RISET KEPERAWATAN
Oleh
Tri Sulistyohandayani
1.17.140
A. Latar Belakang
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok
khusus dengan batas-batas geografi yang jelas dengan norma dan nilai yang
telah melembaga (Prima, 2019).Timbul masalah kesehatan pada lanjut usia di
masyarakat diberikan intervensi oleh keperawatan komunitas. Keperawatan
komunitas merangkul lansia dengan cara pemberian komunikasi, informasi
dan edukasi (Permenkes RI no 25, 2014).
Manusia akan mengalami proses menua dan menjadi lanjut usia. Lanjut usia
merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun
keatas (UU No 13 tahun 1998). Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, dan merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan (Kholifah,2016).
Seiring dengan bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh
baik fisiologis maupun psikologis. Masalah psikologi yang sering terjadi pada
lansia adalah depresi, insomnia, paranoid, demensia, dan kecemasan
(Kholifah,2016). Penelitian Rindayat tahun 2020 memaparkan bahwa hampir
setengahnya (44%) dari total lansia yang menjadi responden mengalami
kecemasan (Rindayat,2020). Lestari dalam penelitiannya di tahun 2013
memaparkan hasil yang menunjukan bahwa 60,7% lansia yang terlibat dalam
penelitiannya mengalami kecemasan (Lestari,2013).
Hasil penelitian Dariah dan Okatiranti pada tahun 2015 menunjukan bahwa
66 orang lansia yag terlibat dalam penelitiannya mengalami kecemasan.
Lebih lanjut dalam penelitian lain yang berhasil membuktikan bahwa terdapat
hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas tidur lansia (Dariah dan
Okatiranti,2015), Kecemasan tidak hanya menyebabkan ganguan kualitas
tidur pada lansia namun juga mempengaruhi pola tidur pada lansia. Penelitian
Witriya, dkk tahun 2016 telah membuktikan bahwa terdapat hubungan
dengan kategori sedang antara tingkat kecemasan dengan pola tidur lansia
(Witriya,2016).
Kecemasan adalah adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon awal
terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi
individu. Kecemasan sering digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti,
ragu-ragu, tidak berdayaa, gelisah, kekhawatiran, tidak tentram yang sering
disertai keluhan fisik (Azizah,2016) merupkana suatu fenomena yang banyak
dijumpai selama masa pandemi akibat wabah virus corona. Wabah
Coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang muncul pada bulan Desember
2019 di Wuhan (China), merupakan spesies baru virus corona penyebab
pneumonia mematikan yang dapat menular dari manusia ke manusia melalui
percikan batuk/bersin (droplet). Virus ini dengan cepat menyebar ke luar
China sehingga World Health Organization(WHO) pada 30 Januari 2020
mendeklarasikan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia (KKMMD) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan
COVID-19 sebagai pandemic (Kemenkes,2020; Hardiyanti,2020).
Virus Corona merupakan salah satu ancaman bagi dunia karena kematian
yang disebabkan olehnya terus bertambah setiap harinya.Total kasus
konfirmasi COVID-19 global per tanggal 29 Januari 2021 lebih dari 100,8
juta kasus dengan total kematian lebih dari 2,1 juta kematian sejak
dimulainya pandemi. (KPCDPEN,2020) Secara global dikutip dari
worldometers kasus Covid-19 terbanyak berada pada wilayah Amerika
dengan kasus sebanyak lebih dari 26,3 juta kasus dan lebih 804 ribu
kematiandan wilayah WHO yang paling sedikit memiliki kasus Covid-19
adalah adalah negara Vanuatu dengan jumlah kasus terkonfirmasi tercatat
sebanyak lebih dari 1orang dan pasien tersebut berhasil disembuhkan.
(worldometers,2020)
Wabah virus corona yang tiap harinya terus menimbulkan kematian sangat
berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia yang
didalamnya mencakup kesehatan mental. Tekanan selama berlangsungnya
pandemi global menyebabkan beberapa gangguan seperti ketakutan dan
kecemasan yang berlebihan baik pada diri sendiri maupun orang-orang
terdekat, perubahan pola tidur dan pola makan, rasa tertekan dan sulit
berkonsentrasi, bosan dan stress karena terus-menerus berada di rumah,
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, dan munculnya gangguan
psikomatis (Ilpaj,2020).
B. Rumusan Masalah
Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (enam
puluh) tahun keatas., Masalah psikologi yang sering terjadi Seiring dengan
bertambahnya usia pada lansia adalah depresi, insomnia, paranoid, demensia,
dan kecemasan. Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa kecemasan
dapat menyababkanganguan kualitas tidur dan juga mempengaruhi pola tidur
pada lansia. Kecemasan menjadi suatu fenomena yang banyak dijumpai
selama masa pandemi akibat wabah virus corona. Berdasarkan uraian di atas,
dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada
hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur lansia di masyarakat desa
Gubug saat pandemi?”
C. TujuanPenelitian
1. TujuanUmum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
kecemasan terhadap kualitas tidur lansia di desa Gubug pada saat
pandemic COVID-19
2. TujuanKhusus
a. Mengidentifikasi Karakteristik lansia di desa Gubug saat pandemi
Covid-19
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan lansia di desa Gubug saat
pandemi Covid-19
c. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia di desa Gubug saat pandemi
Covid-19
d. Menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur
lansia di desa Gubug saat pandemi Covid-19
D. ManfaatPenelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
hubungan kecemasan lansia dimasa pandemic Covid-19 dengan kualitas
tidur.
Tabel 1.2
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti
TINJAUAN TEORI
A. Keperawatan Komunitas
1. Pengertian Keperawatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu
keperawatan, kesehatan dan komunitas, dimana setiap kata memiliki arti
yang cukup luas. Definisikan ketiga kata tersebut sebagai berikut :
a. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat
mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh
manusia, balk secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan
ekosistem.
b. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan
manusia mulai dari tingkat individu sampai tingkat eko¬sistem serta
perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh manusia
mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh.
c. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan
lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada
diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan
barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-
hari (Nofalia dan Nurha, 2018)
Keturunan merupakan faktor yang telah ada pada diri manusia yang
dibawanya sejak lahir, misalnya penyakit asma. Keempat faktor
tersebut saling berkaitan dan saling menunjang satu dengan yang
lainnya dalam menentukan derajat kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Keperawatan dalam keperawatan
kesehatan komunitas dipandang sebagai bentuk pelayanan esensial
yang diberikan oleh perawat kepada individu, keluarga, dan
kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative dengan
menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal.
B. Lansia
1. Definisi
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa
dan tua (Kholifa,2016). Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas (UU No. 13 tahun 1998)
2. Klasifikasi Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami
suatu proses perubahan secara bertahapn dalam jangka waktu tertentu.
Menurut WHO (2013) dalam Kholifa (2016), lansia dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun
b. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun
c. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : usia diatas 90 tahun
3. Teori Penuaan
Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
teori biologi dan teori penuaan psikososial:
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu
dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah
50 kali. Jika seldari tubuh lansia dibiakkanlaludiobrservasi di
laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan membelah
sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ
dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut
beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
emampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh
dan memperbaiki diri (Kholifa,2016; Sunarya, 2015).
3) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa
mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur
membran sel mengalami perubahan serta terjadi kesalahan
genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga
untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein
pada membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut,
dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari
kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua
jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh (Kholifa,2016; Sunarya,
2015).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem
yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih,
juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Kholifa,2016).
Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada
antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan
sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya
pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel
kanker leluasa membelah-belah (Sunarya, 2015).
b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua.Sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
(Kholifa,2016; Sunarya, 2015).
e. Infection (infeksi)
1) Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit sekaligus,
menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya
daya komunikasipada lanjut usia sehingga sulit/jarang
mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini.
2) Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai
dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak
dijumpai pada usia lanjut, malah suhu badan yang rendah lebih
sering dijumpai.
3) Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain
berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu
makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan
tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Safitri, 2018).
g. Isolation (Depression)
1) Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama depresi pada
lanjut usia adalah kehilangan seseorang yang disayangi,
pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan.
2) Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan
menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi
depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepajangan(Safitri, 2018).
h. Inanition (malnutrisi)
Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70 tahun.
Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis (perubahan rasa kecap,
pembauan, sulit mengunyah, gangguan usus dll), psikologis (depresi
dan demensia) dan sosial (hidup dan makan sendiri) yang
berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan (Safitri, 2018).
k. Insomnia(Sulit tidur)
1) Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu
beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti
diabetes melitus dan gangguan kelenjar thyroid, gangguan di
otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
2) Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh
lansia yaitu sulit untuk masuk kedalam proses tidur, tidurnya
tidak dalam dan mudah terbangun, jika terbangun sulit untuk
tidur kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi
hari.
3) Agar bisa tidur : hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, santai
mendekati waktu tidur, hindari rokok waktu tidur, hindari
minum minuman berkafein saat sore hari, batasi asupan cairan
setelah jam makan malam ada nokturia, batasi tidur siang 30
menit atau kurang, hindari menggunakan tempat tidur untuk
menonton tv, menulis tagihan dan membaca (Safitri, 2018).
m. Impotence(Gangguan seksual)
Impotensi/ ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia
lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan
hormon, syaraf, dan pembuluh darah dan juga depresi (Safitri, 2018).
C. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon awal
terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi
individu. Kecemasan sering digambarkan sebagai perasaan yang tidak
pasti, ragu-ragu, tidak berdayaa, gelisah, kekhawatiran, tidak tentram
yang sering disertai keluhan fisik (Nurhalimah, 2016).
a. Antisipasi
Suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi menyatu dengan
lingkungan (Nurhalimah, 2016).
b. Cemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan menumbuhkan motivasi belajar serta
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas (Nurhalimah, 2016;
Vibriyanti, 2020). Respon dari kecemasan ringan adalah
1) Respon fisiologis meliputi sesekali nafas pendek, mampu
menerima rangsang yang pendek, muka berkerut dan bibir
bergetar. Pasien mengalami ketegangan otot ringan
2) Respon kognitif meliputi koping persepsi luas, mampu
menerima rangsang yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
dan menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi meliputi tidak dapat duduk tenang,
tremor halus pada lengan, dan suara kadang meninggi (Jamil,
2015).
c. Cemas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah (Nurhalimah, 2016; Vibriyanti, 2020). Manifestasi
yang muncul pada cemas sedang antara lain:
1) Respon fisiologis Sering napas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, mulut kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan,
mual, dan berkeringat setempat.
2) Respon kognitif Respon pandang menyempit, rangsangan luas
mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan
bingung.
3) Respon perilaku dan emosi Bicara banyak, lebih cepat, susah
tidur dan tidak aman (Jamil, 2015).
d. Cemas Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Adanya
kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu
area lain (Nurhalimah, 2016; Vibriyanti, 2020). Manifestasi yang
muncul pada Cemas berat antara lain:
1) Respon fisiologis Napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, dan ketegangan.
2) Respon kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak
mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi Perasaan terancam meningkat,
verbalisasi cepat, dan menarik diri dari hubungan interpersonal
(Jamil, 2015).
e. Tingkat Panik
Cemas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta
tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan.
Panik meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, serta
kehilangan pemikiran rasional (Nurhalimah, 2016; Vibriyanti, 2020).
Manifestasi yang muncul terdiri dari:
1) Respon fisiologis Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah.
2) Lapang kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat
berfikir logis.
3) Respon perilaku dan emosi Mengamuk- amuk dan marah-
marah, ketakutan, berteriak- teriak, menarik diri dari hubungan
interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi
kacau (Jamil, 2015).
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan Cemas, di antaranya sebagai berikut.
1) Faktor biologis.
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine.
Reseptor ini membantu mengatur Cemas. Penghambat asam
gamma-aminobutirat (GABA) juga berperan utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan Cemas sebagaimana
halnya dengan endorfin. Cemas mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stressor (Vibriyanti, 2020;Jamil, 2015).
2) Faktor psikologis
a) Pandangan psikoanalitik. Cemas adalah konflik emosional
yang terjadi antara antara dua elemen kepribadian dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan dan fungsi Cemas adalah mengingatkan
ego bahwa ada bahaya.
b) Pandangan interpersonal. Cemas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Cemas berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami
harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan Cemas yang berat.
c) Pandangan perilaku. Cemas merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar
perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan
pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan Cemas
dalam kehidupan selanjutnya (Vibriyanti, 2020;Jamil,
2015).
3) Sosial budaya
Cemas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan Cemas dan antara gangguan
Cemas dengan depresi. Faktor ekonomi dan latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya Cemas (Vibriyanti,
2020;Jamil, 2015).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi berikut.
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
seseorang (Vibriyanti, 2020;Jamil, 2015).
4. Mekanisme Koping
Pada pasien yang mengalami Cemas sedang dan berat mekanisme koping
yang digunakan terbagi atas dua jenis mekanisme koping yaitu ;
(Nurhalimah, 2016; Vibriyanti, 2020; Jamil, 2015 ).
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan realistik yang bertujuan untuk
menurunkan situasi stres, misalnya
1) Perilaku menyerang (agresif). Digunakan individu untuk
mengatasi rintangan agar terpenuhinya kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri. Dipergunakan untuk menghilangkan
sumber ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi. Dipergunakan untuk mengubah tujuan-
tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan
personal untuk mencapai tujuan (Nurhalimah, 2016; Vibriyanti,
2020; Jamil, 2015 ).
b. Mekanisme pertahanan ego. bertujuan untuk membantu mengatasi
Cemas ringan dan sedang. Mekanisme ini berlangsung secara tidak
sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi realitas dan bersifat
maladaptif. Mekanisme pertahanan Ego yang digunakan adalah:
1) Kompensasi adalah proses dimana seseorang memperbaiki
penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
2) Penyangkalan (Denial).Menyatakan ketidaksetujuan terhadap
realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
3) Pemindahan (Displacemen).Pengalihan emosi yag semula
ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral
atau kurang mengancam terhadap dirinya.
4) Disosiasi.Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
5) Identifikasi (Identification).Proses dimana seseorang mencoba
menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan
pikiran-pikiran,prilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (Intelektualization).Penggunaan logika dan
alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.
7) Introjeksi (Intrijection). Mengikuti norma-norma dari luar
sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar
(pembentukan superego) 8
8) Fiksasi. Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran)s ehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi.Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi.
10) Rasionalisasi.Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
11) Reaksi formasi. Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan yang
sebenarnya.
12) Regressi. Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah
laku yang primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi
marah, merusak, melempar barang, meraung, dsb.
13) Represi.Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls,
atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan
pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme ego yang lainnya (Nurhalimah, 2016; Vibriyanti,
2020; Jamil, 2015 ).
D. Kualitas Tidur
1. Tidur
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan
aktifitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi,
perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap
stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari waktu individu digunakan
untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas,
mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan
dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari
(Suriah,2017)
2. Kualitas tidur
Kualitas tidur berbeda dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur mengukur
seberapa banyak Anda tidur setiap malam, sedangkan kualitas tidur
mengukur seberapa baik Anda tidur.
Mengukur kuantitas tidur itu sederhana, karena cepat untuk menentukan
apakah Anda mendapatkan jumlah tidur yang disarankan per malam
(biasanya didefinisikan sebagai 7-9 jam untuk orang dewasa). Secara
umum, kualitas tidur yang baik ditentukan oleh karakteristik berikut:
a. Langsung tertidur setelah tidur, dalam waktu 30 menit atau kurang.
b. Biasanya tidur sepanjang malam, dana tau hanya bangun sekali
selama tidur.
c. Dapat tidur sesuai jumlah jam yang disarankan untuk kelompok usia.
d. Tertidur kembali dalam waktu 20 menit jika terbangun.
e. Merasa beristirahat, pulih, dan berenergi setelah bangun di pagi hari
(Rehman, 2020).
3. Faktor yang mempengaruhi Kuliatas Tidur
a. Kebiasaan Tidur yang Buruk
Kebiasaan tidur yang buruk, seperti jadwal tidur yang tidak teratur
atau terlalu banyak mengonsumsi kafein atau alkohol, dapat
mengganggu kualitas tidur Anda. Dalam sebuah penelitian terhadap
mahasiswa keperawatan, merokok dan konsumsi kopi setiap hari
adalah dua faktor terbesar yang terkait dengan kualitas tidur yang
buruk. Alkohol juga mengganggu tidur Anda, meskipun itu dianggap
obat penenang (Rehman, 2020).
Diuretik : menyebabkan nokturia
Anti depresan : menekan REM, menurunkan total waktu REM
Kafein : meningkatkan saraf simpatis/ mencegah orang
tidur
Beta bloker : menimbulkan insomnia, mimpi buruk
Narkotika : mensuspensi REM, meningkatkan kantuk siang
hari.
Alkohol : mengganggu tidur REM, mengganggu tidur
REM, membangunkan seseorang pada malam
hari dan menyebabkan kesulitan untuk kembali
tidur.(Suriah,2017)
b. Stres dan Kecemasan
Kesehatan mental yang buruk, baik dari stres yang meningkat atau
depresi atau gangguan kecemasan, juga berkontribusi pada kualitas
tidur yang buruk. Masalahnya, kurang tidur dan insomnia yang
diakibatkannya memperburuk kondisi ini, menciptakan lingkaran
setan (Rehman, 2020).
c. Kondisi Kesehatan Kronis
Kondisi kesehatan kronis tertentudikaitkan dengan pola tidur yang
buruk dan kurang tidur secara keseluruhan. Ini termasuk penyakit
paru-paru kronis, asma, refluks asam, penyakit ginjal, kanker,
fibromyalgia, dan nyeri kronis. Sayangnya, seperti stres dan
kecemasan, kualitas tidur yang buruk dapat memperburuk gejala dan
ketidaknyamanan yang dirasakan dengan kondisi ini (Rehman,
2020).
d. Apnea Tidur
Penderita apnea tidur mengalami gangguan pernapasan sementara
selama tidur, yang mengakibatkan suara terengah-engah, tersedak,
dan mendengkur. Bahkan jika mereka tidak secara sadar bangun,
otak mereka harus mulai bernapas lagi, mengganggu kualitas tidur.
Kantuk dan kekurangan energy adalah dua keluhan paling umum
dari penderita apnea tidur (Rehman, 2020).
e. Gangguan Tidur Tidak Terdiagnosis
Karena terjadi dalam tidur Anda, beberapa gangguan tidur tidak
terdiagnosis sampai seseorang mencari perawatan untuk gejala lain
seperti kualitas tidur yang buruk, atau pasangan tidur memberi tahu
mereka tentang gejala tersebut. Misalnya, individu dengan gangguan
gerakan tungkai periodik (PLMD) mengalami gerakan menyentak
tak disengaja di kaki mereka saat mereka tidur, yang mengakibatkan
penurunan kualitas tidur, dan kelelahan serta konsentrasi yang buruk
di siang hari. Penderita narkolepsi juga sering menderita kualitas
tidur yang buruk, dan mengalami kelelahan di siang hari (Rehman,
2020).
f. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan
pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
g. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya (Suriah,2017)
h. Motivasi
Motivasi dapat memengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk
(Suriah,2017)
i. Kelelahan
Apabila mengalami kelelahan dapat memperpedek periode pertama
dari tahap REM (Suriah,2017)
j. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya (Suriah,2017)
4. Tahap tidur
Sejak adanya alat EEG (Elektro Encephalo Graph), maka aktivitas-
aktivitas di dalam otak dapat direkam dalam suatu garafik. Alat ini juga
dapat memperlihatkan fluktuasi energy (gelombang otak) pada kertas
grafik. Penelitian mengenai mekanisme tidur mengalami kemajuan yang
sangat pesat dalam 10 tahun terakhir, dan bahkan sekarang para ahli telah
berhasil menemukan adanya 2 (dua) pola/macam/tahapan tidur, yaitu :
a. Pola tidur biasa atau NREM
Pola/tipe tidur biasa ini juga disebut NREM (Non Rapid Eye
Movement = Gerakan mata tidak cepat). Pola tidur NREM
merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur gelombang pendek
karena gelombang otak selama NREM lebih lambat daripada
gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak dalam
keadaan tidur (lihat gambar). Tanda-tanda tidur NREM adalah :
1) Mimpi berkurang
2) Keadaan istirahat (otot mulai berelaksasi)
3) Tekanan darah turun
4) Kecepatan pernafasan turun
5) Metabolisme turun
6) Gerakan mata lambat
Fase NREM atau tidur biasa ini berlangsung ± 1 jam dan pada fase
ini biasanya orang masih bisa mendengarkan suara di sekitarnya,
sehingga dengan demikian akan mudah terbangun dari tidurnya.
Tidur NREM ini mempunyai 4 (empat) tahap yang masingmasing-
masing tahap di tandai dengan pola gelombang otak.
1) Tahap I
Tahap ini merupakan tahap transisi, berlangsung selama 5 menit
yang mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang
merasa kabur dan relaks, mata bergerak ke kanan dan ke kiri,
kecepatan jantung dan pernafasan turun secara jelas. Gelombang
alpha sewaktu seseorang masih sadar diganti dengan gelombang
betha yang lebih lambat. Seseorang yang tidur pada tahap I
dapat di bangunkan dengan mudah. Ketika bangun seseorang
merasa seperti telah melamun.
2) Tahap II
Tahap ini merupakan tahap tidur ringan, dan proses tubuh terus
menurun. Mata masih bergerak-gerak, kecepatan jantung dan
pernafasan turun dengan jelas, suhu tubuh dan metabolisme
menurun. Gelombang otak ditandai dengan “sleep spindles” dan
gelombang K komplek. Tahap II berlangsung pendek dan
berakhir dalam waktu 10 sampai dengan 15 menit. Pada tahap
ini merupakan periodetidur bersuara, kemajuan relaksasi, untuk
bangun relatif mudah.
3) Tahap III
Pada tahap ini meliputi awal dari tidur dalam. Otot-otot dalam
keadaan santai penuh, kecepatan jantung, pernafasan serta
proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi
sistem syarafparasimpatik. Seseorang menjadi lebih sulit
dibangunkan dan jarang bergerak. Gelombang otak menjadi
lebih teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang
lambat. Tahap ini berlangsung 15-30 menit.
4) Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan
predominasi gelombang delta yang melambat. Kecepatan
jantung dan pernafasan turun. Seseorang dalam keadaan rileks,
jarang bergerak dan sulit dibangunkan. (mengenai gambar grafik
gelombang dapat dilihat dalam gambar). Siklus tidur sebagian
besar merupakan tidur NREM dan berakhir dengan tidur REM.
Tahap ini berlangsung 15-30 menit. (Suriah,2017)
b. Pola Tidur Paradoksikal atau REM
Pola/tipe tidur paradoksikal ini disebut juga (Rapid Eye Movement =
Gerakan mata cepat). Tidur tipe ini disebut “Paradoksikal” karena
hal ini bersifat “Paradoks”, yaitu seseorang dapat tetap tertidur
walaupun aktivitas otaknya nyata. Ringkasnya, tidur REM /
Paradoks ini merupakan pola/tipe tidur dimana otak benar-benar
dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak disalurkan ke arah
yang sesuai agar orang itu tanggap penuh terhadap keadaan
sekelilingnya kemudian (Suriah,2017)terbangun.
5. Manfaat Tidur
a. Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru.
b. Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik.
c. Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh.
d. Memelihara fungsi jantung.
e. Mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian.
f. Menyimpan energi.
g. Meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan penyakit.
h. Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik. (Suriah,2017)
Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan
MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2
lebih menular dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV.
COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui kontak erat
dan droplet (percikan cairan pada saat bersin dan batuk), tidak melalui
udara. Bentuk COVID-19 jika dilihat melalui mikroskop elektron (cairan
saluran nafas/ swab tenggorokan) dan digambarkan kembali bentuk
COVID-19 seperti virus yang memiliki mahkota (CDC,2020; Kemenkes
RI 2020b).
2. Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
Coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada
Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),
glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong
ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronavirus ini dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia (Kemenkes RI, 2020a).
3. Penularan
Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan
MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini masih belum diketahui. Masa inkubasi COVID-
19 rata-rata 5-6 hari, dengan rata-rata antara 1 sampai dengan 14 hari.
Risiko penularan tertinggi terjadi di hari-hari pertama penyakit timbul
karena disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang
yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam
sebelum onset gejala atau gejala memuncak (presimptomatik) dan sampai
dengan 14 hari setelah onset gejala. Selain itu, terdapat kasus konfirmasi
yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat
rendah akan tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.
(Kemenkes RI, 2020b; WHO, 2020).
4. Pencegahan
Pencegahan penularan COVID-19 menurut Center for Disease Control
and Prevention adalah sebagai berikut: (CDC, 2019)
1) Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40-60 detik.
Namun, apabila sabun tidak tersedia, gunakan hand sanitizer yang
mengandung 60% alcohol.
2) Hindari kontak dengan orang
Hindari kontak dengan orang terutama orang yang diluar rumah.
Tetap menjaga jarak kurang lebih sepanjang 6 kaki atau 2 lengan dari
orang lain.
3) Gunakan masker
Meskipun tidak sakit tetap gunakan masker terutama di ruang publik.
Masker dapat membantu mencegah penyebaran virus dari orang yang
mengenakannya kepada orang lain.
4) Menutup jika batuk dan bersin
Jika batuk dan bersin tutup dengan menggunakan tissue atau bagian
dalam dari siku. Buang tissue ke dalam tempat sampah dan cuci
tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer.
5) Jaga kebersihan
COVID 19 dapat dicegah dengan selalu membersihkan dan
mendesinfeksi benda-benda yang sering disentuh setiap hari seperti
meja, gagang pintu (handles), telepon genggam, kran, dan lain-lain.
6) Tetap di rumah
Stay at home atau tetap di rumah jika mempunyai gejala seperti
demam, batuk, dan gangguan pernapasan. Tetap di rumah dianjurkan
pula untuk masyarakat yang tidak memiliki gejala untuk mencegah
penyebaran COVID 19.
7) Segera kunjungi pelayanan kesehatan
Cari pelayanan kesehatan jika mengalami beberapa gejala gangguan
pernapasan, nyeri dada, pusing, susah tidur, kebiruan pada mulut dan
wajah. Hal tersebut merupakan tanda bahwa tubuh kekurangan
oksigen dalam darah atau sering disebut sianosis. (CDC, 2019)
C. Kerangkat Teori
Tahap tidur
Mekanisme Koping Pola tidur biasa
Cemas atau NREM
Reaksi yang Pola Tidur
berorientasi pada Paradoksikal atau
tugas REM
Mekanisme
pertahanan ego.
Cemas pada Kualitas
Lansia Tidur
Rentang Kecemasan
Tidak Cemas
Cemas Ringan Faktor yang
Etiologi
Cemas Sedang mempengaruhi Kuliatas
Faktor Predisposisi
Cemas Berat Tidur
Faktor biologis.
Tingkat Panik Kebiasaan Tidur yang
Faktor psikologis
Pandangan Buruk
psikoanalitik. Stres dan Kecemasan
Pandangan Kondisi Kesehatan
interpersonal. Kronis
Pandangan perilaku. Apnea Tidur
Sosial budaya Gangguan Tidur Tidak
Faktor Presipitasi Terdiagnosis
Ancaman terhadap Penyakit
integritas Lingkungan
Ancaman terha-dap Motivasi
sistem diri Kelelahan
Kecemasan
(Anisa dan Ifdil, 2016; Astria, 2016; Jamil, 2015; Kartiningrum, 2017;
Kholifa,2016; Nofaliadan Nurha, 2018; Nurhalimah, 2016; Rehman, 2020;
Sunarya, 2015; Suriah,2017; Vibriyanti, 2020; Widagdo, 2016).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teori yang ada maka dapat dibuat kerangka konsep
penelitian. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu dan yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti
(Sugiyono, 2013). Kerangka konsep penelitian ini dijabarkan pada skema 3.1.
Variable
VariablePerancu
Perancu
B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Sugiyono, 2013). Hipotesis penelitian ini adalah
Ha : Terdapat hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur lansia
di desa gubug pada saat pandemi covid-19
H0 Tidak terdapat hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur
lansia di desa gubug pada saat pandemi covid-19
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Pre Experiment
Design, yaitu sebuah desain penelitian yang belum merupakan eksperimen
sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel dependen.Rancangan penelitian ini adalah
One-Shot Case Study yaitu pernelitian hanya pada suatu kelompok, sehigga
tidak ada kelompok kontrol sebagai bandingan dari kelompok eksperimen.
(Sugiyono, 2013). Rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut:
X 0
Skema 4.1
Rancangan Penelitian
Keterangan:
X : Pengukuran tingkat kecemasan menggunakan skala Geriatri Anxiety
Inventory (GAI)
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Alat ukur
Variable
Definisi operasional dan cara Hasil ukur Skala
penelitian
ukur
Tingkat Suatu perasaan tidak santai Kuesioner Skor 0 = tidak ada Ordinal
kecemasan yang samar-samar,tidak pasti, Geriatri kecemasan
pada masa ragu-ragu, tidak berdayaa, Anxiety Skor 1-5 =
Pandemi gelisah, kekhawatiran, tidak Inventory kecemasan ringan
Covid-19 tentram yang sering disertai (GAI) Skor 6-10 =
keluhan fisik yang kecemasan sedang
merupakan suatu sinyal yang Skor 11-15 =
menyadarkan/ kecemasan berat
memperingatkan akan adanya Skor 16-20= panik
bahaya yang akan datang
Kualitas Kepuasan lanjut usia terhadap Kuesioner <5 = baik Ordinal
tidur lanjut tidur, merasa, pulih, dan Pittsburgh > 5 = buruk
usia berenergi setelah bangun di sleep
pagi hari dan tidak quality
merasakan kelelahan serta index
tidak sering mengantuk. (PSQI)
b. Kriteria eksklusi
1) Lanjut usia penyintas Covid-19
2) Lanjut usia dengan kondisi kesehatan kronis
3) Lanjut usia dengan masalah apnea tidur dan kebiasaan tidur
yang buruk
3. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek. Penelitian ini menggunakan teknik
nonprobabilitysampling menggunakan metode consecutive sampling
yaitu pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Hidayat,2014).
Besar responden pada penelitian ini menurut Slovin (Sugiyono, 2013)
menggunakan rumus sebagai berikut:
N
n=
N . d 2 +1
Keterangan:
n = perkiraan besar sampel
N = jumlah populasi
d2 = tingkat signifikansi (0,1 (10%))
N
n=
N . d 2 +1
906
n= 2
906.(0,1) +1
906 .
n=
9,06+1
906
n=
10,06
n=90,05
n=90responden
F. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Pos Pelayanan Keluarga Berencana -
Kesehatan Terpadu (Posyandu) lanjut usia di desa Gubug.
2. Waktu
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 1 – 30 Mei 2021
G. Etika Penelitian
Masalah etika dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian, masalah
etika keperawatan menurut Sugiyon (2013) yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1. Kebebasan (Autonomy)
Memberikan penjelasan kepada responden dengan tujuan responden
mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya.
Kemudian memberikan lembar persetujuan kepada responden untuk diisi
yang menyatakan bersedia atau menolak menjadi responden dalam
penelitian ini. Jika responden bersedia dibuktikan dengan
penandatanganan lembar persetujuan.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti memberikan jaminan kepada responden penelitian dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur, namun hanya menuliskan kode berupa nomor 01, 02, 03 dan
seterusnya sesuai urutan responden yang dilakukan intervensi pada
lembar pengumpulan data.
3. Kerahasian (Confidentiality)
Peneliti menjamin kerahasian dari hasil penelitian. Semua informasi yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan skala
nyeri) yang akan dilaporkan pada hasil penelitian ini.
H. Alat Pengumpulan Data
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan terdiri dari tiga bagian sebagai
berikut:
1. KuisionerGeriatri Anxiety Inventory (GAI)
Geriatri Anxiety Inventory (GAI) terdiri dari 20 item pertanyaan dengan
hasil intepretasi skor 0-20 dengan detail sebagai berikut: 0= tidak ada
kecemasan 1-5= kecemasan ringan; 6-1= kecemasan sedang; 11-15=
kecemasan berat; dan 16-20= panik. Setiap butir pertanyaan dinilai
berdasarkan Setuju (1) dan tidak Setuju (0).
2. KuisionerPittsburgh sleep quality index (PSQI)
Dalam kuesioner PSQI terdapat tujuh komponen yaitu kualitas tidur
subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari. Penelitian ini
menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup dengan jumlah pertanyaan
sebanyak 10 pertanyaan yang terdiri dari sub pertanyaan sebanyak 19
poin jawaban. Skor untuk setiap pertanyaan adalah 0-3, setelah semua
skor komponen yang di dapat lalu di jumlahkan, maka akan didapat total
skor. Pasien dikategorikan kualitas tidurnya baik apabila mendapatkan
skor dalam rentang 0-5. Sedangkan jika pasien mendapat total skor > 5-
21, maka pasien dikategorikan memiliki kualitas tidur yang buruk.
Semakin tinggi skor yang di peroleh akan menunjukkan kualitas tidur
yang buruk.
3. Lembar karakteristik responden
Lembar karakteristik responden berisi data karakteristik responden terdiri
dari tanggal pengukuran, inisial, nomor responden, umur, jenis kelamin,
pendidikan.
Pada penelitian ini, uji validitas dan reliabilitas instrument GAI telah diuji
pada penelitian Pachanaet al. (2007) dalam Zulvana (2018) dengan nilai
validitas 0,80 dan reliabilitas 0,91. Uji validitas dan reliabilitas instrument
PSQI telah diuji pada penelitian Cunha et al. (2008) dalam Zulvana (2018)
dengan nilai validitas 0,89 dan reliabilitas 0,88.
2. Analisa data
a. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang
responden dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi dan
persentase. Berdasarkan tabel tersebut variabel-variabel yang diteliti
kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menguraikannya secara
rinci. Variabel dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, tingkat kecemasan dan
kualitas tidur lansia
b. Analisis bivariat
Analisa dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
meliputi variabel bebas dan variabel terikat.Penelitian ini merupakan
penelitian komparatif yang menggunakan data kategorik (Ordinal)
dengan data kategorik (Ordinal).Uji statistik yang digunakan adalah
chi square, uji chi square digunakan untuk menguji hipotesis bila
dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana datanya
berbentuk kategorik (Sugiyono, 2013). Analisabivariat pada
penelitian ini diuji dengan menggunakan chi-square tabel
5x2,dengan syarat sel yang mempunyai expected kurang dari 5,
maksimal 20% dari jumlah sel dan Tidak ada cell dengan nilai
frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0
(Nol). Jika syarat Chi-square tidak terpenuhi maka dipakai uji
alternatif, yaitu menggunakan uji fisher.Perhitungan menggunakan
SPSS versi 21. Kesimpulan Ha diterima jika nilai significancyρ-
value < 0,05 (Dahlan,2014).
Daftar Pustaka
Annisa, Dona Fitri dan Ifdil (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut
Usia (Lansia). Konselor; 5(2): hal. 93-99
Azizah, L.M., Zainuri I., Akbar A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa Teori Dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka,
Badan Pusat Statistik. (2020) Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta: Badan
Pusat Statistik;
Centers for Disease Control and Prevention (2019). Coronavirus Disease 2019
(COVID 19) [Internet]. Available from: https://www.cdc.gov/dotw/covid-
19/index.html tanggal 24 Februari 2021.
Centers for Disease Control and Prevention (2020b). How COVID-19 Spreads.
Fitria, Linda dan IfdilIfdil (2020). Kecemasan remaja pada masa pandemi Covid
-19. Jurnal EDUCATIO (Jurnal Pendidikan Indonesia). 6(1): 1-4
Jamil (2015). Sebab dan Akibat Stres, Depresi dan Kecemasan Serta
Penanggulangannya. Jurnal al-Amin. 3 (1): 123-138
Hidayat A aziz A (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Rayani, Dewi dan Purqoti, Dewi Nur Sukma (2020). Kecemasan Keluarga Lansia
Terhadap Berita Hoax Dimasa Pandemi Covid-19. Jurnal Realita. 5(1): hal
906-912
Ilpaj, Salma Matla dan Nurwati, Nunung (2020). Analisis Pengaruh Tingkat
Kematian Akibat Covid-19 Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat di
Indonesia. Jurnal Pekerjaan Sosial. 3(1) hal. 16-18
Sunarya, Wijayanti R., Kuhu MM., Sumedi T., Widayanti ED., Sukrillah UA.,
Riyadi S., Kuswati A (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Andi Offset;
Safitri, Nedya (2018). Masalah Kesehatan Pada Lansia. [home page on the
internet] Kementerian Kesehatan RI. diambil dari
http://yankes.kemkes.go.id/read-masalah-kesehatan-pada-lansia-4884.html
Astria, Ni Kadek Risa (2016). Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa
Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Tahun 2016.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Skripsi