Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DEMENSIA

Anggota Kelompok:
Adawiyatu Syifa (C2016001)
Alfiah Farianti (C2016009)
Astari Pramudya Wardani (C2016019)
Bayu Putra Nur Salam (C2016023)
Eggina Safitri (C2016045)

STIKES AISYIYAH SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


BAB1

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih
tinggi,termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kem
ampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif
yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam
pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit
Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia
di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan
peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara
barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan
menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,
penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam
pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-
katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-
tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya
penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari
501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya
diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari
semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi
risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J.,
Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud demensia?
2. Apa sajakah etiologi demensia?
3. Bagaimanakah klasifikasi demensia?
4. Bagaimana patofisiologi dan gejala klinis demensia?
5. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang demensia?
6. Bagaimanakah terapi dan pencegahan demensia?
7. Bagaimanakah prognosis demensia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian demensia
2. Untuk mengetahui etiologi demensia
3. Untuk mengetahui klasifikasi demensia
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan gejala klinis demensia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang demensia
6. Untu mengetahui terapi dan pencegahan demensia
7. Untuk mengetahui prognosis demensia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi
aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
(Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks
serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan
kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika
degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan
untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,
dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -
hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari
hari (Nugroho, 2008).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan
kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang
pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk
demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.

B. Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab
utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan
membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat,
dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
1. Faktor genetic
2. Faktor infeksi
3. Faktor lingkungan
4. Faktor imunologis
5. Faktor trauma
6. Faktor neurotransmitter

C. Klasifikasi
1. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang
yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar
tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
a. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif,
c. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e. Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah
ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya
juga terjadi perubahan.
2. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
a) Peningkatan reflek tendon dalam,
b) Respontar eksensor,
c) Palsi pseudobulbar,
d) Kelainan gaya berjalan,
e) Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko
misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga
dengan MRI dan aliran darah sentral.

D. Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini
kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang
berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi
biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur
abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak
amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu,
terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah
korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi
kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei
yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]).
Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu
yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami
mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan
lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat
peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4
pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang
saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul
tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan
zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit
neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di
antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang
jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-
temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat
selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak
terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya,
berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang
menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya
dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark
mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada
kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-
peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan
penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-
pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan
levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum
akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)

E. Gejala Klinis
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,
fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-
hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003)
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat
ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat
pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003
;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori
ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai
saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi
gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi
dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

G. Terapi
1. Farmakoterapi
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik
efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau
paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita
tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

H. Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
d. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
e. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
f. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
I. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang
hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan
perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan
(berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan
bisa kehilangan kemampuan berbicara.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DEMENSIA

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

b. Riwayat kesehatan

c. Status kesehatan

d. Status kesehatan mental

e. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori

f. Perubahan sistem tubuh

- Perubahan kardiovaskuler

- Perubahan sistem pernafasan

- Perubahan integlumen

- Perubahan sistem reproduksi

- Perubahan genitourinaria

- Perubahan gastrointestinal

- Perubahan kebutuhan nutrisi

- Perubahan muskuloskeletal

- Perubahan sensorik

(Brunner & Suddarth, 2001)


2. Diagnosa Keperawatan

a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung,
tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron


ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau


integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri)
ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.

3. Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional


Dx
1. Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
diharapkan klien dapat beradaptasi mendukung dengan klien. kepercayaan dan rasa
dengan perubahan aktivitas sehari- hari b. Orientasikan pada nyaman.
dan lingkungan dengan KH : lingkungan dan rutinitas baru. b) Menurunkan kecemasan
a. mengidentifikasi perubahan c. Kaji tingkat stressor dan perasaan terganggu.
b. mampu beradaptasi pada perubahan (penyesuaian diri, c) Untuk menentukan
lingkungan dan aktivitas kehidupan perkembangan, peran persepsi klien tentang
sehari-hari keluarga, akibat perubahan kejadian dan tingkat
c. cemas dan takut berkurang status kesehatan) serangan.
d. membuat pernyataan yang positif d. Tentukan jadwal aktivitas d) Konsistensi mengurangi
tentang lingkungan yang baru. yang wajar dan masukkan kebingungan dan
dalam kegiatan rutin. meningkatkan rasa
e. Berikan penjelasan dan kebersamaan.
informasi yang e) Menurunkan ketegangan,
menyenangkan mengenai mempertahankan rasa saling
kegiatan/ peristiwa. percaya, dan orientasi.
2. Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Kembangkan lingkungan a. Mengurangi kecemasan
diharapkan klien mampu mengenali yang mendukung dan dan emosional.
perubahan dalam berpikir dengan KH: hubungan klien-perawat yang b. Kebisingan merupakan
a. Mampu memperlihatkan kemampuan terapeutik. sensori berlebihan yang
kognitif untuk menjalani konsekuensi b. Pertahankan lingkungan meningkatkan gangguan
kejadian yang menegangkan terhadap yang menyenangkan dan neuron.
emosi dan pikiran tentang diri. tenang. c. Menimbulkan perhatian,
b. Mampu mengembangkan strategi c. Tatap wajah ketika terutama pada klien dengan
untuk mengatasi anggapan diri yang berbicara dengan klien. gangguan perceptual.
negative. d. Panggil klien dengan d. Nama adalah bentuk
c. Mampu mengenali tingkah laku dan namanya. identitas diri dan
faktor penyebab. e. Gunakan suara yang agak menimbulkan pengenalan
rendah dan berbicara dengan terhadap realita dan klien.
perlahan pada klien. e. Meningkatkan
pemahaman. Ucapan tinggi
dan keras menimbulkan stress
yg mencetuskan konfrontasi
dan respon marah.

3. Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Kembangkan lingkungan a. Meningkatkan kenyamanan


diharapkan perubahan persepsi sensori yang suportif dan hubungan dan menurunkan kecemasan
klien dapat berkurang atau terkontrol perawat-klien yang pada klien.
dengan KH: terapeutik. b. Meningkatkan koping dan
a. Mengalami penurunan halusinasi. b. Bantu klien untuk menurunkan halusinasi.
b. Mengembangkan strategi psikososial memahami halusinasi. c. Keterlibatan otak
untuk mengurangi stress. c. Kaji derajat sensori atau memperlihatkan masalah
c. Mendemonstrasikan respons yang gangguan persepsi dan yang bersifat asimetris
sesuai stimulasi. bagaiman hal tersebut menyebabkan klien
mempengaruhi klien kehilangan kemampuan pada
termasuk penurunan salah satu sisi tubuh.
penglihatan atau d. Untuk menurunkan
pendengaran. kebutuhan akan halusinasi.
d. Ajarkan strategi untuk e. Piknik menunjukkan
mengurangi stress. realita dan memberikan
e. Ajak piknik sederhana, stimulasi sensori yang
jalan-jalan keliling rumah menurunkan perasaan curiga
sakit. Pantau aktivitas. dan halusinasi yang
disebabkan perasaan
terkekang.
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional. Pengenalan dan


Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1. Jakarta.
Mace, N. L. & Rabins, P. V. (2006). The 36-hour day: a family guide to caring for people
with Alzheimer disease, other dementias, and memory loss in later life, 4th Edition,
Baltimore, USA: The Johns Hopkins University Press
Durand, Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal edisi ke empat. Jogjakarta: Pustaka
Belajar.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta. Dokteran EGC.
Ganong, William F. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwadan Psikiatrik. Jakarta: EGC.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikistri. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai