PADA NY “B” DENGAN KASUS “CHF” DI RUANG ICU RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH HAJJAH ANDI DEPU POLEWALI MANDAR
N.21.005
C1 LAHAN C1 INSTITUSI
(.........................................) (.........................................)
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena Berkat
Rahmat dan Bimbingan-Nya sehingga dapat melaksanakan praktek klinik stase Keperawatan
Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Hajjah Andi Depu Polewali Mandar dan dapat
menyelesaikan laporan ini di tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan
motivasi berbagai pihak, baik secara material, maupun spiritual sehingga proses dalam stase
Gawat Darurat sampai pengumpulan laporan di ruangan ICU Rumah Sakit Umum Derah
Hajjah Andi Depu Polewali Mandar dapat terselesaikan.
Kami sangat menyadari, laporan yang kami berikan dalam bentuk serba kekurangan
dan kelemahan baik isi maupun tehnik penulisan. Untuk ini kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan agar kami lebih beik kedepannya, sehingga dapat menerapkan sistem
management dengan baik.
Pada akhirnya, kami mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami
Mahasiswa Keperawatan Program Studi Profesi Ners, institusi terkait dilingkungan Rumah
Sakit Umum Daerah Hajjah Andi Depu Polewali Mandar. Khususnya diruang ICU, institusi
pendidikan Stikes Bina Generasi Polewali Mandar Program Profesi Ners dimasa depan,
pembaca dan pada umumnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan
datang.
Husnul Yaqin,S.Kep
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian gawat darurat tentunya tidak bisa kita prediksi, kapanpun dan dimanapun
seseorang dapat mengalami kejadian kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. Keterlambatan dalam penanganan dapat berakibat kecacatan fisik atau bahkan
sampai kematian. Banyak hal yang dapat menyebabkan kejadian gawat darurat, antara lain
kecelakaan, tindakan anarkis yang membahayakan orang lain, kebakaran, penyakit dan
bencana alam yang terjadi di Indonesia. Kondisi ini memerlukan penanganan gawat darurat
yang tepat dan segera, sehingga pertolongan pertama pada korban/pasien dapat dilakukan
secara optimal.
Gawat Darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan
medis segera, apabila tidak di lakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat
Darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan
pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya pasien dengan kondisi gawat
darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan
pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut
(Kemenkes, 2009).
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area dalam Rumah Sakit yang dirancang dan
di gunakan untuk memberikan standar perawatan gawat darurat untuk pasien yang
membutuhkan perawatan akut atau mendesak (QueenslandHealthED, 2012). Unit ini
memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima, melakukan triage, menstabilisasi, dan
memberikan pelayanan kesehatan akut umtuk pasien, termasuk pasien yang membutuhkan
resusitasi dan pasien dengan tingkat kegawatan tertentu (Australian Collegefor Emergency
Medicine, 2014).
Instalasi gawat darurat juga menyediakan pelayanan untuk korban kecelakaan dan
situasi bencana. Terdapat beberapa tipe pasien khusus yang biasanya ditemui di IGD yang
mungkin membutuhkan pemeriksaan dan tindakan yang khusus antara lain pasien dengan
trauma mayor, pasien lansia, anak-anak dan remaja, pasien dengan gangguan jiwa, pasien
deng an penyakit infeksius, dan pasien yang terpapar bahan kimia, biologi atau kontaminasi
radiologi (Australian College for Emergency Medicine, 2014).
Ruang ICU (Intensive Care Unit) adalah ruangan yang khusus untuk semua pasien
yang mengalami sakit kritis, baik karena penyakit dengan infeksi berat atau pasien yang
mengalami operasi dengan resiko yang besar, dimana pasien yang dirawat di icu memiliki
criteria tertentu. Salah satunya adalah pasien gagal nafas, Pasien dengan gagal nafas harus
dilakukan pemasangan pipa nafas dan ventilator. Jika pasien mampu mempertahankan
pernafasan dengan adekuat maka proses weaning bisa dimulai agar pasien bisa segera
dilakukan pelepasan selang endotracheal dan pasien bisa bernafas secara spontan tanpa
bantuan alat. Weaning dapat diartikan sebagai usaha untuk melepaskan penderita dari
ketergantungan ventilasi mekanik yang dilakukan secara bertahap. Dengan kata lain
weaning berarti pengurangan bantuan hingga penghentian pemberian terapi oksigen
ventilasi mekanik karena kebutuhan ventilasi pasien terpenuhi. Dapat disimpulkan bahwa
weaning merupakan rangkaian proses pelepasan pasien dari bantuan ventilasi mekanik dan
berlangsung secara bertahap yang titik puncaknya adalah proses ekstubasi / pelepasan jalan
napas buatan dari tubuh pasien.
Congestive Heart Failure adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain,
diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan (Horrison,2014). Pada kondisi gagal jantung kongestif adanya
peningkatan tekanan vaskuler pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload
tekanan tekanan serta gagal jantung kanan (Aaronson & ward, 2013).CHF adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko CHF akan
meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan.
CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati dan lain-lainnya. CHF juga dapat menjadi kondisi
akut dan berkembang secara tiba-tiba.
Saat ini Congestive Heart Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestive merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden
dan prevelensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat.
Menurut WHO, mencatat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat gangguan
kardiovaskuler. Lebih dari 75% penderita kardiovaskuler terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematian kardiovaskuler disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke. Sedangkan di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk
kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi di
bandingkan Timur Leste sebanyak 347 per 100.000 orang.
Dengan semakin banyaknya kasus Congestive Heart Failure maka penting bagi kita
sebagai perawat untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas penulis ingin melakukan Asuhan
Keperawatan pada klien Ny. B Dengan Congestive Heart Failure Di Ruang ICU RSUD
Hajjah. Andi Depu Polewali Mandar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pelayanan gawat darurat adalah untuk mencegah kematian dan cacat
pada penderita gawat darurat hingga dapat hidup dan sehat dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penanggulangan gawat darurat adalah:
a. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat.
b. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih memadai.
c. Penanggulangan korban bencana, Penolong harus mengetahui
penyebab kematian agar dapat mencegah kematian.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh
gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo
Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika janng tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).
2. Etiologi
Secara Umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload)
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif
atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit
miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung.
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya
aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung.
Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan
jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis
tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya
tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal. Sebagai respon terhadap
gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan
hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal
pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka
volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.
c. Ekokardiografi
6) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume
balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan
ditanyakan bersama EKG)
7) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
8) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan
dalampembuluh darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal terapi diuretic.
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir).
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi.
Pathway.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Identitas
1) Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea.
2) Lelah, pusing.
3) Nyeri dada.
4) Edema ektremitas bawah.
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen.
6) Urine menurun.
f. Pengkajian Data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang.
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
• Nilai normalnya :Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
• Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
• Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardiatau
takikkardi)
c) Pernafasan
• Nilai normalnya : Frekuensi : 16-60 x/menit
• Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat /
aktivitas
d) Suhu Badan
• Metabolisme menurun
• Suhu menurun
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
b) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram.
c) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap
lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.
3. Diangnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan Pertukaran Gas
Defenisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler.
Penyebab : Perubahan membrane alveolus-Kapiler
Batasan Karakteristik :
• Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan.
• Kriteria minor :
1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur
2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola
nafas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
Batasan Karakteristik
• Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal.
• Kriteria minor :
1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax
Batasan Karakteristik
• Kriteria mayor
1) Subjektif : Lelah
2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure
(CVP) meningkat/,menurun.
• Kriteria minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) menurun
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
d. Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambatberintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik
• Kriteria mayor :
1) Sujektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur
• Kriteria Minor
1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaforesis.
Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis
e. Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab : kelemahan
Batasan karakteristik :
• Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh lelah
2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
• Kriteria minor :
1) Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktifitas, merasa lemah
f. Ansietas
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab : kurang terpapar informasi
Batasan karakteristik :
• Kriteria mayor :
1) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi.
2) Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
• Kriteria minor :
1) Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia, palpitasi, merasa tidak
berdaya
2) Objektif : Frekuensi napas dan nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar,
kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :
Tabel : 2.2 intervensi keperawatan
5. Implementasi Keperawatan
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni
subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
TINJAUAN KASUS
A. Pendahuluan
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada
struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung ditandai dengan
manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal
jantung masih merupakan masalah utama dalam negara industri (Kasper et al ., 2004).
Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan
kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).
Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi miokard atau
diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus kardiomiopati
atau viral karditis (Kasper et al ., 20014).
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga disertai
dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2010). Di Amerika Serikat 1 juta pasien
rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000 kematian tiap
tahunnya (Kasper et al ., 2014) dan angka kunjungan ke rumah sakit sebanyak 6,5 juta
akibat gagal jantung (Hunt et al., 2015) Dari tahun 1990- 1999 didapatkan
peningkatan rawat inap karena gagal jantung dari 810 ribu menjadi lebih dari 1 juta
dengan diagnosis primer, dan dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang didiagnosis gagal
jantung primer atau sekunder. Tahun 2001 didapatkan angka kematian sebesar 53 ribu
dengan gagal jantung sebagai penyebab primer. Didapatkan pula kecenderungan
peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua, hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45 tahun 1/1000, meningkat menjadi
10/1000 pada usia > 65 tahun, dan menjadi 30/1000 (3%) pada usia >85. Didapatkan
peningkatan secara eksponenstial sesuai dengan peningkatan usia, 0,1 % range antara
50-55 tahun dan menjadi 10% pada usia >80 tahun. Di Amerika didapatkan prevalensi
sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan usia > 65 tahun. Insiden dan prevalensi gagal
jantung didapatkan lebih tinggi pada wanita, didapatkan perbandingan ½, hal ini
diperkirakan karena angka harapan hidup pada wanita lebih lama (Saunders, 2010).
Walaupun dengan terapi yang adequate namun angka kematian akibat Gagal
jantung cenderung tetap (Hunt et al ., 2015). Prognosis pasien gagal jantung buruk
walaupun dengan terapi yang adequate . Data yang diperoleh sekitar 35% pasien pria
bertahan hidup setelah onset akut gagal jantung dan 50% pada wanita. Secara umum
didapatkan data mortalitas pada klas IV (adanya symptom saat istirahat) sekitar 30-
70%, klas III (adanya symptom dengan aktiviitas ringan) 10-20%, klas II (adanya
symptom saat aktivitas sedang 5-10%. Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada pasien
lebih tua, laki-laki, penurunan fraksi ejeksi dan adanya penyakit koroner. Biaya yang
dikeluarkan untuk terapi gagal jantung di Amerika antara 15-40 trilyun US$
(Saunders, 2000). Gagal jantung sebenarnya bukan istilah yang tepat, karena hal ini
memiliki beberapa interpretasi dan menggambarkan beberapa kondisi klinik yang
berbeda. Gagal jantung kanan atau kiri memiliki karakteristik yang berbeda namun
seringkali muncul secara bersamaan (Warrell et al ., 2013).
Gagal jantung merupakan sindroma klinik yang komplek yang diakibatkan oleh
adanya kelainan struktur atau fungsional yang mengakibatkan ventrikel tidak dapat
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Tanda cardinal dari gagal jantung adalah dyspnea dan fatigue yang menyebabkan
keterbatasan aktivitas, serta retensi cairan yang dapat menyebabkan odema paru atau
odema peripheral. Kedua gangguan ini mengakibatkan penurunan kapasitas
fungsional dan penurunan kualitas hidup individu, namun keduanya tidak harus
didapatkan secara bersamaan. Pada beberapa pasien hanya didapatkan intoleransi
dalam olahraga namun tidak didapatkan gejala retensi cairan. Gejala gagal jantung
dapat diakibatkan karena adanya kelainan pada pericardium, myocardium,
endokardium atau pada pembuluh darah besar, namun sebagian besar pasien
didapatkan gejala karena adanya impairment pada miokard ventrikel kiri. Gagal
jantung terkait dengan abnormalitas pada ventrikel kiri dengan range mulai dari
ukuran ventrikel kiri normal dengan fraksi ejeksi yang normal dengan disertai
vasodilatasi yang berat atau menurun. Pada kebanyakan pasien didapatkan kelainan
pada sistolik dan diastolic disamping adanya gangguan pada fraksi ejeksi. Pasien
dengan fraksi ejeksi yang normal memerlukan terapi yang berbeda dengan yang
mengalami penurunan fraksi ejeksi, walaupun hal ini masih kontroversial. Penyebab
Gagal jantung yang lain adalah arterosclerosis koroner, hipertensi atau kardiomiopati,
kelainan katub, dan segala kelainan pada jantung (Hunt et al. , 2015)
Sedangkan tanda yang biasanya akan tampak pada pasien dengan congestive
gagal jantung adalah letak apek jantung yang terletak lebih lateral (akibat pembesaran
dari jantung), adanya gallop rhytm. Suara murmur mengindikasikan adanya penyakit
pada katup jantung, misalkan regurgitasi aorta, atau mitral stenosis. Kegagalan pada
jantung kiri memberikan tanda berupa takipnea, rales atau crackles yang mana
mengindikasikan telah terjadinya edema pulmonary, perkusi yang redup pada area
paru dan penurunan suara nafas terutama pada basal paru mengindikasikan telah
terjadinya efusi pleura, dan terjadinya sianosis akibat penurunan difusi oksigen pada
kapiler pulmonary (Medical Criteria, 2015)
BAB V
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Ny.B dengan gagal jantung (Congestive heart failure)
memberikan pengalaman yang nyata untuk penulis dengan menerapkan konsep teoritis
pada aplikasinya. Penulis menemukan kesenjangan teori dan praktik di lapangan yang
merupakan satu keunikan klien dalam merespon gangguan terhadap kesehatan. Pada bab
ini penulis menyimpulkan proses asuhan keperawatan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Data – data yang didapatkan selama pengkajian yaitu klien mengeluh sesak
napas respirasi 32x/menit, napas klien cepat, terpasang oksigen nasalcanul 4liter/menit,
terdapat suara napas tambahan ronchi sesak dirasakan klien.Sesak berkurang jika klien
tidak beraktivitas. Klien mengatakan bengkak pada kedua tungkainya, klien mengalami
mual dan tidak nafsu makan, ketika dirawat di rumah sakit makan habis 1/4 porsi, activity
daily living klien dibantu karena kondisi lemah, kekuatan otot ekstremitas 4 | 4.
2. Diagnosis Keperawatan
Setelah melalui analisa data, maka penulis mendapatkan diagnosa keperawatan pada
Ny.B sebagai berikut:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan membrane alveolus- kapiler
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Penurunan Curah Jantung Berhubungan Dengan Perubahan kontraktilitas miokardial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3. Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan oleh penulis sesuai dengan kondisi,
kemampuan, sarana dan berdasarkan prioritas masalah keperawatan yang difokuskan
pada menurunkan atau menghilangkan tingkat sesak, pengawasan tanda-tanda vital,
pengawasan nutrisi, dan pengawasan aktifitas. Penetapan tujuan dan rencana tindakan
didasarkan pada teori dengan mempertimbangkan kondisi klien.
4. Implementasi
Pelaksanaan pada Ny.B sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dengan
melibatkan keluarga klien sehingga termonitor selama 24 jam. Semua perencanaan yang
berhubungan dengan klien dapat diimplementasikan.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi akhir tanggal 09 Juni 2022 masalah yang muncul pada Ny.B
yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial
kondisi klien sesak menurun respirasi 24x/menit. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan aliran balik vena, kondisi edema menurun pada ekstremitas bawah,
turgor kulit kembali < 2 detik. Bersihan jalan napas tidak efektif, kondisi klien sesak dan
batuk menurun. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan kondisi klien sesak
saat aktivitas menurun, keluhan lelah berkurang kekuatan otot 5 | 5. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual kondisi klien nutrisi terpenuhi
porsi makan habis 1 porsi. Masalah kesehatan pada Ny.B teratasi semua pada hari ketiga,
hal ini dikarenakan klien sangat kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan yang
diberikan.
B. SARAN
Dari pengalaman selama melakukan asuhan keperawatan di ruang ICU di RSUD
Hajjah Andi Depu Polewali Mandar Penulis mengajukan saran yang kiranya dapat
bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan, diantaranya kepada:
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa harus bersungguh-sungguh dalam menyerap semua materi selama
perkuliahan, meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan dalam setiap tindakan
keperawatan sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan
baik dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Medis & NANDA NIC-NOC edisi Revisi Jilid 1, Yogyakarta, Med Action
Publishing.
Dipublikasikandari
http://www.depkes.go.id/article/print/17020200002/kementeriankesehatan-ajak-
masyarakat-cegah-dan-kendalikan-kanker.html.2 Februari 2017
Irianto K.(2015). Kesehatan Reproduksi , Teori & Praktikum. Bandung :
Alfabeta CV
Yogyakarta: Nuhamedika.
Donsu Jenita D. , Bondan P., Sutejo . Rosa D. & Dewi Sari C. ( 2018).
Panduan Penulisan
Yogyakarta.