Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KEGAWAT DARURATAN MEDIK GIGI

Disusun Oleh
Nama : Drg. Agus Kmala Putra

NIP : 198208102011011006

Pangkat/Gol : Pembina / IV.a

Jabatan : Dokter Gigi Madya

RSUD PADANG PARIAMAN

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Kegawat

Daruratan Medik Gigi

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari, bahwa semua proses

yang telah dilalui tidak lepas dari bantuan, dan dorongan yang telah diberikan

berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sebagaimana

mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang Pariaman, Desember 2019

Drg. Agus Kamala Putra

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II

PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Kegawat Daruratan Medik 2

B. Macam-macam Kegawat Daruratan Medik Gigi 4

C. Cara Penanganan Kegawat Daruratan Medik Gigi 14

BAB III

PENUTUP 33

A. Kesimpulan 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya kesadaran masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan

yang bermutu khususnya di bidang gawat darurat dalam memasuki era

globalisasi dan pasar bebas perlu mendapat perhatian dari unit-unit pelayanan

kesehatan termasuk institusi Keperawatan Gigi dengan meningkatkan

profesionalisme petugas kesehatan. Jika pasien kehilangan kesadaran yang

disebabkan oleh keadaan ang disebut Fainting. Fainting merupakan suatu

kondisi yang bersifat temporer. Suatu keadaan seperti shock dan biasanya

akan segera pulih setelah diberikan pertolongan pertama.

Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat, tepat dan

harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama

menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter), baik di

dalam maupun di luar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap

saat dan menimpa siapa saja. Tindakan gawat darurat harus sesuai aspek

legal. Tenaga medis atau dokter yang membantu korban dalam situasi

emergensi harus menyadari konsekuensi hukum yang dapat terjadi sebagai

akibat dari tindakan yang mereka berikan. Untuk itu pengetahuan

kegawatdaruratan dan keselamatan pasien penting dipelajari dan dikuasai.

Pengetahuan medis teknis yang harus diketahui adalah mengenal ancaman

1
kematian yang disebabkan oleh adanya gangguan jalan napas, gangguan

fungsi pernapasan/ventilasi dan gangguan sirkulasi darah dalam tubuh.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu kegawat daruratan medik?

2. Apa saja macam-macam kegawat daruratan medik gigi?

3. Bagaimana cara penanganan kegawat daruratan medik gigi?

C. Tujuan

1. Pembaca dapat mengetahui apa itu kegawat daruratan medik,

2. Pembaca dapat mengetahui macam-macam kegawat daruratan medik

gigi, dan

3. Pembaca dapat dapat mengetahui cara penanganan kegawat daruratan

medic gigi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kegawat Daruratan Medik

Sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara istilah “gawat” dan

“darurat”, namun umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai satu-

kesatuan dalam dunia medis.

Suatu keadaan disebut gawat apabila sifatnya mengancam nyawa

namun tidak memerlukan penanganan yang segera. Biasanya keadaan gawat

dapat dijumpaipada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis.

Suatu keadaan disebut darurat apabila sifatnya memerlukan

penanganan yang segera. Meskipun keadaan darurat tidak selalu mengancam

nyawa, namun penanganan yang lambat bisa saja berdampak pada

terancamnya nyawa seseorang. Biasanya keadaan darurat dapat dijumpai

pada penyakit-penyakit yang sifatnya akut. Keadaan gawat dan darurat dapat

juga terjadi bersamaan. Dalam hal ini, keadaan pasien benar-benar dalam

keadaan yang mengkhawatirkan dan diperlukan penanganan yang segerater

hadapnya. Contoh untuk kasus ini adalah seseorang yang telah menderita

penyakit jantungd alam waktu yang lama dan tiba-tiba saja mendapatkan

serangan jantung (heart attack).

Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama, yaitu:

3
1. Penode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat

2. Perubahan klinis yang mendadak 

3. Diperlukannya mobilitas petugas yang tinggi.

Sedangkan kegawat daruratan medik gigi adalah suattu kondisi yang

membutuhkan penanganan segera untuk menghindari konsekuensi yang dapat

membahaakan hidup pasien. Keadaan gawat darurat ang sering terjadi adalah

syincope / fainting, intoksikasi obat anesti local, intoksikasi vasokonstikrator,

syok anafilatik, dan pendarahan.

B. Macam-macam Kegawat Daruratan Medik Gigi

1. Syncope / Fainting

Syncope atau pingsan sesaat adalah kehilangan kesadaran

sementara yang diikuti oleh kembalinya kesiagaan penuh akibat

berkurangnya cerebral blood flow karena turunnya tekanan darah secara

mendadak yang merupakan respon akibat stress psikis (perasaan takut)

atau rasa nyeri hebat. Kehilangan kesadaran ini diikuti dengan kehilangan

kekuatan otot yang dapat mengakibatkan penderita terjatuh. Untuk

memahami lebih baik mengapa pingsan dapat terjadi maka perlu juga

mengetahui untuk menjelaskan mengapa seseorang terjaga atau sadar.

Otak mempunyai banyak bagian-bagian, termasuk dua hemisphere,

cerebellum, dan batang otak (brain stem). Otak memerlukan aliran darah

untuk menyediakan oksigen dan glucose (gula) pada sel-selnya untuk

4
menopang kehidupan. Agar tubuh tetap terjaga atau sadar, area yang

dikenal sebagai reticular activating system yang berlokasi dalam batang

otak harus bekerja dengan baik, dan paling sedikit satu hemisphere otak

perlu berfungsi. Pingsan terjadi karena reticular activating system

kehilangan suplai darah, atau kedua-dua hemisphere dari otak

kekurangan suplai darah, oksigen, atau glucosa. Syncope (pingsan)

terjadi karena aliran darah mengalami gangguan secara singkat ke seluruh

otak atau ke reticular activating system. Syncope tidak disebabkan oleh

trauma kepala, karena kehilangan kesadaran setelah luka kepala

dipertimbangkan sebagai gegar otak. Bagaimanapun, pingsan (syncope)

dapat menyebabkan luka jika orang itu jatuh dan melukai dirinya, atau

jika pingsan terjadi ketika pada aktivitas seperti mengemudi kendaraan.

Penyebab Pingsan Syncope antara lain adalah liran darah yang

berkurang ke otak dapat terjadi karena

a. Jantung gagal untuk memompa darah;

b. Pembuluh-pembuluh darah tidak mempunyai cukup kekuatan

untuk mempertahankan tekanan darah untuk memasok darah ke

otak;

c. Tidak ada cukup darah atau cairan didalam pembuluh-

pembuluh darah;

d. Gabungan dari sebab-sebab satu, dua, atau tiga diatas.

5
Vasovagal syncope adalah salah satu dari penyebab-penyebab yang

paling umum dari pingsan. Pada situasi ini, keseimbangan antara kimia-

kimia adrenaline dan acetylcholine terganggu. Adrenalin menstimulasi

tubuh, termasuk membuat jantung berdenyut lebih cepat dan pembuluh-

pembuluh darah melebar, membuat darah lebih sulit untuk mengalahkan

gaya berat (gravitasi) dan dipompa ke otak. Pengurangan sementara ini

pada aliran darah ke otak menyebabkan episode pingsan (syncopal).

Nyeri dapat menstimulasi syaraf vagus dan adalah penyebab yang

umum dari vasovagal syncope. Stimuli-stimuli lain yang dapat

menyebabkan kondisi tersebut adalah situational stressor. Mahasiswa-

mahasiswa kedokteran dan perawat terkadang ada yang pingsan ketika

mendengar berita-berita buruk dan melihat darah atau jarum.

Kondisi atau penyakit lain yang dapat menyebabkan pingsan antara

lain:

a. Anemia

Anemia (jumlah sel darah merah yang rendah), yang dapat

terjadi akibat perdarahan akut atau berbagai macam sebab

dapat menyebabkan pingsan karena tidak ada cukup sel-sel

6
darah merah untuk memasok oksigen ke otak.

b. Dehidrasi

Dehidrasi, atau kekurangan cairan dalam tubuh dapat

menyebabkan pingsan atau syncope. Ini dapat disebabkan

oleh kehilangan cairan yang berlebihan dari muntah, diare,

berkeringat, atau pemasukan cairan yang tidak mencukupi.

Beberapa penyakit-penyakit seperti diabetes dapat

menyebabkan dehidrasi dengan kehilangan air yang

berlebihan dalam urin.

c. Kehamilan.

Syncope juga dihubungkan pada kehamilan. Penjelasan-

penjelasan yang mungkin termasuk tekanan dari inferior vena

cava (vena besar yang mengembalikan darah ke jantung) oleh

kandungan yang membesar dan oleh orthostatic hypotension.

2. Intoksikasi Obat anesti lokal

Obat anestesi didefinisikan sebagai toksik jika kadarnya di dalam

darah cukup tinggi untuk memberikan efek ke korteks serebri dan

sumsum tulang. Konsentrasi yang tinggi di dalam darah terjadi sebagai

hash dan beberapa faktor antara lain dosis obat yang berlebihan,

penyuntikan yang terlalu cepal baik secara intra vena maupun subkutan,

ataupun karena obat anestesi diabsorbsi terlalu cepat (misalnya karena

7
tidak menggtmakan vasokonstriktor, atau obat anestesi masuk ke dalam

pembuiuh darab atau disuntikkan ke area yang kaya akan pembuluh

darah). Gejala intoksikasi akibat overdosis obat diawali dengan stimulasi

central nervous system (CNS) dan kemudian diikuti oieh depresi CNS.

Gejala-gejala stimulasi CNS dapat berupa inkoherensi yaitu bicara

terfragmentasi, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah

meningkat, muai dan muntah, dan pada keadaan yang serius dapat

menyebabkan kejang. Sedangkan gejala-gejaLa depresi CNS dapat

berupa frekuensi nadi cepat tetapi Iemah atau pada beberapa kasus terjadi

bradikardia.

3. Intoksikasi Vasokonstikrator

Vasokonstriktor juga disebut obat adrenergic atau simpatomimetik.

Obat ini bekerja di sel efektor dan memberikan efek konstriksi arteriol-

arteriol. Vasokonstriktor dalam anestesi lokal berperan penting untuk

memperlambat absorbsi obat anestesi lokal mengurangi toksisitas,

memperpanjang lama kerja obat, memperkecil dosis, meningkatkan muta

kerja obat, serta memperkecil perdarahan pada daerah operasi. Semua

obat anestesi lokal yang digunakan saat ini di bidang kedokteran gigi

bersifat vasodilator, sehingga diabsorbsi cepat ke dalam pembuluh darah

dan meningkatkan kemungkinan terjadinya intoksikasi. Dosis total

8
vasokon striktor yang digunakan harus diperhitungkan dengan benar,

karena penyuntikan yang berulang-ulang dapat mengakibatkan efek

sistemik. Perlu diingat juga bahwa dalam waktu satu menit saja sebagal

akibat faktor emosi seperti rasa takut atau rasa sakit, dapat menyebabkan

dilepaskannya adrenalin endogen ke dalam aliran darah setara dengan 10

ampul obat anestesi lokal yang disuntiklokalkan. Jika menggunakan

Epinephrin (Adrenalin), dosis yang tepat tidak boleh lebih dan 0.2 mg

(dalam karpul 1,8 ml dengan adrenalin 1:100.000 maka mengandung

adrenalin sebanyak 0.01 mg per cc). Jadi dosis maksimum obat anestesi

lokal yang diperkenankan adalah sebanyak 10 ampul. Vasokonstriktor

yang sering digunakan adalah Epinephrin (Adrenalin) dan Levophed

Bitartrate (L. Norep inephrine). Epinephrine (Adrenal in) konsentrasi

yang digunakan 1:50.000 sampai 1:100.000. Efek kerjanya menstimulasi

otot jantung (miokard) meningkatkan kecepatan denyut jantung dan

stroke volume. Epinephrine tidak boleh digunakan pada pasien

hipertiroidism, arterioskierosis, hipertensi. diabetes, cardiac aritmia,

angina, infark miokardial. Sedangkan untuk Norepinephrine dosis yang

digunakan tidak boleh Lebih dari 1:30.000. namun efek

vasokonstniktornya 1/2 dar epinephrine. Norepinephrine juga tidak boleh

digunakan untuk pasien hipertiroidism dan kelainan kardiovasku

intoksikasi vasokonstriktor terjadi jika obat tersebut sampai di dalam

9
darah dengan kadar yang tinggi. Kadar kritis di dalam darah sangat

bervariasi pada tiap individu. Sama seperti obat anestesi lokal, reaksi

yang paling sering terjadi jika injeksi mengenai pembuluh darah atau

karena dosis obat yang digunakan berlebihan. Gejala-gejala intoksikasi

vasokonstriktor adalah rasa takut/ cemas keringat dingin, pucat, takikardi

bahkan bisa sampai tibrilasi, hipertensi (sebagai akibat dan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer), sakit kepala dan dizziness. Jika

jantung bekerja lebih berat dan kecepatannya meningkat, maka

metabolismenya menjadi cepat dan menyebabkan hipoksia. Pada pasien

dengan kelainan jantung, keadaan ini dapat menyebabkan sudden cardiac

arrest dan insufisiensi miokard.

4. Syok

Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi

jaringan. Pada pasien trauma kondisi ini seringkali disebabkan oleh

hipovolemia. Diagnosis syok didasarkan pada tanda klinis antara lain

hipotensi, takhikardia, takhipnea, hypothermia, pucat, ekstremmitas

dingin, melambatnya pengisian kapiler (capillary refill), penurunan

produksi urin. Terdapat berbagai macam syok antara lain:

a. Syok hemoragik (hipovolemik) yaitu syok yang disebabkan

kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh. Jumlah darah yang

hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada

10
trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Perlu diingat

bahwa:

1) Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut

dan pleura

2) Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat

mencapai 2 liter

3) Perdarahan paha tulang panggul dapat melebihi 2 liter

b. Syok kardiogenik yaitu syok yang disebabkan berkurangnya

fungsi jantung antara lain:

1) Kontusio miokard

2) Temponade jantung

3) Pneumothoraks tension

4) Luka tembus jantung

5) Infark miokard

c. Syok neurogenik yaitu syok yang ditimbulkan oleh hilangnya

tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal

cord) dan memberikan gambaran hipotensi tanpa disertai

takhikardia atau vasokonstriksi

d. Syok septik merupakan syok yang jarang ditemukan pada fase

awal trauma namun sering menjadi penyebab kematian beberapa

11
minggu sesudah trauma (melalui gagal ginjal organ). Paling

sering dijumpai pada luka tembus abdomen dan luka bakar.

e. Syok anafilaktik merupakan syok yang disebabkan karena

reaksi alergi dan sering terjadi karena alergi terhadap obat-obatan

yang diberikan oleh dokter maupun dokter gigi terutama

pemberian secara intra vena.

5. Pendarahan

Pendarahan adalah keluarnya darah dan pembuluh darab. Perdarahan

dapat terjadi akibat faktor lokal, sistemik maupun kelainan

kardiovaskuler. Penyebab lokal dapat berupa radang kronik, iritasi lokal,

lepasnya bekuan darah, keganasan. Scdangkan faktor sistemik dapat

berupa kelainan darah (blood dyscrasia, misalnya hemofilia). Kelainan

kardiovaskuler misalnya hipertensi. Pada pasien dengan perdarahan

memberikan gejala kiinis berupa penderita lemah, berkeringat, pucat,

tekanan darah menurun, bradikardi, nadi lemah sampai cepaL. Pada

keadaan ini pasien memerlukan transfusi darah/ plasma. Pada

pemerìksaan laboratorium didapatkan: Hb rendah, hemokonsentrasi. Bila

keadaan memburuk bisa terjadi haemorrhagic shock.

C. Cara Penanganan Kegawat Daruratan Medik Gigi

1. Penatalaksanakan Syncope/Fainting

12
a. Segera turunkan sandaran dental unit sehingga penderita dapat

terlentang pada posisi supine atau posisi syok (posisi kaki lebih

tinggi dari kepala).

b. Pakaian yang ketat harus dilonggarkan untuk memperlancar

pengembalian venous return.

c. Hindari kerumunan orang banyak disekitar penderita agar tidak

mengganggu pernafasan penderita.

d. Berikan oksigen menggunakan face mask.

e. Apabila kesadaran penderita sudah pulih, tetap pertahankan posisi

penderita pada posisi supine dan dimonitor.

f. Apabila kondisi penderita tidak membaik (tidak sadar), segera

rujuk ke rumah sakit.

2. Pencegahan Intoksikasi Obat anesti local

Jika pasien mengalami kejang, depresi CNS dapat terjadi lebîh

dalam sehingga menyebabkan perubahan irama pernafasan, hilang

kesadaran dan bisa berakibat kematian akibat hipoksia. Oleh karena

itu sebagai seorang dokter gigi penting mengetahui batas aman dan

jumlah obat anesresi lokal yang digunakan. Di samping mengetahui

jumlah obat anestesi lokaI yang digunakan, selama dan setelah

penyuntikan, pasien harus tetap diobservasi secara seksama agar

13
setiap gejala toksik dapat dideteksi sedini mungkin. Pada beberapa

kasus, gejala toksik akibat overdosis yang telah meyebabkan

stimulasi CNS membutuhkan tindakan penanganan segera. Bila

terjadi kejang pada pasien maka:

a. baringkan pasien di lantai,

b. masukkan rubber wedge diantara gigi untuk mencegah tongue

biting

c. segeraben oksigen,

d. asisten diminta untuk menghubungi ambulans/mencari

pertolongan, dan

e. jangan berikan obat analgetik.

Selama fase kejang akibat reaksi anestesi lokal, stimulasi

lanjutan dan sistem saraf tidak meyebabkan kerusakan neuron.

Pemberian oksigen di bawah tekanan posistif harus dilakukan

dengan hati-hati. karena akibat tekanan positif tersebut dapat

menekan/mendorong udara ke dalam lambung sehingga

rneyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Akibat terjadi aspirasi,

kandungan asam dan muntah tersebut dapat menyebabkan

kerusakan paru yang senius dan insufisiensi pernafasan.

Penggunaan barbiturat untuk mengontrol kejang harus

dipertimbangkan dengan seksama. Ada beberapa kerugian dalam

14
penggunaan barbiturat. Jika diberikan segera sebelum reaksi fase

depresi, maka dapat menyebabkan insufisiensi kardiovas kuler dan

pernafasan. Obat yang paling aman dan efektif adalah diazepam

(Valium). Valium tidak menyebabkan depresi kerja jantung dan

pernafasan. Valium dapat diberikan secara intra vena, inframuskuler

atau dengan menyuntikkan ke dalam atau di bawah lidah dengan

dosis 5-10 mg (1 -2 ml). Pada beberapa kasus, gejala-gejala toksik

akibat overdosis obat anestesi lokal dapat terjadi begitu cepat. oleh

karena itu pencegahan lebih baik daripada mengobati. Untuk

mencegah kejadian tersebut, berikut adalah upaya-upaya

pencegahan dasar yang harus diobservasi, yakni

a. periksa pasien secara cermat sebelum menyuntikkan obat

anestesi local,

b. gunakan obat anestesi local yang mengandung vasokonstriktor

dengan konsentrasi rendah (< 1 : 100.000), 3) gunakan volume

anestesi local sekecil mungkin,

c. gunakan konsentrasi obat anestesi lokal serendah mungkin,

d. suntikkan obat anestesi lokal secara penaban (2 ml dalam 1

menit), dan

e. aspirasi dahulu sebelum penyuntikan. Jika pada aspirasi terdapat

darah, maka ganti semprit dan suntikkan di tempat lain.

15
3. Mengatasi Intoksikasi Vasokonstikrator

Jika terjadi tanda-tanda toksik, baringkan pasien secara datar,

berikan oksigen untuk menghindari hipoksemia di jantung, Adrenalin

cepat dirusak sehingga tanda-tanda seperti restlessness, anguish.

pallor, sweating, buzzing cepat hilang. Sehingga tidak perlu

diberikan obat obat cardiocirculatory.

4. Penanggulangan Syok Anafilaktik

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat

sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan

syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan

alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin.

Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat

agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan

obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan

yang perlu dilakukan, adalah:

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat

lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik

vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan

tekanan darah.

16
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

Airway ‘penilaian jalan napas’. Jalan napas harus dijaga tetap

bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang

tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak

jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan

melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan

buka mulut.

Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan

bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke

mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang

disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi

jalan napas total atau persial. Penderita yang mengalami

sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-

obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.

Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera

ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,

krikotirotomi, atau trakeotomi.

Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri

besar (a. Karotis, atau a. Femoralis), segera lakukan kompresi

jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan

17
bantuan hidup dasar yang penetalaksanaannya sesuai dengan

protokol resusitasi jantung paru.

c. Segera berikan adrenalin 0.3-0.5 mg larutan 1:1000 untuk penderita

dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.

Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2-

4 ug/menit.

d. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang

memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5-6 mg/kgBB

intravena dosis awal yang diteruskan 0.4-0.9 mg/kgBB/menit dalam

cairan infus.

e. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau

deksametason 5-10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk

mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

f. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur

intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang

ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.

Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung

serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan

kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas

keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan

18
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan

larutan klistaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan

kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat

diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma.

Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan

jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.

Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau

dextran juga bisa melepaskan histamin.

g. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok

anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam

perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di

tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan

fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh

dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi terlentang dengan

kaki lebih tinggi dari jantung.

h. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,

tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.

Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2-

3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

i. Glukokortikoid dan antihistamin dapat digunakan sebagai terapi

sekunder.

19
Tujuan akhir dari resusitasi sirkulasi adalah menormalkan kembali

oksigenasi jaringan. Langkah-langkah resusitasi sirkulasi (cairan) antara

lain:

a. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang

menggunakan kanula besar (14-16 G). Dalam keadaan khusus

mungkin perlu vena sectie.

b. Cairan infuse (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh

karena hipotermia dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah.

c. Hindari cairan yang mengandung glukosa.

d. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang

golongan darah.

5. Penanggulangan Pendarahan

Untuk mencegah terjadìnya perdarahan maka anamnesa mengenai

riwayat perdarahan yang pernah terjadi, obat-obat yang digunakan

misatnya: obat-obat yang berinteraksi dengan hemostasis, obat

kanker, obat antikoagulan, obat immunosupresan) kortikosteroid.

Bila teijadi perdarahan selama tindakan bedah, maka kontrol

perdarahan dengan cara mengatasi keadaan emergensi, cari sumber

perdarahan, lalu hentikan perdarahan! haemostasis. Bila perdarahan

lebib dan 1/10 jumlah cairan tubuh (500 cc) perlu replacement

berupa cairan fisiologis (NaCI 0,9 %), plasma, whole blood, packed

20
cell. Tindakan transfusi darah dilakukan pada keadaan trauma,

operasi, kecelakaan dengan perdarahan > 500 cc, penyakit bonis

dengan Hb sangat menurun, kelainan darah tertentu misalnya

trombositopenia, hemophilia.

6. Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Medik

Penanganan kegawatdaruratan medis di bidang kedokteran gigi

memerlukan langkah-langkah yang tepat dan cepat yang meliputi

penilaian tentang:

A irway : Jaga tetap bebas

B reathing : Bantu bila tidak adekuat

C irculation : Kembalikan bila berhenti dan bantu bila tidak

adekuat

D isability : Cegah cedera otak sekunder

Penilaian tersebut diatas sering disingkat dengan ABCD. Penilaian

tersebut sangat penting untuk membantu menentukan macam

kegawatdaruratan yang terjadi dan menentukan jenis perawatan yang

tepat. Penilaian tentang ABCD dan intervensi yang dilakukan hendaknya

berurutan namun tidak berjalan sendiri sendiri melainkan

berkesinambungan.

AIRWAY (jalan nafas)

Penilaian tentang jalan nafas meliputi:

21
a. Jalan nafas bebas atau tidak ada obstruksi

b. Jalan nafas terhambat atau obstruksi sebagian

c. Jalan nafas tersumbat atau obstruksi total

Jalan nafas pada penderita yang tidak sadar biasanya mengalami

sumbatan (obstruksi) akibat;

a. Jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Lidah terkait di rahang

bawah sehingga obstruksi pangkal lidah dapat diatasi dengan

mengatur posisi rahang bawah.

b. Adanya cairan dan benda padat (darah atau muntahan isi

lambung)

Tanda obstruksi jalan nafas antara lain:

a. Suara mendengkur (sumbatan pangkal lidah)

b. Suara berkumur (adanya cairan)

c. Suara nafas abnormal (stridor karena kejang atau oedema pita

suara)

d. Bdernafas menggunakan otot nafas tambahan (gerakan cuping

hidung, gerakan otot leher, cekungan sela iga waktu inspirasi).

e. Sianosis

f. Pasien yang gelisah hendaknya tidak diberikan obat sedative

karena penyebabnya kemungkinan hipoksia.

22
Chin lift bertujuan mendorong rahang bawah (dan pangkal lidah) ke

anterior agar tidak menyumbat hypopharynx. Kedua langkah tersebut

sangat efektif untuk membebaskan jalan nafas tanpa menggerakkan

leher penderita.

Jaw thrust bertujuan mendorong sudut rahang bawah (angulus

mandibula) ke depan sehingga rahang bawah terdorong ke depan.

Ingat bahwa kedua tindakan tersebut diatas bukan jalan nafas

deinitive sehingga obstruksi ulang dapat terjadi.

Head tilt bertujuan membebaskan jalan nafas hypopharynx dari

sumbatan pangkal lidah. Teknik ini tidak boleh dilakukan pada

penderita cedera tulang leher.

BREATHING (pernafasan)

Penderita yang sadar dan dapat berbicara dengan baik dapat dipastikan

bahwa breathing (pernafasannya) tidak bermasalah. Pada penderita yang

tidak sadar perlu dilakukan pemeriksaan lebih seksama terhadap

pernafasan penderita dengan cara sebagai berikut:

a. Melihat (look) gerakan naik turun pada dada penderita untuk

memastikan apakah ada pernafasan spontan atau tidak

b. Mendengarkan (listen) suara nafas dan merasakan (feel) hembusan

nafas penderita dengan mendekatkan telinga dan pipi operator pada

23
rongga hidung penderita untuk memastikan adanya pernafasan yang

adekuat atau tidak.

Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui pada tahap breathing ini yaitu:

a. Menambah oksigen. Tujuannya adalah meningkatkan kadar oksigen

pada udara inspirasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan

masker transparan dengan atau tanpa kantong nafas (resevoir bag),

nasal prong (aliran oksigen 2-3 lpm) atau jackson reese (aliran oksigen

10-15 lpm)

b. Nafas buatan. Tujuannya memasikkan oksigen dan mengeluarkan CO2

dari paru secara aktif dengan tekanan positif berkala. Dilakukan pada

penderita yang tidak bernafas (apnea), penderita depresi nafas

(hipoventilasi) dan nafas tidak normal (tersengal). Hal ini dilakukan

dengan memasang sungkup (mask) dengan erat lalu pompakan

udara/.oksigen dari kantung nafas. Alat yang paling sederhana adalah

ambu bag.

CIRCULATION (sirkulasi darah/ cardiovaskuler)

Setelah dilakukan penilaian dan intervensi airway dan breathing maka

langkah berikutnya adalah penilaian circulation meliputi hal sebagai

berikut:

a. Nadi (pulse). Yang perlu diperiksa yaitu:

24
1) Frekuensi

2) Kekuatan

3) Irama

b. Tekanan darah (blood pressure)

Apabila nadi teraba cepat (>90x/menit) dan lemah maka kemungkinan

tekanan darah penderita turun (hipotensi) dan tekanan sistolik biasanya

di bawah 80 mmHg. Apabila nadi arteri radialis sangat lemah atau

tidak teraba dengan jelas maka segera raba arteri radialis sentral seperti

arteri carotis. Pada keadaan syok tekanan sistolik biasanya terukur di

bawah 60 mmHg dan tekanan diastolic sangat rendah sampai tidak

terukur.

Cara paling sederhana menilai circulation adalah kesadaran

penderita. Penderita yang dalam kondisi sadar baik dan dapat menjawab

semua pertanyaan maupun instruksi operator menunjukkan bahwa fungsi

circulationnya dalam batas normal.

Apabila penderita tidak sadar berarti fungsi circulationnya dalam

kondisi tidak normal. Beberapa hal yang dapat dilakukan pada penderita

dengan fungsi circulationnya tidak normal adalah:

a. Posisi shock, tujuannya adalah mengalirkan aliran darah tungkat

ke sirkulasi sentral. Caranya dengan mengangkat kedua tungkai

dan diposisikan tetap lebih tinggi daripada tubuh.

25
b. Hentikan perdarahan eksternal. Tujuannya adalah menghentikan

kehilangan volume sirkulasi dengan cara menekan langsung

daerah yang berdarah. Umumnya penekanan dilakukan selama 3-

5 menit hingga perdarahan berhenti atau menjadi lambat.

c. Pasang infus dengan jarum besar (14, 16,18 G). Tujuannya adalah

melakukan replacement (pergantian) kehilangan volume darah

dengan cairan (ringer laktat atau NaCl 0,9%) agar derajat shock

hipovolemik berkurang.

Disability (evaluasi kesadaran)

Penilaian tahap ini meliputi:

a. Kesadaran, meliputi:

1) Derajat kesadaran: menurun atau hilangnya kesadaran

2) Gangguan kesadaran

Hilangnya atau menurunnya kesadaran dapat ditandai dengan

tidak adanya atau menurunnya rangsangan nyeri. Penderita

dikatakan mengalami gangguan kesadaran apabila penderita

masih menunjukkan respon terhadap rangsang nyeri tetapi secara

umum tidak kooperatif dan tidak bersikap dan berbicara secara

normal seperti sebelumnya.

Penilaian kesadaran secara cepat dapat dilakukan cara:

AWAKE berarti sadar dan dapat berbicara :A

26
RESPON to VERBAL berarti dapat diperintah :V

RESPON to PAIN berarti bereaksi terhadap nyeri :P

UNRESPONSIVE berarti tidak ada reaksi terhadap nyeri : U

Resusitasi jantung paru (RJP) dan disebut juga dengan istilah

cardio pulmonier rescucitation (CPR) adalah gabungan antara

pijat jantung dan pemberian nafas buatan. Tindakan pertolongan

pada kasus kegawat daruratan ini diberikan pada korban yang

mengalami henti jantung (cardiac arrest) dan nafas yang ditandai

dengan tidak terabanya nadi arteri carotis namun korban masih

hidup. Apabila korban mengalami perdarahan hebat pada kasus

trauma maka tindakan RJP dapat menyebabkan perdarahan

semakin banyak dan kemungkinan menyebabkan korban

meninggal dunia lebih besar tetapi jika tidak dilakukan RJP maka

korban juga dapat meninggal dunia.

Pada kasus dimana korban mengalami perdarahan hebat dan

henti jantung maka langkah yang paling tepat untuk

menyelamatkan nyawa korban tergantung kemampuan penolong.

Apabila penoong sendirian maka usaha untuk menghentikan

perdarahan dilakukan terlebih dahulu kemudian diikuti tindakan

RJP tetapi apabila penolong banyak maka tindakan untuk

menghentikan perdarahan dan RJP dilakukan secara bersamaan.

27
Langkah pertama dalam memberika RJP adalah menentukan titik

kompresi jantung. Titik ini merupakan tempat diletakkannya

tangan penolong untuk menekan jantung. Titik kompresi jantung

terletak pada bagian tengah dada.

Pelaksanaan RJP berbeda-beda, tergantung pada usia korban.

Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:Untuk korban dewasa

( lebih dari 8 tahun) jika penolong hanya 1, maka fase pertama

RJP dilakukan sebanyak 4 siklus per menit yang tiap siklusnya

terdiri dari 15 kali tekan jantung dan 2 kali nafas buatan. Setelah

fase pertama selesai, korban diperiksa jantung dan nafasnya. Jika

jantung dan nafas masih berhenti, pertolongan dilanjutkan

dengan fase kedua yang terdiri dari 8 siklus (4 siklus per menit).

Jika pada fase kedua ini jantung dan nafas korban masih berhenti,

maka dilanjutkan ke fase ketiga yang terdiri dari 8 siklus,

demikian seterusnya.

Jika penolongnya 2 orang, maka 1 orang bertugas untuk menekan

jantung dan 1 orang lagi memberi nafas buatan. Fase pertama

RJP dilakukan dengan 12 siklus per menit yang tiap siklusnya

terdiri dari 5 kali tekan jantung dan 1 kali nafas buatan. Jika

korban masih belum bernafas, maka fase-fase selanjutnya

dilakukan sebanyak 24 siklus (12 siklus per menit).

28
RJP pada korban dihentikan apabila:

1) ada penolong yang menggantikan


2) ada tanda kehidupan
3) ada tanda kematian setelah 30 menit
b. Resusitasi adalah

Mengembalikan segera proses pengiriman O2 ke jaringan &

membuang CO2 senormal mungkin dan secepat mungkin

Langkah yang paling esensial adalah segera melakukan tindakan

RESUSITASI (A-B-C).

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap dokter gigi harus mengetahui tentang keadaan emergensi yang

dapat terjadi di tempat praktek gigi, prosedur standar yang harus dilakukan

dan mengobservasinya jika diperlukan. Keadaan keadaan emergensi yang

sering terjadi di tempat praktek gigi antara lain sinkop/fainang, intoksikasi

obat anestesi lokal, intoksikasi vasokonstriktor, syok anafilaktik, perdarahan.

Tempat praktek yang baik harus memiliki peralatan dan perlengkapan

kegawat daruratan yang lengkap serta anggota timnya harus mempunyai

keterampilan yang balk dalam menangani kasus gawat darurat. Seorang

dokter gigi harus selalu meng-update teknik dan obat-obat emergensi secara

periodik, menyediakan perlengkapan emergensi yang lengkap, engecek

instrumen secara periodik dan mengganti yang rusak, mengecek obat-obat

dan tabung oksigen, serta masa kadaluarsa obat. Seorang dokter gigi harus

pula mengetahui keadaan-keadaan

Gawat darurat yang sering terjadi di dalam praktek gigi serta

penatalaksanaannya, mengetahui dengan tepat langkah-langkah apa yang

harus diambil dalam menangani kasus emergensi tersebut, sehingga dapat

menghindari konsekuensi yang dapat membahayakan kehidupan pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Wahyu Henry, dkk. 2013. Modul klinik profesi. Surabaya. Universitas Hang Tuah
Surabaya

Scully C, Cawson RA. Medical Problems in Dentistry. 4th. Oxford: Wright, 1998:
548-56.

Chito V, [lorca G, Strong ME. Lfe Threatening Emergencies in Dentistry. Tokyo:


lshiyaku Euro Amerika 1ncj988:9-25, 59.

Fonseca RJ, Walker RV. Oral and Maxillofacial Trauma, Shock, Fluid
Resuscitation, and Management, 2nd , Philadelphia: WB Saunders 1997; (l):156
—72.

Peterson E. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd . St Louis: Mosby


Co., 1998.

Pederson GW. Oral Surgery. Philadelphia: WB Saunders, 1988: 23-45.

Malamed SF. Hand Book of Local Anaesthesia. 4th cd, St Louis: Mosby Co.
1990.

Anonim. Jalan napas (airway). Available from


http://klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031153/jalan-napas-
airway-#.UsjDL2GJ1dg accessed 15 Juli 2017

31

Anda mungkin juga menyukai