Anda di halaman 1dari 65

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

(SEKSUALITAS, GIZI, KEHILANGAN, DAN PERSONAL HYGIENE)

Dosen Pembimbing : Ifa Nofalia, S. Kep., Ns., M. Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2020
1
Anggota Kelompok :

1. Aida Sayidatur Rohmah (183210002)


2. Erna Yuliarsih (183210012)
3. Ida Dwiyanti (183210019)
4. Marista Rahma Putri Salecha (183210027)
5. Pamila Aniska Fibrianti (183210034)
6. Rifki Kurniadi (183210036)
7. Sulis Setiowati (183210041)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat
Nya kami sekelompok, boleh menyelesaikan tugas makalah tentang “Aplikasi Asuhan
Keperawatan Lansia(seksualitas, gizi, kehilangan, dan personal hygiene)”. Adapun maksud dari
pembuatan makalah ini sebagai perkuliahan mata kuliah ‘Keperawatan Gerontik’.

Terima kasih juga di sampaikan kepada teman- teman yang telah terlibat dalam
pembuatan makalah ini, yang sudah meluangkan waktu dalam pembuatan makalah ini. Dalam
penulisannya kami sudah berusaha agar apa yang kami tulis dapat dimengerti oleh pembaca.
Semoga dengan makalah ini juga dapat menambah wawasan atau pengetahuan kita baik sebagai
penulis maupun pembaca.
Namun sebagai manusia biasa kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun
dari para pembaca agar dapat tercipta suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan kita
sebagai mahasiswa.

Jombang, 20 Desember 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

3
COVER ..............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................5

1.1 latar belakang...........................................................................................................5

1.2 rumusan masalah.....................................................................................................6

1.3 tujuan.......................................................................................................................6

1.4 manfaat ...................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................7

2.1 askep lansia dengan masalah intimacy dan seksualitas.................................................7

2.2 askep lansia dengan masalah gizi .................................................................................12

2.3 askep lansia dengan masalah personal hygiene.............................................................19

2.4 askep lansia dengan masalah loss (kehilangan).............................................................25

2.5 asuhan keperawatan lansia ............................................................................................41

BAB III PENUTUP...........................................................................................................65

3.1 kesimpulan.....................................................................................................................65

3.2 saran...............................................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................66

BAB 1

PENDAHULUAN

4
1.1 Latar belakang

Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).  Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994).

Status nutrisi memiliki dampak utama terhadap timbulnya penyakit dan hendaya
pada usia lanjut. Perubahan-perubahan pada lansia menyebabkan peningkatan kerentanan
usia lanjut untuk terkena penyakit kronis, yang dapat dicegah atau diperlambat perjalanan
penyakitnya antara lain dengan pemberian nutrisi yang adekuat. Kecenderungan pola diet
saat ini di negara yang sedang berkembang adalah memiliki diet tinggi lemak yang
semakin menambah risiko penyakit kronik.

Penurunan fungsi tubuh pada lansia atau ketidakmampuan lansia dalam


memenuhi personal hygiene dapat mempengaruhi dan mengakibatkan perubahan kecil
yang terjadi dalam kemampuan lansia yaitu: perubahan fisik, perubahan mental dan
psikososial, sehingga mempunyai dampak atau sebab untuk meningkatkan kepercayaan
pada lansia.

Permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia secara individu, pengaruh proses
menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologi, mental maupun
sosial ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran
terutama dibidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan kemunduran peranan
sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan didalam mencukupi kebutuhan
hidupnya khususnya kebutuhan kebersihan diri, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Nugroho dalam Widyaningsih,
2013).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah seksualitas pada lansia?

2. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah gizi pada lansia?

3. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah kehilangan pada lansia?

4. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah personal hygiene pada


lansia?

5
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan masalah


seksualitas

2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan masalah gizi

3. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan masalah


kehilangan

4. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan masalah


personal hygiene

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan masalah Seksualitas, Gizi,


Kehilangan dan Personal Hygiene

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat penulisan makalah ini diharapkan Mahasiswa di Jurusan Keperawatan


mendapat informasi tentang landasan teori asuhan keperawatan pada lansia
dengan masalah gizi, kehilangan, seksualitas, personal hygiene

2. Perawat dapat mengetahui cara atau langkah yang dapat dilakukan dalam
memberikan asuhan keperawatan bagi lansia yang memiliki masalah pada gizi,
kehilangan, seksualitas dan personal hygiene.

BAB II

TINJAUAN TEORI

6
2.1 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN “INTIMACY DAN
SEKSUALITAS

1. Definisi Seksualitas

Seksualitas pada usia lanjut selalu mendatangkan pandangan yang bias. Bahkan
pada penelitian di negara Barat, pandangan bias tersebút jelas terlihat. Penelitian
Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang ternyata hanya mengambil 31 wanita
dan 48 pria yang berusia di atas 65 tahun. Penelitian Master-Johnson juga terutama
mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedangkan penelitian
Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70 tahun
(Alexander and Allison, 1995).

1) Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang
cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan
ketiadaan pasangan.

2) Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.

3) Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria,
seorang wanita lansia yang di tinggal mati suaminya akan sulit menemi pasangan
hidup.

2. Perubahan Fisiologis Akibat Proses Menua.

Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual


pada lansia biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar
dari aspek vaskuler, hormonal, dan neurologisnya (Alexander and Allison, 1989).
Untuk Suatu pasangan suami-isteri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan
aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan
mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya. Kaplan membagi siklus
tanggapan seksual dalam beberapa tahap. Fase pertama adalah fase desire (hasrat)

7
di mana organ targetnya adalah otak, fase kedua atau fase arousal
(pembangkitan/penggairahan) dengan organ targetnya adalah sistem vaskuler, dan
fase ketiga atau fase orgasmic dengan organ target medulla spinalis dan otot dasar
perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase berikutnya yaitu fase pasca-
orgasmic, merupakan fase relaksasi dari semua organ target tersebut.

Hasrat sangat dipengaruhi oleh penyakit, mulai usia 55 tahun testoteron


menurun yang akan memengaruhi libido.

1) Fase arousal (gairah): Pembesaran payudara berkurang, lubrikasi


vagina menurun, otot-otot yang menegang pada fase ini menurun.
Membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi, ereksi kurang begitu
kuat.

2) Fase orgasmic (fase muscular): Kemampuan untuk mendapatkan


orgasme multipel berkurang dengan makin lanjutnya usia.
Kemampuan mengontrol ejakulasi membaik, kekuatan kontraksi otot
dirasakan berkurang/menurun.

3) Fase pasca-orgasmic: Mungkin terdapat periode refrakter, di mana


pembangkitan gairah secara segera lebih sukar. Periode refrakter
memanjang secara fisiologis, di mana ereksi dan orgasme berikutnya
lebih sukar terjadi.

3. Aktivitas Seksual pada Lansia

Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen gangguan


seksual disebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual). Walaupun pengaruh
psikologi cukup besar, ternyata pengaruh faktor fisik juga cukup tinggi pada
beberapa lansia. Semakin tua usia seseorang, penyebab fisik dapat lebih besar
8
daripada penyebab psikologis. Aktivitas seksual mungkin terbatas karena
ketidakmampuan spesifik dan menurunnya dorongan seksual. Ekspresi cinta
ditunjukkan dalam perhatian nonseksual. Lebih baik perhatian difokuskan pada
sesuatu yang mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari ketidakmampuan
pada umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi seksual
daripada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri. Mengembangkan
kepercayaaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak
membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual.

Artritis dengan deformitas pada sendi memungkinkan terjadinya


kontraktur dan nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi
dan radiasi, gangguan neuromuskular yang menyebabkan lansia merasa kurang
menarik dan mempunyai daya tarik seksual. Perasaaan negatif ini menghambat
pengembangan emosi dan fisik. Beberapa penyakit dihubungkan dengan
penurunan daya tahan atau nyeri yang dapat menyebabkan ketakutan dan
menghalangi dorongan aktivitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif ini harus
diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/hubungan seksualnya. Pada
beberapa lansia, kunci untuk mempertahankan kemampuan seksual secara penuh
adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik.
Hubungan seksual tradisional, artinya posisi laki-laki di atas mungKin sangat
memuaskan orang pada saat masih muda. Akan tetapi, penelitian teraknir
menunjukkan bahwa variasi posisi ternyata lebih memuaskan atau minimal dapat
dinikmati.

4. Pengaruh Umum Penuaan Fungsi Seksual Pria

Secara umum, pengaruh penuaan fungsi seksual pada pria meluputi hal-hal
berikut:

1) Terjadi penurunan sirkulasi tertosteron, tetapi jarang menyebabkan


gangguan fungsi seksual pada lansia yang sehat.
9
2) Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan mungkin tidak sekeras
yang sebelumnya. Perangsangan langsung pada penis sering kali
diperlukan.

3) Ukuran testis tidak bertambah, elevasinya lambat, dan cenderung turun.

4) Kelenjar penis tampak menurun.

5) Kontrol ejakulasi meningkat. Ejakulasi mungkin terjadi setiap 3 episode


seksual. Penurunan fungsi ejakulasi sulit untuk disembuhkan.

6) Dorongan seksual jarang terjadi pada pria di atas 50 tahun.

7) Tingkat orgasme menurun atau hilang.

8) Kekuatan ejakulasi menurun sehingga orgasme kurang semangat.

9) Ejakulasi selama orgasme terdiri dari satu atau dua kontraksi pengeluaran
sedangkan pada orang yang lebih muda dapat terjadi empat kontraksi
besar dan diikuti kontraksi kecil sampai beberapa detik.

10) Ejakulasi dikeluarkan tanpa kekuatan penuh dan mengandung sedikit sel
sperma. Meskipun tingkat kesuburan menurun, tidak berarti lansia menjadi
mandul

11) Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna
yang tidak biasa. Frekuensi kontraksi sfingter ani selama orgasme
menurun.

12) Setelah ejakulasi, penurunan ereksi dan testis lebih cepat terjadi.

13) Kemampuan ereksi setelah ejakulasi semakin panjang. Pada umumnya dua
belas sampai empat puluh delapan jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada
orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.

5. Pengaruh Umum Penuaan Fungsi Seksual Wanita


10
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan
dengan penurunan hormon, seperti berikut ini:

1) Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama.

2) Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya.

3) Dinding vagina menjadi lebih tipis dan mudah teriritasi

4) Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan
uretra.

5) Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkatkan kemungkinan


terjadinya infeksi.

6) Penurunan elevasi uretra.

7) Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.

8) Fase orgasme lebih pendek.

9) Fase resolusi muncul lebih cepat.

10) Kemampuan multipel orgasme masih baik.

6. Hambatan Aktivitas Seksual pada Lanjut Usia

Pada lanjut usia, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas


seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal, yang datang dari
lingkungan, dan hambatan internal, yang terutama berasal dari subjek lansianya
sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap
bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh para lansia.
Masyarakat biasanya masih bisa menerima seorang duda lansia kaya yang
menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau mempunyai anak setelah
usianya agak lanjut. Hal sebaliknya, seorang janda kaya yang menikah dengan
pria yang lebih muda sering kali mendapat cibiran masyarakat. Hambatan
11
eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kall Juga
berupa sikap menentang dari anak- anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada
ayah/ibu yang telah meninggal atau ketakutan dan berkurangnya warisan
merupakan latar belakang penolakan. Di negara Barat hal ini masih terjadi, tetapi
pengaruhnya di negara Timur akan lebih terasa, mengingat kedekatan hubungan
orangtua dengan anak-anak (Hadi-Martono).

7. Penatalaksanaan Masalah Seksual pada Lanjut Usia

Penatalaksanaan penderita lansia dengan masalah seksual pada dasarnya


tidak berbeda dengan penderita usia muda. Hal yang berbeda adalah dalam hal
ketelitian dan kehati-hatian. Dalam diagnosis maupun pemberian terapi harus
lebih ditekankan karena sangat berpengaruh pada keadaan umum penderita.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di hadapan pasangannya. Anamnesis harus
rinci meliputi awitan, jenis, maupun intensitas gangguan yang dirasakan. Juga
anamnesis tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Akan
terapi, yang diberikan tentu saja tergantung dari diagnosis penyakit/gangguan
yang mendasari keluhan. Pada keadaan disfungsi ereksi, terapi yang diberikan
dapat berupa:

1) Terapi psikologis.

2) Medikamentosa (hormonal atau injeksi intra-korporeal).

3) Pengobatan dengan alat vakum.

4) Pembedahan.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH G1ZI

Konsep Dasar Teori Lansia dengan Masalah Gizi

1. Pengertian Lanjut Usia


12
Proses menua merupakan sesuatu yang fisiologis, yang akan dialami olęh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No. 13
tahun 1998 adalah 60 tahun.

2. Teori tentang Proses Menua

1) Teori Biologis

a. Teori Genetik dan Mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram


oleh molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

b. Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah.

c. Autoimune

Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Saat jaringan tubuh tertentu tidak tahan terhadap zat tersebut, jaringan
tubuh menjadi lemah dan mati.

d. Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi


jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.

e. Teori Radikal Bebas

Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan


bahan organik, seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

2) Teori Sosial

a. Teori Aktivitas

13
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut terlibat
dalam kegiatan sosial.

b. Teori Pembebasan

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai


melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda, yakni:

a) Kehilangan peran.

b) Hambatan kontrol sosial.

c) Berkurangnya komitmen

3) Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan


lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Pokok-pokok
dari teori kesinambungan adalah:

a. Lansia tidak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif


dalam proses penuaan, tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa
lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.

b. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti

c. Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.

4) Teori Psikologi

a. Teori Kebutuhan Manusia menurut Hierarki Maslow

Menurut teori ini, setiap individu memiliki hierarki dari dalam


kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1999)|
Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika
kebutunai dasar manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha

14
menemukannya paad tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutunan tersebut tercapai.

b. Teori Individual Jung

Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian


dar seluruh fase kehidupan, yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa
muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan, sampai lansia.
Kepribadian Individu terdiri dari ego, ketidaksadaran seseorang, dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini, kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau ke arah subjektif dan pengalaman-pengalaman
dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat
dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting
bagi kesehatan mental.

3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

1) Perubahan Fisik

a. Sel: Jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,


berkurangnya cairan intra dan ekstraseluler.

b. Persarafan: Cepat menurunnya hubungan persarafan, lambat dalam


merespons, mengecilnya saraf panca indra dan sistem pendengaran,
presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya penggumpulan serum
karena meningkatnya keratin.

c. Sistem penglihatan: Spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya


respons terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.

d. Sistem kardiovaskular: Katup jantung menebal dan menjadi kaku.


kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya

15
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meninggi.

e. Sistem respirasi: Otot-otot pernapasan menjadi kaku sehingga


menyebabkan menurunnya aktivitas silia, paru kehilangan
elastisitasnva sehingga kapasitas residu meingkat dan napas berat,
kedalaman pernapasan menurun.

f. Sistem gastrointestinal: Kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi


buruk, indra pengecap menurun karena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya
sensitivitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin.

g. Sistem genitourinaria: Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi


sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, GFR menurun
sampai 50%. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi
meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah,
kapasitasnya menurun sampai 200cc sehingga vesika urinaria sulit
diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine.
Pembesaran prostat 75% dialami oleh pria di atas 55 tahun. Pada vulva
terjadi atropi sedang selaput lendir vagina menjadi kering, elastisitas
jaringan menurun, sekresi berkurang, dan menjadi alkali.

h. Sistem endokrin: Pada sistem endokrin, hampir semua produksi


hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktivitas tiroid menurun sehingga menurunkan Basal
Metabolisme Rate (BMR). Produksi sel kelamin menurun, seperti
progesteron, estrogen, dan testosteron.

i. Sistem integument: Pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan


jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal, kuku menjadi
keras dan rapuh.

16
j. Sistem muskuloskeletal: Tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengerut dan atropi serabut
erabit otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak, otot kram dan
tremor.

2) Perubahan Mental

Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah:

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b. Kesehatan umum.

c. Tingkat pendidikan.

d. Keturunan.

e. Lingkungan.

Pada lansia biasanya terjadi kemunduran daya ingat (memori/kenangan).


Terdapat dua macam kenangan, yaitu:

a. Kenangan jangka panjang: berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu.

b. Kenangan jangka pendek: 0-10 menit, kenangan buruk.

Pada intelegentia question:

a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.

b. Berkurangnya penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor


terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan
dari faktor waktu.

3) Perubahan-Perubahan Psikososial

a. Pensiun: nilai seorang diukur oleh produktivitasnya, identitas dikaitkan


dengan peranan dalam pekerjaan.
17
b. Merasakan atau sadar akan kematian.

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan


dengan lingkup gerak lebih sempit.

Masalah Lansia dengan Gizi

1. Pengertian

Gizi kurang adalah rendahnya kandungan zat gizi, baik mikro maupun makro, di dalam
tubuh seseorang.

2. Penyebab

a. Penurunan atau kehilangan sensitivitas indra pengecap dan penciuman.

b. Penyakit periodental (terjadi pada 80% lansia) atau kehilangan gigi.

c. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan.

d. Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan.

e. Penggunaan obat-obatan jangka panjang.

f. Gangguan kemampuan motorik.

g. Kurang bersosialisasi, kesepian.

h. Pendapatan yang menurun (pensiun)

i. Penyakit infeksi kronis.

j. Penyakit ganas.

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PERSONAL HYGIENE

Konsep Dasar Gangguan Personal Hygiene

1. Definisi Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal, yang artinya perorangan,
dan hygiene, yang berarti sehat. Jadi, personal hygiene merupakan suatu tindakan

18
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, kesejahteraan, sesuai
dengan kondisi kesehatan. Klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000). Ukuran kebersihan atau penampilan
seseorang dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berbeda pada setiap orang
sakit karena terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan. Perawat dapat memberikan
informasi-informasi tentang personal hygiene yang lebih baik terkait dengan waktu
atau frekuensi aktivitas dan cara yang benar dalam melakukan perawatan diri.

2. Epidemologi

Pemenuhan kebutuhan personal hygiene biasanya menyangkut kebutuhan untuk


kebersihan diri secara mandiri. Gangguan pada personal hygiene dapat terjadi pada
semua tingkat umur. Pasien yang tidak bisa bangun sendiri atau hanya Tidur di rumah
sakit biasanya yang mengalami gangguan personal hygiene.

3. Etiologi

a. Gangguan kognitif.

b. Penurunan motivasi.

c. Kendala lingkungan (ketidaksediaan sarana dan prasarana).

d. Ketidaknyamanan merasakan hubungan spesial.

e. Ansietas.

f. Kelemahan.

g. Faktor Predisposisi

Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal hygiene
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain:

a. Citra Tubuh

Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya. Citra tubuh
sangat memengaruhi dalam praktik higiene seseorang. Ketika seseorang yang tampak

19
berantakan, tidak rapi, atau tidak peduli dengan higienitas dirinya maka dibutuhkan
edukasi tentang pentingnya higiene untuk kesehatan. Selain itu juga dibutuhkan
kepekaan untuk melihat kenapa hal ini bisa terjadi. Apakah memang
kurang/ketidaktahuan seseorang akan personal hygiene atau ketidakmampuan
seseorang dalam menjalankan praktik higiene dirinya, hal ini bisa dilihat dari
partisipasi seseorang dalam higiene harian.

b. Praktik Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial dan karenanya berada dalam kelompok sosial.
Kondisi ini akan memungkinkan seseorang untuk berhubungan, berinteraksi, dan
bersosialisasi satu dengan yang lainnya. Personal hygiene atau kebersihan diri
seseorang sangat memengaruhi praktik sosial seseorang. Selama masa anak-anak,
kebiasaan keluarga memengaruhi praktik higiene, misalnya mandi, waktu mandi, dan
jenis higiene mulut. Pada masa remaja, higiene pribadi dipengaruhi oleh kelompok
teman sebaya. Remaja wanita misalnya, mulai tertarik dengan penampilan pribadi
dam mulai memakai riasan wajah. Pada masa dewasa, teman dan kelompok kerja
membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia akan teriadi
beberapa perubahan dalam praktik higiene karena perubahan dalam kondisi fisiknya.

c. Status Sosial Ekonomi

Status ekonomi seseorang memengaruhi jenis dan tingkat praktik higiene perorangan.
Sosial ekonomi yang rendah memungkinkan higiene perorangan rendah pula.

d. Pengetahuan dan Motivasi

Pengetahuan tentang higiene akan memengaruhi praktik higiene seseorang Namun,


hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan
higiene tersebut. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena
kurangnya pengetahuan.

e. Budaya

Kepercayaan budaya dan nilai pribadi akan memengaruhi perawatan hygiene


seseorang. Berbagai budaya memiliki praktik higiene yang berbeda. Di Asia,
kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan 2-3 kali
20
dalam sehari, sedangkan di Eropa memungkinkan hanya mandi sekali dalam
seminggu. Beberapa budaya memungkinkan juga menganggap bahwa kesehatan dan
kebersihan tidaklah penting.

A. Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20), tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor

2) Rambut dan kulit kotor.

3) Kuku panjang dan kotor.

4) Gigi kotor disertai mulut bau.

5) Penampilan tidak rapi.

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif.

2) Menarik diri, isolasi diri.

3) Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina.

c. Sosial

1) Interaksi kurang.

2) Kegiatan kurang.

3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Rambut

1) Amati kondisi rambut.

2) Keadaan rambut yang mudah rontok.


21
3) Keadaan rambut yang kusam.

4) Tekstur rambut.

b. Kepala

1) Amati dengan benar kebersihan kulit kepala.

2) Normosepal.

3) Ketombe.

4) Berkutu.

5) Kebersihan.

6) Apakah ada nyeri tekan.

c. Mata

1) Apakah mata kanan dan kiri simetris.

2) Konjungtiva ananemis

3) Sclera aninterik.

4) Seklera pada kelopak mata.

d. Hidung

1) Apakah pilek.

2) Apakah ada perubahan penciuman.

3) Kebersihan hidung

4) Keadaan membran amukosa apakah ada septum deviasi.

e. Mulut

1) Keadaan mukosa mulut.

2) Kelembapan

3) Adanya lesi.

4) Kebersihan.

22
f. Gigi

1) Amati kondisi mukosa mulut dan kelembapan mulut.

2) Apakah ada karang gigi.

3) Apakah ada carries.

4) Kebersihan.

g. Telinga

1) Amati telinga kanan kiri apa simetris.

2) Apakah ada lesi.

3) Perhatikan adanya serumen atau kotoran pada telinga.

h. Kulit

1) Amati kondisi kulit (tekstur, turgon, kelembapan).

2) Apakah ada lesi.

3) Apakah ada luka.

i. Kuku, tangan, dan kaki

1) Amati kebersihan kuku.

2) Perhatikan adanya luka.

j. Tubuh secara umum

1) Amati kondisi dan kebersihan badan secara umum.

2) Perhatikan adanya kelainan pada kulit pasien.

C. Prognosis

a. Rentan terhadap penyakit karena kuman-kuman menumpuk di badan yang merupakan


sumber penyakit.

b. Kurang percaya diri akibat timbul bau badan yang menyengat dari metabolisme
kuman.

D. Terapi
23
1) Meningkatkan kesadaran dan percaya diri klien.

2) Ciptakan lingkungan yang mendukung.

3) Sikap keluarga.

4) Membantu klien untuk melakukan perawatan di

E. Penatalaksanaan

Tindakan keperawatan dengan melakukan perawatan pada kulit yang mengalami atau
berisiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut, khususnya pada daerah yang mengalami
tekanan (tonjolan) dengan tujuan mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus
akibat tekanan lama dan tidak hilang Tindakan keperawatan rambut pada pasien dengan
cara mencuci dan menyisir rambut. Tujuannya adalah membersihkan kuman yang ada
pada kulit kepala, nambah rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat
pada kulit, dan memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit.

Tindakan keperawatan gigi pada pasien dengan cara membersihkan dan onvikat gigi dan
mulut secara teratur. Tujuan perawatan ini mencegah infeksi ada mulut akibat kerusakan
pada daerah gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan, dan menjaga kebersihan
gigi dan mulut. Tindakan keperawatan nada pasien yang tidak mampu merawat kuku
secara sendiri adalah membantu memotong dan membersih kan kuku. Tujuannya adalah
menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat garukan dari
kuku.

2.4 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN LOSS (KEHILANGAN)

Konsep Dasar Lansia dengan Masalah Loss

1. Konsep Loss, Mourning, Grief, Grief and Mourning, Dying and Death

1) Pengertian

Peristiwa hilangnya sesuatu (loss) atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai
bagi seseorang. Proses psikologis yang diakibatkan karena peristiwa kehilangan
tersebut adalah:
24
a. Mourning: Reaksi emosi karena persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan
tersebut.

b. Grief: Proses menghadapi/mengatasi.

c. Grief and Mourning: Proses menyesuaikan diri terhadap peristiwa kehilangan.


Proses ini mencakup tahap-tahap sebagai berikut: shock dan merasa tidak percaya,
lama-kelamaan timbul kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut, setelah itu
pulih kembali. Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian
kehilangan atau seluruhnya) dari sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya.
Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang yang bermakna, harta milik pribadi,
kesehatan, serta pekerjaan.

Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak lagi mempunyai
denyut nadi, tidak bernapas selama beberapa menit, dan ketiadaan segala refleks,
serta ketiadaan kegiatan otak. Secara kejiwaan, dalam menghadapi proses kehilangan
seperti itu, individu memerlukan mekanisme koping. Koping yang digunakan
terutama berupa penyesuaian terhadap adanya perubahan yang umumnya
membangkitkan stres dan kecemasan.Berdasarkan Teori Selye mengenai General
Adaptation Syndrome, bahwa reaksi yang terjadi (terhadap setiap stres) akan
meliputi tiga tahap berikut ini:

a. Tahap Alarm.

b. Tahap Resistensi.

c. Tahap Exhaustion.

2) Kematian dan Menjelang Ajal.

Penuaan dihubungkan dengan kehilangan fisik, psikologis, dan sosiologis mayor


serta penurunan kemampuan untuk beradaptasi dan mengompensasi stressor. Lansia
dapat kehilangan rasa pengendalian karena faktor-faktor seperti penurunan fisik,
perubahan status dan peran, sikap budaya yang negatif, pemberitaan media massa
yang negatif, dan menjadi korban kejahatan. Kehilangan seseorang yang dicintai

25
dapat meningkatkan rasa kerentanan pada lansia, menyebabkan ketakutan dan
kecemasan untuk menghadapi kenyataan, kematiannya sendiri, dan menurunkan
sumber-sumber koping.

Kematian pasangan merupakan salah satu kehilangan yang paling berat yang
dapat dialami seseorang. Masa menjanda atau menduda dapat secara serius
memengaruhi status finansial lansia, jaringan sosial, serta kesehatan fisik dan
mental. Jika kehilangan pasangan terjadi di usia lanjut, individu tersebut
mempunyai risiko yang lebih besar mengalami depresi, cemas, dan penyalahgunaan
zat daripada orang yang lebih muda karena penurunan fleksibilitas. Akibat yang
lebih parah, lansia dapat mengalami penyakit kronis dan kerusakan jaringan
dukungan sosial. Lansia pria bahkan mempunyai risiko yang lebih besar mengalami
gangguan fisik dan mental dibandingkan lansia wanita.

Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus
diingat sampai bertahun-tahun setelah kematian pasangan. Pernikahan yang
berumur panjang belum tentu menjamin sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan
bersalah yang belum hilang yang berhubungan dengan ketidaksetiaan,
penganiayaan fisik, atau penyalahgunaan zat atau masalah finansial setelah masa
menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat
memburuk dan menyebabkan penyakit yang serius. Kadang kala berlangsung
sampai 10 tahun setelah kematian pasangan.

Kematian anak yang sudah dewasa dapat membuat lansia lebih berduka daripada
kematian pasangan karena orangtua mengharapkan anak mereka hidup lebih lama
daripada mereka dan menjadi penyokong usia. Anak yang sudah dewasa adalah
bagian penting dari jaringan dukungan sosial lansia.

3) Pertimbangan Khusus

a. Pastikan pasien menyadari akan layanan konseling, kelompok pendukung,


dan sumber lain tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan.

26
b. Rujuk pasien yang harus menghadapi kehilangan anak yang sudah dewasa
ke sumber komunitas yang tepat seperti interfaith, rohaniawan, atau ahli terapi
dukacita.

c. Motivasi pasien untuk mengungkapkan secara verbal ketakutan dan


kekhawatirannya mengenai kematiannya sendiri. Persiapan akan kematian dapat
menjadi pengalaman positif dan tugas perkembangan yang utama pada masa
dewasa.

2. Konsep Perawatan Paliatif

a. Pengertian

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban


penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Tindakan aktif tersebut
artinya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta
memperbaiki aspek psikologis, sosial, dan spiritual.

Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh
satu tim dari berbagai disiplin ilmu. Tim paliatif terdiri atas tim terintegrasi,
antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli
gizi, rohaniawan, dan relawan. Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung
pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat,
pekerja sosial medis, rohaniawan atau pemuka agama, relawan, dan anggota
pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.

Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat
pelayanan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual.
Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona. Pemimpin tim dibantu
anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan. Kerja sama
yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan
sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.

Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting yaitu:

27
1) Pada saat perawatan.

2) Pada saat mendekati kematian.

3) Pada saat kematian.

4) Pada saat masa duka.

Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan


holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga
lanjut usia akan menyentuh faktor fisik, psikis, sosial, spiritual, dan budaya
pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan
tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya, dan kualitas perilaku serta
pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. Perawat tim perawatan paliatif perlu
dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders "You
matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do
all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die".

b. Tujuan Perawatan Paliatif

Tuiuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit
(lanjut usia) dan perawatan tim paliatit, meringankan, bukan menyembuhkan,
meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi, dan
mengurangi beban penderitaan lanjut usia.

c. Prinsip pemberian perawatan paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada


klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim profesional.

d. Dalam memberikan perawatan paliatit, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar
yang digariskan oleh WHO, yaitu meningkatkan kualitas hidup dan menganggap
kematian sebagai proses yang normal, tidak mempercepat dan menunda kematian
lansia, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual, berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap
sakit sampai akhir hayatnya, berusaha mambantu mengatasi suasana dukacita
keluarga klien lanjut usia.

28
e. Kekhususan tim paliatif:

1) Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.

2) Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.

3) Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan,


melakukan langkah tujuan pendek.

4) Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung


pada kondisi yang paling diperlukan oleh pasien lanjut usia.

5) Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.

6) Proses interaksi adalah kunci keberhasilan

f. Kekhususan pasien lanjut usia:

1) Lanjut usia menghadapi kondisi yang penyakitnya tidakdapat disembuhkan.


Artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simptomatis atau paliatif
(bukan kuratif).

2) Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik


maupun mental.

3) Kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik an


mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.

4) Lanjut usia berada di ambang kematian yang terutama akan menimbulkan


ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan
dan dukungan mental atau spiritual.

5) Bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor


etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.

g. Peran perawat paliatif dalam membantu kematian yang bermartabat secara praktis
(Almoger, 2000) sebagai berikut:
29
1) Dengarkan dengan saksama semua keluhan penderita.

2) Bantu penderita untuk menyembuhkan penyakitnya atau setidaknya untuk


mengetahui nyerinya yang banyak terjadi pada stasium akhir. Ringankan
pula semua "ketidaknyamanan" penderita di akhir hayatnya.

3) Hendaknya petugas responsif atas rasa cemas serta sedih dari penderita dan
berusaha untuk meringankannya.

4) Tunjukkan kepekaan kita serta coba pahami "keterbatasan dan kekurangan


fisik" yang menyertai penderita yang sakit berat.

5) Usahakan penderita sebagai manusia "utuh" dan perlakukan sesuai prinsip


tersebut. Jangan perlakukan ia sebagai "anak-anak, apalagi sebagai
"penghuni tempat tidur yang menghabiskan dana". Sangat sulit menentukan
waktu kapan tepatnya penderita akan meninggal. Oleh karenanya yang
terpenting adalah mengenali gejala-gejala yang memberatkan penderita
tersebut. Cristoper's Hospice, London (dikutip oleh Sunarto, 2002) hal
tersebut dinyatakan sebagai total pain yang terdiri dari:

a. Nyeri fisik dan gejala somatik, misalnya anoreksia, nausea, vomitus


singultus, konstipasi, diare, pruritus, batuk, sesak napas, astenia, dan
kakeksia.

b. Nyeri psikologis, antara lain rasa takut, agresif, keputusasaan, dan


depresi karena penderita telah dihadapkan pada diagnosis yang fatal.

c. Nyeri sosiologis, antara lain rasa terisolasi di masyarakat, berhenti dari


jabatan profesi yang berkaitan dengan pekerjaan, merasa terpisah dan
berada di rumah sakit, masalah finansial.

d. Nyeri spiritual, antara lain rasa takut yang berkaitan dengan eksistensi
manusia dan hubungannya dengan Tuhan.

Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Loss

30
1. Sebab-Sebab Kehilangan

a. Kehilangan fungsi, misalnya: fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.

b. Hilangnya gambaran diri atau citra diri.

c. Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.

d. Kehilangan barang yang berharga (rumah, mobil, dan tabungan).

2. Gejala-Gejala Umum

a. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang
tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.

b. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut. Kemungkinan klien


lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan
tersebut. Tingkah laku penyesuaian diri, yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan
tersebut serta pengaruhnya terhadap seseorang.

c. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk
memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan
hidupnya sehari-hari dengan cara merencanakan masa depannya, seraya mengingat
kembali kejadian, baik yangmenyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan
oleh peristiwa tersebut secara realistis.

3. Penatalaksanaan

a. Tahap 1:

1) Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama


klien lanjut usia.

2) Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.

3) Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah
melakukan sesuatu yang baik.

4) Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.

31
b. Tahap 2:

1) Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut, baik pada diri klien lanjut usia
maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.

2) Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.

c. Tahap 3:

1) Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa
kehilangan tersebut.

2) Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.

3) Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang


membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut
usia kepada kenyataan yang ada. Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang
dialami klien.

4) Dalam pembicaraan dengan klien lanjut usia, berilah kesempatan kepadanya untuk
mengarahkan pembicaraan pada peristiwa tersebut.

5) Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya


berkat bantuan perawat.

4. Rencana Selanjutnya

a. Menyokong kesadaran klien lanjut usia akan kebutuhannya untuk tetap menghayati
peristiwa tersebut.

b. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan, baik dari keluarga
maupun teman-temannya.

c. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan
mengerti setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.

Asuhan Keperawatan Lansia dengan Tidak Ada Harapan Sembuh

Asuhan keperawatan lanjut usia dengan tidak ada harapan sembuh (yang menghadapi
saat kematian) adalah:

32
1. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian.

a. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai


pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.

b. Gerakan peristaltik usus menurun.

c. Tubuh klien lanjut usia tampak mengembang.

d. Badan dingin dan lembap terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.

e. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.

f. Denyut nadi mulai tidak teratur.

g. Napas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lendir pada
saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia.

h. Tekanan darahnya menurun

i. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

2. Hak-hak asasi pasien yang menjelang kematian.

a. Berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.

b. Berhak untuk tetap merasa punya harapan, meskipun fokusnya dapat saja berubah-
ubah.

c. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan itu,
walaupun dapat berubah-ubah.

d. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah
mendekat dengan caranya sendiri.

e. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.

33
f. Berhak untuk mengharapkan akan terus mendapat perhatian medis dan perawatan
walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa
nyaman.

g. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.

h. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.

i. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan- pertanyaan

j. Berhak untuk tidak ditipu.

k. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima
kematian.

l. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.

m. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak dihakimi untuk keputusan-


keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.

n. Membicarakan dan memperluas pengalaman-pengalaman keagamaan dan kerohanian.

o. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati sesudah
mati.

3. Sebab-sebab kematian.

a. Penyakit.

1) Keganasan, misalnya:

a) Carnisoma (C).

b) Carnisoma Hati.

c) Carnisoma Paru.

d) Carnisoma Mammae.

2) Penyakit kronis, misalnya:


34
a) CVD (Cerebro Vascular Diseases).

b) CRF (Chronic Renal Failure) = Gangguan Ginjal.

c) DM Gangguan Endokrin.

d) MCI (Myocard Infarc) = Gangguan Kardiovaskular.

e) COPD (Chronic Obstruction Pulmo Diseases).

b. Kecelakaan, misalnya: Epidural Haematoma.

4. Tanda-tanda kematian.

a. Pupil (bola matanya) tetap membesar atau melebar dan tidak berubah-ubah.

b. Hilangnya semua refleks dan ketiadaan kegiatan otak yang tampak jelas dalam hasil
pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar dalam waktu 24 jam.

5. Pengaruh kematian.

a. Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia:

1) Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan

2) Keluarga dapat menerima keada an/kondisinya.

3) Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut

4) Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat


mengatasi rasa.

5) Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi

6) Keluarga menolak diagnosis, penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi


keluarga.

7) Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.

b. Pengaruh kematian terhadap tetangga atau teman:

35
1) Simpati dan dukungan moril.

2) Merendahkan atau mencela kemampuan tim kesehatan.

6. Tahap-tahap menuju kematian.

Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih,
kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian
kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap tahap dapat bervariasi, mulai dari beberapa jam
sampai beberapa bulan. Apabila suatu tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa
timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap terkecuali jika perawat
mempertahankan secara saksama dan cermat.

a. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)

Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa
semua orang kecuali dia. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya
sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan
perawat kepadanya. la malahan dapat menekan apa yang telah ia dengar atau
mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber profesional dan
nonprofesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah berada
di ambang pintu. Kadang lanjut usia menunjukkan tingkah laku yang tidak percaya,
melanjutkan perencanaan/persiapan untuk masa depan, menolak untuk membicarakan
pengobatan dengan dokter atau saat perawatan.

b. Tahap Kedua (Tahap Marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut
usia mudah marah terhadap perawat dan petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap
apa saja yang mereka lakukan. Pada tahap ini, bagi klien lanjut usia lebih merupakan
hikmah daripada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri
klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada
kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini perawat kesehatan harus berhati-hati dalam
memberikan penilaian dalam mengenali kemarahan dan emosi yang tak terkendalikan
sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang perlu diungkapkan. Marah
36
terhadap kenyataan bahwa kematian akan dialami dalam waktu dekat dan respons ini
mungkin diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.

c. Tahap Ketiga (Tahap Tawar-Menawar)

Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah
dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap
tawar-menawar inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah
tangga mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat
surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat
dipenuhi karena merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus
dibereskan sebelum mati. Misalnya, lanjut usia mempunyai satu permintaan terakhir
untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu
terkecil, pergi makan ke restauran, dan sebagainya. Perawat dianjurkan memenuhi
permohonan itu karena tawar- menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-
tahap berikutnya,mencari second opinion, dan melakukan aktivitas yang akan
memberikan mereka lebih banyak waktu.

d. Tahap Keempat (Tahap Sedih)

Pada tahap ini klien lanjut usia pada hakikatnya merasakan saat-saat sedih. Klien
lanjut usia sedang dalam suasana berkabung karena di masa lampau ia sudah
kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri.
Bersamaan dengan ini harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah
dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan
sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien
lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum maut.

e. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia
telah membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin

37
berbicara lagi karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah
lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan.

7. Penatalaksanaan.

a. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)

1) Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya sendiri dalam


menghadapi kematiannya sejauh tidak merusak.

2) Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tida


knya 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekadar bersamannya.

b. Tahap Kedua (Tahap Marah)

1) Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan kemarahannya dengan


kata-kata.

2) Ingatlah bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, "Mengapa hal ini terjadi
padaku?".

3) Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau Anda sebagai cara klien
lanjut usia bertingkah laku.

c. Tahap Ketiga (Tahap Tawar-Menawar)

1) Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan, seperti "seandainya


saya......”

2) Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian dengan tawar-


menawar.

3) Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia


inginkan. Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk
mendengarkan keluh kesah perasaannya.

d. Tahap Keempat (Tahap Sedih)

38
1) Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah bahwa tindakan ini
sebenarnya hanyalah memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan
klien lanjut usia menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian
kesedihannya. Anda boleh saja berdukacita dengan empati, bukan simpati.

2) Klien lanjut usia hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk perasaan-
perasaannya dan bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia
menanyakan sesuatu yang sebetulnya sudah diketahui jawabannya.

e. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)

Klien lanjut usia telah menerima dan dapat mengatakan bahwa sikap menerima
kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak. Sebenarnya klien lanjut usia tidak
menghendaki:

1) Sikap menyerah ketika kematian ini terjadi. Akan tetapi ia tahu bahwa akan
terjadi. Jadi, klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.

2) Luangkan waktu untuk klien lanjut usia. Sikap keluarga akan berbeda dengan
sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan
perasaan mereka.

3) Berikan kesempatan klien lanjut usia menga rahkan perhatiannya sebanyak


mungkin.

39
2.5 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA


ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
STIKES ICME JOMBANG

Nama wisma : Tanggal Pengkajian : 23 Oktober 2020

1. IDENTITASKLIE :
N
Nama : Ny. H
Umur : 68 thn
Agama : Islam
Alamat asal : Jombang
Tanggal datang : 23 Oktober 2020 Lama Tinggal di Panti -
2. DATA :
KELUARGA
Nama : Ny. S
Hubungan : Anak
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jombang Telp : 081321xxxxxx
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama:

Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan:

40
Obat-obatan:-

4. AGE RELATED CHANGES(PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS

1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : Ya
Perubahan BB : Ya
Perubahan nafsu : Ya
makan
Masalah tidur : Ya
Kemampuan : Ya
ADL
KETERANGA : ......................................................................................................
......................................................................................................
N

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : Tidak
Pruritus : Tidak
Perubahan : Ya
pigmen
Memar : Tidak
Pola : Tidak
penyembuhan
lesi
KETERANG : ..........................................................................................................
..........................................................................................................
AN

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan : Tidak
abnormal
Pembengkakan : Tidak
kel. Limfe
Anemia : Ya
KETERANGA : .....................................................................................................
N
41
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : Ya
Pusing : Ya
Gatal pada kulit : Ya
kepala
KETERANG : ...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
AN

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : Ya
penglihatan
Pakai kacamata : Tidak
Kekeringan : Ya
mata
Nyeri : Tidak
Gatal : Tidak
Photobobia : Tidak
Diplopia : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANG : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................
AN

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan : Ya
pendengaran
Discharge : Ya
Tinitus : Tidak
Vertigo : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
Kebiasaan : Ya
membersihkan telinga
Dampak pada ADL : Biasanya jika dipanggil tidak mendengarkan kalo tidak
dengan suara yang keras
KETERANGAN : ..........................................................................................
..........................................................................................

42
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : Tidak
Discharge : Tidak
Epistaksis : Tidak
Obstruksi : Tidak
Snoring : Tidak
Alergi : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANG : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
AN

8. Mulut,
tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : Ya
Kesulitan : Ya
menelan
Lesi : Tidak
Perdarahan gusi : Tidak
Caries : Ya
Perubahan rasa : Ya
Gigi palsu : Ya
Riwayat Infeksi : Tidak
Pola sikat gigi : Sikat gigi pagi dan malam
KETERANGA : ........................................................................................................
........................................................................................................
N

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
Massa : Tidak
KETERANG : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................
AN

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : Tidak
Nafas pendek : Ya
Hemoptisis : Tidak
Wheezing : Tidak
43
Asma : Tidak
KETERANG : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
AN

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : Tidak
Palpitasi : Tidak
Dipsnoe : Tidak
Paroximal : Tidak
nocturnal
Orthopnea : Tidak
Murmur : Tidak
Edema : Tidak
KETERANGAN : ...............................................................................................................
...............................................................................................................

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : Ya
Nausea / : Ya
vomiting
Hemateemesis : Ya
Perubahan nafsu : Ya
makan
Massa : Ya
Jaundice : Ya
Perubahan pola : Ya
BAB
Melena : Tidak
Hemorrhoid : Tidak
Pola BAB : Ketika pagi hari saja
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : Ya
Frekuensi : Lebih dari 5 kali sehari
Hesitancy : Tidak
Urgency : Tidak
Hematuria : Tidak
Poliuria : Ya
44
Oliguria : Ya
Nocturia : Ya
Inkontinensia : Ya
Nyeri berkemih : Tidak
Pola BAK : Lebih dari 5 kali sehari
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

14. Reproduksi (laki-


laki)
Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah :
sex
Impotensi :

Reproduksi
(perempuan)
Lesi : Tidak
Discharge : Tidak
Postcoital bleeding : Tidak
Nyeri pelvis : Tidak
Prolap : Tidak
Riwayat menstruasi : Sudah tidak menstruasi
Aktifitas seksual : Tidak
Pap smear : Tidak
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : Ya
Bengkak : Tidak
Kaku sendi : Tidak
Deformitas : Tidak
Spasme : Tidak
Kram : Tidak
Kelemahan otot : Ya
Masalah gaya : Ya
berjalan
45
Nyeri punggung : Ya
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : Masih bisa berjalan sendiri seperti biasa
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : Tidak
Seizures : Tidak
Syncope : Tidak
Tic/tremor : Ya
Paralysis : Tidak
Paresis : Tidak
Masalah memori : Ya
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : Ya
Depresi : Tidak
Ketakutan : Tidak
Insomnia : Tidak
Kesulitan dalam mengambil : Ya
keputusan
Kesulitan konsentrasi : Ya
Mekanisme koping : Selalu berpikir positif
Persepsi tentang kematian : kematian adalah tentang kehidupan yang akan dimulai
lagi di akhirat

Dampak pada
ADL :.........................................................................................................................
....................................................................................................
.....................
Spiritual
 Aktivitas ibadah : menjalankan sholat lima waktu

 Hambatan :-
KETERANGAN :.......................................................................................................
.....................
46
6. LINGKUNGAN :

 Kamar : nyaman

 Kamar mandi : bersih dan nyaman

 Dalam rumah.wisma :-

 Luar rumah : nyaman

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Kriteria Dengan Mandir Skor
Bantuan i Yang
Didapat

1 Makan 5 10 8

2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau 5-10 15 11


sebaliknya

3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok 0 5 3


gigi)

4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10 3


tubuh, menyiram)

5 Mandi 0 5 3

6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, dengan 0 5 5


kursi roda )

7 Naik turun tangga 5 10 5

8 Mengenakan pakaian 5 10 10

9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 7

10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 7

47
2. Aspek Kognitif dengan MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2020 Hari :jumat
Musim : hujan Bulan : oktober
Tanggal : 23
2 Orientasi 5 3 Dimanasekarangkitaberada ?
Negara: Indonesia Panti : -
Propinsi: jawa timur Wisma : -
Kabupaten/kota : jombang
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, meja,
kertas), kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatiandankalkulasi 5 3 Meminta klien berhitung mulai dari 100
kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5).
65
5 Mengingat 3 1 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada poin ke- 2 (tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 6 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut
:
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut


yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”

48
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis
kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk

Total nilai 30 19
Interpretasihasil :
24 – 30 : tidakadagangguankognitif
18 – 23 : gangguankognitifsedang
0 - 17 : gangguankognitifberat

Kesimpulan gangguan kognitif sedang


3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test

No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)


1

Rata-rata Waktu TUG

Interpretasi hasil

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu
6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss & Kehlet:
2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
49
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 0
sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 1
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 1
Jumlah 4
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

5. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan perubahan jumlah2 Ya
dan jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 Ya
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 Ya
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman beralkohol2 Tidak
setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga tidak2 Ya
dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan 4 Tidak
7. Lebih sering makan sendirian 1 Tidak
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 kali atau 1 Tidak
lebih setiap harinya

50
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan terakhir 2 Ya
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk 2 Ya
belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 6
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory
Gerontological Nursing, 2001)

*centang pada kolom pemeriksaan jika ditemukan indikastor pada lansia

Interpretasi:

0 – 2 : Good

3 – 5 : Moderate nutritional risk

6≥ : High nutritional risk

6. Hasil pemeriksaan Diagnostik

No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil


Diagnostik Pemeriksaan

7. Fungsi sosial lansia

APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA

Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKOR

51
1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-ADAPTATION 1
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHIP 1
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya menerima GROWTH 1
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas / arah
baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) sayaAFFECTION 1
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya
seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan sayaRESOLVE 1
meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 5
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

A. ANALISIS DATA

DATA PROBLEM

DS : “Saya merasa lemah dan sering cepat lelah bila beraktivitas Kurang perawatan
jadi untuk perawatan diri ya seadanya saja” diri(personal hygine)

DO : - K/U Baik
- Tampak tidak rapi, kotor, dan tidak terawat
- Rambut putih, kulit keriput

DS: “saya ketika berhubungan intim merasa kurang minat lagi” Gangguan seksual

DO: ku baik

memasang wajah kurang minat ketika membahas hubungan


52
seksual

Sudah tidak berhubungan intim 3 bulan

DS: “klien mengeluh : Ketidakseimbangan nutrisi


- Nafsu makan menurun kurang dari kebutuhan tubuh
- Sulit menelan
- Perut kembung/rasa tidak enak pada perut
- Mual muntah
- Letih dan lemah”

DO:

- Penurunan berat badan


- Gigi tdak lengkap
- Sariawan
- Membrane mukosa pucat
- Bising usus hiperaktif
- Konstipasi
DS: “saya sedih setelah kehilangan cucunya saya merasa Lost and grift
kesepian “
DO: ku baik
Tampak sedih
Tampak gelisah

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN (mengacu NANDA, diurutkan prioritasnya)


1. Kurang perawatan diri(personal hygine)
2. Gangguan seksual
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Lost and grift

C. RENCANA KEPERAWATAN (mengacu NOC dan NIC )

NO DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI

1 Anjurkan klien mandi 2x sehari dan


Kurang perawatan ajarkan klien memakai baby oil setiap
diri(personal habis mandi
hygine) 2.   Anjurkan klien menyikat gigi
minimal setiap mandi
3.   Anjurkan klien mencuci rambut rutin
53
3x seminggu, memakai conditioner
dan anjurkan untuk minta bantuan
orang terdekat / anak
4.   Anjurkan klien menyisir rambutnya
tiap hari dan ditata rapi
5.   Anjurkan klien minta bantuan pada
orang terdekat / anak untuk
memotong kuku bila panjang, bila
bisa mandiri ingatkan untuk hati –
hati dan jangan terlalu pendek atau
sampai menimbulkan luka
6.   Anjurkan klien untuk memakai
pakaian yang tidak berbahan kasar,
tidak tebal, mudah dan nyaman
dipakai
7.   Berikan penkes tentang pentingnya
melakukan perawatan diri / menjaga
kebersihan diri bagi lansia

Gangguan seksual Bantu pasien untuk mengekspresikan


perubahan fungsi tubuh termasuk
organ seksual seiring dengan
bertambahnya usia.
Berikan pendidikan kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual

M motivasi klien untuk mengkonsumsi


makanan yang rendah lemak, rendah
kolestrol, dan berupa diet vegetarian
Anjurkan klien untuk menggunakan
krim vagina dan gel

3 Ketidakseimbangan - Nafsu makan - Anjurkan asupan kalori sesuai


nutrisi kurang dari
- Status nutrisi : untuk tipe tubuh dan gaya hidup
kebutuhan tubuh
masukan nutrisi - Anjurkan asupan makanan zat
besi yang meningkat sesuai
kebutuhan
- Anjurkan asupan protein zat besi
54
dan vitamin C yang meningkat
sesuai kebutuhan
- Ajarkan pasien bagaimana
menjaga makanan hariannya ,
sesuai kebutuhan.
- Berikan informasi yang sesuai
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana mendapatkannya

- Yakinkan bahwa diet terdiri dari


tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
4 Lost and grift 1.Tahap denial
Beri dukungan pada fase awal karena
ini berfungsi protektif dan memberi
waktu bagi klien untuk melihat
kebenaran..bantu untuk melihat
kebenaran dengan konfirmasi kondisi
a.l. melalui second opinion
2. Tahap anger
Bantu klien untuk memahami bahwa
marah adalah respon normal akan
kehilangan dan ketidak
berdayaan..siapkan bantuan
berkesinambungan agar klien merasa
aman
3. Tahap bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase
tawar menawar ini dilakukan secara
diam-diam.. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah
atau ketakutan terhapap bayang-
55
bayang dosa masa lalu…Bantu agar
klien mampu mengekspresikan apa
yang dirasakan…apabila perlu refer
ke pemuka agama untuk
pendampingan.
4. Tahap depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan
beri kesempatan untuk
mengekspresikan kesedihannya.
Perawat hadir sebagai pendamping
dan pendengar.
5. Tahap menerima
Klien merasa damai dan
tenang.dampingi klien untuk
mempertahankan rasa berguna
(self worth).berdayakan pasien
untuk melakukan segala sesuatu
yang masih mampu dilakukan
dengan pendampingan.fasilitasi
untuk menyiapkan perpisahan
abadi

56
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosis Keperawatan: Kurang perawatan diri(personal hygine)

WAKT IMPLEMENTASI EVALUASI


U
24 Menganjurkan klien mandi 2x S : “Saya sudah mulai mencoba
Oktober sehari dan mengajarkan klien menjalankan anjuran – anjuran untuk
2020 memakai baby oil setiap habis perawatan diri saya dan saya meminta
mandi bimbingan dari anak saya karena saya
pukul
2.   Menganjurkan klien menyikat gigi sudah tua begini tidak bisa
08.00 minimal setiap mandi melakukannya sendiri”
WIB 3.   Mengnjurkan klien mencuci
rambut rutin 3x seminggu,
memakai conditioner dan O : Klien tampak bersih, rapi, dan terawat
menganjurkan untuk minta bantuan -  Klien tampak sehat
orang terdekat / anak
4.   Mengnjurkan klien menyisir
rambutnya tiap hari dan ditata rapi A : Masalah teratasi
5.   Menganjurkan klien minta bantuan P : Lanjutkan intervensi
pada orang terdekat / anak untuk
memotong kuku bila panjang, bila
I : mandi 2x sehari
bisa mandiri ingatkan untuk hati –
hati dan jangan terlalu pendek atau E : sudah mulai mencoba menjalankan
sampai menimbulkan luka
anjuran-anjuran, klien tampak
6.   Menganjurkan klien untuk
memakai pakaian yang tidak bersih, rapi, dengan mandi 2x sehari
berbahan kasar, tidak tebal, mudah dan masalah teratasi
dan nyaman dipakai
7.   Memberikan penkes tentang
pentingnya melakukan perawatan
diri / menjaga kebersihan diri bagi
lansia

57
Diagnosis Keperawatan: gangguan seksual

WAKT IMPLEMENTASI EVALUASI


U
Hari, S : S:klien mengatakan “ sedikit mengerti

Tanggal, mengapa keinginan untuk melakukan


melakukan pendekatan dan bina hubungan suami istri berkurang
Jam
hubungan saling percaya dengan
pasien
O : klien tampak sedikit lebih segar
hasil : klien merasa nyaman saat
A : masalah belum teratasi
ditanya dan merasa percaya
2.    membantu pasien untuk P : lanjutkan intervensi
mengekspresikan perubahan I : diet makanan berlemak
fungsi tubuh termasuk organ
E : sudah mencoba menjalankan dietnya
seksual seiring dengan
bertambahnya usia
hasil : klien mulai mau sedikit
demi sedikit terbuka saat di
bombing untuk
mengekspresikan masalah nya
3.    memberikan pendidikan
kesehatan tentang penurunan
fungsi seksual.

58
Hasil : klien sedikit lebih
mengerti saat di jelaskan tentang
perubahan yang terjadi pada nya
4.    memotivasi klien untuk
mengkonsumsi makanan yang
rendah lemak, rendah kolestrol,
dan berupa diet vegetarian
hasil : klien setiap hari
mengkonsumsi nasi, ikan, sayur

Diagnosis Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

WAKT IMPLEMENTASI EVALUASI


U

59
Hari, S : klien memgerti dengan kebutuhan
- Beri makanan yang tinggi makannya
Tanggal,
zat besi,protein, dan O : klien tampak lebih segar
Jam
karbohidrat contoh sayur
A : masalah teratasi sebagian
bayam, tempe dan nasi
P : lanjutkan intervensi
- Beri sumplemen vitamin c
- Monitor makan px seperti I : banyak memakan makanan yang tinggi
zat besi,protein, dan vitmanin
habis berapasedok dan
sehari berapa kali E :klien sudah mau menjalankan diit
makanan sehat
- Berikan buah agartidak
terjadi konstipasi

Diagnosis Keperawatan: lost and grift


WAKT IMPLEMENTASI EVALUASI
U

60
Hari, S :klien mengatakan sedikit lebih lega
Berikan dukungan seacra
Tanggal, O : klien tampak tidak lagi gelisah
emosional kepada px
Jam A : masalah teratasi sebagian
Minta keluarga untuk selalu P : lanjutkan intervensi
mendampingi pasien
I : minta keluarga selalu disamping klien
dan selalu memberi dukungan seacra
Minta keluarga untuk memberi
dokungan dan dorongan emosional fisik dan spiritual
semangat untuk px
E : klien sudah dapat menerima bahwa
cucunya telah pergi
Monitor semangat px

61
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia secara individu, pengaruh


proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologi,
mental maupun sosial ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan
mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan fisik, yang dapat
mengakibatkan kemunduran peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya
gangguan didalam mencukupi kebutuhan hidupnya khususnya kebutuhan
kebersihan diri, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan
bantuan orang lain.

3.2 SARAN

Diharapkan kita sebagai seorang Perawat dapat mengetahui cara atau langkah
yang dapat dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi lansia yang
memiliki masalah pada gizi, kehilangan, seksualitas dan personal hygiene.

62
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses roses) Unit
IV, V, VI. Alih bahasa: Yayasan lIkatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Bandung: 1APK.

Dwi. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Efendi, Ferri dan Makfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Herry & Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Juall, Capernito Lynda. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa
Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Marilyn E., Donges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Alih bahasa Made Kariasa.
Jakarta: EGC.

Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Mubarak, Wahit lqbal, dkk. 2006. Buku Ajar lImu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV
Sagung Seto.

Mubarak, Wahit lqbal, dkk. 2009. llmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.

Nanda Internasional 2013. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 2014. Jakarta:
EGC.

Noorkasiani dan S. Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
63
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.

S, Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Suseno, Tutu April A. 2005. Buku Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Stockslenger, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta: EGC.

Tarwoto, Wartona. 2002. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Uliyah, Musrifatul. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Manusia. Edisi 1. Surabaya: Health- Books
Publishing.

64
65

Anda mungkin juga menyukai