PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan mola
hidotidosa.
1.3 Manfaat
1. Bagi penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan sebagai sarana penerapan ilmu yang
diperoleh selama perkuliahan.
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentangHIV/AIDS.
3. Bagi penulis lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentangHIV/AIDS.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1.Pengertian
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi kistik villi dan perubahan hidopik. Mola hidatidosa yang
dikenal awam sebagai hamil anggur merupakan kehamilan
abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan
pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk jaringan permukaan
membran (villi) yang mirip gerombolan buah anggur (Norma & Dwi,
2013, h.161). Mola hidatidosa biasanya terletak di rongga uterus, namun
kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham
FG, 2010).
2.2. Epidiomologi
Dibandingkan dengan penyakit trofoblas gestasional lainnya, mola
hidatidosa merupakan tipe yang paling umum terjadi (Fatima M, 2011).
Insiden mola hidatidosa per 1.000 kehamilan terjadi di Asia di mana 5
negara yang menduduki peringkat atas yaitu Indonesia dengan 13 kasus,
Taiwan 8,0 kasus, Filipina dan China 5,0 kasus, serta Jepang 3.8 kasus.
Sedangkan insidensi terendah terdapat di Amerika Utara, Eropa, dan
Oceania dengan rata-rata 0.5-1.84 kasus per 1.000 kehamilan. Data yang
diperoleh dari Amerika Selatan terdapat 0.23-0.9 kasus per 1.000
kehamilan, sedangkan di benua Afrika hanya Uganda dan Nigeria yang
mempunyai dokumentasi kasus yaitu terdapat rata-rata 5.0 kasus per 1.000
kehamilan (Kusuma, A. I. dan Pramono, 2017).
2.3. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum sepenuhnya diketahui dengan pasti
namun ada faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya mola
hidatidosa, antara lain: (Yahya, 2014)
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
b. Imunoselektif pada trofoblas
c. Infeksi virus dan aktor kromosom yang belum jelas
d. Angka kejadian mola hidatidosa resiko tinggi pada usia dibawah
20 tahun, wanita usia 21-35 tahun sebesar 1,9x dan meningkat
sebesar 7,5 x pada usia 40 tahun.
e. Riwayat kehamilan mola sebelumnya memiliki risiko sebesar 1%
dapat terjadi mola hidatidosa berulang.
f. Aborsi spontan meningkatkan resiko 2-3x lipat
g. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin A,
asupan lemak hewani yang rendah.
h. Abnormalitas pada uterus.
i. kromosom yang belum jelas
j. status sosial ekonomi yang rendah
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of
Gynecology and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa
komplit dan parsial (PTG benigna) dan mola invasif (PTG maligna)(
Cunningham FG, 2013):
1. Mola Hidatidosa Komplit
Hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio-janin, dengan
pembengkakan hidrofik vili plasenta dan seringkali memiliki
hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan. Mola hidatidosa komplit
hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat androgenetik
tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma
membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang
tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami
duplikasi membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara
makroskopik pada kehamilan trimester dua berbentuk seperti anggur
karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh.
Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan
dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah (Rauf S, 2011)
2. Mola Hidatidosa Parsial
Merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom paternal dan
satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set
kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial. Seringkali
terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada
pembuluh darah vili (Rauf S, 2011)
3. Mola Invasif
Merupakan neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala adanya vili
korialis disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel trofoblas.
Jaringan mola invasif melakukan penetrasi jauh ke miometrium,
kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di sekitarnya atau
dinding vagina. Mola invasif terjadi pada sekitar 15% pasien
pascaevakuasi mola hidatidosa komplit (Rauf S, 2011).
2.5.Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23pasang
kromosom, dimana salah satu pasangan berasal dari ibu dan dari ayah.
Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom membuahi
sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan 46 kromosom
(Novrial, 2015)
Pada Mola hidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur,
menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi
normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu
banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta
tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini, akan
tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup
(Novrial, 2015).
Suatu MHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika
kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi
genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada
saat itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi
pada uterus. Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas
yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola (Novrial, 2015).
2.9.Pathway
BAB 3. KASUS
Tanda Gejala
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa.
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
e. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak
selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan keliatan pucat kekuning-kuningan,
yang disebut muka mola (mola face).
g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan
janin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar,
dan fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru.
i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
j. Terdengar bising dan bunyi khas.
k. Pendarahan tidak teratur.
l. Penurunan berat badan yang berlebihan (Purwaningsih, 2010).
Patofisiologi
b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari tubuh b.d
2. Intoleransi aktifitas
BAB 4. PEMBAHASAN
BAB 5. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2013.
Obstetri Williams Volume 1 (23rd ed). Jakarta: EGC, p.271-6.
Farinde A. 2014. Human Chorionic Gonadotropin (hCG). In: Staros AB, editor.
Available from: http://enedicine.medscape.com/article /2089158-
overview#a3
Fatima M, Kasi PM, Baloch SN, Kassi M, Marri SM, Kassi M. 2011. Incidence,
management, and outcome of molar pregnancies at a tertiary care hospital in
Quetta, Pakistan. ISRN obstetrics and gynecology.
Novrial. 2015. Korelasi Korelasi Kadar β-hCG Serum Terhadap Kadar TSH, T3,
Dan T4 Pada Molahidatidosa Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSUD dr.
Pirngadi Medan Periode Tahun 2008-20012
Paputungan TV, Wagey FW, Lengkong RA. 2016. Profil penderita mola
hidatidosa di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. e-CliniC. 4(1).
Putra, Septian. 2012. Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Septiyaningsih, R., D. D. Kusumawati., dan A. Ulfah. 2016. Faktor-Faktor Ibu
Yang Mempengaruhi Kejadian Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad
(JKA). 9(2):17-24.