DASAR (BHD)
DISUSUN OLEH :
Jl. islamic raya kelapa dua Tangerang 15810Telp/ fax : 021 – 5462852
akperislamicvillage@yahoo.co.id
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep dasar
kegawatdaruratan bantuan hidup dasar . Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas ibu leni selaku dosen pada mata kuliah
Keperawatan kegawatdaruratan Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang konsep dasar kegawatdaruratan bantuan hidup dasar
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan darurat untuk
membebaskan jalan nafas, dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu. Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orangorang
disekitar korban yang selanjutnya diambil alih oleh petugas kesehatan terdekat.
Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat, karena penanganan yang
salah dapat berakibat buruk, cacat hingga kematian pada korban (PUSBANKES
188 DIY, 2014). Bantuan Hidup Dasar (BHD) ditujukan untuk memberikan
perawatan darurat bagi para korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat
diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya (Sudiatmoko, A, 2011).
Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri
secara normal. Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting khususnya pada
pasien dengan sudden cardiac arrest (SCA) atau henti jantung mendadak yang
terjadi di luar rumah sakit .
4
BAB II
ISI
5
Pertama, penolong harus menyadari bahwa korban membutuhkan bantuan.
Early recognition yang dilakukan oleh penolong atau bystander adalah
menyadari bahwa korban telah mengalami serangan henti jantung, atau
secara sederhananya mengenali bahwa korban membutuhkan bantuan dari
Emergency Medical Services (EMS).
Kedua, penolong dengan segera harus memanggil 119 (atau nomor akses
EMS setempat).
Ketiga, panggilan tersebut akan dialihkan ke dispatcher, yang harus
mengidentifikasi bahwa serangan henti jantung memang telah terjadi pada
korban dan akan memproses respon EMS yang sesuai. operator atau
dispatcher akan menyediakan instruksi RJP yang memandu penolong untuk
melakukan RJP.
Untuk selanjutnya, penolong akan memulai dan terus melakukan RJP pada
korban OHCA sampai bantuan datang.
2.3 Penatalaksanaan
yang meliputi pengenalan dan akses segera ke pelayanan gawat darurat,
segera lakukan RJP, segera defibrilasi dan segera perawatan lebih lanjut adalah
kesatuan yang digunakan untuk mengoptimalkan harapan hidup pasien (Lenjani,
Baftiu, Pallaska, Hyseni, & Gashi, 2014). Faktor pertama yang menjadi penentu
keberhasilan resusitasi pada pasien henti jantung adalah adanya pengenalan yang
cepat dan segera menghubungi ambulan gawat darurat 119 (EMS). Pengenalan
terjadinya henti jantung yang cepat dan aktivasi segera EMS ini dapat diajarkan
kepada masyarakat melalui program pendidikan kesehatan atau sejenisnya (Ujevic,
Brdar, Vidovic, & Luetic, 2019; Darwati & Setianingsih, 2020.
6
BAB III
KESIMPULAN
7
BAB 3
DAFTAR PUSTAKA
Hirlekar, G., Jonsson, M., Karlsson, T., Hollenberg, J., Albertsson, P., & Herlitz, J. (2018).
Berg, R. a, Hemphill, R., Abella, B. S., Aufderheide, T. P., Cave, D. M., & Hazinski, M. F.
(2010).
Wibrandt, I., Norsted, K., Schmidt, H., & Schierbeck, J. (2015). Predictors for outcome among
cardiac arrest patients.
Sasson, C., Meischke, H., Abella, B. S., Berg, R. A., Bobrow, B. J., & Chan, P. S. (2013).