Anda di halaman 1dari 17

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mola hidatidosa adalah penyakit yang bermula dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi
dan perubahan hidopik. Bagi orang awan mola hidatidosa lebih dikenal dengan
sebagai hamil anggur merupakan kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang
terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk
jaringan permukaan membran (villi) yang mirip gerombolan buah anggur
(Septiyaningsih, 2016). World Health Organization (WHO) tahun 2013
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian Mola hidatidosa yaitu berkisar 64 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2014 bahwa kejadian mola
hidatidosa yaitu berkisar 67 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk negara seperti
thailand dan Philipina pada tahun 2013 angka kejadian mola hidotidosa sebanyak
27 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2014 angka kejadian mola
hidatidosa sebanyak 31 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014)
Frekuensi kejadian di Asia lebih tinggi dibandingkan di negara barat, mungkin
dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang amsih
dibawah garis kemiskinan yang menyebabkan tingkat gizi rendah. Di indonesia
1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1:500 kehamilan, di USA 1:1450 dan di
Inggris 1:1500. Mola hidatidosa terjadi karena ketidakseimbangan kromosom
pada kehamilan. Disebabkan oleh sel telur yang secara patologi sudah mati tetapi
terhambat untuk dikeluarkan, adanya imunoseletif dari trofoblas, status sosial
ekonomi yang rendah, paritas yang tinggi, defisiensi protein dan adanya infeksi
virus serta faktor kromosom yang belum jelas (Septiyaningsih, 2016).
Kehamilan mola hidotidosa lebih sering terjadi pada puncak umur reproduktif,
pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan
umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat dan 40 tahun
sebanyak 7 kali lipat. Seorang ibu sering hamil dan melahirkan mempunyai risiko
yang lebih dibandingkan ibu yang tidak sering, hal ini karenakan semakin tinggi
risiko untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Lanuang Baji Makasar tahun 2007,
didapati hasil sebanyak 21 ibu yang mengalami kejadian mola hidatidosa dan
didapatkan 11 ibu (52,38%) dengan paritas risiko rendah dan ibu (47,62%) yang
tergolong risiko tinggi. Insiden mola hidatidosa akan meningkat pada wanita yang
sudah mendapat mola hidatidosa dan kehamilan kembar, namun kejadian berulang
jarang terjadi (Septiyaningsih, 2016).
Kejadian mola hidatidosa yang terjadi dibeberapa rumah sakit-rumah sakit
besar di Indonesia pada tahun 2009 tercatat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta persalinan dan 1:49 kehamilan, 11-16 per 1000 kehamilan, Soetomo
Surabaya tercatat 1:80 persalinan dan di RS Dhamer Martadisoebrata Bandung 9-
21 per 1000 kehamilan. Dan studi penelitian yang dilakukan di RSUD Cilacap
dengan melihat data rekam medik. kejadian mola hidatidosa di RSUD Cilacap
pada tahun 2011 tercatat 13 kasus, tahun 2012 sebanyak 11 kasus, tahun 2013
sebanyak 10 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 12 kasus, dan pada tahun 2015
sebanyak 7 kasus (Septiyaningsih, 2016)

1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan mola
hidotidosa.

1.3 Manfaat
1. Bagi penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan sebagai sarana penerapan ilmu yang
diperoleh selama perkuliahan.
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentangHIV/AIDS.
3. Bagi penulis lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentangHIV/AIDS.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi kistik villi dan perubahan hidopik. Mola hidatidosa yang
dikenal awam sebagai hamil anggur merupakan kehamilan
abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan
pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk jaringan permukaan
membran (villi) yang mirip gerombolan buah anggur (Norma & Dwi,
2013, h.161). Mola hidatidosa biasanya terletak di rongga uterus, namun
kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham
FG, 2010).
2.2. Epidiomologi
Dibandingkan dengan penyakit trofoblas gestasional lainnya, mola
hidatidosa merupakan tipe yang paling umum terjadi (Fatima M, 2011).
Insiden mola hidatidosa per 1.000 kehamilan terjadi di Asia di mana 5
negara yang menduduki peringkat atas yaitu Indonesia dengan 13 kasus,
Taiwan 8,0 kasus, Filipina dan China 5,0 kasus, serta Jepang 3.8 kasus.
Sedangkan insidensi terendah terdapat di Amerika Utara, Eropa, dan
Oceania dengan rata-rata 0.5-1.84 kasus per 1.000 kehamilan. Data yang
diperoleh dari Amerika Selatan terdapat 0.23-0.9 kasus per 1.000
kehamilan, sedangkan di benua Afrika hanya Uganda dan Nigeria yang
mempunyai dokumentasi kasus yaitu terdapat rata-rata 5.0 kasus per 1.000
kehamilan (Kusuma, A. I. dan Pramono, 2017).
2.3. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum sepenuhnya diketahui dengan pasti
namun ada faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya mola
hidatidosa, antara lain: (Yahya, 2014)
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
b. Imunoselektif pada trofoblas
c. Infeksi virus dan aktor kromosom yang belum jelas
d. Angka kejadian mola hidatidosa resiko tinggi pada usia dibawah
20 tahun, wanita usia 21-35 tahun sebesar 1,9x dan meningkat
sebesar 7,5 x pada usia 40 tahun.
e. Riwayat kehamilan mola sebelumnya memiliki risiko sebesar 1%
dapat terjadi mola hidatidosa berulang.
f. Aborsi spontan meningkatkan resiko 2-3x lipat
g. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin A,
asupan lemak hewani yang rendah.
h. Abnormalitas pada uterus.
i. kromosom yang belum jelas
j. status sosial ekonomi yang rendah

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of
Gynecology and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa
komplit dan parsial (PTG benigna) dan mola invasif (PTG maligna)(
Cunningham FG, 2013):
1. Mola Hidatidosa Komplit
Hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio-janin, dengan
pembengkakan hidrofik vili plasenta dan seringkali memiliki
hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan. Mola hidatidosa komplit
hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat androgenetik
tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma
membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang
tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami
duplikasi membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara
makroskopik pada kehamilan trimester dua berbentuk seperti anggur
karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh.
Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan
dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah (Rauf S, 2011)
2. Mola Hidatidosa Parsial
Merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom paternal dan
satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set
kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial. Seringkali
terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada
pembuluh darah vili (Rauf S, 2011)
3. Mola Invasif
Merupakan neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala adanya vili
korialis disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel trofoblas.
Jaringan mola invasif melakukan penetrasi jauh ke miometrium,
kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di sekitarnya atau
dinding vagina. Mola invasif terjadi pada sekitar 15% pasien
pascaevakuasi mola hidatidosa komplit (Rauf S, 2011).
2.5.Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23pasang
kromosom, dimana salah satu pasangan berasal dari ibu dan dari ayah.
Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom membuahi
sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan 46 kromosom
(Novrial, 2015)

Pada Mola hidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur,
menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi
normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu
banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta
tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini, akan
tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup
(Novrial, 2015).
Suatu MHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika
kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi
genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada
saat itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi
pada uterus. Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas
yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola (Novrial, 2015).

2.6. Manifestasi Klinis


Terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola hidatidosa diliat dari keluhan
dan beberapa pemeriksaan khusus obsterti yang dilakukan pada penderita:
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa.
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
e. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada), yang merupakan diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan keliatan pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face).
g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
j. Terdengar bising dan bunyi khas.
k. Pendarahan tidak teratur.
l. Penurunan berat badan yang berlebihan (Purwaningsih, 2010).
2.7. Pemeriksaan Penunjang (Putra, Septian, 2012)
a. Serum β- hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan β- hCG
serial
b. Ultrasonografi (USG), dengan USG dapat melihat adakah janin di
dalam kantung gestasi(kantung kehamilan) dan dapat mendeteksi
gerakan maupun detak jantung janin. Jika di dalam pemeriksaan USG
tanda-tanda tersebut tidak ada maka kemungkinan kehamilan ini bukan
kehamilan yang normal.
c. Foto Rontgen pada mola ada gambaran emboli udara.
2.8. Penatalaksanaan Medis (Putra, Septian, 2012)
1. Diagnosis dini akan mem percepat dan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas
kesehatan sumber daya sangat terbatas, sehingga dapat dilakukan
evaluasi klinik fokus pada riwayat haid terakhir dan kehamilan
penarahan tidk teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus,
pelunakan serviks dan korpus uteri.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi komplikasi seperti krisis tiroid, pendarahan hebat tau
perforasi uterus)
5. Penanganan khusus untuk pasien mola hidatidosa antara lain:
a. Melakukan evaluasi jaringan mola dan memberikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes/menit (tindakan preventif terhadap pendarahan hebat dan
efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat)
(Putra, Septian, 2012).
b. Anemia sedang diberikan sulfas ferosus 600 mg/hari, untuk anemia
berat lakukan transfusi (Putra, Septian, 2012).
c. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih
terdapat trofoblas aktif (diluar uterus), berikan kemoterapi MTX
dan pantau beta-hCG, ukuran uterus dan lakukan USG 2 minggu
sekali. Selama pemantauan dianjurkan menggunakan kontrasepsi
hormonal (jika masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi (Putra, Septian, 2012)

2.9.Pathway
BAB 3. KASUS

Skenario : saya hamil 3 bulan, kenapa perut saya sangat besar ?

Seorang perempuan 25 tahun datang ke poli


kandungan dengan keluhan mual muntah berlebihan sampai lemas dan keluar
bercak darah pervagina. Saat ini klien hamil 5 bulan, dan ingin melakukan
pemeriksaan USG untuk melihat kandungannya. Klien mengatakan telah ANC 2
hari yang lalu tetapi perawat yang memeriksa tidak menemukan bagian bagian
janin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital : frekuensi nadi : 80 x /
menit, tekanan darah : 120/60 mmHg, suhu 36⁰C, frekuensi nafas : 20 x permenit,
TFU 32 cm, tidak teraba bagian janin.
Jelaskan :
1. Dari skenario diatas, sebutkan beberapa masalah / kondisi tidak normal
2. Analisis masalah pada skenario di atas (minimal analisis sebagai berikut ):
1) Analisis konsep
a. Mengapa mual muntah berlebihan ?
b. Mengapa keluar bercak darah per vagina ?
c. Mengapa TFU 32 cm?
d. Mengapa tidak teraba bagian janin?
e. Kondisi risiko pada kehamilan apa yang terjadi pada pasien ? jelaskan
(definisi, penyebab, faktor resiko, tanda dan gejala, patofisiologi,
pencegahan, penatalaksanaan,) buat pathway
2) Analisis asuhan keperawatan
a. Apa analisis data yang menunjang diagnosa keperawatan
b. Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul, apa diagnosa utama/
priototas
c. Apa intervensi yang bisa dilakukan oleh perawat (NIC NOC)
Jawaban:

1. Masalah/Kondisi tidak normal


a. Wanita 25 tahun mengeluh mual dan muntah berlebihan sampai lemas
dan keluar bercak darah pervagina
b. klien hamil 5 bulan tapi saat pemeriksaan tidak ditemukan bagian-
bagian janin.
2. Analisis Masalah
1) Analisis konsep
a. Mual dan muntah disebabkan
b. Bercak darah pervaginam. Salah satu tanda gejala dari penyakit
mola hidatidosa adalah adanya perdarahan sedikit atau banyak
c. TFU pada usia 5 bulan kehamilan 24-25 cm, namun pada kasus
sudah mencapai 32 cm hal ini disebabkan karena pembesaranuterus
yag tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan yang
seharusnya.
d. Pada penyakit mola hidatidosa tidak ditemukan janin pada
kandungan karena seluruh plasenta yang terbentuk tidak normal,
sehingga tidak terbentuk janin. Yang ada hanyalah sel-sel
abnormal seperti buah anggur.
e. Penyakit Mola hidatidosa
Definisi
Mola hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur
merupakan kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang
terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan bakal janin,
sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (villi) yang
mirip gerombolan buah anggur (Norma & Dwi, 2013, h.161).
Penyebab
Penyebab mola hidatidosa belum sepenuhnya diketahui dengan
pasti.
Faktor Resiko
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
b. Imunoselektif pada trofoblas
c. Infeksi virus dan aktor kromosom yang belum jelas
d. Angka kejadian mola hidatidosa resiko tinggi pada usia dibawah
20 tahun, wanita usia 21-35 tahun sebesar 1,9x dan meningkat
sebesar 7,5 x pada usia 40 tahun.
e. Riwayat kehamilan mola sebelumnya memiliki risiko sebesar 1%
dapat terjadi mola hidatidosa berulang.
f. Aborsi spontan meningkatkan resiko 2-3x lipat
g. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin A,
asupan lemak hewani yang rendah.
h. Abnormalitas pada uterus.
i. kromosom yang belum jelas
j. status sosial ekonomi yang rendah

Tanda Gejala
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa.
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
e. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak
selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan keliatan pucat kekuning-kuningan,
yang disebut muka mola (mola face).
g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan
janin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar,
dan fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru.
i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
j. Terdengar bising dan bunyi khas.
k. Pendarahan tidak teratur.
l. Penurunan berat badan yang berlebihan (Purwaningsih, 2010).

Patofisiologi

Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung


23pasang kromosom, dimana salah satu pasangan berasal dari ibu
dan dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23
kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga
akan dihasilkan 46 kromosom.
3. Analisis asuhan keperawatan
a. Analisis Data
DS: Pasien mengatakan mual dan muntah secara berlebihan sampai
lemas dan keluar bercak darah pervagina
DO: TFU 32 cm, tidak teraba bagian janin.

b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari tubuh b.d
2. Intoleransi aktifitas
BAB 4. PEMBAHASAN
BAB 5. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2013.
Obstetri Williams Volume 1 (23rd ed). Jakarta: EGC, p.271-6.

Eagles N, Sebire N, Short D, Savage P, Seckl M, Fisher R. 2015. Risk of recurrent


molar pregnancies following complete and partial hydatidiform moles.
Human Reproduction.169.

Farinde A. 2014. Human Chorionic Gonadotropin (hCG). In: Staros AB, editor.
Available from: http://enedicine.medscape.com/article /2089158-
overview#a3

Fatima M, Kasi PM, Baloch SN, Kassi M, Marri SM, Kassi M. 2011. Incidence,
management, and outcome of molar pregnancies at a tertiary care hospital in
Quetta, Pakistan. ISRN obstetrics and gynecology.

Fitriani R. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran UIN Alauddin


Makassar. 2009. 2:1-6.

Khaza’leh F, Haloub K, Freij M. 2015. Recurrent Hydatidiform Molar Pregnancy:


A Case Report of 5 Consecutive Molar Pregnancies Complicated by HELLP
and DIC, and Review of Literature. Open Journal of Obstetrics and
Gynecology. 5(12):731

Norma, N & Dwi, M. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta:Nuha


Medika

Novrial. 2015. Korelasi Korelasi Kadar β-hCG Serum Terhadap Kadar TSH, T3,
Dan T4 Pada Molahidatidosa Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSUD dr.
Pirngadi Medan Periode Tahun 2008-20012

Paputungan TV, Wagey FW, Lengkong RA. 2016. Profil penderita mola
hidatidosa di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. e-CliniC. 4(1).
Putra, Septian. 2012. Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa.

Rauf S, Riu DS, Sunarno I. 2011.Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. In:


Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, suntingan. Ilmu Kandungan (3rd ed).
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p. 208-13.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Septiyaningsih, R., D. D. Kusumawati., dan A. Ulfah. 2016. Faktor-Faktor Ibu
Yang Mempengaruhi Kejadian Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad
(JKA). 9(2):17-24.

WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization.Geneva.


Cited July 15th 2014. Available from URL :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/ accessed on.

WHO. Maternal Mortality: World Health Organization; 2014.

Anda mungkin juga menyukai