Anda di halaman 1dari 25

TREND DAN ISSUE KEPROFESIAN KEPERAWATAN

TERKAIT KASUS KEGAWATDARURATAN:


CPR/RJB
Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Komunitas I
yang dibina oleh:
Reny Tri Febriani, S.ST., M.Kes

Kelompok 5
Ariska Febiandini (171 431 420 1003)
Tria Ajeng Lestari (171 431 420 1023)
Yovina Nuriati (171 431 420 1026)
Nurrahmi (171 431 420 1031)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Trend
Dan Issue Keprofesian Keperawatan Terkait Kasus Kegawatdaruratan:

CPR/RJB” dengan baik dan tidak ada halangan apapun. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas I.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, sehingga kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang
telah diberikan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Rahmawati Maulidia, S.Kep., M.Kep. selaku Kaprodi S1 Ilmu
Keperawatan.
2. Reny Tri Febriani, S.ST., M.Kes sebagai dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Komunitas yang telah berkenan meluangkan waktu
untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah.
3. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi semangat dan dukungan
kepada kami.
4. Dan semua pihak yang telah membantu serta membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu jika tedapat kekurangan kami memohon maaf dan
mengharapkan kritik dan saran yang akan membangun makalah ini. Akhirnya,
semoga tugas ini dapat berguna bagi kita semua.

Malang, 29 November 2019

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

BAB II ................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

2.1 Definisi Gawat Darurat .................................................................................... 3

2.2 Trend dan Issue Keperawatan Gawatdarurat ............................................... 4

BAB III............................................................................................................................. 17

REVIEW JURNAL dan SKENARIO KASUS ............................................................. 17

3.1 REVIEW JURNAL ......................................................................................... 17

3.2 SKENARIO KASUS ....................................................................................... 19

BAB IV ............................................................................................................................. 21

PENUTUP........................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tempat terakhir dalam menanggulangi penderita


gawat darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat
darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulang gawat
darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat ditujukan
kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual atau potensial
mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di
perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

Di instalasi gawat darurat setiap ada kasus kegawatan harus segera


mendapat pelayanan dan perawat yang selalu kontak pertama dengan pasien 24 jam,
oleh sebab itu pelayanan profesional harus ditingkatkan karena pasien gawat
darurat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat dengan tujuan
mendapatkan kesembuhan. Oleh karenanya perawat instalasi gawat darurat
disamping mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan juga perlu untuk lebih
meningkatkan keterampilan yang spesifik seperti tambahan pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
Sekitar 25 % kematian akibat trauma akibat trauma disebabkan oleh cedera
dada dan setengah dari korban cedera ganda / multiple injuries juga mengalami
cedera dada . 2/3 jumlah korban cedar dada fatal masih hidup saat mereka mencapai
IRD dan hanya 15% yang memerlukan operasi. Jadi korban cedera dada masih bias
diselamatkan bila dilakukan prosedur yang tepat di fase prehospital dan IRD.
Tujuan makalah ini ialah untuk memudahkan anda mengenali tanda dan gejala
cedera dada berat serta memberikan pertolongan yang tepat. Cedera dada yang berat
biasanya disebabkan kecelakaan lalulintas, jatuh, luka tembak, luka tusuk, tabrakan
dan sebagainya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi gawat darurat ?
2. bagaimana trend dan issue keperawatan gawat darurat ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gawat darurat.
2. Untuk mengetahui bagaimana trend dan issue keperawatan darurat saat ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gawat Darurat


Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut
(UU no 44 tahun 2009)
Kegawatdaruratan (Emergency) adalah suatu situasi yang mendesak yang
beresiko terhadap kesehatan, kehidupan, kesejahteraan, atau lingkungan. Suatu
insiden dikatakan kegawatdaruratan bila insiden tersebut dapat mengancam nyawa,
kesehatan, kesejahteraan, lingkungan atau insiden yang memiliki probabilitas yang
tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan, kesehatan,
kesejahteraan aampai lingkungan (wikipedia,2015)
Kegawatdaruratan medis adalah insiden cedera atau sakit yang akut yang
menimbulkan resiko langsung terhadap kehidupan atau kesehatan jangka panjang
seseorang (caroline).
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan
yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan
klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang
kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan
yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai
hedaruratan
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk
mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asuhan
keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayana
bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki
kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.

3
2.2 Trend dan Issue Keperawatan Gawatdarurat
a. CPR atau RJP
Resusitasi paru jantung adalah suatu tindakan gawat darurat akibat
kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikunjungi ke fungsi optimal guna
menghindari kematian biologis. Resusitasi jantung (RJP) atau kardio pulmonier
resusitasi (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan. Teknik diberikan pada pasien yang henti jantung dan nafas, tetapi masih
hidup.
Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama
pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR
bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup
sama sekali. CPR sangat dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan
jantung, sesak napas, karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya.
Namun yang perlu diperhatikan khusus untuk korban pingsan karena
kecelakaan, tidak boleh langsung dipindahkan karena dikhawatirkan ada tulang
yang patah. Biarkan di tempatnya sampai petugas medis datang. Berbeda dengan
korban orang tenggelam dan serangan jantung yang harus segera dilakukan CPR.
Chain of survival merupakan suatu serial tindakan yang harus dilakukan
pada pasien yang mengalami henti jantung. Chain of survival terdiri dari lima
unsur,yakni: pengenalan dini henti jantung, pemberian CPR secara dini,
pemberian defibrilator sesegera mungkin, penatalaksanaan ALS (Advance Life
Support), dan perawatan pasca henti jantung.
Rantai kehidupan (chain survival) terdiri dari beberapa tahap berikut ini
(AHA, 2010):
a. Mengenali sedini mungkin tanda-tanda cardiac arrest dan segera
mengaktifkan
b. panggilan gawat darurat (Emergency Medical Services)
c. Segera melakukan RJP dengan tindakan utama kompresi dada
d. Segera melakukan defibrilasi jika ada indikasi
e. Segera memberi bantuan hidup lanjutan (advanced life support)
f. Melakukan perawatan post cardiac arrest

4
b. Indikasi melakukan RJP
1. Henti Napas (Apneu)
Henti nadas dapat dikarenakan oleh sumbatan jalan nafas atau
depresipernafasan baik di sentral maupun diferifer. Berkurangnya oksigen
didalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebuthipoksia.
Frekuensi nafas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila
perlangsungannya lama akan memberi kelanjutanpada otot-otot
pernafasan.kelelahan otot nafas akan dilanjutkan penumpukan sisa-sisa
pembakaran terdiri gas CO2, kemudian berpengaruh SSP dengan menunda
pusat nafas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas. Henti nafas
ini merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
Henti nafas terjadi dalam keadaan seperti: Tenggelam atau lemas, stroke,
obstruksi jalan nafas, epiglotitis, overdosis obat-obat, tersengat listrik,
infark miokard, tersambar petir, koma akibat berbagai macam kasus.
2. Henti Jantung (Jantung Menangkap )
Otot jantung membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah
dapat dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh. Mencari google artikel
berhentinya nafas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh
jadi jantung tidak berkontraksi dan akibatnya henti jantung (Jantung
Menangkap).
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ
vital kekurangan oksigen. Pernafasan yang terganggu merupakan tanda
awal akan terjadinya henti jantung. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi
besar tak teraba disertai kebiruan atau pucat, pernafasan berhenti atau satu-
satu, dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak
sadar (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2008).

5
c. Alur Basic Life Support
1) Langkah sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a) Menentukan tingkat kesadaran (Respon korban )
Dilakukan dengan menggoyahkan korban jawab, maka ABC dalam
keadaan baik dan jika tidak ada respon, maka perlu dilakukan
ditindaki sesegera mungkin.
b) Memanggil bantuan
Jika korban tidak berespon, segera panggil bantuan. Jika ada orang
lain disekitar korban, minta orang tersebut untuk menelpon ambulans
dan ketika menelpon memberitahukan hal-hal berikut:
 Lokasi korban
 Apa yang terjadi pada korban
 Jumlah korban
 Minta ambulans segera dating
c) Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang datar,keras,
stabil (lantai ) jika korban dalam posisi tengkurap atau menyamping,
maka balikkan tubuhnya agar terlentang. Pastikan leher dan kepala
tersangga dengan baik dan bergerak bersamaan selam membalik
pasien.
d) Posisi Penolong
Korban dilantai, penolong berlutut disisi kanan korban.
e) Pemeriksaan pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah jalan nafas dalam
keadaan baik.
 Tidak terlihat gerakan otot nafas
 Tidak ada aliran udara melalui hidung
Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengar dan rasa,
kenyamanan korban, korban tidak meminta RJP.
f) Pemeriksaan sirkulasi
 Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
 Pada bayi dan anak kecil tidak adadenyut nadi branchialis

6
 Tidak ada tanda-tanda sirkulasi

2) Fase-fase RJP (Resusitasi Jantung Paru) Sesuai Algoritma AHA 2010


Basic life support (BLS) atau tunjangan hidup dasar
Pada tahun 2010, American Heart Association (AHA)
mengeluarkan panduan terbaru penatalaksanaan CPR. Berbeda dengan
panduan sebelumnya, pada panduan terbaru ini AHA mengubah
algoritma CPR dari ABC menjadi CAB.
 Circulation (C)
Mengkaji nadi/ tanda sirkulasi Ada tidaknya denyut jantung
korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di
daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari
telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi
kanan atau kiri kira-kira 1–2 cm raba dengan lembut selama 5–10
detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali
memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/
pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
Melakukan kompresi dada Jika telah dipastikan tidak ada
denyut jantung luar,dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
 Menentukan titik kompresi (center of chest): Cari possesus
xypoideus pada sternum dengan tangan kanan, letakkan telapak
tangan kiri tepat 2 jari diatas posseus xypoideus.
 Melakukan kompresi dada
Kaitkan kedua jari tangan pada lokasi kompresi dada, luruskan
kedua siku dan pastikan mereka terkunci pada posisinya,
posisikan bahu tegak lurus diatas dada korban dan gunakan
berat badan anda untuk menekan dada korban sedalam minimal
2 inchi (5 cm), lakukan kompresi 30x dengan kecepatan
minimal 100x/menit atau sekitar 18 detik. (1 siklus terdiri dari

7
30 kompresi: 2 ventilasi). Lanjutkan sampai 5 siklus CPR,
kemudian periksa nadi carotis, bila nadi belum ada lanjutkan
CPR 5 siklus lagi. Bila nadi teraba, lihat pernafasan (bila belum
ada upaya nafas) lakukan rescue breathing dan check nadi tiap
2 menit.
 Airway (A)
Tindakan ini bertujuan mengetahui ada tidaknya sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Buka jalan nafas dengan head tilt-
chin lift/ jaw thrust. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan
dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan
jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain
(fingers weep), sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan teknik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
 Breathing (B)
Bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut,
mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak
2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan
adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah
7000–1000ml (10ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat
mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien
setelah diberikan bantuan napas

3) Trauma Dada
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks,hematopneumothoraks.Trauma thorax adalah semua ruda

8
paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam
atau tumpul.Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan
atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan
atau bahkan kerusakan.
Dada merupakan rongga bertulang yang terbentuk dari 12 pasang
tulang rusuk yang berhubungan dengan tulang belakang di posterior dan
tulang dada di anterior. Permukaan dalam rongga dada dan paru dilapisi
selaput tipis, disebut pleura. Ruang antara dua lapisan pleura normalnya
hampa (ruang potensial), bila ruangan ini berisi udara akan menimbulkan
pneumothorax, bila berisi darah akan menimbulkan hemothorax. Pada
orang dewasa, ruangan potensial ini dapat menampung 3 liter cairan
disetiap sisinya. Setiap paru menempati sebelah rongga dada. Di antara 2
rongga dada terletak mediastinum, yang berisi oleh jantung, aorta, vena
kava superior dan inferior, trakea, bronkus utama dan esophagus. Medulla
spinalis dilindungi oleh columna vertebralis. Diafragma memisahkan
organ-organ thorax dari rongga abdomen. Organ perut bagian atas seperti
limpa, hati, ginjal, pancreas dan lambung dilindungi tulang rusuk bagian
bawah.
Bila melakukan evaluasi korban dengan kemungkinan trauma thorax,
harus selalu mengikuti penilaian prioritas secara BTLS untuk menghindari
terlewatkannya kondisi yang mengancam jiwa. Selama survey primer
BTLS, carilah cedera yang paling parah terlebih dahulu untuk memberikan
kesempatan hidup pada korban tersebut . Seperti semua penderita trauma
lainnya, mekanisme trauma penting diketahui untuk penanganan penderita
trauma dada. Cedera dada meungkin merupakan akibat dari trauma tumpul
atau trauma tajam. Pada trauma tumpul energy yang didistribusikan
meliputi area yang luas dan cedera visceral dapat disebabkan karena
deselerasi, robekan, kompresi atau ledakan. Luka penetrasi biasanya
berasal dari tembakan atau tusukan, energy yang didistribusikan meliputi
area yang lebih sempit. Terjangan peluru sering sulit diperkirakan

9
akibatnya, dan semua yang berada di dalam dada beresikoterkena. Hasil
akhir yang paling sering terjadi pada cedera dada adalah hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat :
 Pengiriman oksigen ke jaringan yang tidak adekuat akibat sekunder
dari obstruksi jalan nafas
 Hipovolemia akibat perdarahan
 Ventilasi atau perfusi yang tidak sesuai akibat cedera parenkim paru
 Perubahan tekanan pleura akibat tension pneumothorax
 Kegagalan pompa jantung akibat cedera miokardium berat
Gejala utama cedera dada meliputi nafas pendek, nyeri dada dan
distress respirasi. Tanda yang menunjukkan trauma thorax termasuk :
syok, batuk darah, sianosis, dinding dada memar, flail chest, luka terbuka,
distensi vena leher, deviasi trachea atau emfisema subkutis. Periksa suara
nafas di dada kiri dan kanan. Trauma thorax yang mengancam jiwa harus
segera diidentifikasi. Terdapat 12 keadaan gawat darurat trauma thorax.
Cedera-cedera berikut ini harus dideteksi dan diterapi selama survei primer
BTLS :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Pneumothorax terbuka
3. Tension pneumothorax
4. Hemotorax massif
5. Flail chest
6. Tamponade jantung
Cedera yang mengancam nyawa yang dapat dideteksi selama
pemeriksaan detil atau evaluasi di rumah sakit (secondary survey) adalah
sebagai berikut:
1. Ruptur aorta traumatic
2. Cedera trakea atau cabang bronkus
3. Contusio miokardium
4. Robekan diafragma
5. Cedera esophagus
6. Contusio pulmonum

10
4) Masalah - Masalah Pada Trauma Thorax
1) Obstruksi Jalan Nafas
Dalam menangani jalan nafas, harus selalu beranggapan terdapat
pula cedera tulang servikal
2) Open Pneumothorax (Pneumothorak Terbuka)
Keadaan ini seing disebabkan oleh cedera tajam, berupa luka dada
yang menghisap (sucking chest wound). Gejala dan tanda yang timbul
sesuai dengan ukuran kerusakan pada dinding dada. Ventilasi normal
melibatkan tekanan negatif rongga dada akibat kontraksi diafragma.
Saat udara melalui saluran nafas atas, paru akan berkembang. Adanya
luka terbuka yang besar pada dinding dada (lebih besar dari trakea
kira-kira seukuran jari kelingking penderita), aliran udara melalui
dinding dada yang terbuka ini menyebabkan bunyi menghisap,
sehingga disebut luka dada yang menghisap. Udara hanya akan
mengalir masuk ke rongga pleura, tidak ke paru, sehingga oksigen
tidak dapat didistribusikan ke darah, yang selanjutnya akan berakibat
hipoksia dan gannguan ventilasi.
Penatalaksanaan open pneumothoraks
 Pastikan jalan nafas terbuka
 Tutup lobang pada dinding dada dengan material yang masih
tersedia,misalnya pada defibrillator, pembalut bervaselin, sarung
tangan karet, atau lembaran plastik. Penutupan yang dapat
beresiko menimbulkan tension pneumothorax . Untuk
menghindari hal ini,plester 3 sisi penutup lobang dada supaya
tercipta semacam katup, udara dapat keluar tapi tidak dapat
masuk rongga dada
 Beri oksigen
 Pasang monitor jantung, bila ada
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oximeter
 Rujuk dengan cepat ke rumah sakit yang tepat
Sekarang tersedia penutup luka dada (Asherman Chest Seal) dengan
katup satu arah yang saat ini merupakan benda terbaik untuk menutup

11
luka dada terbuka. Pasang segera chest tube dan diikuti dengan
operasi untuk menutup lobang tadi.
3) Tension Pneumothorax
Cedera ini terjadi bilamana terbentuk katup satu arah akibat
trauma tumpul maupun tajam. Udara dapat masuk tetapi tidak dapat
keluar dari rongga pleura,selanjutnya akan menyebabkan peningkatan
tekanan intratoracal sehingga paru yang terkena kolaps dan
mediastinum akan terdorong kesisi berlawanan. Tekanan ini akan
menyebabkan vena cava superior dan inferior kolaps sehingga venous
return (aliran balik vena) akan turun sampai hilang. Deviasi trachea
dan mediastinum menjauhi sisi yang mengalami tension
pneumothorax, akan mengganggu ventilasi paru lainnya, meskipun
hal ini merupakan fenomena lanjut. Tanda-tanda klinis tension
pneumothorax termasuk dispneu,kecemasan , takipneu, suara nafas
menurun, pada perkusi terdengar hipersonor di sisi yang terkena
hipotensidan distensi vena leher. Deviasi trachea dijumpai pada fase
lanjut (dan jarang) tapi bila tidak dijumpai tidak berarti bukan tension
pneumothorax. Pada 108 penderita tension pneumothorax dan
membutuhkan dekompresi dengan jarum tidak dijumpai adanya
deviasi trachea. Penurunan daya pegas/compliance paru (ditandai
dengan terasa berat saat meremas balon alat bag valve) sudah harus
dicurigai kemungkinan terjadinya tension pneumothorax.
Penatalaksanaan tension pneumothorax
 Pastikan jalan nafas terbuka
 Beri Oksigen konsentrasi tinggi
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
 Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
 Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
Penderita harus dirujuk kerumah sakit dengan cepat sehingga dapat
dilakukan dekompresi dada. Chest tube juga perlu disediakan
sesampainya di rumah sakit.

12
4) Hemothorax Masif
Terdapat darah di dalam cavum pleura disebut hemothorax.
Hemothorax massif terjadi bila sekurang-kurangnya 1500 ml darah
terkumpul di cavum pleura. Setiap rongga dada dapat menampung
kurang lebih 3000 ml darah. Hemothorax massif lebih sering
disebabkan oleh trauma oleh trauma tajam dibandingkan trauma
tumpul, tapi kedua jenis trauma tersebut dapat merusak pembuluh
darah besar paru atau sistemik. Ketika darah terkumpul di cavum
pleura, paru pada daerah yang cedera akan kolaps. Bila darah yang
terkumpul cukup banyak (jarang), mediastinum akan terdorong ke sisi
yang berlawanan. Vena cava superior dan inferior, serta paru
kontralateral akan terkompresi. Kehilangan darah selanjutnya akan
berakibat hipoksemia.Tanda dan gejala hemothorax massif
disebabkan oleh hipovolemia dan gangguan respirasi. Penderita dapat
mengalami hipotensi akibat kehilangan darah, kompresi jantung dan
pembuluh darah besar. Gelisah dan kebingungan disebabkan oleh
hipovolemia dan hipoksemia. Tanda klinis syok hipovolemi mungkin
sudah terlihat pembuluh vena leher biasanya kempis akibat sekunder
dari hipovolemia, tapi kadang juga bias distensi akibat kompresi
mediastinum. Tnada lain berupa suara nafas yang menurun dan pada
perkusi timbul suara pekak disisi paru yang terkena.
Penatalaksanaan Hemothorax
 Pastikan jalan nafas terbuka
 Beri oksigen aliran tinggi
 Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
 Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
5) Flail Chest
Hal ini terjadi bila tiga atau lebih tulang rusuk yang berdekatan
patah, sekurang kurangnya pada dua tempat terpisah. Segmen patahan
ini tidak terhubung lagi dengan dinding dada. Dapat terjadi lateral atau
anterior (terpisah dari sternum) flail chest. Pada patah tulang rusuk

13
posterior, susunan otot-otot yang padat mencegah terjadinya flail
chest. Flail segmen bergerak paradoksal dengan sisa dinding dada.
Kekuatan yang mengakibatkan flail chest juga akan mencederai paru,
dan memar paruyang timbul akan memperberat hipoksia. Pasien juga
beresiko menderita hemothorax atau pneumothorax. Flail segmen
yang besar akan menimbulkan distress nafas yang nyata. Nyeri pada
cedera dinding dada memperberat gangguan nafas yang nyata. Nyeri
pada cedera dinding dada memperberat gangguan pernafasan yang
telah ada akibat gerakan paradoksal dan memar paru. Palpasi dada
akan teraba krepitasi sebagai tambahan gerakan nafas abnormal.
Penatalaksanaan flail chest
 Pastikan jalan nafas terbuka
 Beri oksigen
 Bantu ventilasi bila perlu, harus diingat bahwa flail chest sering
diikuti pneumothorax
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
 Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
 Stabilisasi flail segmen dengan tekanan tangan, beri kain bersih
lalu plester. Tindakan ini tidak perlu terburu-buru dilakukan
sebaiknya menunggu sampai penderita stabil di atas backboard.
Usahakan menjaga stabilisasi pada segmen flail dengan tekanan
manual selama melakukan roll.
 Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
 Pasang monitor jantung bila alat tersedia, karena trauma
miokardium ini juga sering menyertai cedera ini.
6) Tamponade Jantung
Keadaan ini sering terjadi pada trauma tajam.Selaput pericardium
merupakan membran yang tidak elastis yang mengelilingi jantung.
Bila terjadi penumpukan darah pada rongga pericardium, ventrikel
akan tertekan. Meskipun dalam jumlah sedikit , darah dalam rongga
pericardium akan mengganggu pengisian jantung. Pada saat tekanan
kompresi pada ventrikel meningkat, pengisian darah ke jantung akan

14
turun sehingga cardia output menurun. Trias klasik tamponade
jantung adalah hipotensi, distensi vena leher, suara jantung
terendam/menjauh/muffle (trias beck). Suara jantung menjauh
mungkin sulit dikenali dilapangan, namun bila anda mendengarkan
suara jantung saat survey primer adan akan memperhatikan
perubahnnya kemudian. Bila nadi korban pada saat inspirasi
menghilang (pulsus paradoksus), mungkin korban tersebut
mengalami tamponade jantung. Diagnosis banding utama adalah
tension pneumothorax. Pada tamponade jantung , pasien dalam
keadaan syok dengan posisi trachea ditengah dan bunyi/suara nafas di
paru kiri-kanan sama keras kecuali bila tamponade jantung disertai
pneumothorax atau hemothorax.
Penatalaksanaan tamponade jantung
 Pastikan jalan terbuka dan beri oksigen
 Tamponade jantung akan cepat berubah menjadi fatal dan tidak
dapat ditangani dilapangan , maka segera rujuk ke rumah sakit
yang tepat.
 Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
 Monitor jantung bila alat tersedia
7) Ruptur Aorta Traumatik
Merupakan penyebab kematian cepat tersering dari kecelakaan
kendaraan motor atau jatuh dari suatu ketinggian. 90 % penderita
meninggal dengan segera. Diagnosa dini dan pembedahan dapat
menyelamatkan nyawa. Robekan aorta torakalis biasanya akibat dari
cedera deselerasi dengan jantung dan arcus aorta yang tiba-tiba
bergerak ke anterior (benturan ke 3), merobek aorta yang sebelumnya
berikatan ligamentum arteriosum . Pada 10% kasus tidak langsung
tampak perdarahan yang nyata, robekan aorta ini tertutup jaringan
sekitarnya dan lapisan adventitia. Tetapi ini hanya sementara dan tetap
akan rupture dalam beberapa jam bila tidak dilakukan pembedahan.

15
Diagnosa ruptur aorta traumatic sulit ditegakkan dilapangan ,
bahkan di rumah sakit juga sering terlewatkan. Riwayat/mekanisme
kecelakaan merupakan hal yang sangat penting,karena pada banyak
penderita tidak dijumpai tanda-tanda trauma thorax yang nyata.
Informasi seberapa parah mobil, kerusakan kemudi dengan cedera
deseleerasi atau ketinggian berapa penderita jatuh sangat penting.
Pada keadaan yang sangat jarang , mungkin didapatkan hipertensi
anggota gerak atas dan pulsasi yang berkurang pada tungkai bawah.
Penatalaksanaan:
 Pastikan jalan nafas terbuka
 Beri Oksigen
 Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
 Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
 Monitor saturasi oksigen dengan pulse oximeter
 Monitor jantung bila tersedia

16
BAB III
REVIEW JURNAL dan SKENARIO KASUS

3.1 REVIEW JURNAL

Judul : Pengalaman Perawat IGD Merawat Pasien Do Not Resuscitate


Pada Fase Perawatan Menjelang Ajal
Peneliti : Maria Imaculata Ose
Penerbit : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan,
Kalimantan Utara
Tahun Terbit : 2017

3.1.1 PEMBAHASAN ISI JURNAL

Do Not Resuscitate (DNR) merupakan keputusan untuk tidak


melanjutkan tindakan CPR setelah 30 menit tidak menunjukan ada Return of
spontaneous circulation (ROSC). Pasien-pasien dengan DNR termasuk dalam
kategori sebagai pasien menjelang ajal.
Kondisi dilema dirasakan oleh perawat yang timbul akibat dari
kurangnya pengalaman, pengetahuan dan informasi terkait DNR.
Keterbatasan dan tidak adekuatnya informasi DNR memengaruhi keefektifan
pemberian perawatan yang bermartabat, sehingga mengakibatkan perawatan
pasien yang menjelang ajal di IGD terlihat tidak maksimal.
 Memahami Kegagalan Resusitasi.
Mengandung makna konstektual mengetahui secara benar dengan
mengenal ciri-ciri secara pasti pasien dalam kondisi DNR (Do Not
Resuscitate).
Pasien dikatakan DNR apabila “pasien sudah tidak ada nafas, nafasnya
tidak spontan, ada hanya jantungnya aja, kita cek refleks gaps, kita
jadikan patokannya, refleks pupil, refleks batuk dan menelan, tapi
nadinya masih ada …”
Kondisi pasien dengan DNR antara lain pasien dengan kondisi kritis dan
pasien dengan penyakit terminal. Perawat menyebutkan pasien pasien

17
yang ditemukan pada dengan kondisi kritis yang sudah tidak menunjukan
adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi menunjukan pasien-pasien
tersebut dapat diputuskan DNR.
 Melakukan Resusitasi sebagai Protap Penanganan Awal.
Pada saat pasien datang ke IGD maka perawat akan melakukan triage
pada pasien tersebut. Penurunan kesehatan ditandai dengan adanya
manifestasi kegagalan multiorgan ditandai dengan penurunan dari
airway, breathing, circulation dan status kesadaran. Pasien yang telah
dilakukan penilaian triage maka segera dilakukan tindakan resusitasi
berdasarkan prioritas sesuai dengan protap yang diberlaku di IGD
 Berkolaborasi Mengambil Keputusan DNR.
Keputusan dilakukan secara bersama dalam memberikan label DNR
yang nantinya akan digelangkan pada pasien. DNR diputuskan ketika
pasien menunjukan tidak adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi
yang ditunjukan dari status hemostatis dan hemodinamik pasien yang
dapat diukur dari tanda-tanda vital, nadi, tekanan darah, suhu, maupun
saturasi pasien atau dari pantuan lain. Keluarga berperan secara aktif
dalam pengambilan keputusan DNR. Penjelasan pada keluarga
mencakup bagaimana prognosis, kondisi, maupun harapan hidup dari
pasien. Keluarga yang menyetujui DNR dalam sebuah inform consent
maka pasien tidak lagi dilakukan resusitasi secara aktif, tindakan RJP
maupun tindakan Invasif dan memberikan kematian yang baik bagi
pasien
 Menyiapkan Kematian Pasien dengan Baik.
Peran keluarga menjadi pusat dalam perawatan pasien dengan DNR.
Keluarga diberikan kesempatan untuk berada disamping pasien untuk
memberikan dukungan secara emosi, psikologis maupun spiritual dari
pasien. Dengan demikian, hal ini dapat memberikan ketenangan pada
pasien DNR yang menjelang ajal.

18
3.2 SKENARIO KASUS

Perimortem Sectio Caesarean pada Ibu Hamil dengan Henti Jantung


Wanita usia 19 tahun dengan Gestasi 1 Para 0 Abortus 0 usia kehamilan 29
minggu datang ke IGD RS Sehat Husada pada tanggal 4 Oktober 2017 dengan
keluhan utama sesak napas 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan
bertambah berat dengan aktivitas. Pasien juga mengeluh kepala pusing dan cepat
lelah. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg, detak jantung
112 kali per menit. Pasien diuresis spontan. Tinggi fundus uteri 34 cm, Detak
Jantung Janin (+) 140 x/menit, tidak ada tanda-tanda inpartu. Pada pasien
ditemukan edema pitting +1 pada kedua tungkai bawah.
Pasien didiagnosis dengan G1P0A0 usia kehamilan 29 minggu dengan
preeklampsia berat dan observasi dyspneu dengan diagnosa banding anemia berat
dan edema paru akut. Pasien diberikan suplemen O2 4 liter per menit dengan nasal
kanul, IVFD RL 1500 cc / 24 jam, nifedipin tab 10 mg / 12 jam peroral, transfusi
darah PRC 1 kantong/hari, pemberian MgSO4 dengan loading dose MgSO4 40% 4
gram intravena setelah itu maintenance dose MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc
for 6 jam (± 1 gram/jam) dan pasien dipindahkan ke ruang perawatan biasa
Selama perawatan, pada tanggal 9 Oktober 2017 di bangsal perawatan biasa,
pasien mengeluh sesak napas, dengan laju napas 50 kali per menit, dangkal dan
pasien gelisah. Tanda-tanda vital: tekanan darah 166/79 mmHg, denyut jantung 145
kali per menit, SpO2 98% dengan suplemen O2 8 liter per menit. dokter spesialis
anestesi yang bertugas menginstruksikan untuk mengaktifkan Code Blue, siapkan
set intubasi, hubungi dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak untuk
datang ke RS dan menghubungi Ruangan Operasi untuk mempersiapkan operasi
cito. 10 menit kemudian, pasien henti napas. Pasien mendapatkan RJP dengan
LUD, tanpa pemberian defibrilasi. Detak jantung janin didapatkan 160 kali per
menit. RJP tetap dilanjutkan dan tim memutuskan untuk dilakukan PMSC dan
pasien dipindahkan ke ruang operasi. PMSC dilakukan dan bayi dilahirkan 8 menit
kemudian. Selama operasi didapatkan pembekuan darah pada retroperitoneal
kurang lebih 1000 mL, tanpa bekuan darah intrauterin, dan plasenta dilahirkan
lengkap. Perkiraan darah yang hilang 1500 mL. Neonatus laki–laki lahir dengan

19
flaccid, tanpa usaha napas spontan, tetapi didapatkan detak jantung. Skor Apgar 1
saat lahir dan selanjutnya dilakukan resusitasi neonatus oleh tim dokter anak. RJP
dilakukan secara simultan pada secara terus menerus hingga pasien dinyatakan
meninggal 40 menit setelah dilakukan RJP. Diagnosis klinisnya adalah
preeklampsia berat dengan komplikasinya. Skor Apgar neonatus 1/1/3 sejak menit
ke-1, ke-5, dan ke-10 selama resusitasi. Setelah dilahirkan bayi tampak sianosis,
bradikardi, dan tidak ada napas spontan. Setelah resusitasi dilakukan, bayi
dipindahkan ke NICU. Pemeriksaan fisik didapatkan takipnea, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis akibat peningkatan kebutuhan oksigen. Setelah 2 hari
perawatan di NICU, bayi dinyatakan meninggal.

3.2.1 PEMBAHASAN
 Menggeser uterus ke sisi kiri tubuh pasien (LUD) selama RJP
direkomendasikan bila uterus dapat dipalpasi atau terlihat ketinggian
uterus diatas umbilikus (usia kehamilan 21-24 minggu) untuk
mengurangi efek samping dari kompresi aortacaval oleh janin di uterus
yang menyebabkan penurunan venous return dan cardiac output.
 Left uterine displacement (LUD) direkomendasikan selama RJP pada ibu
hamil untuk mengurangi kompresi aortocaval dan meningkatkan venous
return sehingga RJP akan lebih optimal
 Teknik LUD baik dilakukan dengan satu tangan atau dua tangan. LUD
dilakukan pada uterus yang teraba, dimana usia kehamilan lebih dari 20
minggu. Tujuan utama dari prosedur PMSC adalah untuk mengosongkan
uterus sehingga memperbaiki resusitasi ibu. PMSC harus diputuskan dan
dilakukan setelah 4 menit tidak ada respon dari RJP atau tidak
ditemukannya detak jantung janin. Bayi harus dilahirkan 5 menit dari
sejak henti jantung dengan tindakan RJP tetap dilakukan selama dan
setelah PMSC.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut. Resusitasi paru jantung adalah suatu tindakan gawat darurat akibat
kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikunjungi ke fungsi optimal guna
menghindari kematian biologis. Resusitasi jantung (RJP) atau kardio pulmonier
resusitasi (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan. Teknik diberikan pada pasien yang henti jantung dan nafas, tetapi masih
hidup.

4.2 Saran
Seharusnya PMSC harus diputuskan dan dilakukan setelah 4 menit tidak
ada respon dari RJP atau tidak ditemukannya detak jantung janin. Bayi harus
dilahirkan 5 menit dari sejak henti jantung dengan tindakan RJP tetap dilakukan
selama dan setelah PMSC

21
DAFTAR PUSTAKA

Imaculata , Maria . 2017. Pengalaman Perawat Igd Merawat Pasien Do Not


Resuscitate Pada Fase Perawatan Menjelang Ajal. Tarakan: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Borneo

Permatasari, Yanti dan Yant, Willy. 2018. Laporan Kasus: Perimortem Sectio
Caesarean pada Ibu Hamil dengan Henti Jantung. Intisari Sains
Medis 9(2): 141-145

22

Anda mungkin juga menyukai