Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“ GASTRITIS “

Di Susun Oleh :
Silvy Sinta Saphira

PRODI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS

1. Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau
local dengan karakterikstik anoreksia, rasa penuh dan tidak nyaman pada epigastrium,
mual, dan muntah (EGC, 2015). Menurut jenisnya, gastritis dikelompokkan menjadi
gastritis akut dan gastritis kronik.

Gastritis Akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan


erosi dan perdarahan mukosa lambung setelah terpapar zat iritan.

Gastritis Kronik merupakan gastritis yang terkait dengan atrofi mukosa gastrik
sehingga produksi HCL menurun dan menimbulkan kondisi aklorhidria dan ulserasi
peptik. Berdasarkan penyebabnya, gastritis kronik dapat diklasifikasikan menjadi tipe A
dan tipe B.

a. Tipe A merupakan gastritis autoimun. Adanya antibody terhadap sel parietal


menimbulkan reaksi peradangan yang pada akhirnya menyebabkan atrofi
mukosa lambung. Pada 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien
dengan gastritis atrofi kronik dijumpai antibody terhadap sel parietal.
Biasanya, kondisi ini merupakan tendensi untuk terjadinya kanker lambung
pada fundus atau korpus.
b. Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh Helicobacter
pylori. Terdapat inflamasi yang difus pada lapisan mukosa sampai mukolaris
sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi, sering mengenai antrum.

2. Etiologi
Ada beberapa factor yang menyebabkan gastritis antara lain :

a. Konsumsi obat-obatan kimia (Asetaminofen, steroid kortikosteoid), digital.


Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa
lambung. Obat anti-inflamasi non-steroid ( NSAID ) dan kortikosteroid
menghambat sintesis protagladin sehingga sekresi HCL meningkatkan dan
menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam sehingga menimbulkan
iritasi mukosa lambung.
b. Konsumsi alkohol. Alcohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, refluks empedu, zat-zat korosif ( mis. Cuka, lada ) menyebabkan
kerusakan mukosa gaster an menimbulkan edema dan perdarahan.
d. Kondisi yang menyebabkan stress ( mis., trauma luka bakar, kemoterapi, dan
kerusakan susunan saraf pusat ) merangsang peningkatan produksi HCL lambung.
e. Infeksi oleh bakteri seperti Helicobacter pylori, Eschericia Coli, Salmonella dll
3. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada orang yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang
akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl
yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner,
yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan
mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna.
Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya
vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi
HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.

Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.


Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena
kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi
mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu
timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita,
namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.

2. Gastritis Kronis
Helicobactery pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi,yaitu
dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih
kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat
mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel
penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya
menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah
lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan
4. Patway
Obat-obatan stress alkohol

Korteks

Gangguan mobilitas hipertensi/vasokontriksi


Gastrointestinal Hipotalamus
medula

Sekresi asam lambung bikarbonat


Naik turun

Refluks gaster iritasi mukosa lambung flow menurun radikal bebas


Duodenum mikrosirkulasi menurun

Permebalitas naik
Anoreksia mual muntah Nyeri

progtaglin
Defisit
progtaglin Kekurangan
nutrisi volume Cairan

Mucus menurun bikromat opitel


Proliferasi impermeabilitas

H+
Aliran darah

pH
intramukal

keasaman jaringan kritis

erosi ulserasi
5. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi Klinis gastritis bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul
perdarahan saluran cerna bagian atas, bahkan pada beberapa pasien tidak
menimbulkan gejala yang khas. Manisfestasi gastritis akut dan gastritis kronik hampir
sama, yaitu seperti dibawah ini (Lin, 2014) :

a. Gastritis akut
Gastritis akut sangat bervariasi , mulai dari yang sangat ringan asimtomatik
sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat,
gejala yang sangat mencolok adalah :
1. Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi
renjatan karena kehilangan darah.
2. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan –
keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat
ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3. Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar
pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia defisiensi dengan
etiologi yang tidak jelas.
6. Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala
gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin,
takikardia sampai gangguan kesadaran.

b. Gastritis kronis
1. Bervariasi dan tidak jelas
2. Perasaan penuh, anoreksia
3. Distress epigastrik yang tidak nyata
4. Cepat kenyang

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan
letaknya tersebar.
b. Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis.
c. Pemeriksaan radiology.
d. Pemeriksaan laboratorium.
e. Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun
pada klien dengan gastritis kronik.
f. Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12
yang rendah merupakan anemia megalostatik.
g. Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
h. Gastroscopy.Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi
area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.
i. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI
atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
j. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat
disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan
kemungkinan isi perdarahan.
k. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis

4. Komplikasi
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat
berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu
dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir
sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar
100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti
dapat ditegakkan dengan endoskopi.

b. Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin
B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa,
penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis
Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritisakan dapat menyebabkan
ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara
terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding
lambung.

5. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1. Preventif
a. Usaha preventif untuk mencegah terjadinya gastritis dapat dilakukan dengan
pengelolaan pola makan, hal ini dapat dilihat pada Santri Pondok Pesantren Al-
Hikmah Trayon, Karanggede, Boyolali yang mempunyai kejadian gastritis yang
tinggi (63.0%). Ada hubungan bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis
pada Santri Pondok Pesantren Al-Hikmah Trayon, Karanggede, Boyolali (Diatsa,
2016).
b. Cara lainnya dengan diberikan relaksasi otot progresif sebagian besar pasien sudah
tidak mengalami nyeri. Setelah diberikan relaksasi otot progresif pasien merasakan
nyerinya berkurang, karena gerakan-gerakan yang telah diberikan secara perlahan
membantu merilekskan sinap-sinap saraf baik yang simpatis maupun yang
parasimpatis. Saraf yang rileks menurunkan rasa nyeri secara perlahan (Supetran,
2016).

2. Kuratif
a. Salah satu cara untuk mengatasi pasien dengan ganggun gastritris dpat dilakukan
dengan memperbaiki kualitas tidur, hal ini dapat dibuktikan melalui penelitian di RSU
Kebumen dimna terdapat hubungan kualitas tidur pasien gastritis dengan lama hari
dirawat di ruang rawat inap, Seseorang yang sedang sakit jika kualitas tidurnya
tercukupi maka energy dapat digunakan untuk proses pemulihan sel-sel tubuh
sehingga dapat mempersingkat lama hari perawatan. Sebaliknya jika tidur terganggu
tentu regenerasi sel-sel tubuh tidak akan maksimal akibatnya tubuh menjadi lemas dan
rentan terhadap pemyakit (ANS, Asrin, & Purwatiningsih, 2009).

3. Rehabilitatif
a.Untuk mencegah kekambuhan timbulnya kembali gastritis, Puskesmas Jatinangor
menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien
gastritis. Dukungan keluarga berperan penting dalam mencegah kekambuhan gastritis
terutama dalam aspek emosional. Karena keluarga sangat berperan dalam faktor-
faktor yang dapat menimbulkan kejadian gastritis dan mengurangi kekambuhan
gastritis (Handayani, Kokasih, & Priambodo, 2012).

b. Medis
1. Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet
dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasigastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung
dengan cepat.

2. Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit
tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin,
ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang
diproduksi

3. Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-


jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena
suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini.
Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga
menghambat aktivitas H. Pylori.

4. Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam
lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung
penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup
kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga
menghambat kerja H. pylori.

5. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin) dan
garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory..Terapi terhadap H. Pylori.
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton.
Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk
membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa
sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi
terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuhH. pylori
sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi
dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam
jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga
tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat
dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan
dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk
memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan
hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada
kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

 Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan

Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)

 Sirkulasi
Gejala : hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia /
hipoksemia), kelemahan / nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambar /
perlahan (vasokonstriksi), warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah
kehilangan darah), kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)

 Integritas ego

Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak
berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,


gemetar, suara gemetar.

 Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan
gastrointeritis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka
peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola
defekasi / karakteristik feses.

Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering hiperaktif


selamaperdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses : diare,
darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa,
bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida), haluaran urine menurun, pekat.

 Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi


pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal). Masalah menelan :
cegukan. Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah.

Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan
darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit
buruk (perdarahan kronis).

 Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.

Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada
volume sirkulasi / oksigenasi).

 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-
samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri
epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri
sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan
bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus
duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).

Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan


tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.

Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit. (Lin, 2014).
7. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut
2. Defisit Nutrisi
3. Kekurangan volume cairan

8. Perencanaan

NO SDKI SIKI
1. Nyeri akut Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intesitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
- Berikan non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri ( mis, TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain )
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri ( mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan )
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secra
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasia :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Manajemen Nutrisi Observasi :
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
- Identifikasi perlunya penggunaan selang
NGT
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet ( mis,
piramida makanan )
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui NGT
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan ( mis, pereda nyeri, antiemetik ),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
3. Kekurangan volume Observasi :
cairan - Monitor status hidrasi ( mis, frekuensi nadi,
(PPNI, 2016) kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
darah )
- Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sesudah dan sebelum
dialysis
- Monitor hasil pemeriksaan laboraturium
- Monitor status hemodinamik
Terapeutik :
- Catat intake – output dan hitung balanca
cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi ;
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
(PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

ANS, S., Asrin, & Purwatiningsih, E. (2009). Kualitas Tidur Dengan


Lama Hari Dirawat Pasien Gastritis Di RSU Kebumen. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 5(2), 101–108.
Diatsa, B. (2016). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis
pada Remaja di Pondok Al-Hikmah, Trayon, Karanggede, Boyolali.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
EGC. (2015). Dasar Dasar Penyakit Bidang Keahlian Kesehatan.
Handayani, S. D., Kokasih, C. E., & Priambodo, A. (2012). Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Gastritis Di
Puskesmas Jatinangor. Jurnal Keperawatan Padjadjaran.
Lin, I. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Gastritis. UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta.
PPNI. (2018). Standar Intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta.
Supetran, I. (2016). Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasi Otot
Progresif Dalam Menurunkan Tingkat Nyeri Pasien Gastritis Di
Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Palu, 6, 01–08.

Anda mungkin juga menyukai