3
2.3 Etiologi ...............................................................................................................4
2.4 Tanda Dan Gejala..................................................................................................6
2.5 Patofisiologi ........................................................................................................8
2.6 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………….
2.7 Penatalaksanaan ……………………………………………………………..
2.8 Komplikasi…………………………………………………………….
2.9 Prognosis ………………………………………………………………….
2.10 Askep…………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP......................................................................................................10
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian hiperbilirubin
b. Untuk mengetahui anatami fisiologi dari hiperbilirubin
c. Untuk mengetahui etiologi hiperbilirubin
d. Untuk mengetahui tandan dan gejala hiperbilirubin
e. Untuk mengetahui patofisiologi hiperbilirubin
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hiperbilirubin
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin
h. Untuk mengetahui komplikasi hiperbilirubin
i. Untuk mengetahui prognosis hiperbilirubin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10 % mg
pada minggu pertama yang ditandai dengan kk terus pada kulit, sklera dan organ
lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Ikterus
Neounatarum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubin merupakan salah satu
kegunaan tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).
Hiperbilirubin adalah suatu kondisi bayi lahir dengan kadar bilirubin serum total
lebih dari 10% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus (Hidayat A.A,
2013). Hiperbilirubin adalah merujuk pada tingginya kadar hiperbilirubin
terakumulasi dalam darah ditandai dengan ikterus, suatu pewarnaan kuning pada
kulit, sklera dan kuku (Wong, 2010).
Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati
dibagi menjadi 4 belahan: lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadrates. Hati
mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena aorta. Arteri hepatica,
keluar dari aourta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95%-100%
masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya
keluar sebagai vena hepatiaka. Vena aourta, yang terbentuk dari lienslis, dan vena mesentrika
superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab
beberapa oksigen telah diambil oleh limfs dan usus..Guna darah ini membawa zat makanan
kehati yang telah diabsorpsi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm.
Satu dengan yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati,
cabang vena aourta, arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan
dan membentuk saluran aourta.
Darah berasal dari vena lobus aourta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap dislauri oleh
sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan diantara
lobolus hati, disebut vena interlobular. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk kedalam bahan
lobus yaitu vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah vena lain yang disebut vena
sublobulur, yang satu sama lain membentuk vena hepatika dan langsung masuk ke dalam vena
kava inferior.
b. Fisiologi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi, tiga dasar hati
adalah:
1) Pembentukan sekresi empedu yang dimasukkan kedalam usus halus
2) Berperan pada banyak aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme
karbohidrat , lemak, dan protein.
3) Menyerang darah untuk membuat bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah
limen usus..
Pembuluh darah yang mengalirkan darah ke hati adalah pembuluh darah hepatika (30%) dan
vena aourta (70%). Arteri hepatika membawa darah teroksigenasi ke hati, sedangkan vena aourta
membawa darah vena yang kaya akan hasil pencernaan yang telah terabsorbsi dari saluran
pencernaan.
Darah arteri dan darah vena dimasukkan ke vena sentralis dari setiap lobus hati melalui sirosis
hati. Vena sentralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan dan kiri dan vena ini meninggalkan
permukaan posterior.
Hati merupakan organ yang bersangkutan dengan metabolisme tubuh khususnya mengenai
pengaruh atas makanan dan darah, hati merupakan pabrik terbesar dalam tubuh yang menjadi
perantara metabolisme, artinya hati mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus yang
disimpan di suatu tempat di dalam tubuh yang digunakan sesuai pemakaiannya dalam jaringan
(Scanlon .c.v, 2015).
2.3. Etiologi
a. Bilirubin direk
Bilirubin yang ditranspor ke liver berupa bilirubin direk yaitu bilirubin yang melekat pada
albumin. Bilirubin direk yang terikat pada albumin tidak larut dalam air, karenanya tidak didapati
di urin. Nilai normal bilirubin direk adalah 0,1-0,4 g/dt.
b. Bilirubin indirek
Dalam liver bilirubin direk akan dilepas dari ikatannya dengan albumin dan akan berikatan
dengan asam glukuronat membentuk bilirubin indirek. Semua bilirubin indirek ini akan
dikumpulkan dalam empedu dan dalam keadaan normal tidak ada dalam plasma darah. Adanya
bilirubin indirek dalam plasma darah menunjukkan adanya keadaan tidak normal. Karena
bilirubin indirek larut dalam air maka bilirubin bisa didapati didalam urin. Adanya bilirubin di
dalam win disebut bilirubinuria, hal ini selalu patotogis. Bilirubin indirek yang ada dalam empedu
di usus akan dipecah oleh bakteri usus menjadi sterkobilinogen sebagian kecil sterkobilinogen
akan diserap kembali oleh usus masuk kedalam darah dan di ekskresi kembali melalui empedu,
namun ada yang tetap dalam plasma dan terbawa ke ginjal diekskresi kedalam urin berupa
urobilinogen dan urobilin. Jadi, urobilindan uribilinogen dalam keadaan normal bisa didapati di
urin. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tu ja berwarna cokelat. Tinja yang warnanya
pucat kemungkinan ada obstruksi empedu. Zat-zat pada cairan empedu yang berwarna adalah
bitirubin, urobilin, sterkobilin, sedangkan yang tidak berwarna adalah urobilinogen,
sterkobilinogen.
Adapun tanda dan gejala dari hiperbilirubin menurut Hidayat A.A (2013):
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
b. Latergik (lemas).
c. Kejang.
d. Reflek menghisap lemah sampai tidak ada.
e. Kulit tampak kuning.
f. Kadar bilirubin serum melebihi 10% mg pada neonatus cukup bulan, dan melebihi 12,5% mg
pada neonatus kurang bulan.
g. Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5% mg atau lebih setiap 24 jam.
2.5. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bahan bilirubin pada sel
hepar yang terlalu berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit polisemia,
Memendeknya umur eritrosit janin/bayi. Meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapat peningkatan sirkulasi entrohepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan akan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin inderek yang bersifat sukar
larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologik pada sel otak, ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut akan timbul
apabila kadar bilirubin inderek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
dari tingginya bilirubin tetapi tergantung pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
inderek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
imatiritas, berat badan lahir rendah, hipoksia dan kelainan suasana saraf pusat
karena trauma atau infeksi (Haryanto, 2012).
b. Bilirubin total: kadar direk (terkonjungasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,15 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar inderek (tidak terkonjungasi) tidak
boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup bulan 15 mg/dk pada bayi preterm ( tergantung pada berat badan).
c. Protein serum total: kadar kurang dari 3,09 kkal menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi preterm.
d. Hitung darah lengkap: hemoglobin (hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)
karena hemolisis, hematocrit (ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada
polisemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
e. Glukosa: kadar dektrosik mungkin kurang dari 45%) glukosa darah, kurang dari 30
mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 50 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemia
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
h. Sel darah perifer: dapat menunjukkan SDM (sel darah merah) abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh
2.7 Penatalaksanaan
a. Apabila terjadi risiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar bilirubin,
maka intervensi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan mengawasi dampak
perubahan kadar bilirubin, seperti adanya jaundice, konsentrasi urin, latergik,
kesulitan makan, reflek moro, adanya tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan
hematocrit, serta pencatatan penurunan; melakukan fototerapi dengan mengatur
waktu sesuai dengan prosedur dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar.
c. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan pada keadaaan hiperbilirubin yang tidak dapat diatasi
dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan terapi kadar bilirubin tetap
meningkat. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar:
1) Kadar bilirubin inderek lebih dari 20% mg
2) Kenaikan kadar bilirubin inderek cepat yaitu 0,3-1 mgh%
3) Anemia berat pada neonatus dan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin taki pusat <14% mg tujuan transfusi tukar adalah
mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang eritrosit yang dapat
menjadi hemolisis, membuang anti bodi yang menyebabkan hemolisis (Ridha, 2014).
2.8. Komplikasi
a Bila terjadi hiperbilirubin maka dikhawatirkan akan mengalami kern ikterus yaitu
pada kerusakan otot akibat peningkatan bilirubin inderek pada otot terutama korpus
striatum, thalamus, nucleus merah dan nucleus didasar vertikal IV.
1) Letargik
2) Kejang
3) Tudak mau menghisap
4) Tinus otot meninggi
5) Leher kaku
b. Pada umur lebih lanjut, jika bayi masih hidup dapat terjadi:
1) Spasme otot
2) Kejang
3) Gangguan bicara
4) Tuli pada nada yang tinggi (Ridha, 2014).
2.9 Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin inderek telah melalui
sawar darah otak. Ada keadaan ini penderita mungkin menderita kern ikterus atau
ensefalopati biliaris.
Gejala ensefalopati biliaris segera dilihat pada masa neonatus atau baru tampak
setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan
dan hanya memperlihatkan gejala minimum, latergik dan gilo tonik. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonus. Pada stadium lanjut mungkin
didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan reterdasi mental di
hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaikanya pada semua
penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam
pertumbuhan fisik dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman
pendengarannya. (Haruyanto, 2012).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari pasien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Langkah langkah dalam pengkajian meliputui :
a. Identitas bayi dan orang tua
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, sebagian besar bayi pasien
hiperbilirubin adalah bayi dengan umur mulai 0-28 hari jenis kelamin (terjadi lebih
sering pada bayi pria dari pada bayi wanita) ( Wong L. donna, 2013).
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hperbilirubin biasanya ik terus pada kulit, sklera dan
kuku ( Wong, 2013).
g. Riwayat imunisasi
Menyangkut jenis jenis imunisasi yang telah didapat oleh anak, imunisasi yang harus
dipaparkan oleh anak yaitu :
1. BCG : diberikan pada umur 0-3 bulan dengan pemberian 1 x BCG cara
pemberian intracutan ( IC ) dengan dosis 0,05 cc.
2. Polio : diberikan pada umur 0-11 bulan dengan pemberian 4x dengan interval 4
minggu, cara pemberian melalui oral 2 tetes.
3. Hepatitis b: diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1
dan 3-6 bulan dengan pemberian 3x dengan interval 4 minggu, cara pemberian
intramuskuler (IM) dengan dosis 0,5 cc ( Hidayat A. A,2013 ).
j. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada bayi dengan hiperbiliriun keadaan umumnya lemah dengn tingkat
kesadaran composmetris, pada tahap lanjut dapat mengalami penurunan
kesadaran.
2. Tanda tanda vital
Pada pengukuran tanda tanda vital bayi dengan hiperbiliriun menunjukan tanda
denyut jantung dan tekanan darah menurun. Untuk bayi preterem berisiko
terjadinya hipotermi bila suhu tubuh kurang dari 36,5oC dan berisiko terjadi
hipertermi jika lwbih dari 37,5oC sebagai efek dari tindakan pototerafi.
Sedangkan jika suhu tbuh antara 36,5oC-37,5oC, nadi normal 100-180x/menit,
repirasi normal antara 30-60/menit
3. Fungsi neorologis
a. Reflek menggenggam
Bayi menggenggam ketika sesuatu menyentuh telapak tangannya.
b. Reflek moro
Bayi akan melengkungakan ketika disentuh.
c. Babinski reflek
Jari akan mencengkram ketika bagian bawah kaki di usap.
d. Eyes blink reflek
Bias menutup dan mengejapkan mata .
e. Pupillary reflek
Pupil bias menyempit bila terkena cahaya.
f. Reflek search
Membantu bayi mendapatkan sumber makanan kemudian reflek menghisap
membuat bayi dapat mencerna.
g. Reflek sucking
Menghisap dilakukan dengan bibir yang mendapatkan ransangan , misalnya
sentuhan susu ibu.
h. Reflek swimming
Gerakan orang renang gaya dada untuk menimbulkan respon ini, bayi harus
dipegang dalam posisi telungkup (horizontal) seperti diatas sebuah
permukaan meja atau air. Maka akan muncul respon gerakan kaki dan
tangan seperti berenang.
i. Reflek palmar grasp
Reflek ini merupakan respon yang ditampilkan terhadap rasangan yang
halus ada telapak tangannya, apabila telapak tangan dirangsang dengan apa
saja, maka keempat jari tangan secara spontan akan menutup, meskipun ibu
jari tidak
memberikan respon terhadap rangsangan ini.
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai sesorang atau masyarakat sebagai akibat dari
maslaha kesehatan atau proses kehidupan yang actual dari potensial ( Hidayat, 2012).
a. Analisis data
Merupakan data yang dikumpulkan harus dianalisis untuk menentukan masalah
pasien.
3. Intervensi Keperawatan
Merupakan suatu proses penyusunan rencana yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah pasien ( Hidayat A. A, 2013)
Intervensi keperawatan
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Tutup mata bayi pastikan a. Mencegah iritasi kornea.
selama 3x24 jam diharapkan keadaan kelopak mata bayi sebelum b. Mencegah pemajanan
kulit bayi dapat dipertahankan dengan memasang penutup. kulit maksimum.
kriteria hasil: b. Tempatkan bayi dibawah c. Mencegah kemungkinan
a. Pasien mempunyai kulit yang sinar. kerusakan testis dan penis
utuh. c. Tutup testis dan penis bayi dari panas.
b. Menunjukan rutinitas utuh pria’ d. Sebagian daerah tubuh
perawatan kulit yang efektif. d. Ubah posisi bayi setiap 6 jam bayi yang tidak terkena
c. Tingkat sensasi dan warna kulit sekali selama fototerapi. penerangan akan
normal. e. Pantau kulit bayi dan suhu mengembalikan icterus.
tiap dua jam atau lebih. e. Fluktasi pada suhu dapat
terjadi sebagai respon
terhadap pemajanan sinar
radiasi.
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap pelaksanaan dari berbagai strategi keperawatan yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan terdapat dua
jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan kolaborasi ( Hidayat A. A, 2013 ).
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak ( Hidayat A. A, 2013).
Tolak ukur yang digunakan untuk penilaian pencapaian tujuan pada tahap ini kriteria
yang telah dibuat pada tahap perencanaan sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan
apakah masalah teratasi seluruhnya, sebagian atau belum sama sekali dan bahkan
timbul masalah baru. Selanjutnya perkembangan respon bayi dituangkan dalam catatan
perkembangan baik yang diuraikan secara SOAP yaitu:
S : Keluhan subjektif bayi.
O : Data subjektif yang tampak.
A : Analisa tahap pencapaian ( teratasi/sebagian/belum).
P : Perencanaan tindakan lanjutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10 % mg
pada minggu pertama yang ditandai dengan kk terus pada kulit, sklera dan organ
lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Ikterus
Neounatarum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubin merupakan salah satu
kegunaan tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).