Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KMB 1

“Asuhan Keperawatan dengan Pasien CA Mediastinum”

Disusun oleh :
Annisa Marini (1811002)
Nurisma Diana A. (1811014)
Yudhaty Andra N. (1811020)

PRODI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat–Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas
dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kehadirat Nabi Muhammad
SAW atas keluarganya, sahabat – sahabatnya serta orang-orang yang
mengikutinya yang telah membimbing umat manusia kejalan yang benar untuk
menuju kehidupan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Pasien CA
Mediastinum” yang merupakan tugas dari dosen pembimbing. Mengingat materi
ini yang menjadi tugas kami untuk menggali lebih luas dan mendalam, namun
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis, baik tentang pengetahuan dan literature yang kami
miliki.
Maka dari itu, adanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi tercapainya makalah yang lebih baik dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
umumnya.

Blitar, 18 November 2019

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB IPENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LatarBelakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN KONSEP DASAR PENYAKIT .................................3
2.1 Definisi ........................................................................................................3
2.2 Etiologi.........................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis........................................................................................4
2.4 Patofisiologi ................................................................................................4
2.5 Klasifikasi ...................................................................................................5
2.6 Pathway .......................................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................9
2.8 Pentalaksanaan/Terapi Farmakologi..........................................................10
2.9 Komplikasi ................................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN KONSEP ASKEP ....................................................11
3.1 Pengkajian .................................................................................................11
3.2 Analisa Data...............................................................................................12
3.3 Diagnosa Keperawatan ..............................................................................13
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan................................................................14
BAB IV APLIKASI KASUS SEMU...................................................................18
4.1 Pengkajian .................................................................................................18
4.2 Analisa Data ..............................................................................................20
4.3 Masalah Keperawatan ...............................................................................21
4.4 Standar Luaran Keperawatan.....................................................................21
BAB V PENUTUP ...............................................................................................24
5.1 Kesimpulan ...............................................................................................24
5.2 Saran ..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu
struktur yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Secara garis besar
mediastinum dibagi atas 4 bagian penting yaitu mediastinum superior, anterior,
posterior, dan medial. Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor
jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda,
karenanya keterampilan dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat
penting (Risnawati, 2016).
Adapun frekuensi tumor mediastinum dikepustakaan luar berdasarkan
penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA
didapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284
pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel
germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%.
Sedangkan data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia antara lain didapat
dari SMF bedah Thorak RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap
137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma,8%
tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor
pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum
posterior 25,5% (Medishad, 2010).
Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodalitas
yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Dilaporkan kurang lebih sekitar 50% angka
tingkat kelangsungan hidup MPNST adalah lima tahun pada keseluruhan pasien
dengan tumor yang dioperasi, jika dapat dieksisi sempurna maka pasien memiliki
prognosis yang baik. Berikut ini akan dilaporkan kasus yang jarang terjadi pada
seorang laki-laki dengan tumor mediastinum posterior (Malignant peripheral
nerve sheath tumor). Tujuan Laporan kasus ini adalah untuk mengenali secara dini
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat menegakkan diagnosa
dan tatalaksana pasien secara tepat dengan Malignant peripheral nerve sheath
tumor (Daniel Maranatha, 2016).

i
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa definisi CA Mediastinum ?
B. Apa etiologi CA Mediastinum?
C. Bagaimana manifestasi klinis CA Mediastinum?
D. Bagaimana patofisiologi CA Mediastinum?
E. Bagaimana pathway dari CA Mediastinum ?
F. Bagaimana pemeriksaan diagnostik CA Mediastinum?
G. Bagaimana penatalaksanaan/terapi farmakologi CA Mediastinum ?
H. Bagaimana komplikasi CA Mediastinum ?
I. Bagaimana konsep askep terhadap CA Mediastinum ?
J. Bagaimana contoh pengaplikasian kasus semu CA Mediastinum?

1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahuiapa itu CA Mediastinum.
B. Untuk mengetahui etiologi CA Mediastinum.
C. Untuk mengetahui manifestasi klinisCA Mediastinum.
D. Untuk mengetahui patofisiologi dari CA Mediastinum.
E. Untuk mengetahui pathway dari CA Mediastinum.
F. Untuk mengetahui cara pemeriksaan diagnostik CA Mediastinum.
G. Untuk mengetahui penatalaksanaan/terapi farmakologi CA Mediastinum.
H. Untuk mengetahui apa saja komplikasi CA Mediastinum.
I. Untuk mengetahui konsep askep terhadap CA Mediastinum.
J. Untuk mengetahui contoh pengaplikasian kasus semu CA Mediastinum.

2
BAB II
PEMBAHASAN KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi
Tumor mediastinum adalah
tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan
kiri.Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah arteri, pembuluh
darah vena, trakea, kelenjar timus,
syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya.
Rongga mediastinum ini sempit
dan tidak dapat diperluas,maka pembesaran tumor dapat menekan organ di
dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan
tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor
cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ
sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
1. Mediastinum superior,mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma
di depan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di belakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antaramediastinum anterior dan posterior (Prayogo, 2017).

2.2 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
A. Penyebab kimiawi :Tumor mediastinum ini bisa disebabkan oleh asupan
zat kimia ke dalam rongga mediastinum penderita. Di beberapa negara
maju yang banyak terdapat industri kimia, otomatis penduduknya banyak
yang bekerja di pabrik tersebut, maka kemungkinan besar akan terkena
tumor mediastinum. Secara khusus, mereka yang bekerja sebagai
pembersih cerobong asap sangat rentan terkena tumor ini.
B. Faktor fisik: Jika kaitannya fisik, tumor ini sangat erat hubungannya
dengan kejadian trauma akibat pukulan yang berulang-ulang maupun
karena penyinaran yang eksploitatif. Maksud dari penyinaran disini bisa
karena sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari maupun jenis sinar
lainnya seperti sinar x atau radiasi bom atom.

3
C. Faktorgenetik: Perubahan atau mutasi dalam gen normal dan peningkatan
protein dapat meningkatkan pertumbuhan tumor.
D. Faktor hormon : Pengaruh hormonal juga disebut-sebut sebagai pemicu
terjadinya tumor mediastinum ini meskipun mekanisme dan kepastian
peranannya belum terlihat secara jelas dan signifikan (Irawan, 2018).

2.3 Manifestasi Klinis


Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila
terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan
struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat
penekatan atau invasi ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, seperti :
A. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakea dan/atau bronkus utama.
B. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus.
C. Sindrom Vena Kava Superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak.
D. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat.
E. Paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus.
F. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan
sistem syaraf (Mafula, 2015).

2.4 Patofisiologi
Pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi didalam rongga mediastinum.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi secara
mekanis akan menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya dan pelepasan
berbagai substansia pada jaringan normal seperti progstatlandin, radikal bebas,
dan protein-protein rektif secara berlebihan. Sebagai akibat lanjutan, timbulnya
karsinoma dapat meningkatkan daya merusak sel kanker terdapat jaringan
sekitarnya terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Menurut Price dan wilson (2002) yang dikutip oleh (Muttaqin, 2008) adanya
pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat
menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit
infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri pada saat inspirasi, peningkatan
produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe)
manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder
sehingga kadang kala manifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada
infeksi saluran pernafasan seperti pneumonia atau TB paru. Namun secara klinis
pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol (Muttaqin, 2008).

4
2.5 Klasifikasi
A. Timoma

Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor
yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan
umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak
terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi.
Stage dari Timoma :
1. Stage I : Belum invasi ke sekitar.
2. Stage II : Invasi s/d pleura mediastinalis.
3. Stage III : Invasi s/d pericardium.
4. Stage IV : Limphogen / hematogen.
B. Teratoma (Mesoderm)

Teratoma merupakan neoplasma


yang terdiri dari beberapa unsur
jaringan yang asing pada daerah
dimana tumor tersebut muncul.
Teratoma paling sering ditemukan
pada mediatinum anterior. Teratoma
yang histologik benigna mengandung
terutama derivate ectoderm (kulit)
dan entoderm (usus).

C. Limfoma

Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan


yang paling sering pada mediastinum. Limfoma adalah
tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih
pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Limfoma adalah
bagian dari grup penyakit yang disebut kanker.

5
D. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan
tumor berlobus, yang
berasal dari Tiroid.

E. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang
tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-
kadang berada dalam hubungan terbuka
dengan perikard itu. Kista
pleuroperikardial adalah kelainan
congenital, tetapi baru muncul
manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor
biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm.
pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga
dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan
dalam Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan
malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada
keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang
sangat besar.
F. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor
mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor
bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di
mediastinum belakang. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuensi
pada umur anak (Aru W. Sudoyo, 2006).
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan
beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat
dari penekanan pada struktur yang berdekatan.
Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor
pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan
dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang
trakeobronchus.

6
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya :
1. Dari saraf tepi : Neurofibroma, Neurolinoma.
2. Dari saraf simpati : Ganglion Neurinoma, Neuroblastoma,
Simpatikoblastoma.
3. Dari paraganglion : Phaeocromocitoma, Paraganglioma.
G. Kista Bronkogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan
mempunyai dinding cukup tipis,
yang terdiri dari jaringan ikat,
jaringan otot dan kadang-kadang
tulang rawan. Kista ini dilapisi
epitel rambut getar atau
planoselular dan terisi lendir putih
susu atau jernih. Kista bronkus
terletak menempel pada trakea atau
bronkus utama, kebanyakan dorsal
dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik
tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki
utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi
sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan.
Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis (Mafula, 2015).

7
2.6 Pathway
Menurut (Matho, 2013).

- Virus
- Faktor hormonal Adanya zat yang Struktur dasar
- Faktor lingkungan bersifat initiation DNA berubah
- Faktor genetik

Initiation agent
(unsur kimia, Terjadi
fisik, dan perubahan
biologis) struktur sel

Memerlukan waktu Memerlukan waktu


yang lama, minggu yang lama dan
bahkan sampai tahunan berkesinambungan

Terbentuk Terbentuk Memicu terbentuknya sel


formasi tumor neoplasma tumor

Vena leher Nerves Nerves Kompresi Trakea


mengembang vagus laryngeus esofagus tertekan
pada sindroma tertekan inferior tertekan
vena cava
superior

Serangan batuk Suara serak Gangguan Batuk atau


dan spasme menelan stridor
bronkus

MK: gangguan MK: gangguan


konsep diri nutrisi

MK: gangguan
rasa nyaman

8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
A. Foto thoraks.
Dari foto thoraks pastero-anterior (PA) atau lateral untuk menentukan
lokasi tumor anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan
ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasinya yang pasti.
B. Tomografi
Dapat menentukan lokasi tumor, mendeteksi klasifikasi pada lesi yang
sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid, dan kadang-kadang
timoma. Teknik ini semakin jarang digunakan.
C. CT-scan toraks dengan kontras
Dapat mendeskripsikan lokasi, kelainan tumor secara lebih baik,
kemungkina jenis tumor, misalnya pada teratoma dan timoma, menentukan
stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi
atau belum, mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk
pemeriksaan sitologi, serta untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis
tumor mediastiinum bila dilakukan CT-Scan Toraks dan CT-Scan
abdomen.
D. Fluoroskopi
Untuk melihat kemungkinan terjadi aneurisma aorta.
E. Ekokardiografi
Untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga terjadi aneurisma aorta.
F. Angiografi
Lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma aorta dibandingkan flouroskopi
dan ekokardiografi.
G. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan bila ada dugaan invasi atau
penekanan pada esofagus.
H. USG, MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Jarang dilakukan, tetapi pemeriksaan ini terkadang harus dilakukan untuk
beberapa kasus tumor mediastinum.
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hasil pemeriksaan rutin laboratorium sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan dengan tumor, tetapi terkadang LED
meningkat pada limfoma dan TBC mediastinum.
2. Uji tuberkulin bila dicurigai adanya limfadenitis TBC.
3. Pemeriksaan T3 dan T4 dibutuhkan untuk mendeteksi tumor tiroid.
4. Pemeriksaan beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, khususnya
bila ada keraguan antara tumor sel germinal seminoma atau
nonseminoma (Prayogo, 2017).

9
2.8 Penatalaksanaan/Terapi Farmakologi
A. Pembedahan : Pembedahan biasanya dilakukan jika tumor mediastinum ini
sudah membesar. Pembedahan tumor memegang peranan penting dalam
pengobatan tumor mediastinum ini.
B. Obat-obatan : Pengobatan yang dimaksud terbagi menjadi dua yakni
immunoterapi dan kemoterapi. Pengobatan dengan kemoterapi dianggap
banyak peranannya dalam mengobati berbagai jenis tumor termasuk tumor
mediastinum ini.
C. Radioterapi : Tujuan utama dari pengobatan secara radioterapi ialah untuk
membunuh sel tumor dengan tingkat kerusakan serendah mungkin.
Namun, patut diingat bahwa radioterapi ini bukannya tanpa problem,
karena berpotensi bisa membunuh sel kanker sekaligus sel jaringan normal
(Irawan, 2018).

2.9 Komplikasi
Perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-
struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan
menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain.
Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea (penyumbatan di trachea).
2. Sindrom Vena Cava Superior (kumpulan gejala yang terjadi akibat
penekanan vena cava superior).
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage.
4. Rupture esophagus (Mafula, 2015).

10
BAB III
PEMBAHASAN KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
A. Biodata.
1. Nama.
2. Umur.
3. Jenis kelamin.
4. Agama.
5. Status Perkawinan.
6. Pendidikan.
7. Pekerjaan.
8. Tanggal Masuk.
9. No Register.
B. Keluhan Utama.
Biasanya klien datang setelah tumor cukup besar yang menyebabkan
penekanan pada organ sekitarnya sehingga muncul keluhan utama seperti
batuk, sesak nafas, kesulitan menelan, ataupun nyeri dada.
C. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien mengatakan nyeri dada bagian tengah seperti tertekan benda berat
dan sifatnya menetap, batuk dengan atau tanpa sputum (batuk kering),
sesak nafas, merasa sakit bila menelan makanan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu.
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadap lingkungan karsinogen,
penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan
jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
E. Riwayat Penyakit Keluarga.
Ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien,
anggota keluarga menderita penyakit kanker.
F. Riwayat Psiko Sosio Spiritual.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
G. Pemenuhan Kebutuhan (ADL).
1. Nutrisi.
Terjadi ketidakmampuan untuk menelan, mual muntah, serta kesulitan
bernapas dapat menyebabkan intake makanan yang tidak adekuat
sehingga dapat terjadi penurunan berat badan.

11
H. Pemeriksaan Fisik.
1. Sistem pernafasan (B1).
Data Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang.
Data Obyektif : Hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni.
2. Sistem kardiovaskuler (B2).
Data Subyektif : Sakit kepala.
Data Obyektif : Denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
3. Sistem Persarafan (B3).
Data Subyektif: Gelisah, penurunan kesadaran.
Data Obyektif: Letargi (suatu keaadaan dimana terjadi penurunan
kesadaran dan pemusatan, perhatian serta kesiagaan).
4. Sistem Perkemihan (B4).
Data Subyektif: –
Data Obyektif : Produksi urine menurun.
5. Sistem Pencernaan (B5).
Data Subyektif : Mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif : Konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan.
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6).
Data Subyektif : Lemah, cepat lelah.
Data Obyektif : Kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat/normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest.

3.2 Analisa Data


Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Sesak nafas dan batuk Sel tumor membesar Ketidakefektifan pola
klien mengeluh. nafas.
Vena leher
DO : Batuk (baik produktif mengembang
maupun non produktif),
sesak nafas, takipnea, Resiko
retraksi, demam, ronki, tertekannyafaring dan
sianosis. laring

Saluran nafas
tersumbat

12
DS : Letargi, demam., Tumor mediastinum Gangguan keseimbangan
muntah, diare, membrana Cairan berhubungan
mukosa kering, turgor kulit Dilakukan kemoterapi dengan :
buruk, penurunan output 1. Penurunan intake
urine. Diare cairan
2. Peningkatan IWL
DO : - akibat pernafasan cepat
dan demam, efek
chemoteraphi.
DS : Klien mengeluh sesak Terbentuknya formasi Perubahan Nutrisi
nafas. tumor

DO : Anoreksia, mual, Kompresi esofagus


muntah.
Gangguan menelan
DS : Malaise. Tumor mediastinum Intoleransi aktivitas

DO : Badan klien lemah. Dilakukan radioterapi

Badan lemah

3.3 Diagnosa Keperawatan


A. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan
B. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret berlebih akibat penekanan atau kompresi massa tumor pada trakea
dan atau bronkus.
C. Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) berhubungan dengan penekanan atau
kompresi massa tumor pada sistem syaraf (nervus interkostalis).
D. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare
akibat khemoterapi.
E. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/proliferasi
sel dan efek radiasi/chemoterapi.
F. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi,
penurunan intake, demam.

13
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Respiratory


napas b.d hiperventilasi asuhan keperawatan Monitoring
paru. selama 3x24 jam pola 1. Monitor rata–rata,
nafas adekuat. kedalaman, irama
Kriteria Hasil: dan usaha respirasi.
NOC : Respiratory 2. Lakukan pengkajian
Status tiap 4 jam terhadap
 Peningkatan RR, S, dan tanda-
ventilasi dan tanda keefektifan
oksigenasi yang jalan napas.
adekuat. 3. Catat pergerakan
 Bebas dari tanda dada,amati
tanda distress kesimetrisan,
pernafasan. penggunaan otot
 Suara nafas yang tambahan, retraksi
bersih, tidak ada otot supraclavicular
sianosis dan dan intercostal.
dyspneu (mampu 4. Monitor pola nafas :
mengeluarkan bradipena,
sputum, mampu takipenia, kussmaul,
bernafas dengan hiperventilasi,
mudah, tidak ada cheyne stokes.
pursed lips). 5. Auskultasi suara
 Tanda tanda vital nafas, catat area
dalam rentang penurunan/ tidak
normal. adanya ventilasi dan
suara tambahan.
6. Lakukan
Phisioterapi dada
secara terjadwal.

Oxygen Therapy
1. Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya
crakles.
2. Ajarkan pasien
nafas dalam.
3. Atur posisi
senyaman
mungkin.

14
4. Batasi untuk
beraktivitas.
5. Kolaborasi
pemberian oksigen.
2. Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan Nutritional
dari kebutuhan tubuh b.d asuhan keperawatan Management
anoreksia mual muntah. selama 3x24 jam 1. Monitor adanya mual
Definisi : Intake nutrisi nutrisi seimbang dan dan muntah.
tidak cukup untuk adekuat. 2. Monitor adanya
keperluan metabolisme kehilangan berat
tubuh. Kriteria Hasil: badan dan perubahan
NOC :Nutritional status nutrisi.
Batasan karakteristik : Status 3. Monitor albumin,
- Berat badan 20 % atau  Nafsu makan total protein,
lebih di bawah ideal. meningkat. hemoglobin, dan
- Dilaporkan adanya  Tidak terjadi hematocrit level yang
intake makanan yang penurunan BB. menindikasikan
kurang dari RDA  Masukan nutrisi status nutrisi dan
(Recomended Daily adekuat. untuk perencanaan
Allowance).  Menghabiskan porsi treatment selanjutnya.
- Membran mukosa dan makan. 4. Monitor intake nutrisi
konjungtiva pucat.  Hasil lab normal dan kalori klien.
- Kelemahan otot yang (albumin, kalium). 5. Berikan makanan
digunakan untuk sedikit tapi sering.
menelan/mengunyah. 6. Berikan perawatan
- Luka, inflamasi pada mulut sering.
rongga mulut. 7. Kolaborasi dengan
- Mudah merasa ahli gizi dalam
kenyang, sesaat setelah pemberian diet sesuai
mengunyah makanan. terapi.
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan.
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa.
- Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan.
- Miskonsepsi.
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup.

15
- Keengganan untuk
makan.
- Kram pada abdomen.
- Tonus otot jelek.
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi.
- Kurang berminat
terhadap makanan.
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh.
- Diare dan atau
steatorrhea.
- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok).
- Suara usus hiperaktif.
- Kurangnya informasi,
misinformasi.

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan NIC : Toleransi


ketidakseimbangan askep ... jam. Klien aktivitas
suplai dan kebutuhan O2. dapat menoleransi 1. Tentukan penyebab
aktivitas dan intoleransi aktivitas
melakukan ADL & tentukan apakah
dengan baik penyebab dari fisik,
Kriteria Hasil: psikis/motivasi.
- Berpartisipasi dalam 2. Kaji kesesuaian
aktivitas fisik dgn aktivitas dan istirahat
TD, HR, RR yang klien sehari-hari.
sesuai. 3. Peningkatan aktivitas

16
- Warna kulit normal, secara bertahap,
hangat dan kering. biarkan klien
- Memverbalisasikan berpartisipasi dapat
pentingnya aktivitas perubahan posisi,
secara bertahap. berpindah dan
- Mengekspresikan perawatan diri.
pengertian 4. Pastikan klien
pentingnya mengubah posisi
keseimbangan secara bertahap.
latihan dan istirahat. Monitor gejala
- Peningkatan intoleransi aktivitas.
toleransi aktivitas 5. Ketika membantu
klien berdiri,
observasi gejala
intoleransi seperti
mual, pucat, pusing,
gangguan kesadaran
dan tanda vital.
6. Lakukan latihan
ROM jika klien tidak
dapat menoleransi
aktivitas.

17
BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

Tn. N usia 40 tahun. Dirawat di ruang inap paru laki RSU Dr. Soetomo dengan
keluhan sesak, dada terasa nyeri pada saat bernafas dan terasa berat, rasa sesak
tidak hilang meskipun istirahat, dan tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan : sebelum ini berat badan 80kg berat badan 60 kg, 180 cm, nadi 110
X/menit, pernapasan 30 X/ menit, tekanan darah 100 / 60 mmHg. Riwayat
penyakit masa lalu merokok sejak usia 25 tahun sekitar 2 bungkus per hari. Hasil
pemeriksaan penunjang pada CT Scan, pasien didiagnosis timoma.

4.1 Pengkajian:
A. Biodata.
1. Identitas Pasien :
a. Nama : Tn. N
b. Usia : 40 th
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
e. Agama : Islam
f. Status : Menikah
g. Pendidikan/ pekerjaan : SLTP/ Swasta
2. Penanggung Jawab Pasien :
a. Nama : Ny. I
b. Hubungan dengan klien : Istri
c. Umur : 35 th
d. Pendidikan/ pekerjaan : SD/ -
B. Alasan Masuk Rumah Sakit :
1. Keluhan Utama ( Data Subjektif) :
a. Tn. N mengeluhkan sesak pada saat beristirahat dan dada terasa
nyeri dan berat pada saat bernafas.
b. Tn. N mengatakan rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa
sesak selalu di rasakan oleh klien.
2. Data Objektif:
a. BB : 60 kg.
b. TB : 180 cm.
c. TD : 100/60 mmHg.
d. Nadi : 110x/menit.
e. RR : 36x/menit.
C. Riwayat Kesehatan :
1. Riwayat Penyakit Masa Lalu :
a. Merokok sejak usia 25 tahun sekitar 2 batang sehari.

18
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Menurut Ny. I (istri Tn. N), Tn. N mulai merasakan rasa sesak dan
dadanya terasa berat sejak ± 2 minggu yang lalu (sebelum masuk
RS), dan keadaan itu semakin memburuk karena Tn. N mengatakan
sesak yang di rasakan semakin hebat sejak 2 hari sebelum masuk RS,
lalu oleh keluarga dibawa ke RSUD Dr. Soetomo dan Tn. N dirawat
inap di ruang paru Dr. Soetomo.
3. Riwayat kesehatan keluarga :
a. Menurut Ny. I, di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
keturunan atau penyakit menular seperti TBC, liver, jantung, kencing
manis dan ginjal.
D. Pemeriksaan Persistem.
1. B1 (Breathing) :
a. Data subyektif :Sesak napas, dada tertekan, nyeri dada berulang.
b. Data obyektif : Batuk produktif, penggunaan otot diafragma
pernapasan dan perut meningkat, laju pernapasan meningkat, suara
napas abnormal.
2. B2 (Bleeding) :
a. Data subyektif :Sakit kepala.
b. Data obyektif : Denyut nadi meningkat, disritmia, vasokontriksi,
kualitas darah menurun (Hipotensi, Tekanan darah = 100/60 mmHg).
3. B3 (Brain):
a. Data subyektif :Gelisah, kesadaran menurun.
b. Data obyektif :Letargi.
4. B4 (Bledder):
a. Data subyektif : -
b. Data obyektif :Produksi urin menurun.
5. B5 (Bowel):
a. Data subyektif : -
b. Data obyektif :Berat badan turun, penurunan intake makanan.
6. B6 (Bone) :
a. Data subyektif :Lemah, cepat lelah.
b. Data obyektif : Kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat, tonus otot menurun, nyeri otot,
retraksi paru.

19
4.2 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Sel membesar Pola napas tidak efektif
1. Pasien mengeluh sesak
dada terasa nyeri saat Vena leher
bernapas. mengembang

DO: Resiko tertekannya


1. Batuk produktif. faring dan laring
2. Penggunaan otot diafragma
pernapasan dan perut Saluran nafas
meningkat tersumbat
3. Laju pernapasan meningkat
4. Suara napas abnormal.
DS : Sel membesar Nyeri akut
1. Pasien mengeluh nyeri dada
berulang. Menekan organ lain

DO : Nyeri akut
1. Denyut nadi meningkat
(N:110X/menit).
2. Gelisah.
DS : Pembesaran sel Devisit nutrisi
1. –
Penekanan esofagus
DO :
1. Berat badan menurun Mual
(sebelum sakit 75 kg dan
menjadi 60 kg). Defisit nutrisi
DS : CA mediastinum Hipovolemia
1. –
Tidak mampu
DO : memasukkan nutrisi
1. Denyut nadi meningkat
(N:110X/menit). Hipovolemia
2. Hipotensi, Tekanan darah =
100/60 mmHg.
3. Turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder).
4. Produksi urin menurun.

20
4.3 Masalah Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d Pasien mengeluh
sesak dada terasa nyeri saat bernapas , batuk produktif, penggunaan otot
diafragma pernapasan dan perut meningkat, laju pernapasan meningkat
suara napas abnormal.
2. Neri akut b.d agen pencendera fisiologis d.d pasien mengeluh nyeri dada
berulang, denyut nadi meningkat (N:110X/menit), gelisah.
3. Devisit nutrisi b.d kwtidakmamuan menelan makanan d.d Berat badan
menurun (sebelum sakit 75 kg dan menjadi 60 kg).
4. Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan d.d denyut nadi meningkat
(N:110X/menit), Hipotensi, Tekanan darah = 100/60 mmHg, turgor menurun
(akibat dehidrasi sekunder), produksi urin menurun.

4.4 Standar Luaran Keperawatan


Dengan (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, n.d.) dan (Standar
Luaran Keperawatan Indonesia, n.d.).

No Kritera hasil Inervensi


1. Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
diharapkan mencapai hasil. 1. Monitor pola napas.
1. Dipsnea : 4 dengan kriteria hasil 2. Auskultasi bunyi napas.
cukup menurun. 3. Monitor frekunsi, irama, kedalaman
2. Penggunaaan otot bantu napas : dan upaya napas.
4 dengan kriteria hasil cukup Terapeutik :
menurun. 1. Atur interval pemantauan respirasi
3. Frekuensi napas : 4 dengan sesuai kondisi pasien.
kriteria hasil cukup membaik. 2. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
2. Informasaikan hasil pemantauan.
Jika perlu.
2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
keperawatan selama 1x24 jam Obeservasi :
diharapkan mencapai hasil. 1. Identifikasi skala nyeri.
1. Keluhan nyeri : 4 dengan 2. Idedntifikasi lokas, karakterisktik,
kriteria hasil cukup menurun. durasi, kualitas dan intensitas nyeri.
2. Gelisah : 4 cukup menurun 3. Idenifikasi faktor yang memperberat
dengan kriteria hasil cukup dan mempertingan nyeri.
menurun.

21
3. Meringis : 4 dengan kriteria Terapeutik :
hasil cukup menurun. 1. Berikan tekik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri mis
(hipnotis, terapi musik, terapi pijat,
kompres hangat dingin).
2. Fasilitasi istirahatt tidur.
3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi mengurangi nyeri.
3. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgestik,
jika perlu.
3. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
diharapkan mencapai hasil. 1. Mengidentifikasi statu nutrisi.
1. Berat badan : 4 dengan kriteria 2. Monitro asupan makanan.
hasil cukup menurun. 3. Monitor berat badan.
2. Porsi makan yang dihabiskan : 4 Terapeutik :
dengan kriteria hasil meningkat. 1. Lakukan oral higine sebelum makan
3. Membran mukosa : 4 dengan jika perlu.
kriteria hasil cukup membaik. 2. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein.
3. Berikan suplemen makanan, jika
perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan posisis duduk jika mampu.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu.
4. Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia
keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
diharapkan mencapai hasil. 1. Perikasa tanda gejala.
1. Fekuensi nadi : 4 dengan 2. Monitor intake output cairan.

22
kriteria hasil cukup membaik. Terapeutik :
2. Turgor kulit : 4 dengan kriteria 1. Hitung kebuuhan cairan.
hasil cukup meningkat. 2. Berikan asuan cairan oral.
Edukasi :
1. Anjurkan memeperbanyak asupan
cairan oral.
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis mis (NaCl, Rl).
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %,
NaCl 0,4 %).

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu
struktur yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Secara garis besar
mediastinum dibagi atas 4 bagian penting yaitu mediastinum superior, anterior,
posterior, dan medial. Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor
jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda,
karenanya keterampilan dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat
penting (Risnawati, 2016).

5.2 Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-
kekuranganpembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan
waktu waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu
untuk kesempernaan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan
masukan yang bersifatmembangun kepada semua pembaca.

24
DAFTAR PUSTAKA

Daniel Maranatha, S. K. Y. (2016). Seorang Laki-Laki dengan Tumor


Mediastinum Posterior (Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor), 2(3),
82–90.
Irawan, F. (2018). Apa Itu Tumor Mediastinum? • Deherba.com.
Mafula, L. (2015). Makalah_Tumor_Paru_Tumor_Mediastinum.
Matho. (2013). Woc Askep Tumor Mediastinum. Retrieved November 15, 2019,
from https://id.scribd.com/doc/161333779/Woc-Askep-Tumor-
Mediastinum?referrer=utm_campaign%3Dapp_promo%26utm_source%3Di
nterstitial%26utm_medium%3Dweb
Medishad. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum.
Muttaqin, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem pernapasan/ Arif Muttaqin. Salemba Medika.
Prayogo, C. (2017). Tumor Mediastinum, 2003, 1–30.
Risnawati, L. W. (2016). Tumor Mediastinum Anterior (Yolk Sac Tumor) pada
Seorang Laki-Laki Dewasa Muda: Sebuah Kasus yang Jarang, 2(2), 45–51.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. (n.d.). Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. (n.d.). Dewan Pengurus Pusat PPNI.

25

Anda mungkin juga menyukai