Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan jaman modern, mobilitas manusia menjadi

semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif.

Dampak positif yang dapat dilihat dan sekaligus dirasakan adalah kemajuan dalam

berbagai bidang, diantaranya dalam bidanag kesehatan. Seperti kemajuan dalam

hal untuk diagnosa dan operasi sudah sangat modern.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akan

memunculkan pemikiran-pemikiran untuk meningkatakan derajat kesehatan yang

semakin lama semakin bekembang. Kesadaran masyarakat tentang kesehatan

membuat tuntutan akan pelayanan kesehatan juga meningkat. Pelayanan

kesehatan dengan pendekatan medis sekarang ini dirasa kurang memadai lagi,

perlu pendekatan yang bersifat multidisiplin yang berarti seseorang penderita

mendapatkan pelayanan medis yang melibatkan disiplin ilmu antara lain: dokter,

fisioterapi, keparawatan, okupasi terapi, psikologi, pekerja sosial medis, dan lain-

lain. Sesuai dengan strategi nasional, upaya kesehatan yanmg dilakukan lebih

diutamakan pada upaya preventif dan promotif tanpa meninggalkan upaya kuratif

dan rehabiltatif (paradigma sehat 2010).

Gangguan nyeri merupakan masalah utama bagi fisioterapi. Gangguan

tersebut bisa disebabkan oleh penyakit degenerasi osteoarthritis pada sendi

lutut.

1
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak

ditemukan di lingkungan masyarakat antara usia 45-64 tahun, angka kejadian

mencapai 30% dan presentasenya mengalami peningkatan pada usia di atas usia

65 tahun yakni mencapai 63%-85% terutama pada sendi-sendi besar yang

menanggung beban berat badan. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan gangguan

gerakan sendi sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (Adnan,2007). Insiden

ostearthritis genu (lutut) bertambah secara bermakna dengan pertambahan umur,

jarang pada anak-anak dan usia muda. Data di Poliklinik Reumatologi RSUP Dr

Kariadi pada tahun 1991-1993 tercatat penderita osteoarthritis sebanyak 63 %

dari penyakit reumatik lainnya dan sebagian OA lutut (Slamet, 2000).

Osteoarthritis pada sendi merupakan penyakit rematik yang bisa

mengenai sendi lutut dan OA pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit serta

ketidakmampuan untuk mencapai fungsinya sebagai penumpu berat badan serta

aktifitas lain seperti jongkok, berdiri, dan berjalan. Rasa sakit dan

ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps

dan atropi otot. Otot merupakan kemampuan yang penting dalam membantu

menstabilkan persendian, sedangkan kelemahan otot quadriceps dapat

mengakibatkan semakin parahnya osteoarthritis tersebut (Suyono, 2000).

Sendi lutut merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu berat

badan, dengan demikian sendi lutut sangat mudah mengalami osteoarthritis yang

akan menimbulkan kekakuan sendi, perubahan bentuk dan nyeri untuk berjalan,

naik tangga dan berdiri dari duduk. Osteoarthritis banyak menyerang pada usia

lanjut. Pada umumnya pria dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini

2
meskipun pada usia sebelum usia 45 tahun. Osteoarthritis banyak menyerang atau

terjadi pada pria dan wanita setelah usia 45 tahun, akan tetapi ostearthritis lebih

banyak menyerang wanita (Hudaya, 1996).

Pada kondisi ini fisioterapi sangat berperan bagi penderita osteoarthritis

genu (lutut) dengan pemberian modalitas yang bertujuan untuk mengurangi nyeri

meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan lingkup gerak sendi.

Selain itu fisioterapi berperan untuk mengatasi masalah yang berkaitan

dengan gangguan gerak dan fungsi pada penderita osteoarthritis sendi lutut,

modalitas yang dapat digunakan fisioterapi berupa infra red (IR), ultrasound

(US), short wave diathermy (SWD), micro wave diathermy (MWD), TENS serta

terapi latihan.

Dalam kasus ini penulis membatasi penggunaan modalitas yaitu dengan

ultrasound (US), TENS dan terapi latihan yang bertujuan mengurangi nyeri,

meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan lingkup gerak sendi lutut. Dengan

demikian diharapkan mampu mengembalikan kondisi penderita seperti semula

sehingga aktivitas tidak terganggu. Berdasarkan uraian di atas penulis ingin

mengetahui lebih luas tentang penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas US,

TENS, dan terapi latihan pada kondisi osteoarthritis genu bilateral.

B. PERUMUSAN MASALAH

Pada kasus osteoarthritis memungkinkan terjadinya komplikasi yamg

dikarenakan tidak ada aktifitas fungsional pada tungkai akibat munculnya nyeri

pada lutut. Untuk mencegah terjadinya komplikasi maka perlu mendapatkan

3
penanganan fisioterapi dengan rumusan masalah: (1) Apakah penggunaan

modalitas US dapat mengurangi nyeri pada kondisi OA genu bilateral? (2)

Apakah pengaruh penggunaan modalitas TENS dapat mengurangi nyeri pada

kondisi OA genu bilateral? (3) Apakah penggunaan modalitas terapi latihan dapat

meningkatkan kekuatan otot dan lingkup gerak sendi pada kondisi OA genu

bilateral ?.

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui : (1) untuk

mengetahui penggunaan modalitas US dalam mengurangi nyeri pada kondisi OA

genu bilateral, (2) untuk mengetahui penggunaan modalitas TENS pada kondisi

OA genu bilateral, (3) untuk mengetahui penggunaan modalitas terapi latihan

pada kondisi OA genu bilateral.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan makalah ini adalah : (1) bagi penderita OA genu

bilateral diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk tetap sehat, aktif,

produktif, berguna dan bermanfaat bagi lingkungannya dan meminimalkan angka

kesakitan yang dialami oleh penderita, (2) bagi masyarakat, dapat memberikan

informasi mengenai kasus OA genu bilateral sebagai preventif dan promotif, (3)

bagi fisioterapi semoga dapat menambah wawasan mengenai penanganan

fisioterapi pada kondisi OA genu bialteral.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi osteoarthritis (OA) genu bilateral

Pengapuran tulang (osteoartritis) selama ini disalahpersepsikan sebagai

penyakit yang disebabkan oleh kelebihan asupan kalsium. Padahal, osteoarthritis

yang masuk golongan penyakit rematik ini tidak ada hubungannya dengan

konsumsi kalsium yang berlebihan. Osteoarthritis timbul akibat gerakan pada

sendi yang berlebihan, serta tekanan dari berat badan tubuh seseorang. Penyakit

osteoarthritis tidak bisa dihindari karena bagian dari proses penuaan tubuh.

Namun, pada orang-orang yang kegemukan, osteoartritis lebih cepat terkena

dibandingkan mereka yang kurus maupun bertubuh ideal. Orang kurus pun bisa

terkena osteoarthritis bila memiliki kebiasaan tidak sehat seperti olahraga

berlebihan, terlalu lama berdiri, jongkok atau duduk.

Diperkirakan kurang lebih 25% orang berusia 55 tahun atau lebih

mengalami nyeri lutut yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan.

Pengapuran sendi lutut atau istilah medisnya dikenal sebagai osteoarthritis sendi

lutut, meningkat prevalensinya sejalan dengan bertambahnya usia dan lebih sering

terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Faktor risiko terjadinya pengapuran

sendi lutut meliputi kegemukan (obesitas), trauma daerah lutut, riwayat operasi

daerah lutut, pekerjaan yang membuat seseorang membungkuk dan mengangkat

beban.

Perjalanan penyakit pengapuran sendi lutut ini sangat bervariasi.

Penyakit dapat membaik pada beberapa pasien, tetap stabil tidak berubah pada

pasien lain, atau penyakit memburuk secara perlahan-lahan pada pasien lainnya.

5
Pengapuran sendi lutut merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan

mobilitas pada orang usia lanjut. Banyak orang dengan nyeri pada sendi lututnya

mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti

mandi, berpakaian, menggunakan jamban, berjalan, dan sebagainya. Pengapuran

sendi lutut memengaruhi seluruh struktur di dalam sendi, tidak hanya

menyebabkan hilangnya lapisan hialin rawan sendi, namun perubahan bentuk

tulang atau pembesaran tulang juga terjadi, yang disertai pula dengan teregangnya

kapsul sendi dan kelemahan otot-otot di sekitar sendi lutut.

Nyeri pada pengapuran sendi lutut umumnya terkait dengan aktivitas,

seperti naik tangga, bangkit dari kursi, dan berjalan dengan jarak cukup jauh.

Kekakuan sendi juga lazim terjadi pada pagi hari namun biasanya berlangsung

kurang dari 30 menit.

Tatalaksana pengapuran sendi lutut meliputi upaya untuk mengurangi

rasa nyeri, memperbaiki bentuk abnormal sendi lutut yang menjadi bengkok, serta

mengidentifikasi ketidakstabilan sendi lutut

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling sering ditemukan dan

menjadi penyebab terbanyak kecacatan dan disabilitas, terutama pada usia lanjut.

Menurut data organisasi kesehatan dunia, 40% penduduk dunia yang berusia lebih

dari 70 tahun akan menderita osteoarthritis (OA) lutut, 80 persen di antaranya

berdampak pada keterbatasan gerak.

OA dikenal pula sebagai pengapuran sendi karena kelainan utama pada

OA adalah kerusakan pada tulang rawan sendi. Tulang rawan sendi merupakan

komponen sendi yang melapisi ujung tulang dalam persendian, yang berfungsi

6
sebagai bantalan dan peredam kejut apabila dua ruas tulang yang berbenturan

pada saat sendi digerakkan. Karena tulang rawan sendi tidak mempunyai

persarafan, apabila terjadi benturan dua ruas tulang tidak akan terasa nyeri.

Kerusakan pada tulang rawan sendi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Semua

berakibat pada penipisan tulang rawan sendi, yang pada stadium akhir tulang

rawan sendi demikian tipisnya sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya lagi.

Seiring dengan penipisan tulang rawan sendi terbentuk osteofit, suatu tulang baru

yang sebenarnya ditujukan untuk memperbaiki kerusakan yang muncul, tetapi

gagal untuk mengatasi kerusakan tersebut. Bahkan, pembentukan osteofit akan

menambah berat OA.

Selain itu, tulang di dalam persendian akan menebal, kaku, dan kurang

elastik (kenyal) dalam mengantarkan beban tubuh. Sering terjadi radang pada

lapisan dalam bungkus sendi (sinovium) yang disebut sinovitis, yang pada jangka

lama menyebabkan pula kerusakan bungkus sendi (kapsul). Hasil akhirnya adalah

sendi yang cacat.

2. Etiologi

Penyebab dari terjadiny aosteoartritis atau pengapuran ialah sendi lutut

merupakan sendi dengan beban kerja yang cukup berat. Saat berdiri tegak, sendi

ini dalam posisi mengunci agar posisi tubuh stabil. Sedangkan saat berjalan, sendi

ini berperan laiknya engsel, sehingga gerakan kaki menjadi fleksibel. Saat kita

berlari, atau berolahraga, sendi ini harus dapat menahan beban putaran dan daya

7
saat kaki menekuk, melompat atau saat berlari. Hal ini menunjukkan bahwa sendi

lutut memegang peranan penting dalam setiap posisi atau gerakan tubuh.

Di dalam sendi lutut, terdapat tiga komponen tulang. Ujung tulang paha

(femur), tulang tungkai bawah (tibia) dan tulang lutut (patella). Pada bagian ujung

dari tulang, terdapat komponen yang disebut dengan tulang rawan. Tulang rawan

berperan melapisi ujung tulang di persendian. Dengan adanya tulang rawan,

ketiga tulang tersebut bertemu, namun tidak terjadi gesekan, dan gerakan sendi

menjadi mulus.

Sesuai perjalanan usia, pada orang tua akan terjadi kerusakan pada tulang

rawan (kartilago) sendi. Selain faktor usia, ada juga faktor lain yang dapat

mempercepat proses kerusakan. Misalnya saja infeksi, trauma, aktivitas yang

tinggi atau berat badan berlebih. Jika terjadi kerusakan, maka tulang rawan

menjadi tipis dan permukaannya tidak rata. Akibatnya terjadi gesekan diantara

tulang, menimbulkan nyeri. Selain itu pengapuran sendi lutut, juga dapat

disebabkan oleh bentuk sendi yang tidak normal.

Misalnya menekuk keluar (valgus), atau menekuk ke dalam (varus).

Kondisi ini mengakibatkan beban tubuh tidak lagi berada pada tempat yang ideal,

melainkan bergeser ke arah luar atau ke dalam. Bagian yang mengalami beban

berat akan lebih cepat mengalami pengapuran di banding bagian yang tidak

mendapat beban.

Kerusakan pada tulang rawan mengakibatkan gerakan tidak lagi mulus.

Ujung-ujung tulang bertemu dan bergesekan satu sama lain. Kerusakan tulang

rawan merangsang pertumbuhan tulang baru di dalam sendi, dikenal dengan

8
osteofit. Dengan adanya osteofit, nyeri bertambah parah, dan tentu saja aktivitas

terganggu.

Perlu diketahui bahwa bahwa selama ini ada di kalangan kalangan awam

yang salah mengartikan pengapuran osteoporosis. Osteoporosis merupakan

pengeroposan tulang, sedangkan osteartritis adalah kerusakan pada tulang rawan

sendi (kartilago). Dr Lukman menjelaskan, sendi lutut merupakan sendi dengan

beban kerja yang cukup berat. Saat berdiri tegak, sendi itu dalam posisi mengunci

agar posisi tubuh stabil. Sedangkan saat berjalan, sendi ini berperan laiknya

engsel, sehingga gerakan kaki menjadi fleksibel.

Saat kita berlari, atau berolahraga, sendi harus dapat menahan beban

putaran dan daya saat kaki menekuk, melompat atau saat berlari. Hal itu

menunjukkan bahwa sendi lutut memegang peranan penting dalam setiap posisi

atau gerakan tubuh. Dijelaskan, dalam sendi lutut, terdapat tiga komponen tulang.

Ujung tulang paha (femur), tulang tungkai bawah (tibia) dan tulang lutut (patella).

Pada bagian ujung dari tulang, terdapat komponen yang disebut dengan tulang

rawan.

Tulang rawan berperan melapisi ujung tulang di persendian. Dengan

adanya tulang rawan, ketiga tulang tersebut bertemu, namun tidak terjadi gesekan,

dan gerakan sendi menjadi mulus. Sesuai perjalanan usia, pada orang tua akan

terjadi kerusakan pada tulang rawan (kartilago) sendi. Selain faktor usia, ada juga

faktor lain yang dapat mempercepat proses kerusakan. Misalnya saja infeksi,

trauma, aktivitas yang tinggi atau berat badan berlebih. Jika terjadi kerusakan,

maka tulang rawan menjadi tipis dan permukaannya tidak rata. Akibatnya terjadi

9
gesekan diantara tulang, menimbulkan nyeri. Selain itu pengapuran sendi lutut,

juga dapat disebabkan oleh bentuk sendi yang tidak normal.

Dr. lukman menyebutkan tindakan menekuk keluar (valgus), atau

menekuk ke dalam (varus). Kondisi ini mengakibatkan beban tubuh tidak lagi

berada pada tempat yang ideal, melainkan bergeser ke arah luar atau ke dalam.

Bagian yang mengalami beban berat akan lebih cepat mengalami pengapuran

dibanding bagian yang tidak mendapat beban.

Kerusakan pada tulang rawan mengakibatkan gerakan tidak lagi mulus.

Ujung-ujung tulang bertemu dan bergesekan satu sama lain. Kerusakan tulang

rawan merangsang pertumbuhan tulang baru di dalam sendi, dikenal dengan

osteofit. Dengan adanya osteofit, nyeri bertambah parah, dan tentu saja aktivitas

terganggu.

Perlu diketahui bahwa selama ini ada di kalangan kalangan awam yang

salah mengartikan pengapuran dengan osteoporosis. Osteoporosis merupakan

pengeroposan tulang, sedangkan osteartritis adalah kerusakan pada tulang rawan

sendi (kartilago).

3. Diagnosa

Untuk menentukan ada tidaknya pengapuran pada sendi, selain

melakukan pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pemeriksaan

penunjang. Misalnya saja melakukan foto rontgen. Pemeriksaan ini penting untuk

mengetahui kondisi sendi lutut dan memperkirakan derajat kerusakan.

10
Jika dicurigai adanya masalah pada jaringan lunak, semisal pada ligamen

(urat) atau pada tendon di daerah sendi lutut, maka akan dilakukan pemeriksaan

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan itu dapat menemukan adannya

robekan, atau penyakit lain, pada jaringan lunak di daerah lutut semisal otot,

tendon atau ligamen. Penyebab kerusakan beragam diantaranya trauma atau

infeksi.

4. Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan dan pencegahan pada penderita penapuran tulang hingga saat

ini belum ada obat yang dapat menghentikan proses OA, apalagi memperbaiki

kerusakan tulang rawan sendi yang telah terjadi. Yang ada adalah beberapa obat

yang diduga dapat memperlambat proses OA (antara lain glukosamin/kondroitin,

asam hialuronat dan diacerhein).Saat ini pasien masih lebih bergantung pada obat

simptomatik untuk mengurangi nyeri dan peradangan (analgetik dan anti-

inflamasi nonsteroid), yang pada penggunaan jangka panjang mempunyai efek

samping perdarahan saluran cerna dan gangguan fungsi ginjal. Fisioterapi dan

rehabilitasi merupakan pula modalitas untuk mengatasi nyeri, mencegah

terjadinya cacat, dan mengatasi disabilitas dengan cara melalukan berbagai latihan

fisik dan penggunaan berbagai alat bantu. Apabila semua gagal, dapat dilakukan

pembedahan untuk mengganti sendi yang rusak.

Program pencegahan pada OA bertujuan menghindari munculnya OA

(jika belum terjadi OA) dan menghambat progresivitas OA (apabila sudah terjadi

OA). Berbagai faktor risiko OA yang dapat dimodifikasi bisa dilihat pada tabel.

11
Selain itu, beberapa hal yang bisa memicu OA, seperti obesitas, trauma berat,

penggunaan sendi berlebihan, sepatu atau alas kaki yang kurang tepat, juga bisa

diatasi sejak dini.Pencegahan obesitas memberi manfaat tidak saja bagi kesehatan

sendi, tetapi untuk penyakit tidak menular lainnya. Mereka yang berberat badan

lebih mempunyai prevalensi OA lutut yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa

obesitas mendahului kejadian OA dan selanjutnya meningkatkan progresivitas

radiologik OA. Pada mereka yang obese, setiap penurunan berat badan lima

kilogram akan mengurangi risiko OA 50 persen.

Trauma berat terutama pada sendi lutut pada usia dini akan memicu

munculnya OA yang lebih cepat. Edukasi untuk mencegah trauma adalah dengan

penggunaan pelindung lutut pada para pekerja dan mereka yang senang berolah

raga perlu ditingkatkan. Selain itu, penggunaan sendi berlebihan bagi para pekerja

yang banyak berjalan, berdiri lama, naik-turun tangga, jongkok lama, dan

memanggul beban perlu melindungi sendinya. Sepatu yang terlalu tinggi, sempit,

berat, alas sepatu (sol) yang keras dan kurang lentur juga merupakan faktor risiko

OA lutut yang dapat dimodifikasi Tentang pengobatan, dr Lukman menyebutkan

ada beberapa lini terapi yang digunakan untuk mengatasi pengapuran pada sendi

lutut. Tahap awal biasanya diberikan obat penghilang rasa nyeri. Obat Anti

Inflamasi Non Steroid (AINS), seminal asam mefenamat,ibuprofen, piroksikam

dapat digunakan. Efek samping obat jenis ini, terjadi gangguan lambung. Selain

itu minum, dapat diberikan anti nyeri yang dioleskan langsung ke kulit. Berbentuk

jel atau spray disemprotkan langsung di daerah kulit sekitar lutut

12
Jenis AINS yang terbaru dikenal dengan COX-2 inhibitor. Efek samping

obat ini terhadap saluran cerna lebih kecil disbanding dengan obat AINS biasa.

Belakangan diketahui bahwa obat ini menimbulkan risiko jantung dan stroke.

Sehingga penggunaanya pada penderita yang memiliki serangan jantung atau

stroke perlu diwaspadai.

Jika pengobatan kurang mendapatkan hasil, dianjurkan bagi penderita

untuk melakukan fisioterapi. Latihan dapat dilakukan dengan bantuan ahli

fisioterapi,untuk mendapatkan gerak yang normal pada lutut, dan menghilangkan

nyeri. Latihan yang dapat meningkatkan kemampuan otot di sekitar lutut,

sehingga lebih stabil dan posisi tubuh seimbang.

Terapi lain adalah dengan menyuntikan langsung obat ke sendi lutut

untuk menghilangkan rasa nyeri. Efek terapi dapat bertahan hingga beberapa

bulan. Dokter akan mempertimbangkan masak-masak sebelum melakukan

tindakan ini, karena jika terlalu sering malah mengakibatkan kerusakan tulang

rawan sendi. Operasi yang dilakukan bisa melalui operasi arthroscopy, osteotomy,

arthtoplasty, dan arthrodesis. Selain operasi, terdapat cara penyembuhan lain

yaitu dengan fisioterapi, atau program latihan lain. Selain itu dukungan

psikososial sangat perlu, bahkan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara

mengonsumsi vitamin glukosomin, atau dengan olahraga yang tepat, selain itu

pentingnya seseorang mempertimbangkan kegiatan dengan kekuatan sendi yang

sesuai dengan umur (wahyuni,2008).

BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

13
A. Pengkajian Fisioterapi

1. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara

terapis dengan sumber data. Pada kasus ini anamnesis dapat dilakukakan secara

autoanamnesis yaitu tanya jawab langsung kepada pasien yang bersangkutan.

Anamnesis dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013, dari anamnesis diperoleh

data berupa :

a. Identitas pasien

Data yang diperoleh berupa :

- Nama : Ny. W

- Umur : 62 th

- Jenis Kelamin: Perempuan

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Alamat : Semolowaru Utara, Surabaya

- No. CM : 351972

b. Keluhan utama

Merupakan tanda dan gejala dominan yang dikeluhkan oleh pasien sehingga

mendorong pasien untuk mencari pertolongan atau pengobatan. Keluhan utama

yang dirasakan pasien adalah pasien mengeluh nyeri pada kedua lututnya bagian

medial apabila duduk di bawah ke berdiri, naik turun tangga dan berjalan terlalu

lama dan jauh.

14
c. Riwayat penyakit sekarang

Memperinci keluhan dan menggambarkan riwayat penyakit secara lengkap,

meliputi lokasi keluhan, kapan dan bagaimana terjadinya, kualitas keluhan, faktor

yang memperberat dan memperingan. Dari anamnesis diperoleh informasi bahwa

pasien mengeluh nyeri pada kedua lututnya bagian medial. Oleh karena faktor

usia, berat badan berlebihan dan aktivitas sehari hari. Nyeri pada lutut kiri

dirasakan sejak tahun 2010 saat bangun tidur di pagi hari dan pada tahun 2011

pasien juga mengeluh nyeri di lutut kanan. Nyeri dirasakan bertambah saat dari

posisi duduk di bawah yang lama ke berdiri, naik turun tangga dan jika pasien

berjalan jauh. Untuk mengurangi rasa sakitnya pasien berobat ke RSU Haji

Surabaya untuk mendapatkan pengobatan dan terapi oleh fisioterapi. Sampai saat

ini pasien masih berobat ke fisioterapi RSU Haji Surabaya dan sudah menjalani

pengobatan sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya pasien diberikan terapi SWD dan

TENS namun karena belum ada perubahan, modalitas terapi pasien diganti

menjadi US dan TENS sejak 2 bulan yang lalu dan pasien merasakan perubahan

yang cukup baik setelah diterapi dengan US dan TENS.

d. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah dialami yang tidak berkesinambungan langsung dengan

munculnya keluhan sekarang. Dari anamnesis diperoleh data bahwa pasien belum

pernah memiliki penyakit seperti ini sebelumnya, pasien tidak menderita penyakit

jantung, pasien tidak menderita penyakit diabetes militus, dan pasien menderita

penyakit Hipertensi.

e. Riwayat keluarga

15
Untuk mengetahui adakah penyakit yang bersifat menurun (heredofamilial)

dari orang tua atau keluarga yang lain. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan

hasil bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama

seperti pasien. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Sehari – harinya kegiatan

pasien melakukan aktivitas rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan

membersihkan rumah. Rumah pasien menggunakan WC jongkok dan ada tangga

(trap-trapan). Pasien juga aktif di kemasyarakatan seperti mengikuti arisan di

sekitar rumahnya.

2. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan tanda vital

Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,

tinggi badan dan berat badan. Dari pemeriksaan diperoleh data : tekanan darah :

130/80, denyut nadi : 84 permenit, respirasi : 20 permenit, tinggi badan : 144 cm,

berat badan : 68 kg.

b. Inspeksi

Pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati secara langsung, informasi yang

didapat adalah tidak terdapat oedema di kedua lutut, tidak terdapat perbedaan

warna kulit di kedua lutut, tidak terdapat deformitas di kedua lutut, dan ketika

berjalan, pola jalan pasien seirama, pasien tidak terlihat menahan nyeri. Pasien

berjalan sedikit pelan dikarenakan menumpu berat badan yang berlebihan. Pasien

tampak menahan nyeri saat diminta menekuk dan meluruskan kedua lututnya.

c. Palpasi

16
Pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tubuh

pasien. Dari palpasi mendapatkan informasi bahwa tidak ada perbedaan suhu di

kedua lutut, suhu dalam batas normal, palpasi ada spasme otot quadriceps,

hamstring dan adduktor di kedua lutut, terdapat nyeri tekan di kedua lutut bagian

medial, tidak terdapat atrofi pada otot aquadrcieps, hamstring dan adduktor di

kedua lutut, terdapat krepitasi pada lutut kanan dan kiri saat pasien diminta untuk

menekuk dan meluruskan kedua lututnya, tidak ada pitting oedema pada kedua

lutut.

3. Pemeriksaan Gerak

a. Pemeriksaan gerak aktif

Dilakukan untuk mengetahui tentang adanya nyeri gerak, luas gerak sendi,

kekuatan otot dan koordinasi gerak. Pemeriksaan ini meliputi gerakan secara aktif

sendi lutut kearah fleksi dan ekstensi. Dari pemeriksaan gerak aktif diperoleh hasil

gerakan tidak full ROM pasien merasakan ada nyeri di kedua lutut dan terdengar

bunyi krepitasi pada sendi lutut kanan dan kiri saat pasien diminta menekuk dan

meluruskan lututnya.

b. Pemeriksaan gerak pasif

Suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis pada pasien

sementara pasien dalam keadaan rileks. Gerakan pasif yang dilakukan meliputi

gerakan fleksi dan ekstensi yang akan memberi informasi tentang luas gerak

sendi, end feel, provokasi nyeri dan kelenturan otot. Dari pemeriksaan diperoleh

informasi bahwa Saat digerakan secara pasif terdapat nyeri dan terdengar bunyi

krepitasi pada akhir gerakan fleksi lutut kanan dan kiri saat terapis menekuk dan

17
meluruskan lutut secara bergantian. Gerakan tidak dapat full ROM dikarena

pasien merasakan nyeri. Saat menekuk endfeel sendi lutut kanan adalah lunak dan

saat diluruskan endfeel keras.

c. Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan

Pemeriksaan ini meliputi gerakan fleksi dan ekstensi lutut dengan cara terapis

memberikan tahanan yang berlawanan arah dari gerakan yang dilakukan oleh

pasien. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot dan

memprovokasi nyeri musculotendineus. Dari pemeriksaan diketahui bahwa

terdapat nyeri gerak pada lutut kanan dan kiri bagian medial. Terdapat penurunan

kekuatan otot, pasien hanya mampu melawan tahanan minimal saat gerak fleksi

dan ekstensi.

d. Pengukuran Muscle Test

Pemeriksaan terhadap otot meliputi :

- kekuatan otot : dapat dilakukan dengan menggunakan

manual muscle test atau menggunakan peralatan khusus seperti end-tree

- Kontrol Otot : diketahui dengan pemeriksaan gerak aktif

dan mengobservasi koordinasi dari otot tersebut.

- Panjang Otot : diketahui dengan cara mengukur otot

tersebut.

- Lingkar Otot : dilakukan untuk mengetahui besarnya

otot.

Dari hasil pengukuran diperoleh hasil :

18
Kelompok otot Kanan Kiri

Fleksor Knee 3- 3-

Ekstensor Knee 3+ 3+

Adductor hip 4- 4-

Abductor hip 5 5

Fleksor hip 4- 4-

Ekstensor hip 4 4

e. Pemeriksaan kemampuan fungsional dasar, aktivitas fungsional dan

lingkungan aktivitas

Kemampuan Fungsional : Pasien kesulitan melakukan aktivitas duduk

dibawah ke berdiri jika lama, jongkok lama ke berdiri, dan berjalan jauh karena

merasakan nyeri di kedua lututnya. Aktivitas Fungsional : Aktivitas sholat

dilakukan di kursi dikarenakan pasien mengalami nyeri di kedua lutut jika

beraktivitas sholat dengan berdiri terutama saat sujud ke berdiri. Lingkungan

Aktivitas : Di rumah pasien terdapat trap – trapan , rumah pasien menggunakan

WC jongkok.

4. Pemeriksaan Khusus

a. Pengukuran derajat nyeri

Untuk mengukur derajat nyeri bisa menggunakan VDS (Verbal Descriptive

Scale) adalah suatu metode pengukuran nyeri dengan skala penilaian, yaitu: 1=

tidak nyeri, 2 = nyeri sangat ringan, 3 = nyeri ringan, 4 = nyeri tidak begitu berat,

19
5 = nyeri cukup berat, 6 = nyeri berat dan 7 = nyeri hampir tak tertahankan.

Dalam pemeriksaan nyeri denga menggunakan VDS yang dilakukan pada tanggal

5 desember 2012, didapatkan hasil bahwa :

1. Pemeriksaan VDS saat diam

nilai 1 = tidak nyeri pada kedua lutut pasien

2. Pemeriksaan VDS saat gerakkan fleksi

Lutut kanan nilai 5 = nyeri cukup berat

Lutut kiri nilai 5 = nyeri cukup berat

3. Pemeriksaan VDS saat ditekan pada bagian medial

Lutut kanan nilai 4 = nyeri tidak begitu berat

Lutut kiri nilai 4 = nyeri tidak begitu berat

b. Pemeriksaan luas gerak sendi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan goniometer dimana aksis

diletakkan pada condylus lateralis femur, tangkai statik diletakkan sejajar dengan

femur sedangkan tangkai dinamisnya diletakkan sejajar dengan tungkai bawah.

Pengukuran dilakukan baik aktif maupun pasif. Dari pemeriksaan diperoleh hasil :

Kanan Kiri LGS Normal

LGS Aktif S 0º - 0º - 120º S 0º - 0º - 110º

LGS Pasif S 0º - 0º - 125º S 0º - 0º - 115º S 0º - 0º - 130º

c. Tes stabilitas sendi lutut

20
1) Hiperekstensi

Dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada ligamentum crusciatum

anteroir dan/atau simpai sendi belakang (De Wolf, 1990). Caranya pasien

terlentang kaki lurus, satu tangan terapis memfikasasi diatas lutut, tangan yang

satunya memegang pergelangan kaki lalu ditarik kearah atas secara pelan-pelan.

Dari hasil pemeriksaan tes hiperekstensi hasilnya negatif.

21
Gambar 4.Tes hiperekstensi

2) posterior anterior drawer sign

22
Tujuan tes ini untuk mengetahui adanya kerusakan ligamentum crusciatum

anterior dan posterior. Posisi penderita berbaring dengan satu lutut yang

diperiksa ditekuk dan yang lain tetap lurus. Kedua tangan terapis diletakkan

dibawah lutut untuk melakukan tarikan ke depan. Pada pergelangan kaki difiksasi

dengan diduduki terapis. Apabila ada kerusakan Pada ligamentum crusciatum

anterior dan posterior akan dirasakan pergeseran tuberositas tibia ke anterior (De

Wolf, 1990). Dari pemeriksaan hasil tes ini positif.

Gambar 6.anterior dan posterior drawer sign

3) Tes hipermobilitas varus dan valgus

Untuk mengetahui kestabilan dari sendi lutut oleh ligament collateral baik

medial maupun lateral (De Wolf, 1990). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

lutut sedikit ditekuk, gerakan kearah valgus untuk mengetes kerusakan ligament

collateral medial, gerakan kearah varus untuk mengetes kerusakan ligament

23
collateral lateral. Dari pemeriksaan diperoleh hasil baik hipermobilitas varus

maupun valgus bernilai negatif.

Gambar 7.Tes hipermobility varus dan valgus

d. IMT

Tinggi badan :144 cm (1,44m)

Berat badan :68 Kg

IMT = 68/(1,44)2

= 68/2,0736

= 32,79 (obesitas)

e. Tes 1 RM

Dalam tes 1 RM digunakan beban seberat 2 kg pada kedua lutut pasien.

Pasien dapat melakukan gerakan fleksi ekstensi sampai lelah dengan pengulangan

sebanyak 10 kali untuk lutut kanan dan 7 kali untuk lutut kiri. Kemudian dihitung

menggunakan rumus : A kg x 100% / B% = 1 RM, dimana A adalah berat beban

24
maksimal yang ditentukan oleh terapis dan B adalah banyaknya pengulangan yang

mampu pasien lakukan lalu dilihat pada diagram Houlten untuk menentukan besar

prosentase dari B.

% reps

100% 1

95% 2

90% 4

85% 7

80% 14

75% 16

70% 22

65% 25

Diagram Houlten

Dari pemeriksaan didapatkan hasil bahwa pasien mampu melakukan

gerakkan fleksi-ekstensi sebanyak 10 kali pada lutut kanan dan 7 kali pada lutut

kiri, maka nilai 1 RM adalah :

1 RM lutut kanan = 2 kg x 100% / 80 % 1 RM lutut kiri = 2 kg x 100% / 85 %

= 2,5 kg = 2,34 kg

f. Tes kemampuan fungsional Jette

Penilaian kemampuan fungsional pasien yang meliputi aktivitas saat berdiri

dari duduk, berjalan 15 meter dan naik tangga 3 trap. Caranya pasien diminta

25
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut diatas kemudian ditanyakan pada

pasien tentang tingkat nyeri, kesulitan dan ketergantungan saat melakukan

aktivitas-aktivitas tersebut untuk penilaian lihat tabel berikut:

Tabel 2. Tes kemampuan fungsional jette


No Aktivitas Nyeri Kesulitan Keterantungan
1 Berdiri dari posisi 1. Tidak nyeri 1. Sangat mudah 1. Tanpa bantuan

duduk 1. Nyeri ringan 2. Agak mudah 2. Butuh bantuan alat

2. Nyeri sedang 3. Tidak mudah 3. Butuh bantuan orang

3. Sangat nyeri dan tidak sulit lain

4. Agak sulit 4. Butuh bantuan oarang

5. Sangat sulit lain dan alat

5. Tidak dapat melakukan

2 Berjalan 15 meter 1. Tidak nyeri 1. Sangat mudah 1. Tanpa bantuan

2. Nyeri ringan 2. Agak mudah 2. Butuh bantuan alat

3. Nyeri sedang 3. Tidak mudah 3. Butuh bantuan orang

4. Sangat nyeri dan tidak sulit lain

4. Agak sulit 4. Butuh bantuan oarang

5. Sangat sulit lain dan alat

5. Tidak dapat melakukan

3 Naik tangga 3 trap 1. Tidak nyeri 1. Sangat mudah 1. Tanpa bantuan

2. Nyeri ringan 2. Agak mudah 2. Butuh bantuan alat

3. Nyeri sedang 3. Tidak mudah 3. Butuh bantuan orang

4. Sangat nyeri dan tidak sulit lain

4. Agak sulit 4. Butuh bantuan oarang

5. Sangat sulit lain dan alat

5. Tidak dapat melakukan


Tabel 3.1 (Slamet Parjoto,2000)
Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil :

26
- Berdiri dari posisi duduk : nyeri = 3, kesulitan = 3, ketergantungan = 1

- Berjalan 15 meter : nyeri = 1, kesulitan = 2, ketergantungan = 1

- Naik tangga 3 trap : nyeri = 2, kesulitan =2, ketergantungan = 1

B. Diagnosa Fisioterapi

1. Impairment

- Adanya nyeri tekan dan gerak pada lutut kanan dan

kiri bagian medial oleh karena adanya fibrosis (kaku) pada kapsul sendi,

- Penurunan kekuatan otot flexor-extensor knee, flexor-

extensor hip, adductor hip dikarenakan adanya nyeri dan spasme

- Keterbatasan LGS flexor knee dikarenakan adanya

spasme, nyeri, dan krepitasi.

2. Functional Limitation

Mengalami penurunan ADL karena kesulitan berdiri dari posisi duduk di

bawah yang lama, kesulitan jongkok berdiri, kesulitan naik turun tangga, dan

kesulitan berjalan jauh oleh karena adanya nyeri di kedua lutut.

3. Disability / Participation restriction

Pasien masih dapat beraktivitas sosial mengikuti arisan di lingkungan sekitar

rumahnya walaupun dengan duduk selonjoran dibawah (tidak dapat

bersimpuh).

27
C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan dari terapi pada kondisi osteoarthritis lutut antara lain : (1)

Mengurangi nyeri, (2) Meningkatkan luas gerak sendi, (3) Meningkatkan

kekuatan otot flexor-extensor knee, flexor-extensor hip, dan adductor hip, (4)

Meningkatkan aktivitas fungsional.

C. Penatalaksanaan Fisioterapi

Penatalaksanaan untuk kondisi osteoarthritis lutut yang diberikan disini

yaitu dengan ultrasound diathermy, TENS, masssage, dan quadriceps bench.

1. US

Tujuan :

- Vasodilatasi pembuluh darah > meningkatkan sirlulasi darah >

meningkatkan permeabilitas dan regenerasi jaringan > timbul

rileksasi otot > mengurangi nyeri.

Dosis :

- Durasi > luas area : luas era = 9cm² : 3cm² = 3 menit

- Frekuensi > 3 Mhz

- Intensitas : 3 mA

Pelaksanaan :

Posisi pasien tidur terlentang di bed

Terapis menjelaskan tujuan terapi dan apa yang akan dirasakan pasien.

28
Tentukan luas area yang akan diterapi

Waktu terapi yaitu hasil pembagian luas area dibagi luas era

Aplikasi US dengan mengoleskan gel pada area yang di terapi (bagian

medial lutut kiri dan kanan)

Gerakan transducer secara sirkuler menempel pada kulit tidak boleh

dilepas

Waktu : 3 menit

Arus : continuos

Intensitas : sampai pasien terasa hangat

2. TENS

- Tujuan : mengurangi sensitivitas ujung saraf dengan cara menutup

pintu nyeri (blokir nyeri)

- Persiapan pasien :

Posisi pasien tidur terlentang

Tentukan lokasi nyeri

Bebaskan area terapi dari pakaian dan logam

Jelaskan tujuan pemberian terapi

- Pelaksanaan :

Menjelaskan tujuan terapi ke pasien

29
Menginformasikan tentang apa yang akan dirasakan, apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan

Digunakan 2 chanel ( bipolar )

Electrode dipasang di dermatom / titik nyeri

Pemasangan electrode di bagian medial dan lateral masing-

masing lutut

- Dosis :

TENS (70-100 Hz) efektif untuk mengurangi nyeri OA lutut

Durasi : 10 menit

Intensitas : toleransi pasien

Frekuensi : 100 H z

Durasi : 200 ms

Pada arus : continuos

Intensitas : toleransi pasien tidak boleh terlalu tinggi karena

dapat menyebabkan otot cepat lelah)

3. MASSAGE

- Tujuan : vasodilatasi pembuluh darah, menghancurkan jaringan

fibrous > spasme berkurang.

- Pelaksanaan :

30
Posisi pasien tidur terlentang

Jelaskan tujuan terapi

Massage dari origo-insertio otot flexor, adductor hip dengan

gerakan eflleurage, patrissage, dan friction dengan gerakan gentle.

Pengulangan sebanyak 8 kali tiap gerakan.

4. Quadriceps Bench Exercise (QBE)

Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dengan

menggunakan jenis latihan endurance strength. Sebelum latihan perlu dicari

terlebih dahulu tentang 1 RM (Repetition Maximum) yaitu jumlah tahanan

maksimal yang mampu dilawan oleh pasien dengan satu gerakan saja. 1 RM

(Repetition Maximum) digunakan sebagai dasar dalam penentuan intensitas

latihan. Prosedur untuk jenis endurance strength adalah intensitas: 30-65 % dari 1

RM(Repetition Maximum), repetisi > 20 kali, seri 1-3 dan istirahat 0-30 detik.

Posisi pasien : posisikan pasien duduk dengan tepat pada quardriceps

banch kemudian atur beban dan letakkan beban tepat pada ankle.

Pelaksanaan : pasien diminta untuk menggerakkan sendi lututnya secara

fleksi-ekstensi dengan prosedur latihan yang sesuai dengan jenis latihan untuk

endurance strength.

31
Gambar 10. Quadriceps setting exercise

5. Terapi Latihan

a. Free active movement

Terapi ini bertujuan untuk memelihara luas gerak sendi dan

mencegah kekakuan sendi lutut karena inaktif.

Posisi pasien : duduk ongkang-ongkang, bersandar di kursi dengan

nyaman.

Posisi terapis : disamping pasien

Pelaksanaan : pasien diminta secara aktif untuk melakukan gerakan

menekuk dan meluruskan lutut dengan instruksi terapis, Sambil diberi aba-

aba, hitungan 1-8 gerakan diulang 5 kali. Selama melakukan gerakan

32
tersebut terapis mengamati gerakan yang terjadi apakah sudah benar

ataukah salah, serta memberikan fiksasi pada ujung distal paha pasien.

Gambar 8. Free active movement

b. Hold relax

Latihan ini bertujuan untuk menambah luas gerak sendi lutut.

Posisi pasien : tidur tengkurap

Posisi terapis : disamping bed pasien, satu tangan dipergelangan kaki dan

tangan yang satu memfiksasi ujung distal paha bagian posterior.

Pelaksanaan : pasien menekuk lutut sampai batas luas gerak sendi yang

pasien miliki secara aktif, pasien diminta melakukan kontraksi isometrik

dengan meluruskan lututnya, kemudian terapis memberikan tahanan diatas

pergelangan kaki, dengan aba-aba “tahan…tahan!” sehingga tidak terjadi

33
gerakan pada sendi lutut. Kontraksi dipertahankan selama 10 detik

kemudian pasien diminta merileksasikan persendian lututnya, lalu

dilakukan penguluran kearah fleksi lutut secara pasif (Kisner, 1996)

gerakan diulang 5 kali.

Gambar 9. Hold relax

6. Edukasi

Edukasi yang diberikan antara lain:

- Pasien dianjurkan untuk melakukan diet (penurunan berat badan)

- pasien disarankan untuk menghindari aktivitas yang dapat

membebani sendi lutut, seperti naik turun tangga

34
- Pasien dianjurkan untuk melakukan kompres hangat pada sekitar

sendi lutut saat di rumah, sehari 2x pagi dan sore hari agar terjadi

vasodilatasi dan rileksasi otot-otot sekitar sendi lutut

- Pasien dianjurkan untuk berlatih di rumah menggerakkan sendi

lutut (menekuk dan meluruskan) menggunakan beban , seperti

botol minuman berisi air atau pasir. Latihan dapat dilakukan

dengan duduk di kursi , kemudian beban di ikat di pergelangan

kaki pasien, lalu lutut diangkat diturunkan seperti saat latihan

dalam terapi.

D. Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi, evaluasi

yang dilakukan adalah (1) Evaluasi nyeri dengan skala VDS, (2) Evaluasi

kekuatan otot dengan MMT, (3) Evaluasi luas gerak sendi dengan goniometer, (4)

Evaluasi kemampuan fungsional dengan skala Jette. Adapun hasil evaluasi adalah

sebagai berikut :

35
1. Nyeri dengan VDS
T1 T2 T3 T4

Nyeri diam 1 1 1 0

Nyeri gerak 5 5 4 4

Nyeri tekan 4 4 4 4

2. LGS dengan goneometer, setelah 4 kali terapi

Kanan Kiri LGS Normal

LGS Aktif S 0º - 0º - 120º S 0º - 0º - 110º

LGS Pasif S 0º - 0º - 125º S 0º - 0º - 115º S 0º - 0º - 130º

3. Kekuatan otot dengan MMT

Pre Post
Kelompok otot
Kanan Kiri Kanan Kiri

Fleksor 3- 3- 3- 3-

Ekstensor 3+ 3+ 3+ 3+

Fleksor hip 4- 4- 4- 4-

Ekstensor hip 4 4 4 4

Adductor hip 4- 4- 4- 4-

Abductor hip 5 5 5 5

4. HASIL EVALUASI PEMERIKSAAN SKALA JETTE

Bentuk Aktivitas Kemampuan beraktivitas Nilai

Berdiri dari posisi duduk Nyeri 3 ( nyeri sedang)

36
3 (tidak mudah tetapi juga
Kesulitan
tidak sulit)

Ketergantungan 1 ( tanpa bantuan )

Nyeri 1 ( tidak nyeri)

Berjalan 15 meter Kesulitan 2 ( agak mudah)

Ketergantungan 1 ( tanpa bantuan )

Nyeri 2 ( nyeri )

Naik tangga tiga trap Kesulitan 2 ( agak mudah)

Ketergantungan 1 ( tanpa bantuan )

BAB IV

PENUTUTP

37
A. KESIMPULAN

Kemajuan teknologi dan peningkatan taraf hidup manusia sangat beraneka

ragam sehingga dapat membuat perubahan dalam diri manusia itu sendiri juga

dengan perubahan kesehatan setiap orang yang dapat menyebabkan penyakit.

Fisioterapi salah satu pilihan seseorang untuk mengatasi masalah yang ada

pada dirinya sendiri seperti seseorang merasakan kesakitan. Osteoarthtritis

merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh faktor

usia. Penderita osteoarthritis pada umumnya mengalami gangguan fungsional

seperti : pasien sulit bangkit dari duduk, jongkok berdiri, naik turun tangga atau

aktifitas fungsional yang membebani sendi lutut.

Pengobatan pada kondisi osteoarthritis ditujukan untuk mengurangi nyeri,

meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS, mengurangi oedema. Sehingga

mampu meningkatkan kemampuan fungsional penderita.

B. SARAN

Penderita Osteoarthritis disarankan untuk :

- Memakai knee decker pada sisi yang sakit.

- Melakukan latihan sendiri dirumah seperti yang telah diajarkan oleh

terapis.

- Mengontrol/ megatur aktifitas khusunya dalam kegiatan –kegiatan

yang menggunakan penumpuan berat badan.

38
- Mensetting tempat duduk yang ada pegangan pada bagian tangnnya

dan tingginya tempat duduk minimal setinggi lutut.

- Menjaga berat badan agar professional.

39

Anda mungkin juga menyukai