Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEGAWAT DARURAT MATERNAL DAN PERINATAL


“Konsep Dan Prinsip Penyelamatan Bantuan Hidup Dasar”
Dosen Pembimbing:
Septi Kurniawati SST.,M.Kes
Sri Aningsih, S.Pd., SST., M.Kes

Disusun oleh :
1. Emiliya Ananda Putri (1540120001)
2. Zolan Prananda (1540120006)

AKADEMI KESEHATAN RUSTID


PRODI D-III KEBIDANAN
KRIKILAN-GLEMORE-BANYUWANGI
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul "Konsep Dan Prinsip Penyelamatan
Bantuan Hidup Dasar ". Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Kegawat Daruratan Maternal Dan Perinatal.

Ucapan terima kasih sampaikan kepada KA. Prodi Kebidanan, dosen pendamping mata
kuliah Kegawat Daruratan Maternal Dan Perinatal, orang tua kami dan teman – teman yang
secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung selesainya makalah ini.
Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode pustaka dengan sumber berupa
buku dan dari internet. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah ini yang
kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Krikilan, 06 April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...............................................................................................................4


1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3. Tujuan............................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pasien Gawat Darurat.......................................................................................5


2.2. Prinsip Penanganan Pasien Gawat Darurat....................................................................5
2.3. Pengertian Dan Perkembangan BHD............................................................................6
2.4. Tujuan Dari BHD...........................................................................................................8
2.5. Sumbatan Jalan Nafas....................................................................................................9
2.6. Pertolongan Pada Sumbatan Jalan Nafas Dengan Manuver Heimlich........................11
2.7. Mengidentifikasi Tanda-Tanda Henti Jantung Dan Henti Nafas.................................13
2.8. Melakukan BHD Dengan Teknik RJP.........................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan..................................................................................................................19
3.2. Saran............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit henti jantung mendadak merupakan pembunuh terbesar nomor satu
di dunia. Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit
jantung koroner dan gagal jantung. Angka kematian dunia akibat penyakit jantung
koroner berkisar 7,4 juta pada tahun 2012. Di Amerika Serikat, henti jantung
mendadak merupakan salah satu penyebab kematian mendadak tersering. Sedangkan
prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Henti jantung mendadak adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang
secara tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung.
Henti jantung mendadak terjadi ketika malfungi sistem listrik jantung dan kematian
terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tidak normal, atau tidak teraturnya irama jantung (aritmia).
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada makalah tentang gizi seimbang ibu menyusui
1. Bagaimana pengertian Pasien Gawat Darurat?
2. Bagaimanakah prinsip Penanganan Pasien Gawat Darurat?
3. Bagaimanakah pengertian Dan Perkembangan BHD?
4. Apa saja kah ujuan Dari BHD?
5. Bagaimanakah umbatan Jalan Nafas?
6. Apa saja kah pertolongan Pada Sumbatan Jalan Nafas Dengan Manuver
Heimlich
7. Apasaja mengidentifikasi Tanda-Tanda Henti Jantung Dan Henti Nafas?
8. Bagaimana melakukan BHD Dengan Teknik?
1.3. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mempelajari, memahami dan mengetahui tentang Konsep Dan
Prinsip Penyelamatan Bantuan Hidup Dasar

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. konsep Pasien Gawat Darurat


keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009).
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang
atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan
secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin,
2012).
Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan
penanganan atau tindakan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban. Jadi,
gawat darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan
segera untuk menghindari kecacatan bahkan kematian korban (Hutabarat & Putra, 2016).

Situasi gawat darurat tidak hanya terjadi akibat lalu lintas jalan raya yang sangat
padat saja, tapi juga dalam lingkup keluarga dan perumahan pun sering terjadi. Misalnya,
seorang yang habis melakukan olahraga tiba-tiba terserang penyakit jantung, seorang
yang makan tiba-tiba tersedak, seorang yang sedang membersihkan rumput di kebun
tiba-tiba digigit ular berbisa, dan sebagainya. Semua situasi tersebut perlu diatasi segera
dalam hitungan menit bahkan detik, sehingga perlu pengetahuan praktis bagi semua
masyarakat tentang pertolongan pertama pada gawat darurat. Pertolongan pertama pada
gawat darurat adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada
kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian (Sutawijaya,
2009).

2.2. Prinsip Penanganan Pasien Gawat Darurat


penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus dilakukan
segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat,
para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat
terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja. Prinsip utama adalah memberikan
pertolongan pertama pada korban. Pertolongan pertama adalah pertolongan yang
diberikan saat kejadian atau bencana terjadi ditempat kejadian.

5
Peanganan gawat darurat merupakan hal yang sangat penting karena menentukan
keselamatan pasien itusendiri. Karenanya dalam penanganan gawat darurat diterapkan
prinsip ABC.
Prinsip penanganan gawat darurat dengan ABC ini adalah:
1. A untuk airway(jalur napas)
Sangat penting untuk melihat apakah pasien mengalami gangguan dengan
jalur napasnya atau tidak(misalnya napasnya terengah-engah), jika ada
gangguan maka harus segera dibebaskan. Hal yang harus diperhatikan adalah
tulang leher harus tetap lurus agar tidak mengganggu napas. Jika pasien
datang dengan lukaparah di wajanya maka harusnyasegera ditangani karena
biasanya gumpalan darah ataumuntahan bisa menghalangi jalur napas.
2. B untuk breath (pernapasan)
Periksa pernapasannya apakah mengalami gangguan atau tidak, jika pasien
sulit bernapas segera napas bantuan. Karena pernapasan yang terganggu akan
membuat oksigen tidak bisa masuk ke dalam darah.
3. C untuk circulation (sirkulasi)
Jika seseorang mengalami luka perdarahan yang parah harus segera
dihentikan agar tidak menggaggu sirkulasi darah di tubuh. Kalau darah
banyak yang keluar akan membuat transportasi oksigen terhambat yang bisa
membuat kerja jantung semakin berat atau capek.

Sel saraf otak membutuhkan sirkulasi darah yang baik untuk membawa
oksigen. Jika sirkulasi darah terganggu atau berhenti selama 3-4 menit maka sel
saraf otak akan mengalami kerusakan meskipun bisa diperbaiki. Namun jika
kekurangan oksigen (tidak dilakukan tindakan apapun) selama 6-9 menit bisa
menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau irreversible.

2.3. Pengertian Dan Perkembangan BHD


Bantuan hidup dasar atau basic life support adalah sekumpulan rangkaian
tindakan yang dilakukan bertujuan untuk merangsang, mengembalikan dan
mempertahankan fungsi jantung maupun paru pada korban henti jantung dan henti nafas.
Tindakan ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan hidup nafas (Hardisman,
2014).
Menurut Kristany (2009) bantuan hidup dasar dilakukan dengan memberikan
bantuan dari luar terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti jantung atau henti

6
nafas dengan melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru)/ CPR (Cardio Pulmonary
resucitation).
Bagi penolong profesional diharapkan untuk memeriksa pulsasi arteri
karotid dan pernapasan secara simultan. Jika pulsasi arteri karotid tidak ditemukan
dan nafas tidak ditemukan/ atau gasping, penolong harus segera melakukan
resusitasi jantung paru dimulai dengan kompresi dada bersamaan dengan aktivasi
sistem kegawatdaruratan dan/atau persiapan peralatan kegawatdaruratan lainnya.
Pada keadaan di luar fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga non-profesional
umumnya diharapkan untuk memeriksa nafas saja dan segera melakukan kompresi
dada jika korban tidak bernapas.
Ketika melakukan kompresi dada, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Posisi tangan: pada bagian 1/2 bawah sternum pada orang dewasa. Studi-
studi yang ada tidak cukup konklusif dan konsisten mengenai pengaruh
posisi tangan terhadap hasil resusitasi.
2. Kecepatan kompresi: 100 – 120 kompresi per menit. Kecepatan resusitasi
yang optimal berhubungan dnegan keselamatan pasien hingga keluar dari
rumah sakit, kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation,
ROSC), dan berbagai aspek fisiologis lainnya, seperti tekanan darah dan
volume tidak CO 2.
3. Kedalaman kompresi: setidaknya 5 cm pada orang dewasa secara umum,
hindari kompresi lebih dalam dari 6 cm. Kedalaman kompresi yang optimal
menentukan hasil resusitasi yang lebih baik dan meskipun kedalaman
maksimal tidak memiliki bukti yang cukup, namun kedalaman kompresi di
atas 6 cm berhubungan dengan lebih banyak cedera/ kerusakan.
4. Pengembangan dada: di antara setiap kompresi harus diperhatikan dada
mengembang kembali secara penuh. Hal ini berhubungan dengan tekanan
perfusi coroner.
5. Interpusi di antara kompresi: meminimalisasi interupsi di antara kompresi
mempengaruhi ROSC dan keselamatan pasien hingga keluar dari rumah
sakit.

Kompresi dada dilakukan dengan perbandingan 30:2 terhadap pemberian


bantuan nafas (30 kali kompresi dada, diikuti dengan 2 kali bantuan nafas). Untuk
memberikan nafas bantuan, harus dilakukan manuver untk membuka jalan nafas.

7
Jika korban dianggap tidak mengalami cedera servikal maka dilakukan head-tilt
chin-lift (1 tangan di frontal korban untuk menekan kepala kea rah belakang, 1
tangan yang lainnya di bawah protuberantia mentalis untuk menarik dagu ke arah
depan), atau jika diperkirakan korban mengalami cedera servikal maka dilakukan
jaw thrust (letakkan jari-jari di ramus bawah rahang dan tekan ke arah anterior).

Ketika memberikan bantuan nafas, sebaiknya menggunakan alat bantu,


namun jika harus dilakukan bantuan nafas mulut ke mulut, tutup hidung korban
dengan jari dan mulut penolong meliputi seluruh mulut korban. Berikan bantuan
nafas selama sekitar 1 detik dan perhatikan pengembangan dada.

Lakukan evaluasi pulsasi karotis dan nafas setiap 2 menit. Jika pulsasi masih
tidak ditemukan, kembali lakukan resusitasi jantung paru dan kembali lakukan
evaluasi setiap 2 menit. Jika pulsasi ditemukan namun korban masih tidak bernafas,
berikan bantuan nafas sebanyak 12-20 kali per menit dan kembali lakukan evaluasi
pulsasi arteri karotis dan nafas setiap 2 menit. Jika pulsasi arteri karotis dan nafas
sudah ditemukan, maka tempatkan korban ke posisi pemulihan. Posisi ini membantu
mempertahankan jalan nafas paten untuk pasien yang tidak sadarkan diri.

2.4. Tujuan Dari BHD


Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan
dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen
dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief & Kartini 2009).
1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ – organ
vital (otak, jantung dan paru).
2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian.
3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan.
4. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban.
5. Melindungi orang yang tidak sadar.
6. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
7. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP).

8
2.5. Sumbatan Jalan Nafas
Obstruksi jalan napas atas adalah keadaan tersumbatnya jalan napas (SJNA)
mulai nasal sampai laring dan trakea bagian atas. Keadaan ini dapat menimbulkan
sesak napas dengan segala akibatnya. Sumbatan jalan napas parsial atiaupun total
harus diatasi dengan segera, karena dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen
dan bahkan kematian. Keberhasilan managemen harus diawal dengan evaluasi Jalan
napa dengan hatl-hati, teliti dan ccpat untuk identifikasi berbagai faktor penyebab.
Terdapat perbedaan mendasar dari segi anatomi dan fisiologi pada anak dan
dewasa. Kondisi demikian ini perlu diperhatikan pada saat melakukan evaluasi
penderitra SJNA.
Pada orang dewasa epiglotis lebih lebar dan aksis Paralel dengan trakea,
sedangkan pada anak epiglotis berbentuk omega dan sudut aksis jauh dari trakea.
Kondisi ini akan menyulitkan saat dilakukan lal'ingoskopi Darl segi fisiologi pada
anak 16 blh mudah mengalaml sumbatan Jalan napas di bandingkan dengan dewasa.
Laring pada anak posisi di leher lebih tinggi dan terproteksi lsbih baik pada
anak dari pada dewasa. Kerangka kartilago pada anak lebih lentur, akan tetapi
jaringan ikat penyangga kurang dan lebih kendor pada anak. Struktur ini
menyebabkan anak lebih mudah mengalaml sumbatan bila ada infeksi atau udim
laring. Pada kondisi pengurangan lumen setengahnya akibat inflamasi, pada anak
mengakibatkan peningkatan resistensi lumen sebeser 16x, sedangkan pada dewasa
hanya terjadi peningkatan ssbesar 3x. Kondisi inl dapet diartikan bahwa pada anak
lebih mudeh terJadi sumbatan jalan napas dlbandingkan dewasa akibat inflamasi
1. Initial Assessment
Pada pasien kondisi sumbatan jalan napas, pada evaluasi awal yang
harus ditentukan adalan level sumbatan, apakah sumbatan jalan napas atas
atau bawah ? Berdasarkan gejala klinik bisa ditentukan level sumbatan.
Wheezing adalah tanda sumbatan jalan napas bawah. Stridor inspirasi level
sumbatan pada daerah glotis ke atas, ekspirasi level trakea ke bawah,
sedangkan biphasik (inspirasi dan ekspirasi) level subglotik. Kualitas suara
menentukan level sumbatan, Hot potato/muffled level supraglotik, pangkal
lidah dan dinding faring, sedangkan parau level glotlk atau subglotik.

2. Etiologi Terdapat berbagai diagnosis banding penderita dengan SJNA,

9
meliputi infeksi/ inflamasi, neurologi, benda asing, tumor, trauma dan
kongenital. Berbagai penyebab tersebut menjadi dasar untuk melakukan
managemen selanjutnya.
3. Diagnosis
Anamnesis tetang riwayat penyakit yang akurat menjadi dasar
diagnosis pada penderita. Riwayat ada tidaknya infeksi / inflamasi, operasi
struma, tersedak benda asing, sesak progresif, trauma, kelainan seiak lahir.
Pemeriksaa fisik meliputitanda vital, kesadiran pendarita, stridor
lnspiratoir, sesak napas inspiratoir, retrakslsuprasternal, epigastrial,
supraklavikuler , lntorkostal, suara parau (kecuali paralisis midl,ne), sianosis,
gelisah. Pada penderita dengan SJNA ringan atau sedang bisa dilakukan
pemeriksaan laring dengan laringoskop kaku atau fleksibel untuk tisualisasi
derajat dan level sumbatan lumen laring. Foto rontgen soff tissue carvical
anteroposterior/lateral digunakan untuk melihat struktur jaringan lunak laring
ataupun tulang vertebra pada kasus trauma leher.
Managemen SJNA secara umum tergantung deraiad sumbatannya
Beberapa kriteria bisa dipakai untuk acuan, namun yang lazim digunakan
adalah kriteria Jackson karena mudah penerapannya. Jackson m€mbagi
mojadi 4 gradasi, yaitu 1 ,2,3 dan 4.
4. Terapi
Penderita dengan kesulitan ialan napas harus diidentifikasi sebelum
dilakukan induksi anestesi din rencana intubasl bisa cocok dengan situasi.
Pada kondisi ini perlu koordinasi antara ahli bedah dan ane8teslologi.
Kesulitan yang dlmaksud adilah situasi yang membuat seorang ahli anestesi
sulit untuk memasang masker ventilasl, intubasi endotrakeal atau keduanya.
Peda kondisi seperti ini penderita bisa diterapi dengan tindakan non bedah
antar laln oksigenasi Tindakan ini dilakukan disertai dengan mengatur posisi
sedapat mungkin agar patensi jalan napas terjaga dengan mongatur posisi
tidur, dagu, psmbersihan jalan napas dengan penyedotan dan lainnya,
Tindakan trakeotomi dikerjakan berdasarkan kondisi gradasi SJNA
pada penderita. Penderita dengan gradasi 1 dan 2 dikerjakan trakeotomi
elektif, sedangkan pada gradasi 3 dan 4 dikerjakan trakeotomi3 dan 4
urgent/cito.Pada penderita dengan curiga suatu tumor trakeotomi dikerjakan
lebih awai tanpa menunggu gradasi sesaknya meningkat. Pada kondisi sangat

10
darurat dapat dikerjakan krikotiroidotomidilanjutkan trakeotomi. Terapi
definif tergantung pada penyebab penyakit yang mendasarinya.
2.6. pertolongan Pada Sumbatan Jalan Nafas Dengan Manuver Heimlich
Heimlich maneuver atau manuver Heimlich dapat dilakukan sebagai upaya
penanganan darurat untuk menolong orang yang tersedak. Prosedur ini pertama kali
diperkenalkan oleh dr. Henry Heimlich pada tahun 1974.
Makan sambil berbicara atau terlalu terburu-buru bisa membuat seseorang tersedak.
Kondisi ini bisa membuat orang yang mengalaminya sulit bernapas, sehingga tubuh akan
kekurangan oksigen. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan
kematian.
Dengan melakukan Heimlich maneuver, cadangan udara di paru-paru dapat
didorong ke atas dengan cepat sehingga benda asing yang menjadi pemicu seseorang
tersedak dapat dikeluarkan dan membuka kembali jalan napasnya. Dengan demikian,
nyawa orang tersebut dapat terselamatkan.
Cara Melakukan Heimlich Maneuver
Heimlich maneuver perlu dilakukan pada orang tersedak yang menunjukkan ciri-
ciri berikut ini:
a. Sadar dan responsif
b. Sulit bernapas atau berbicara
c. Tidak bisa batuk untuk mengeluarkan benda yang menyangkut di tenggorokan
d. Posisi tangan sedang memegang leher atau dadanya
Berikut ini adalah cara melakukan Heimlich maneuver berdasarkan usia dan kondisi
orang yang tersedak:
1. Heimlich maneuver untuk orang dewasa dan anak-anak

Untuk menolong orang dewasa atau anak-anak berusia di atas 1 tahun yang
tersedak, Anda bisa melakukan Heimlich maneuver dengan cara berikut ini:

a. Bantu orang yang tersedak untuk berdiri.


b. Posisikan badan Anda di belakang orang tersebut. Jika yang tersedak
adalah anak-anak, berlututlah di belakangnya.
c. Letakkan salah satu kaki di depan kaki yang lain untuk menjaga keseimbangan.
d. Bungkukkan tubuh orang yang tersedak ke depan.
e. Pukul punggungnya dengan telapak tangan Anda sebanyak 5 kali.
f. Lingkarkan tangan Anda di sekitar pinggang orang yang tersedak.
11
g. Kepalkan salah satu tangan Anda dengan ibu jari ke dalam, letakkan tangan
yang lain di atasnya, lalu tempatkan sedikit di atas pusar orang yang tersedak.
h. Tekan kepalan tangan ke perutnya dan sentakkan ke atas. Ulangi gerakan ini
sebanyak 10 kali atau hingga benda yang menyumbat tenggorokan keluar dan ia
dapat bernapas atau batuk-batuk.

Apabila orang yang tersedak menjadi pingsan atau tidak sadarkan diri setelah
dilakukan Heimlich maneuver, baringkan ia dalam posisi telentang dan segera minta
bantuan medis atau panggil ambulans dari rumah sakit terdekat.

Sambil menunggu petugas medis tiba, lakukan esusitasi jantung paru (CPR) untuk


membuka jalan napasnya.

2. Heimlich maneuver untuk ibu hamil atau penderita obesitas


Prosedur Heimlich maneuver pada ibu hamil atau penderita obesitas hampir
sama dengan orang biasa. Perbedannya hanya pada posisi melingkarkan dan
meletakkan kepala tangan Anda.
Pada orang hamil atau obesitas, Anda harus melingkarkan dan meletakkan
kepalan tangan sedikit lebih tinggi, yaitu di sekitar area tulang dada atau
payudaranya.
3. Heimlich maneuver untuk diri sendiri
Tak hanya dilakukan untuk orang lain, Heimlich maneuver juga bisa dilakukan
saat  diri sendiri tersedak. Jika Anda tersedak, lakukan Heimlich maneuver secara
mandiri dengan beberapa langkah berikut ini:
a. Kepalkan tangan Anda dan letakkan sedikit di atas pusar.
b. Dorong kepalan tangan ke dalam perut dan gerakkan ke atas sebanyak 5 kali
atau hingga benda yang tersangkut keluar dari tenggorokan.
c. Anda juga bisa menggunakan punggung kursi untuk menekan perut.
Jika Heimlich maneuver berhasil dilakukan untuk mengatasi kondisi tersedak,
Anda atau orang yang tersedak tetap perlu menghubungi ambulans dan mendapatkan
pertolongan medis dari dokter. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan tidak
ada benda asing yang tertinggal di jalan napas.
2.7. Mengidentifikasi Tanda-Tanda Henti Jantung Dan Henti Nafas
Pada banyak pasien, gejala peringatan dapat mendahului henti jantung, tetapi
seringkali gejala ini tidak disadari atau diabaikan. Gejala umum yang dirasakan

12
banyak orang sebelum mengalami henti jantung adalah rasa nyeri dada. Hal ini
mencerminkan gambaran penyakit jantung koroner/serangan jantung sebagai
penyebab tertinggi kasus henti jantung. Seseorang yang mengalami henti jantung
mendadak akan memiliki gejala:
a. Ketidaksadaran sering terjadi sebagai kolaps yang tiba-tiba.
b. Tidak ada denyut nadi yang teraba rasakan baik untuk denyut karotis/
femoral
c. Apnea/ gerakan nafas tidak efektif (henti nafas)
d. Pupil dilatasi/ setelah 40 detik paska kolaps, pupil dilatasi. Pupil dilatasi
maksimal menandakan sudah terjadi 50% kerusakan otak irreversible.
e. Kulit keabuan/ putih/ sianosis (biru).
Tanda-tanda di atas menunjukkan pasien mati secara klinis. Jika ventilasi dan
sirkulasi tidak dimulai dalam waktu 3 menit, kematian biologis (kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki lagi) akan terjadi.
2.8. Melakukan BHD Dengan Teknik RJP
Bantuan hidup dasar harus segera dilaksanakan oleh penolong apabila
dalampenilaian dini penderita ditemukan salah satu dari masalah antara lain :
tersumbatnya jalan nafas, tidak menemukan adanya nafas serta tidak ditemukan
adanya tanda-tanda nadi. Seperti diketahui bahwa tujuan dari P3K (Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan) salah satunya ialah menyelamatkan jiwa penderita
sehingga dapat selamat dari kematian.
Pengertian mati sendiri terbagi menjadi 2 (dua) yaitu mati klinis dan mati
biologis. Mati klinis berarti tidak ditemukan adanya pernafasan dan nadi. Mati klinis
dapat bersifat reversibel (dapat dipulihkan). Penderita mati klinis mempunyai waktu
4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak. Sedangkan mati biologis
berarti kematian sel dimulai terutama sel otak & bersifat ireversibel (tidak bisa
dipulihkan) yang biasa terjadi 8-10 menit dari henti jantung.
Dalam memberikan bantuan hidup dasar dikenal 3 (tiga) tahap utama yaitu :
penguasaan jalan nafas, bantuan pernafasan dan bantuan sirkulasi darah yang lebih
dikenal juga dengan istilah pijatan jantung luar dan penghentian perdarahan besar.
1. Penguasaan Jalan Nafas.
a. Membebaskan Jalan Nafas.
Pada penderita dimana tidak ditemukan adanya pernafasan, maka
harus dipastikan penolong memeriksa jalan nafas apakah terdapat

13
benda asing ataupun terdapat lidah penderita yang menghalangi jalan
nafas.
1) Teknik angkat dagu tekan dahi.
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak
mengalami cedera kepala, leher maupun tulang belakang.
2) Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).
Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami
cedera kepala, leher maupun tulang belakang
b. Membersihkan Jalan Nafas.
1) Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak
respon / tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang
masuk ke jalan nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti
kait untuk mengambil benda asing yang menghalangi jalan
nafas.
2) Posisi pemulihan.
Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak
ditemukan adanya cedera leher maupun tulang belakang.
Posisi penderita dimiringkan menyerupai posisi tidur miring.
Dengan posisi ini diharapkan mencegah terjadinya
penyumbatan jalan nafas dan apabila terdapat cairan pada jalur
nafas maka cairan tersebut dapat mengalir keluar melalui
mulut sehingga tidak masuk ke jalan nafas.
c. Sumbatan Jalan Nafas.
Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas bagian
bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai lanjutannya.
Umumnya sumbatan jalan nafas pada penderita respon/sadar ialah
karena makanan dan benda asing lainnya, sedangkan pada penderita
tidak respon / tidak sadar ialah lidah yang menekuk ke belakang.
Untuk mengatasinya umumnya menggunakan teknik heimlich
maneuver (hentakan perut-dada).
1) Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan
penolong dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita.

14
Hentakkan rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan
minta penderita untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-
ulang sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon /
tidak sadar.
2) Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.
Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong
berjongkok di atas paha penderita. Posisikan kedua tumit
tangan di antara pusat dan iga kemudian lakukan hentakan
perut ke arah atas sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut
penderita bilamana terdapat benda asing yang keluar dari
mulut penderita. Lakukan 2-5 kali sampai jalan nafas terbuka
3) Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita
hamil yang respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua
tangan merangkul dada penderita melalui bawah ketiak.
Posisikan rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada
dan lakukan hentakan dada sambil meminta penderita
memuntahkan benda asing yang menyumbat. Lakukan
berulangkali sampai berhasil atau penderita menjadi tidak
respon / tidak sadar.
4) Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita
hamil yang tidak respon / tidak sadar.
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada
penderita tidak respon / tidak sadar di atas namum posisi
penolong berada di samping penderita dan posisi tumit tangan
pada pertengahan tulang dada
2. Bantuan Pernafasan
Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan bantuan
pernafasan pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi adanya nafas
namun nadi masih berdetak dan jalan nafas tidak mengalami gangguan antara
lain :
a. Menggunakan mulut penolong :
1) Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).
2) Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).

15
3) Mulut ke mulut ataupun hidung.
b. Menggunakan alat bantu nafas : menggunakan kantung masker
berkatub. Di udara bebas kandungan oksigen ialah sebesar kurang
lebih 21%. Dari kandungan oksigen sebanyak 21% tersebut, sebanyak
5% digunakan manusia dalam proses pernafasan. Sehingga terdapat
sekitar 16% kandungan oksigen dari udara pernafasan yang manusia
keluarkan. Sisa oksigen sebanyak 16% inilah yang digunakan untuk
memberi bantuan nafas kepada penderita yang terdeteksi tidak
terdapat nafas. Pada manusia dewasa frekuensi pemberian nafas
buatan ialah sebanyak 10-12 kali bantuan nafas per menit dengan
durasi tiap bantuan nafas ialah 1,5-2 detik tiap hembusan bantuan
nafas.
Memberikan bantuan nafas kepada penderita bagi penolong bukan
tanpa resiko. Terdapat resiko yang mungkin dialami penolong antara
lain : penyebaran penyakit, kontaminasi bahan kimia dan muntahan
penderita. Langkah-langkah dalam memberikan bantuan nafas kepada
penderita terdeteksi tidak terdapat nafas antara lain :
1) Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.
2) Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan
alat tersebut tidak bocor (tertutup rapat).
3) Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor
melalui hidung penderita dengan cara mencapit lubang hidung
penderita.
4) Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada
manusia dewasa). Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada
penderita bergerak naik).
5) Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi
penderita masih terdeteksi.
6) Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi
pemberian bantuan nafas (dewasa : 10-12 kali bantuan nafas
per menit).
7) Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai
dengan bergerak naik turunnya dada penderita.
3. Bantuan Sirkulasi

16
Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan jantung
luar. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek pompa jantung yang
dinilai cukup untuk membantu sirkulasi darah penderita pada saat kondisi
penderita mati klinis. Kedalaman penekanan pijatan jantung luar pada
manusia dewasa ialah 4-5 cm ke dalam rongga dada.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan A, B
dan C di atas. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan
bahwa penderita tidak ada respon / tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan
tidak terdapat denyut nadi. Pada manusia dewasa resusitasi jantung paru
dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio 15 kali kompresi dada berbanding 2 kali
tiupan bantuan nafas (15:2) apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta
rasio 5:1 per siklus apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.
1. Teknik kompresi dada pada manusia dewasa :
a. Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras
(misal: lantai).
b. Posisikan penolong berada di samping penderita.
c. Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu
hati).
d. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari
titik pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).
e. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan
lainnya diletakkan di atasnya untuk menopang.
f. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.
g. Lakukan pijatan jantung luar.
2. Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong :
a. Tiupkan bantuan nafas awal 2 (dua) kali.
b. Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan
penderita pada posisi pemulihan.
c. Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan
pijatan jantung sebanyak 15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100
kali per menit.
d. Berikan bantuan nafas lagi sebanyak 2 (dua) kali.
e. Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas
sampai 4 siklus.

17
f. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi
namun belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12
kali per menit.
3. Resusitasi jantung paru 2 (dua) orang penolong :
a. Posisi penolong saling berseberangan.
b. Lakukan bantuan nafas awal sebanyak 2 (dua) kali.
c. Lakukan pijatan jantung luar sebanyak 5 (lima) kali dengan
kecepatan pijatan 80-100 kali per menit.
d. Berikan nafas bantuan sebanyak 1 (satu) kali.
e. Lakukan 5 pijatan jantung dan 1 nafas bantuan sampai 12 siklus
f. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi
namun belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12
kali per menit.
Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa resiko bagi
penderita, resiko-resiko yang mungkin dialami penderita antara lain : patah
tulang dada/iga, kebocoran paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru,
memar paru dan robekan pada hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-
hati.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

18
Situasi gawat darurat tidak hanya terjadi akibat lalu lintas jalan raya yang sangat
padat saja, tapi juga dalam lingkup keluarga dan perumahan pun sering terjadi.
Misalnya, seorang yang habis melakukan olahraga tiba-tiba terserang penyakit
jantung, seorang yang makan tiba-tiba tersedak, seorang yang sedang membersihkan
rumput di kebun tiba-tiba digigit ular berbisa, dan sebagainya. Semua situasi tersebut
perlu diatasi segera dalam hitungan menit bahkan detik, sehingga perlu pengetahuan
praktis bagi semua masyarakat tentang pertolongan pertama pada gawat darurat.
Pertolongan pertama pada gawat darurat adalah serangkaian usaha-usaha pertama
yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan
pasien dari kematian (Sutawijaya, 2009).
3.2. Saran
Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa resiko bagi penderita,
resiko-resiko yang mungkin dialami penderita antara lain : patah tulang dada/iga,
kebocoran paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru, memar paru dan
robekan pada hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-hati.

DAFTAR PUSTAKA

19
KEMENTERIAN KESEHATAN RI, 2013, PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PUSKESMAS MAMPU PONED. Jakarta Bina Upaya Kesehatan Dasar.

20

Anda mungkin juga menyukai