Anda di halaman 1dari 15

h

LAPORAN PENDAHULUAN
GASTRITIS

Disusun Oleh :
DWI PUTRI NURUL
HUDA NIM : P
27220015008

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2017 / 2018
A.   Pengertian Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa


lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan
infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-
sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis adalah peradangan
pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara akut,
kronis, difus atau lokal akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan
iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan
yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan gambaran
klinis yang ditemukan berupa dispepsia atau indigesti.

B.   Klasifikasi
Menurut Wibowo (2007), gastritis diklasifikasikan menjadi :
1.   Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang


akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan
terjadi erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut terdiri dari beberapa
tipe yaitu gastritis stres akut, gastritis erosif kronis, dan gastritis
eosinofilik. Semua tipe gastritis akut mempunyai gejala yang sama.
Episode berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis kronik.
2.   Gastritis kronik

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung


yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
 bervariasi. Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel
kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding
lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis
kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial,
gastritis

atropi dan gastritis hipertropi.


C.   Etiologi

Menurut Muttaqin (2011) penyebab dari gastritis antara lain :


1.   Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,

ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi


(mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.
2.   Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.

3.   Infeksi bakteri ; seperti  H. pylor (paling sering),  H. heilmanii, streptococci,

staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan


secondary syphilis.
4.   Infeksi virus oleh Sitomegalovirus

5.   Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.


6.   Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus
lambung.
7.   Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan

minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen


iritasi mukosa lambung.
8.   Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen
 penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.
9.   Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke

lambung.
10.  Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi

dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang dapat


menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.
D.   Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada gastritis yaitu:


1.  Gastritis Akut

a.  Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.


 b. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual,
dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c.   Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.

d.  Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak

dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.


e.   Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin

akan hilang selama 2 sampai 3 hari.

2.  Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh
anoreksia (nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan,
kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah.

E.   Patofisiologi

1.   Gastritis Akut.

Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa


lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a.  Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung.
Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di
lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan
HCI dan NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan
asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan
meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi
cairan & elektrolit.
 b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika
mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari
kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan
terjadi
 penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung
maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi
dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
2.   Gastritis Kronik.

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga


terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
 penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar

epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan
sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya
akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya
rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta
formasi ulser.
F.   Pathway

Makanan yang pedas, Stress Zat kimia


panas, dan asam

Gatritis akut Penurunan


produksi
mukus oleh sel
kolumner
Merangsang Saraf
Simpatis /
Nerus Vagus
Pengelupasan sel
mukosa lambung

Peningkatan
produksi HCl
di lambung Erosi Nyeri akut

Anoreksia, mual, Perdarahan


muntah gaster

Resiko syok
Hipovolemia 

G.   Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapt dilakukan menurut Nurarif & Kusuma


(2015):
1.   Pemeriksaan darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody H.pylori dalam


darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan
lambung akibat gastritis.
2.   Pemeriksaan pernafasan

Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.pylori
atau tidak.
3.   Pemeriksaan feces

Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylory dalam feces atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadi infeksi.
4.   Endoskopi saluran cerna bagian atas

Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
 bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar –  X .
5.   Rongent saluran cerna bagian atas

Tes ini akan mengetahui adanya tanda  –   tanda gastritis atau penyakit

 pencernaan lainnya.

H.   Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi menurut Dermawan (2010) antara lain


: 1.  Gastritis Akut
a.  Perdarahan saluran cerna bagian atas, yang merupakan kedaruratan
medis, terkadang perdarahan yang terjadi cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.
 b. Ulkus, jika prosesnya hebat
c.  Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat.
2.  Gastritis Kronik
Yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
 penyempitan daerah antrum pylorus.

I.   Penatalaksanaan

1.   Pengobatan pada gastritis meliputi:

a.   Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung


 b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan
antasida dan istirahat.
c.   Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan

asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.


d.  Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara

menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin


yang menyebabkan iritasi.
e.   Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,

f.   Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.

2.   Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:


Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu
makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala
menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan
terjadi, maka
 penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
 pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a.   Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :

alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus


lemon encer atau cuka encer
 b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
 perforasi. terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene

atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambungmungkin


diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi
dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat, mengurangi
stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan
antibiotic ( seperti tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu ( pepto
bismo ).
Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12
yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap factor instrinsik. 
3.   Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:

a.  Tirah baring


 b. Mengurangi stress
c.  Diet
d. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya berespon

terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang berbumbu


 banyak atau berminyak.

J.   Konsep Asuhan Keperawatan

1.   Pengkajian

a. Pengkajian
Primer
1)    Airway

Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah adanya sumbatan
di kerongkongan, penumpukan sekret di tenggorokan, adanya
wheezing atau suara crakcel yang menunjukkan ketidak efektifan
pertukaran gas.
2)    Breathing

Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah sesak nafas akibat
aktivitas maupun tanpa aktivitas, irama nafas dan suara nafas.
3)   Circulation

Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah tekanan darah
yang menunjukkan hipertensi, adanya edema di ekstremitas, CRT yang
leboh dari 3 detik sebagai bentuk penurunan curah jantung, akral yang
dingin
dan output urin yang kurang.
 

4)    Disability

Kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas. Tentukan respon  Alert,


Verbal, Pain, Unresponsive. Kaji pupil dan respon pupil terhadap
cahaya. Jika pasien mengalami koma maka kaji tingkat kesadaran GCS
(Glasgow Coma Scale).
5)    Eksposure

Kaji adanya tanda-tanda trauma yang ada.


 b.Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder mengenai riwayat singkat pasien dirawat di rumah

sakit. Pengkajian ini dapat dilanjutkan ketika pasien sudah dalam keadaan

stabil. Metode yang digunakan dalam pengkajian sekunder yang meliputi:

1) Sign and Symtoms (tanda dan gejala utama yang dirasakan dan

diobservasi).

2)   Allergies (ada tidaknya alergi yang dipunyai klien)

3)   Medications (terapi terakhir yang sudah diberikan klien dan apakah terapi

tersebut engurangi permasalahan klien atau tidak).


4)   Past medical history (riwayat medis sebelum klien dirawat saat ini).

5)  Last oral intake (terakhir kali pasien makan dan minum dan jenis detail

dari makanan atau minuman yang baru saja dimakan atau diminum).

6)  Events prociding incident (hal-hal yang memungkinkan atau peristiwa


yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit klien saat ini.
c. Data penunjang
1)  Laboratorium : darah rutin, urin dan kimia
2)  Radiologi

d. Program Terapi
Terapi obat apa yang diperoleh pasien
2.  Diagnosa Keperawatan
a.  Nyeri akut berhubungan dengan faktor pencidera fisiologis (inflamasi
akut)
 b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan
c.  Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan volume
cairan.

3.  Intervensi Keperawatan


 No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan
a.  Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama ... x ... jam
komperhensif
diharapkan masalah nyeri teratasi
 b.  Observasi reaksi non verbal dari
dengan kriteria hasil :
ketidaknyamanan
a.   Mampu mengontrol nyeri (tahu
c.   Control lingkungan yang dapat
 penyebab nyeri, mampu
mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan tehnik
ruangan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk mengurangi
kebisingan
nyeri, mencari bantuan)
d.   Ajarkan teknik nonfarmakologi
 b.  Melaporkan bahwa nyeri
e.   Kolaborasi dengan dokter dalam
 berkurang dengan menggunakan
 pemberian analgetik untuk
manajemen nyeri
mengurangi nyeri
c.  Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Setelah dilakukan tindakan
a.  Monitor intake dan output cairan
keperawatan selama ... x....jam pasien
serta status hidrasi
 bebas dari masalah hipovolemi
 b.  Berikan intake cairan melalui IV
dengan kriteria hasil :
maupun peroral
a.  Tanda tanda vital dalam batas c.  Edukasi pasien tentang pemenuhan
–  
kebutuhan cairan pada pasien
normal
 b. Pasien tidak mengalami tanda  –   d.  Kolaborasi dengan dokter dalam
tanda dehidrasi  pemberian cairan IV
c.  Elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak
ada rasa haus berlebih

3. Setelah dilakukan tindakan a.  Monitor TTV


keperawatan selama ... x....jam pasien  b. Monitor tanda awal syok
 bebas dari resiko syok hipovolemik c.   Monitor nilai laboratorium : Hb, Ht,
dengan kriteria hasil : AGD, dan elektrolit.
a.   TTV dalam rentang normal d.  Berikan cairan iv atau oral dengan
 b.  Hasil pemeriksaan laboratorium tepat
(Natrium serum, Kalium serum, e.   Edukasi tentang tanda dan gejala
klorida serum, kalsium serum, datangnya syok
magnesium serum, dan pH darah f.   Kolaborasi dengan dokter dalam
serum) dalam batas nomal  pemberian vasodilator yang tepat

4.  Implementasi

Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yang


telah direncanakan.
5.  Evaluasi

Merupakan penilaian dari hasil proses keperawatan. Evaluasi dapat


menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) atau
SOAPIER (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning, Implementasi,
Evaluasi, Reassessment)
DAFTAR PUSTAKA

Hirlan. 2009. Gastritis Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 5. Jakarta :
InternaPublishing
Muttaqin, A., Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika.
 Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015.  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
 Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.  Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Wibowo, Y.A. 2007. Gastritis. Diambil dari
http://fkuii.org/tikidownloadwiki_attachment.php?attdl=1078&page=Yoga

%20Agua%20Wibowo. Diakses tanggal 8 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai