Anda di halaman 1dari 29

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE

TUGAS KELOMPOK MK: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Disusun oleh :

Kelompok / Kelas : II / 2 Reguler B

1. Anggi Rahayu Pangesti (P3.73.20.1.19.045)


2. Anisa Nurimandani (P3.73.20.1.19.046)
3. Anisa Nurul Syifa (P3.73.20.1.19.047)
4. Dea Nolea Heri (P3.73.20.1.19.048)

Dosen pembimbing : Dr. Pramita Iriana, S.Kp,.M.Biomed.

PRODI D-III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE” dengan tepat waktu.

Kemudian shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah memberikan sunnah untuk keselamatan umat di dunia. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah KMB II di program studi D-III Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah
memberikan bantuan selama penulisan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 03 Februari 2021

Kelompok II.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I : PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. TUJUAN MAKALAH 4
C. SISTEMATIKA PENULISAN 5

BAB II : KONSEP DASAR PENYAKIT 6


A. Anatomi Fisiologi Stroke 6
B. Pengertian Stroke 7
C. Penyebab Stroke 8
D. Patofisiologi 9
E. Manifestasi Klinik 10
F. Pemeriksaan Diagnostik 12
G. Penatalaksanaan Medik 13
H. Komplikasi 14
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE 17
A. Pengkajian Keperawatan 17
B. Diagnosa Keperawatan 22
C. Perencanaan Keperawatan 23
D. Implementasi Keperawatan 27
E. Evaluasi Keperawatan 28
BAB IV : PENUTUP29
A. Kesimpulan 29

B. Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Stroke
juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, disebabkan karena
terjadi gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Musttaqin, 2008). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan menjadi penyebab
ketiga kematian di dunia setelah jantung dan kanker. Di dunia 15 juta orang menderita
stroke setiap tahunnya, di Amerika Serikat terjadi sekitar 780.000 stroke baru atau 3,4 per
100 ribu penduduk, sedangkan di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11
per 100 ribu penduduk (Elkind, 2010) dalam Syah (2011).

Data nasional di Indonesia menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian tertinggi


yaitu 15,4% (Soertidewi, 2011) dalam Syah (2011). Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu
penduduk atau 0,8%. Dari total jumlah penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 % atau
250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat sehingga tahun
2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.

Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berkaitan dengan peningkatan


angka kejadian faktor resiko stroke. Faktor yang ditemukan beresiko terhadap stroke
adalah diabetes militus, gangguan kesehatan mental, hipertensi, merokok dan obesitas
abnormal. Stroke dibagi menjadi dua kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik
atau stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh
darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti, 2011). Stroke non hemoragik adalah suatu
gangguan peredaran darah otak akibat tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu
perdarahan, hampir sebagian besar pasien atau 83% mengalami stroke non hemoragik
(Wiwit, 2010).

B. TUJUAN MAKALAH

Makalah ini mencakup tujuan sebagai berikut.

4
Tujuan Umum :

1. Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan


penyakit stroke.

Tujuan Khusus :

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dasar penyakit stroke, meliputi


anatomi fisiologi, pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan
diagnostic, penatalaksanaan medik, dan komplikasi.
2. Diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit stroke.

C. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan.

BAB II : KONSEP DASAR PENYAKIT

Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar penyakit stroke.

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit stroke.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dari makalah secara keseluruhan dari pembahasan makalah.

5
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi

Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15%
dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400
kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam
sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan
yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental,
seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau
kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima
bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon),
otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman
D.Harris, 2008 ).

Gambar 2.1 Anatomi Otak

1. Otak Besar (Serebrum)


Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai
fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas

6
Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi
sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.
2. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan
dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan
sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
3. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada
refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
1. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari
reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
2. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan. Selain
itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

B. Pengertian Stroke

Stroke merupakan sindrom yang dapat berkembang pesat dengan timbulnya gejala
klinis dan tanda-tanda lokal seperti hilangnya fungsi otak yang berlangsung lebih dari 24
jam dan dapat menyebabkan kematian tanpa akibat yang jelas selain pembuluh darah
(Craig J. Smith, 2008). Stroke dapat terjadi dalam waktu kapan saja dimana penyebabnya
berasal dari pembuluh darah yang dapat muncul secara mendadak, progresif, dan cepat
(RISKESDAS, 2013).

Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan


fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.Strokedikenal juga dengan istilah
Gangguan Peredaran darah Otak (GPDO) yang merupakan suatu tanda atau gejalaakibat
adanya gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan
fungsional otak berupa defisit neurologis atau kelumpuhan saraf (Safrita Yet al, 2013).

7
C. Penyebab Stroke

1. Tingginya Tekanan Darah


Penyebab paling umum terjadinya stroke adalah tingginya tekanan darah, atau dalam
dunia medis disebut hipertensi. Sebaiknya kamu waspada akan ancaman stroke jika
memiliki tekanan darah lebih dari 140/90.
2. Kebiasaan Merokok
Memiliki kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terkena stroke. Pasalnya,
nikotin yang terkandung di dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah (penyebab
paling umum dari stroke). Selain itu, asap rokok juga dapat menyebabkan lemak di
arteri leher utama menumpuk, darah menjadi lebih kental, dan lebih rentan membeku.
Bahaya rokok ini juga perlu diwaspadai oleh mereka yang sering terpapar asap rokok,
lho.
3. Mengidap Penyakit Jantung
Penyakit jantung dan stroke memang bisa dibilang memiliki hubungan yang erat.
Pasalnya, orang yang mengidap penyakit ini lebih rentan terserang stroke, dibanding
yang tidak. Hal ini tak terlepas dari fungsi jantung yang sangat vital, yaitu memompa
darah ke seluruh tubuh. Berbagai gangguan pada jantung yang dimaksud dalam hal ini
termasuk fibrilasi atrium, kerusakan katup jantung, detak jantung yang tidak teratur,
dan arteri yang tersumbat karena timbunan lemak.
4. Genetik
Faktor ini cukup berpengaruh pada risiko stroke seseorang. Artinya, jika kamu
memiliki anggota keluarga dengan riwayat stroke, risiko kamu untuk bisa mengalami
kondisi serupa akan meningkat. Oleh karena itu, penting untuk membiasakan diri dan
keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
5. Obesitas
Jika obesitas disebut-sebut bisa sebabkan stroke, jawabannya tentu iya. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan yang tertuang dalam Obesity and Stroke Fact Sheet dari
Obesity Action Coalition, yang menjelaskan bahwa peluang untuk terkena stroke dapat
meningkat pada orang yang kelebihan berat badan, tak peduli pria ataupun wanita.
Selain itu, obesitas juga menjadi faktor risiko untuk hipertensi, yang jika tidak dikelola
dengan baik dapat menyebabkan stroke.
6. Kolesterol Tinggi yang Tak Terkontrol

8
Kolesterol yang kadarnya terlalu tinggi akan membentuk lapisan pada dinding-dinding
pembuluh darah. Akibatnya, pembuluh darah menjadi sempit, sehingga sel-sel darah
pun menjadi sulit mengalir ke seluruh tubuh. Jika aliran darah terhambat, risiko
penyakit berbahaya seperti stroke pun meningkat.
7. Mengidap Diabetes
Diabetes bisa dibilang penyebab tidak langsung terjadinya stroke. Hal ini karena orang
yang mengidap penyakit ini biasanya lebih rentan mengalami tekanan darah tinggi dan
cenderung obesitas. Kedua kondisi itu dapat meningkatkan risiko stroke. Terlebih,
diabetes dapat membuat pembuluh darah menjadi rusak, sehingga stroke jadi lebih
mungkin terjadi.
8. Usia
Meski bukan faktor penentu utama (karena siapapun bisa mengalami stroke), usia
nyatanya dapat meningkatkan risiko. Secara umum, peluang seseorang untuk terserang
stroke akan meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah berusia lebih dari
55 tahun.
9. Gender
Pada usia yang sama, jika dibandingkan, wanita memiliki risiko yang lebih kecil
ketimbang pria, untuk mengalami stroke. Namun, bukan berarti wanita terbebas dari
risiko stroke, lho. Mengingat penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa pandang
bulu. Hanya saja, kemungkinan stroke pada wanita baru meningkat ketika telah
menginjak usia lanjut.

D. Patofisiologi Stroke

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru
dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit 9 cerebrovaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat

9
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang terkena dan area otak
yang terkena. Wanita yang mengalami stroke lebih cenderung melaporkan manifestasi
nontradisional (khususnya disorientasi, konfusi, atau kehilangan kesadaran) dari pada pria
(LeMone Dll, 2012). Manifestasi selalu tiba-tiba dalam hal awitan, fokal, dan biasanya
satu sisi.

Manifestasi stroke berdasarkan keterlibatan pembuluh serebral:

a. Stroke trombosis

1) Arteri Cerebri Anterior

a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol


b) Gangguan mental
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
e) Bisa terjadi kejang-kejang

2) Arteri Cerebri Media

a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan


b) Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol
c) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan dalam
berbahasa (aphasia)

3) Arteri Karotis Interna

a) Buta mendadak
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan
dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan

4) Arteri Cerebri Posterior

10
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga

5) Sistem Vertebrobasiler

a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas


b) Meningkatnya refleks tendon
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo)
e) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
f) Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara sehingga pasien sulit
berbicara (disatria)
g) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi)
h) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola
mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),
kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim)
i) Gangguan pendengaran
j) Rasa kaku diwajah, mulut, atau lidah

b. Stroke emboli

1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina, 2010)

2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko:

a) Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll)

b) Vaskular (stenosis arteri kritis)

c) Darah (hiperkoagulasi)

c. Stroke perdarahan intraserebral

11
Kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa
setengah badan. Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara
pelo, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah, kejang, dan kehilangan
kesadaran secara umum

d. Stroke subaraknoid

1) Sakit kepala mendadak hebat,

2) Defisit saraf kranialis,

3) Hemiparise,

4) Penurunan kesadaran.

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Computed Tomography Scanning (CT scan)

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan


biasanya di dapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

c. Electrocardiograph (ECG)

Menunjukkan grafik detak jantung untuk mendeteksi penyakit jantung yang mungkin
mendasari serangan stroke serta tekanan darah tinggi.

d. Electroencephalogram (EEG)

Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

e. Angiografi Serebri

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler.

12
f. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa
yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, klasifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
g. Lumbal Puncture / Pungsi Lumbal (LP)
Pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan
yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik
pada subarachnoid atau pada intrakranial

G. Penatalaksanaan Medik

a. Farmakologis

1) Recombinant Tissue Plasminogen Activator (R-tPA)


2) Obat antiagregasi trombosit (inhibitor platelet)

(a) Asam asetil salisilat atau aspirin

(b) Tiklopidin

(c) Clopidogrel

(d) Pentoksifilin

3) Antikoagulan

4) Fosfenitoin (antikonvulsan)

5) Anti serotonin

(a) Naftidrofuril

6) Inhibitor trombosit

(a) Tiklopidini

(b) Cilostazol

(c) Indobufen

(d) Dipiridamol

13
7) Nootropik (neuropeptide)

(a) Pirasetam

(b) Nisergolin

(c) Hydergin

8) Vitamin E

9) Vitamin C (Junaidi,2011)

b. Non farmakologis

1) Semua penyakit stroke dapat diberikan terapi dengan tindakan alih baring yang
bertujuan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit,
2) Terapi dampak psikologis,
3) Terapi fisik,
4) Terapi kognitif,
5) Terapi komunikasi,
6) Akupunktur,
7) Aromaterapi atau pijat,
8) Hidroterapi,
9) Yoga. (Arum, 2015)

H. Komplikasi

a. Defisit sensori presepsi

Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan, pendengaran, keseimbangan,


rasa, dan indra penciuman. Kemampuan untuk menerima vibrasi/getaran, nyeri,
kehangatan, dan dingin. Kehilangan kemampuan sensori ini meningkatkan resiko
cedera. Defisit dapat mencakup hal berikut:

1) Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu atau kedua mata
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih yang sebelumnya
familiar, agnosia dapat berupa visual, taktil, atau auditori
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik (misal.
Menggambar, berpakaian)

14
b. Perubahan kognitif dan perilaku

Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga koma, merupakan
manifestasi stroke yang lazim. Perubahan perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien
dapat tertawa atau menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri
(dimanifestasikan dengan menolak menggunakan pakaian), dan penurunan toleransi
terhadap stres (menyebabkan rasa marah atau depresi).

Perubahan intelektual dapat mencakup kehilangan memori, penurunan rentang


perhatian, penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan untuk berpikir sacara abstrak.

c. Gangguan komunikasi

Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:

1) Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa


2) Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu dapat memahami apa
yang dikatakan, tetapi hanya dapat merespon dalam fase pendek, disebut afasia
Broka
3) Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat memahami kata yang
diucapkan (dan sering kali tertulis). Bicara dapat fasih tetapi dengan konten yang
tidak tepat, disebut afasia Wernicke
4) Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami maupun ekspresi
5) Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara

d. Defisit motorik

Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat menyebabkan kelemahan,
paralisis, dan spastisitas. Defisit mencakup hal berikut :

1) Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri.

2) Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri.

Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas, lebih lanjut mengganggu


fungsi tubuh. Komplikasi immobilitas melibatkan sistem tubuh multipel dan mencakup
hipotensi ortostatik, peningkatan pembentukan trombus, penurunan curah jantung,

15
perubahan fungsi pernapasan, osteoporosis, pembentukan batu ginjal, kontraktur, dan
pembentukan luka dekubitus.

e. Gangguan eliminasi

Stroke dapat menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi


kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi berkemih, atau inkontinensia.

Pengendalian urinasi dapat berubah sebagai akibat defisit kognitif. Perubahan dalam
eliminasi usus lazim terjadi, akibat dari imobilitas dan dehidrasi.

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE

A. Pengkajian Keperawatan

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :

a. Identitas pasien

Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.

b. Keluhan utama

Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
penurunan kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien,
biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota
gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat pasien melakukan aktifitas. Terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

e. Riwayat penyakit keluarga

Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.

17
f. Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga

g. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, sopor, soporo
coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada
saat pemulihan memiliki tingkat kesadaran letargi dan composmetis dengan GCS
13-15

2) Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah

Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan
tekanan systole > 140 dan diastole > 80

b) Nadi

Biasanya nadi normal

c) Pernafasan

Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas.

d) Suhu

Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan stroke hemoragik

3) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah

4) Wajah

Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : pasien bisa
menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata

18
dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi
tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.

5) Mata

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak
edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus
6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata
. Nervus IV (troklearis) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri
dan kanan

6) Hidung

Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau
yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman
penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : pada
pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan- hidung

7) Mulut dan gigi

Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau
mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) :
lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan
rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : pasien dapat menjulurkan lidah dan
dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara

8) Telinga

19
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) :
pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana
lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan
artikulasi yang jelas.

9) Leher

Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik mengalami gangguan


menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)

10) Thorak

a) Paru-paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan Perkusi : bunyi normal (sonor)

Auskultasi: suara normal (vesikuler)

b) Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat Palpasi : iktus cordis teraba Perkusi : batas
jantung normal Auskultasi:suara vesikuler

11) Abdomen

Inspeksi : simetris, tidak ada asites Palpasi : tidak ada pembesaran hepar Perkusi :
terdapat suara tympani

Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek
dinding perut, pada saat perut pasien digores pasien tidak merasakan apa-apa.

12) Ekstremitas

a) Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2
detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak
dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan
reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa- apa dari siku, tidak fleksi maupun

20
ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).

b) Bawah

Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).

Tabel 2.1

Nilai kekuatan otot


Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Black&Hawks, (2014)

h. Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap

Seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah
pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien.
Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.

b) Test darah koagulasi

21
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit.
Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika
pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR
digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar.
Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.

c) Test kimia darah

Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah
satu pemicu stroke. (Robinson, 2014)

i. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minuman beralkhohol
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke
hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori ,
hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif

22
B. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,


vasospasme serebral, edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak.
3) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah.
4) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan menelan.
5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
perubahan sistem saraf pusat.
6) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, kerusakan status mobilitas.
7) Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan refleks muntah,
paralisis wajah.
8) Resiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan imobilisasi.
9) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi.

C. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologic setiap
perfusi jaringan keperawatan diharapkan jam
2. Kaji tingkat kesadaran
serebral. perfusi jaringan serebral
dengan GCS
Definisi : rentan pasien menjadi efektif 3. Kaji pupil, ukuran, respon
mengalami dengan kriteria hasil : terhadap cahaya, gerakan
penurunan sirkulasi 1. Tanda-tanda vital mata
jaringan otak yang normal 4. Kaji reflek kornea
dapat menganggu 2. Status sirkulasi lancar 5. Evaluasi keadaan
kesehatan 3. Pasien mengatakan motorik dan sensori
pasien
nyaman dan tidak sakit 6. Monitor tanda vital setiap 1
kepala jam
4. Kemampuan 7. Hitung irama denyut
komunikasi baik nadi, auskultasi
adanya murmur
8. Pertahankan pasien
bedrest, beri lingkungan
tenang, batasi pengunjung,
atur waktu istirahat dan
aktifitas
9. Pertahankan kepala tempat

23
tidur 30-45° dengan posisi
leher tidak menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien agar tidak
menekuk lutut/fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras atau
mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan jalan
napas,

suction jika perlu, berikan


oksigen 100% sebelum
suction dan suction tidak
lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD, PaCO2
antara 35- 45mmHg dan
PaO2 >80 mmHg
14. Berikan obat sesuai program
dan monitor efek samping
a.Antikoagulan:heparin
b.Antihipertensi
c.Antifibrolitik :Amicar
d.Steroid, dexametason
e.Fenitoin, fenobarbital
f.Pelunak feses
15. persiapkan pembedahan jika
tepat, evakuasi bekuan, terapi
aneurisma
atau angioplasti serebral.
Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan motorik
fisik. keperawatan diharapkan 2. Ajarkan pasien untuk
Definisi : keterbatasan mobilitas fisik tidak melakukan ROM minimal
dalam gerakan fisik atau terganggu kriteria hasil: 4x perhari bila mungkin
satu atau lebih 1. Peningkatan aktifitas fisik 3. Bila pasien di tempat tidur,
ekstremitas secara 2. Tidak ada kontraktur otot lakukan tindakan untuk
mandiri dan terarah 3. Tidak ada ankilosis pada meluruskan postur tubuh
Batasan karakteristik: sendi a. Ubah posisi sendi bahu tiap
1. Penurunan kemampuan 4. Tidak terjadi penyusutan 2-4 jam
melakukan keterampilan otot b. Sanggah tangan dan
motorik halus 5. pertahankan integritas kulit pergelangan pada
2. Penurunan kemampuan kelurusan alamiah
melakukan keterampilan 4.Observasi daerah yang
motorik kasar tertekan, termasuk warna,
Faktor yang berhubungan: edema atau tanda lain
1. Gangguan neuromuskular gangguan sirkulasi
2. Gangguan sensori 5.Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan

24
lunak
6. Lakukan massage pada daerah

tertekan
7. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi elektrik
9. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat tidur
anti dekubitus

Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tipe dan derajat disfungsi
verbal keperawatan diharapkan
hambatan komunikasi 2. Beri catatan di ruang jaga
Definisi : verbal teratasi dengan perawat dan kamar klien
kriteria hasil : tentang gangguan bicara
Penurunan atau
ketidakmampuan untuk 1. Mengindikasikan 3. Beri metode komunikasi
menerima, memproses, pemahaman tentang alternatif
mengirim, atau masalah komunikasi
menggunakan sistem 4. Bicara secara langsung
simbol 2. Menetapkan metode dengan klien dengan
komunikasi yang dapat perlahan dan jelas
mengekspresikan
5. Bicara dengan volume
kebutuhan
normal dan hindari berbicara
terlalu cepat.

6. Hargai kemampuan klien


sebelum cedera; hindari
berbicara yang merendahkan
klien atau membuat
komentar yang menunjukan
superioritas

7. Konsultasi atau rujuk klien


ke ahli terapi wicara

Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau patologi kemampuan


keperawatan diharapkan menelan klien, perhatikan
Definisi : gangguan menelan dapat luasnya paralisis, kejelasan
teratasi dengan kriteria bicara, keterlibatan wajah
Abnormal fungsi
hasil: dan lidah
mekanisme menelan yang
dikaitkan dengan defisit 1. Mendemonstrasikan 2. Sediakan perlengkapan
struktur atau fungsi oral, metode pemberian makan penghisap disamping tempat

25
faring atau esofagus. yang tepat bagi situasi tidur, terutama saat upaya
individual, dengan pertama makan
mencegah aspirasi.
3. Jadwalkan aktivitas dan
medikasi untuk memberikan
waktu minimal

30 menit istirahat sebelum


2. Mempertahankan berat makan
badan yang diinginkan 4. Bantu klien dengan
mengontrol kepala dan
posisikan berdasarkan
disfungsi spesifik
5. Posisikan klien dalam duduk
tegak saat makan dan setelah
makan
6. Letakan makanan pada
posisi mulut yang sehat
7. Kolaboratif pemberian cairan
IV,
nutrisi parenteral, atau
pemberiam makan melalui
NGT
Defisist perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan dan
Definisi : keperawatan diharapkan tingkat defisit (skala 0-4)
Hambatan kemampuan defisit perawatan diri dapat untuk melaksanakan
untuk melakukan atau teratasi dengan kriteria tugas sehari-hari
menyelesaikan aktivitas hasil: 2. Berikan bantuan klien
mandi, berpakaian, 1. Mendemonstrasikan sesuai kebutuhan
makan, eliminasi perubahan teknik dan 3. Buat rencana untuk defisit
mandiri gaya hidup untuk visual yang ada
memenuhi kebutuhan 4. Identifikasi kebiasaan usus
perawatan diri sebelumnya dan tetapkan
2. Melaksanakan aktivitas kembali regimen yang
perawatan diri dalam normal.
tingkat kemampuan
sendiri
3. Mengidentifikasi sumber
personal dan komunitas
yang dapat memberikan
bantuan sesuai kebutuhan

26
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan


keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan . Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

1. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.


2. Diagnosis keperawatan.
3. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
4. Tanda tangan perawat pelaksana.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi ada individu. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:

1. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.


2. Diagnosis keperawatan.
3. Evaluasi keperawatan.

27
BAB IV

PENUTUP

28
DAFTAR PUSTAKA

29

Anda mungkin juga menyukai