Anda di halaman 1dari 433

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL
(kelompok6)
OLEH :
HENDRYANTO
IDA KUSUMADINATA
SYARIFAH NUR HASANAH. A

KATA PENGANTAR
PujisyukurkehadiratTuhan Yang MAhaEsa, atasberkat, rahmaddanhidayah-Nya, sehingga
kami dapatmenyelesaikanmakalahdenganjudul “Psikologi Pada Lansia”

Dalampenyusunanmakalahini kami banyakmengalamiberbagaimasalah,


atasbantuandandukungandariberbagaipihak, makalahinidapatselesai.

Dalamkesempatanini kami banyakmengucapkanterimakasihkepadarekan-


rekanmahasiswasertadosenAkper yang banyakmembantudalampenyelesaianmakalahini.

Kami menyadaridalampenulisanmakalahinimasihjauhdarisempurna, olehkarenaitu saran


dankritik yang sifatnyamembangunsangat kami
harapkanuntukpenyempurnaanmakalahinidansemogabermanfaatbagikitasemua.

Sampit, maret 2012

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 TUJUAN PENULISAN 1
1.3 METODE PENULISAN 1
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar
adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban
bagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia
harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal serta mengetahui
konsep gangguan psikologi pada lansia.

1.2. TUJUAN PENULISAN


Penulisan makalah bertujuan agar pembaca mengetahui dan memahami konsep psikologi
pada lansia.Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat kedalam
praktek lapangan.

1.3. METODE PENULISAN


Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan yaitu : BAB I PENDAHULUAN, BAB II PEMBAHASAN, BAB
III PENUTUP.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah
kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Psikologi Lansia
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1.Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
2.Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3.Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah
sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4.Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa
lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis
yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari
munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS PADA PENUAAN
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang lansia
adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang.
Berikut aspek psikologis pada penuaan :

A. Kepribadian, intelegensi dan sikap


Tes intelegensi dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia.Lansia
seringkali mempertahankan sikap yang kuat, sehingga sikapnya lebih stabil dan sedikit sulit
untuk diubah.
B. Teori aktivitas dan pelepasan
- Teori pelepasan : Lansia secara berangsur-angsur mengurangi aktivitasnya dan bersama
menarik diri dari masyarakat.
- Teori aktivitas : Sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas
yang pasti, dan mengkompensasi dengan melakukan banyak aktivitas yang baru.
PERUBAHAN ASPEK PSIKOSOSIAL
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1.Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2.Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3.Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan
akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4.Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
5.Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
PERUBAHAN DALAM PERAN SOSIAL DI MASYARAKAT
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan.Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila
ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun
tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar.
KEPERAWATAN GERONTIK - GERIATRI NURSING
- Geriatri nursing adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya
pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. Karena itu,
perawatan lansia yang menderita penyakit dan dirawat di RS merupakan bagian dari gerontic
nursing.
PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA
A. Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit.

B. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
C. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam pendekatan
sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk
menciptakan sosialisasi mereka.
D. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian.
MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOIAL PADA LANSIA :
Ø Berduka disfungsional,
Ø Ketidakberdayaan,
Ø Gangguan pola tidur,
Ø Resiko terhadap cedera,
Ø Perubahan nutrisi,
Ø Defisit perawatan diri,
Ø Ansietas.
TUJUAN & TINDAKAN
Tujuan : mengajarkan klien untuk bersepons emosional yang adaptif.
Tindakan :
Ø Lingkungan aman,
Ø Cegah terjadinya kecelakaan,
Ø Hubungan saling percaya perawat – klien,
Ø Dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan untuk mengurangi intensitas
masalah,
Ø Ubah pikiran negatif dan identifikasi aspek positif (kemampuan, keberhasilan),
Ø Bantu mengubah persepsi yang salah/negatif menjadi positif,
Ø Beri pujian,
Ø Libatkan dalam kegiatan dan interaksi sosial ,
Ø Meningkatkan status kesehatan : perawatan diri, istirahat, makan, minum.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang lansia
adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang.Oleh
karena itu Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat kedalam
praktek lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta,
2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003

CONTOH ASKEP PSIKOSOSIAL PADA LANSIA


I. PENGKAJIAN
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan Darah :-
Tempat Tanggal Lahir : Pembuang,
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Janda
TB/BB : 130 cm
Penampilan : Rapi, berjalan agak lambat sudah ada tanda kifosis
Alamat : Baamang, RT 2, RW 1
Orang yang mudah Dihub. : Juai
Alamat & telepon : 085752752487

A. Riwayat Keluarga
Genogram :

B. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Tidak ada
Alamat pekerjaan :-
Berapa Jarak Dari Rumah : -
Alat Transportasi :-
Pekerjaan Sebelumnya : Memantat
Berapa jarak dari rumah : ± 100 meter
Alat Transportasi : Tidak ada (jalan kaki)
Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan:cukup untuk kebutuhan sehari-
hari.
C. Riwayat Lingkungan Hidup
Type tempat tinggal : Permanen
 Jenis Lantai : tanah, x tegel, porselin, lainya. Sebutkan !papan
 Kondisi lantai : licin, x lembab, kering, lainnya. Sebutkan !.............................
 Tangga Rumah :
Tidak ada x
Ada : aman (ada pegangan), tidak aman
 Penerangan : x cukup, kurang
 Tempat Tidur : x aman, (pagar pembatas, tidak terlalu tinggi), tidak aman
 Alat dapur : x berserakan, tertata rapi,
 WC :
Tidak ada
x Ada : x aman (posisi duduk, ada pegangan), tidak aman (lantai licin, tidak ada pegangan)
 Kebersihan lingkungan :x bersih (tidak ada yang membahayakan), tidak bersih dan tidak aman
(pecahan kaca, gelas, paku,dll.)

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :5 orang


Derajat Privasi :Baik
Tetangga Terdekat :Suriansyah
Alamat dan Telpon :-

D. Riwayat Rekreasi
Hobbi/Minat : Memasak
Keanggotaan dalam organisasi :PKK
Liburan/perjalanan :-

E. System Pendukung
Perawat/Bidan/dokter/fisiotherapi :Perawat dan bidan
Jarak dari rumah :2 KM
Rumah Sakit : RSUD Dr. MURJANI Jaraknya ± 15 KM
Klinik :
Pelayanan kesehatan di rumah :Tidak ada
Makanan yang dihantarkan :Nasi, Sayur, dan Lauk.
Perawat sehari-hari yang dilakukan keluarga :Menyediakan Makanan.
Lain-lain :-

F. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual :Klien sudah tidak sholat lagi, karena sudah tua.
Yang lainnya : Sering memberi sesajen di air.
G. Status Kesehatan
ulu :Klien tidak pernah sakit yan serius yang harus diopname dirumah sakit, namun klien sering merasa
pusing, dan nyeri-nyeri di kakinya.
:P : Destruksi sendi, Q : menusuk-nusuk, R ; Kaki, S : 3 (Sedang) T : kadang-kadang.
Obat-obatan :
NO NAMA OBAT DOSIS KET

Alergi :
- Obat-obatan :Tidak Ada
- Makanan :Tidak Ada
- Faktor Lingkungan :Tidak Ada
- Penyakit yang diderita : Reumatik

H. Aktifitas Hidup Sehari-hari


Indeks Katz :A
dan elektrolit :RR = 18x/menit, dada simetris, tidak ada sianosis, minum air kopi dan air putih ± 600 cc/hari.
Nutrisi:Klien makan 3x/hari, sekali makan ± 1 sendok nasi.
Eliminasi:BAK 2x/hari, BAB 1x/hari
Aktifitas:klien dapat melakukan aktifitas sendiri tanpa bantuan, namun secara postur klien semestinya
memakai tongkat karena sudah ada tanda kifosis.
at dan Tidur: Klien tidur malam selama 7 jam, tidur siang selama 1 jam.
Personal hygiene: Klien mandi 2x/hari.
Seksual: merasa sudah tidak ada lagi kepikiran masalah seksual karena merasa dirinya sudah
tua dan sudah tidak memilliki pasangan lagi.

I. Psikologis, Kognitif dan perceptual


 Konsep Diri : Klien merasa kurang percaya diri apabila tidak ada keluarganya disampingnya.
 Emosi : Klien Tidak pernah menunjukan emosi yang berlebihan.
 Adaptasi : Klien sangat akrab dengan penghuni rumah dan tetangganya, namun agak
malu-malu dengan penulis.
 Mekanisme pertahanan diri : Bila ada masalah klien selalu mengutarakan masalahnya kepada
anak dan cucunya.
 Status Mental:
 Tingkat Kesadaran:kompos mentis
 Afasia: Tidak ada, klien dapat dengan jelas berbicara
 Dimentia :xya, tidak
 Orientasi : x normal, bingung, tidak ada respon
 Bicara : x normal, gagap, afasia, Blocking
 Bahasa yang digunakan : Banjar
 Kemampuan membaca : x bisa, tidak
 Kemampuan interaksi : x sesuai, tidak. Sebutkan!
 Pendengaran : x normal, terganggu kanan/kiri, alat bantu pendengaran

Penglihatan : xnormal, kacamata, lensa kontak, terganggu kanan/kiri,


buta kanan/kiri, kabur kanan/kiri, lainnya. Sebutkan!
 Vertigo : ya, tidak
 Short Portable Mental Status Quenstionare :
 Mini-Mental State Exam (MMSE) :Gangguan Intelektual Ringgan
 Inventaris Depresi Beck :Kemungkinan Defresi

J. Pengkajian Fisik
1. Data Klinik :
 Keadaan umum : Baik,
 Tingkat Kesadaran :CM
 GCS :M = 4, V = 5, P = 6, (15)
 Tinggi Badan :130cm Berat badan : 36 Kg.
 Temperatur :36̊ cNadi : 80x/menit.
 Tekanan Darah :120/90mmHg

2. Pernapasan dan sirkulasi :


 Frekuensi napas :18x/menit
 Kualitas : : normal, dangkal, cepat
 Batuk : ya, tidak, Jelaskan, kadang-kadang
 Auskultasi :
 Lobus kanan atas : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara tidak normal
 Lobus kiri atas : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara tidak normal
 Lobus kanan bawah : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara tidak normal
 Lobus kiri bawah : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara tidak normal

3. Metabolik Integumen
 Kulit :
 Warna : normal, pucat, cianosis, kunin, lainnya! Bintik-bintik hitam
 Turgor : norma, menurun
 Lecet: tidak, ya !sebutkan.................
 Bengkak: tidak, ya !sebutkan.............
 Bercak: tidak, ya !sebutkan................
 Mulut
 Gusi : normal, putih, lecet, lainnya................
 Gigi : normal, lainya! Sebutkan beberapa ada.
 Skore Norton : jelas, 19 (kecil sekali/tidak terjadi)
4. Persarafan Sensori
 Pupil : sama, tidak sama, sebutkan, disebelah kanan ada selaput putih
 Reaksi terhadap cahaya
 Kiri : ya, tidak
 Kanan : ya tidak
 Mata : jelas, berair, kabur, lainnya. Sebutkan.....................

5. Muskuloskeletal
 Range of motion : penuh, tidak.sebutkan..............
 Keseimbangan : Stabil, tidak stabil.sebutkan..............
 Menggenggam
 Kanan : Kuat, Lemah
 Kiri : Kuat, Lemah
 Kekuatan otot kaki :
 Kanan : Kuat, lemah
 Kiri : Kuat, lemah
K. Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya:
Klien mengatakan jarang sakit. Hanya sewaktu-waktu nyeri di kaki dan pusing
ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : “saya cemas dg anak-anak Social ekonomi ansietas
saya yang masih belum kerja dan
berkeluarga”

DO : - anak ke- 3 dan ke-4 belum


bekerja dan berkeluarga
- Klien sering termenung
- Susah tidur krg lbih sehari Cuma 5
jam
- Nafsu makan menurun
- Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
dg cukup
Diagnosa keperawatan:
Ansietas berhubungan dengan social ekonomi
Ditandai dengan:
DS : ““saya cemas dg anak-anak saya yang masih belum kerja dan berkeluarga”

DO : - anak ke- 3 dan ke-4 belum bekerja dan berkeluarga


- Klien sering termenung
- Susah tidur krg lbih sehari Cuma 5 jam
- Nafsu makan menurun
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi dg cukup

RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Selama dilakukan 1. Kaji tingkat cemas klien 1.respon ndividu dapat
tindakan keperawatan 2. Catat pembatasan focus bervariasi tergantung pada
diharapkan cemas klien pikiran pola kultural yang
teratasi dengan kriteria3. Observasi pola bicara klien dipelajari.Persepsi yang
hasil: apakah cepat atau lambat menyimpang dari situasi
- Menunjukan ekspresi 4. Diskusikan dengan klien mungkin dapat
tenang tentang apa yang memperbesar perasaan.
- Waktu tidur trpenuhi dicemaskan oleh klien 2.Penyempitan focus
- Nafsu makan 5. Tanyakan mekanisme umumnya merefleksikan
meningkat koping yang digunakan rasa takut
oleh klien jika sedang 3.Menyediakan petunjuk
cemas lengenai factor-faktor
6. Pertahankan kontak sering seperti tingkat
dengan klien untuk ansietas,kemampuan untuk
mendengarkan klien memahami tingkat
bercerita kerusakan otak ataupun
perbedaan bahasa
4.pasien mungkin perlu
menolak realitas sampai
siap untuk menghadapinya
5.Mungkin dapat menghadapi
situasi dg baik pada waktu
itu
6.Untuk memantapkan
hubungan & meningkatkan
ekspresi perasaan

IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengaji tingkat cemas klien S : “Makasih sudah mau
2. Mencatat pembatasan focus pikiran mendengarkan cerita saya”
3. Mengobservasi pola bicara klien apakah cepat
atau lambat O: - klien tampak senang bercerita
4. Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang masalahnya
dicemaskan oleh klien - Klien tersenyum
5. Menanyakan mekanisme koping yang - Klien mempunyai teman cerita
digunakan oleh klien jika sedang cemas yaitu Cucunya
6. Mempertahankan kontak sering dengan klien
untuk mendengarkan klien bercerita A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat cemas klien
2. Catat pembatasan focus pikiran
3. Observasi pola bicara klien apakah
cepat atau lambat
4. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dicemaskan oleh klien
5. Tanyakan mekanisme koping yang
digunakan oleh klien jika sedang
cemas
6. Pertahankan kontak sering dengan
klien untuk mendengarkan klien
bercerita

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria


0

Tambahkan komentar

My World and My Life

Tempat berbagi,mengadu,dan "pamer"

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Mar

31

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN


GERONTIK PADA Ny. R DENGAN
MASALAH GANGGUAN O2 DAN CO2
(kelompok 5)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. R

DENGAN MASALAH GANGGUAN O2 DAN CO2

KELOMPOK 5:
ADITYA TAGAF

DESI NOVIANTY

RYAN NOOR PRATAMA

SUMIANTI

WANTO ANDREANTO

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTA WARINGIN TIMUR

JL. BATU BERLIAN NO.II TELP. (0531) 22960

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA NY.R DENGAN MASALAH GANGGUAN O2 DAN CO2”.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti oleh para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.

Sampit, Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 TUJUAN PENULISAN 1

1.3 RUMUSAN MASALAH 2

1.4 METODE PENULISAN 2

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY


R DENGAN GANGGUAN O2 DAN CO2

A. Pengertian oksigenasi

B. Tujuan pemberian oksigenasi

C. Anatomi fisiologi sistem pernafasan

D. Factor yang mempengaruhi sistem pernafasan

E. PENATALAKSANAAN

F. MASALAH KEPERAWATAN

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
H. RENCANA KEPERAWATAN

DAFTAR KEPUSTAKAAN

2.2 LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY DENGAN


GANGGUAN o2 dan co2

PENGKAJIAN 15

ANALISA DATA 18

RENCANA KEPERAWATAN 19

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 22

3.2 SARAN 22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

O2 dan CO2 merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas oksigenasi
ikut menentukan kualitas hidup. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2)
lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh. memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi
oksigenasi seperti dijelaskan dalam makalah ini.

B. Tujuan

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari materi ini, peserta didik diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah menyelesaikan bab ini, peserta didik akan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengertian oksigenasi
2. Menjelaskan tujuan pemberian oksigen
3. Menguraikan stuktur anatomi sistem pernapasan serta fungsinya
4. Menguraikan fisiologi sistem pernapasan ( ventilasi, difusi dan transportasi )
5. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan
6. Menjelaskan masalah-masalah yang timbul dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
7. Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan dan memenuhi
kebutuhan pertukaran O2 dan CO2 :
a. Pengaturan posisi
b. Latihan nafas dalam
c. Batuk efektif
d. Hidrasi
e. Inhalasi
f. Pemberian O2
g. Fisioterapi dada (vibrasi dan perkusi)
h. Postural drainage
i. Massage punggung
j. Pengumpulan dahak
8. Menjelaskan pengkajian fungsi pernapasan
9. Menjelaskan kemungkinan diagnosa keperawatan yang timbul
10. Menjelaskan perencanaan, tujuan yang akan dicapai secara umum
11. Menjelaskan intervensi keperawatan serta evaluasi
C. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan


oksigenasi pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan
keperawatan pada saat praktik lapangan.

2. Bagi institusi dan civitas akademika

Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah


dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber bacaan
tambahan di perpustakaan

D. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian oksigenasi?

2. Apa tujuan pemberian oksigenasi?

3. Apa saja anatomi sistem pernafasan?

4. Apa fisiologi sistem pernafasan ?

5. Apa saja factor – factor yang mempengaruhi pernafasan?


E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode deskriptif
dengan menggunakan studi melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah-
langkah pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tehnik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu
mempelajari Dokumentasi Keperawatan serta sumber-sumber lainnya yang
berhubungan dengan judul makalah dan masalah yang dibahas

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup
yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.

II. TUJUAN PEMBERIAN OKSIGENASI


1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

III. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN


A. Saluran Nafas Atas

1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena
reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang
sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring

• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan


hidung

dan rongga mulut ke laring

• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
(laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan
digestif

3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan

faring dan trakea


• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk

jakun (Adam’s apple)

- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak
di bawah kartilago tiroid)

- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid

- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
dan memudahkan batu

4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

B. Saluran Nafas Bawah


1. Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris
kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
2. Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar


• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan
(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan

PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya

PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru

IV. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan
tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang,
diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan
gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat

2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan
kapiler paru-paru.Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang
bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih
rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh
darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran
respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen
antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan

sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.


Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen
akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan
sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN


Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :

1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya
berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang
pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari
depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada
orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi
perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.

2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan,
makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai
akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang
meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga
darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan
tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga
akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh
darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan
kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut
jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu
pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada
sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-
sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek
sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa
oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas
tersebut ke dan dari sel.

5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika
depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat
narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.

6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan


Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi
pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian
jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang
diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas
atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah
satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah
hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal
volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran
mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin.
Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat
mentoleransi hipoksia hanya selama 3 – 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen.
Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

7. Perubahan pola nafas


Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan
sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak).
Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat,
denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali
pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran
pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi :
hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti
makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar
atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari
saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka
merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang
tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama
inhalasi (inspirasi).

VI. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :

1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)


Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.

2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)


Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada
saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya
mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)

3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 – 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 – 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 – 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun

4. Riwayat kesehatan keluarga


Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah /
penyakit yang sama.

5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok,
pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.

6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi

7. Riwayat spiritual

8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian
bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga
kedudukan trakhea dapat diketahui.

d. Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya
menjadi elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk
bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1
: 1). Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah
1:2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang
ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan
sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan
ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan
diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-
posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung
melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau
punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu
sisi.
• Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah
pernapasan klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 – 24 x/mnt,
klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu
pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu
pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu
keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah
udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang
ataukah hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau
irreguler, ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang
cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul
yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang
ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang
menetap dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan
bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur
yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi
yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas
seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan
didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta
di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu
batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras
tanpa sekresi, ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah

• Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi
yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang
dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang
tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan
dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan
dengan jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya
persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau
cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat
deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya
jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem
bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada
apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih
mudah terasa karena suara pria besar

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

1. Bersihan jalan napas tidak efektif


Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
• Bunyi napas yang abnormal
• Batuk produktif atau non produktif
• Cianosis
• Dispnea
• Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan
Kemungkinan faktor penyebab :
• Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
• Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
• Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
• Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
• Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
• Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di
expektoran
• Immobilisasi
• Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2. Pola napas tidak efektif


Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
• Dispnea
• Peningkatan kecepatan pernapasan
• Napas dangkal atau lambat
• Retraksi dada
• Pembesaran jari (clubbing finger)
• Pernapasan melalui mulut
• Penambahan diameter antero-posterior
• Cianosis, flail chest, ortopnea
• Vomitus
• Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :


• Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
• Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
• Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps
paru
• CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
• Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
• Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme
bronchial atau oedema
• Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

3. Gangguan pertukaran gas


Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis
respiratori.

4. Penurunan kardiak output


Tanda-tandanya :
• Kardiak aritmia
• Tekanan darah bervariasi
• Takikhardia atau bradikhardia
• Cianosis atau pucat
• Kelemahan, vatigue
• Distensi vena jugularis
• Output urine berkurang
• Oedema
• Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)

Kemungkinan penyebab :
• Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
• Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi
kegagalan jantung
• Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
• Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah

VIII. RENCANA KEPERAWATAN


1. Mempertahankan terbukanya jalan napas
A. Pemasangan jalan napas buatan
Jalan napas buatan (artificial airway) adalah suatu alat pipa (tube) yang dimasukkan ke
dalam mulut atau hidung sampai pada tingkat ke-2 dan ke-3 dari lingkaran trakhea untuk
memfasilitasi ventilasi dan atau pembuangan sekresi
Rute pemasangan :
• Orotrakheal : mulut dan trakhea
• Nasotrakheal : hidung dan trakhea
• Trakheostomi : tube dimasukkan ke dalam trakhea melalui suatu insisi yang diciptakan
pada lingkaran kartilago ke-2 atau ke-3
• Intubasi endotrakheal

B. Latihan napas dalam dan batuk efektif


Biasanya dilakukan pada pasien yang bedrest atau post operasi
Cara kerja :
• Pasien dalam posisi duduk atau baring
• Letakkan tangan di atas dada
• Tarik napas perlahan melalui hidung sampai dada mengembang
• Tahan napas untuk beberapa detik
• Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dampai dada berkontraksi
• Ulangi langkah ke-3 sampai ke-5 sebanyak 2-3 kali
• Tarik napas dalam melalui hidung kemudian tahan untuk beberapa detik lalu keluarkan
secara cepat disertai batuk yang bersuara
• Ulangi sesuai kemampuan pasien
• Pada pasien pot op. Perawat meletakkan telapak tangan atau bantal pada daerah bekas
operasi dan menekannya secara perlahan ketika pasien batuk, untuk menghindari
terbukanya luka insisi dan mengurangi nyeri

C. Posisi yang baik


• Posisi semi fowler atau high fowler memungkinkan pengembangan paru maksimal
karena isi abdomen tidak menekan diafragma
• Normalnya ventilasi yang adekuat dapat dipertahankan melalui perubahan posisi,
ambulasi dan latihan
D. Pengisapan lendir (suctioning)
Adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan napas, suction
dapat dilakukan pada oral, nasopharingeal, trakheal, endotrakheal atau trakheostomi tube.

E. Pemberian obat bronkhodilator


Adalah obat untuk melebarkan jalan napas dengan melawan oedema mukosa bronkhus
dan spasme otot dan mengurangi obstruksi dan meningkatkan pertukaran udara.
Obat ini dapat diberikan peroral, sub kutan, intra vena, rektal dan nebulisasi atau
menghisap atau menyemprotkan obat ke dalam saluran napas.

2. Mobilisasi sekresi paru


A. Hidrasi
Cairan diberikan secara oral dengan cara menganjurkan pasien 2 – 2,5 liter perhari, tetapi
dalammengkonsumsi cairan yang banyak batas kemampuan/cadangan jantung.

B. Humidifikasi
Pengisapan uap panas untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.

C. Postural drainage
Adalah posisi khuus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam
pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan
trakhea, dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 – 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :
- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 – 2 menit
- Vibrasi 4 – 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.

3. Mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru


A. Latihan napas

Adalah teknik yang digunakan untuk menggantikan defisit pernapasan melalui


peningkatan efisiensi pernapasan yang bertujuan penghematan energi melalui
pengontrolan pernapasan
Jenis latihan napas :
• Pernapasan diafragma
• Pursed lips breathing
• Pernapasan sisi iga bawah
• Pernapasan iga dan lower back
• Pernapasan segmental

B. Pemasangan ventilasi mekanik

Adalah alat yang berfungsi sebagai pengganti tindakan pengaliran / penghembusan


udara ke ruang thoraks dan diafragma. Alat ini dapat mempertahankan ventilasi secara
otomatis dalam periode yang lama.
Ada dua tipe yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.

C. Pemasangan chest tube dan chest drainage

Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik,
satu atau lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada
dan dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open
pneumothoraks, flail chest.

Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks
dan rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi
pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif
dalam rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water
c. The three bottle water

4. Mengurangi / mengoreksi hipoksia dan kompensasi tubuh akibat hipoksia


Dengan pemberian O2 dapat melalui :
• Nasal canule
• Bronkhopharingeal khateter
• Simple mask
• Aerosol mask / trakheostomy collars
• ETT (endo trakheal tube)
5. Meningkatkan transportasi gas dan Cardiak Output
Dengan resusitasi jantung paru (RJP), yang mencakup tindakan ABC, yaitu :
A : Air way adalah mempertahankan kebersihan atau membebaskan jalan napas
B : Breathing adalah pemberian napas buatan melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung
C : Circulation adalah memulai kompresi jantung atau memberikan sirkulasi buatan

Jadi secara umum intervensi keperawatan mencakup di dalamnya :


a. Health promotion
• Ventilasi yang memadai
• Hindari rokok
• Pelindung / masker saat bekerja
• Hindari inhaler, tetes hidung, spray (yang dapat menekan nervus 1)
• Pakaian yang nyaman

b. Health restoration and maintenance


• Mempertahankan jalan napas dengan upaya mengencerkan sekret
• Teknik batuk dan postural drainage
• Suctioning
• Menghilangkan rasa takut dengan penjelasan, posisi fowler/semi fowler, significant
other
• Mengatur istirahat dan aktifitas dengan memberikan HE yang bermanfaat, fasilitasi
lingkungan, tingkatkan rasa nyaman, terapi yang sesuai, ROM
• Mengurangi usaha bernapas dengan ventilasi yang memeadai, pakaian tipis dan hangat,
hindari makan berlebih dan banyak mengandung gas, atur posisi
• Mempertahankan nutrisi dan hidrasi juga dengan oral hygiene dan makanan yang
mudah dikunyah dan dicerna
• Mempertahankan eliminasi dengan memberikan makanan berserat dan ajarkan latihan
• Mencegah dan mengawasi potensial infeksi dengan menekankan prinsip medikal
asepsis
• Terapi O2
• Terapi ventilasi
• Drainage dada

IX. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan
dan kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal Pengkajian : 25 Maret


2012

A. DATA BIOGRAFI

Nama : Ny ”R”

TTL : 26 November 1939

Jenis Kelamin : perempuan Gol.Darah : O

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Status Perkawinan :Janda


TB/BB : 160 cm, 44 kg

Penampilan : Rapi, berjilbab Ciri-ciri tubuh : Kurus, kulit sawo matang

Alamat : Kel.Kota Besi Hulu RT 02/RW 05

Kec.Kota Besi Telp/HP 08125086514

Kab.Kotamadya

Orang Yang Dekat : Anak

Hubungan : Ibu dan anak

Alamat/ Telpon : Kel.Kota Besi Hulu RT 02/RW 05

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Genogram
Keterangan : : Laki – laki : Garis Keturunan

: Perempuan ....... : Tinggal Serumah

: Garis Hubungan : Meninggal

2. Riwayat Keluarga

Dalam keluarga klien tidak ada yang mnderita penyakit menurun seperti
DM,hipertensi, asma, dll. Tidak ada pula yang mnderita penyakit menular seperti
TBC.

C.RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini :saat ini klien bekerja sebagai petani

Alamat pekerjaan :-

Jarak dari rumah : 1km

Alat transportasi : jalan kaki

Pekerjaan sebelumnya : sebelumnya klien bekerja sebagai petani juga

Jarak dari rumah : 1km

Alat transportasi : jalan kaki

Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan: pendapatan klien di


dapat dari hasil panen, dan juga biasanya didapat dari anak-anaknya yang sudah
bekerja.

D.RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Jenis lantai rumah : Kayu

Kondisi lantai : Kering


Tangga rumah : Ada : aman (ada pegangan)

Penerangan : cukup

Tempat tidur : aman (pagar pembatas,tidak terlalu tinggi)

Alat dapur : tertata rapi

WC : Ada : aman (posisi duduk ,ada pegangan)

Kebersihan lingkungan : bersih (tidak ada barang membahayakan)

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 5 orang

Tetangga Terdekat : Ada

E.RIWAYAT REKREASI
Hobby atau Minat : berkebun, bertani, menjahit, memasak

Keanggotaan organisasi : ketua arisan kampong, anggota arisan keluarga

Liburan atau Perjalanan : pernah memunaikan ibadah Haji

F.SISTEM PENDUKUNG

Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterafi* : perawat

Jarak dari rumah : 500 meter

Rumah Sakit : tidak ada

Klinik : ada, jarak 1 km

Pelayanan Kesehatan Di rumah : tidak ada

Makanan yang dihantarkan : tidak ada

Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga: tidak ada


G.DESKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan Ritual : klien biasa nya tiap malam jumat menyiapkan sesajian untuk
leluhur

Yang lainnya :-

H.STATUS KESEHATAN
Status Kesehatan umum Selama setahun yang lalu: asma, rematik, vertigo

Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : asma, batuk - batuk

Keluhan Utama: asma

1.Provocative / Paliative : sesak nafas

2.Quality/ Quantity : seperti tertusuk - tusuk

3.Region : ulu hati

4.Severity Scale : 5 (skala sedang)

5.Timing : hilang timbul

Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : biasa nya bila timbul klien
minum obat yang telah di anjurkan dan sering minum air hangat.

Obat-obatan :

NO NAMA OBAT DOSIS KETERANGAN


1. Salbutamol 2mg 3x1
2. dexametason 3x1
3. Vit. C 3X1

Alergi (Catatan Agent dan Reaksi Spesifik) :

Obat-obatan : tidak ada


Makanan : tidak ada

Faktor Lingkungan : cuaca dingin, debu, polusi

Penyakit yang diderita : asma, rematik, vertigo

I.AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks KATZ : A

Oksigenasi :

Cairan dan Elektrolit : klien minum air putih 1500ml per hari,di
dampingi teh dan kopi

Nutrisi : klien makan nasi, lauk, dan sayur 3kali sehari

Eliminasi : BAK 3kali perhari , BAB 1 kali perhari

Aktivitas : tiap hari klien pergi ke sawah untuk bertani

Istirahat dan Tidur : istirahat klien cukup, tidur sehari kira2 10 jam

Personal Hygiene : klien mampu mandi, BAB,BAK sendiri tanpa bantuan

Seksual : kebutuhan seksual tidak terpenuhi karena suami klien


sudah lama meninggal

J. PSIKOLOGI,KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Konsep Diri : klien mampu menerima bahwa dirinya seorang


lansia

Emosi : stabil

Adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar

Status mental : baik

Tingkat Kesadaran : compos mentis

Dimensia : tidak
Orientasi : normal

Bicara : normal

Bahasa yang digunakan : jawa, indonesia

Kemampuan membaca : bisa

Kemampuan interaksi : sesuai

Vertigo : ya

Short Porteble Mental Status Questionaire (SPMSQ) =

Mini – Mental State Exam (MMSE)=

Geriatrik Depresion Scale =

APGAR =

K.TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Baik

Tingkat Kesadaran :Composmentis

Tanda – tanda Vital : TD 130 /90 mmHg Nadi: 88 x/menit

RR 26 X/menit Suhu :36,2 0c

TB :160 cm BB: 44 Kg

PENGKAJIAN PERSISTEM

PERNAFASAN (B1: BREATHING)

1.Bentuk dada : Simetris

2.Sekresi dan Batuk

Batuk : ya
Sputum : tidak ada

Nyeri waktu bernafas : ya

3.Pola nafas

a.Frekwensi Nafas : 28 x/menit

Irguler

Hiper Ventilasi

4.Bunyi nafas

a.Normal

vesikuler di.........................................

Bronchial di..............................................

Broncho vesikuler di.....................................

b.Abnormal

Stridor lokasi............................

Streror lokasi...............................

Wheezing lokasi..........................

Rales lokasi...............

Ronchi lokasi....................

Krepitasi lokasi.................................

Friction Rap lokasi.......................

c. Resonen Lokal

Pectoreloguy

Bronchofoni
Egofoni

5.Pergerakan dada

Intercostal Supra Clavicula Tracheal Tag


Lain lain

Substernal Suprasternal Flail Chest

6.Tractil Fremitis/Fremitus Vokal

Meningkat lokasi

Menurun lokasi

Lain-lain

7.Alat Bantu Pernafasan

Nasal Bag and Mask Tracheostomi

Masker Respirator

CARDIOVASKULER ( B2 : BLEEDING )

1.Nadi

Frekuensi 88 x/menit

Reguler Kuat

2.Bunyi Jantung

Normal

3.Letak Jantung

Ictus cordis teraba pada.................

4.Pembesaran Jantung

tidak

5.Nyeri Dada
Ya

6.Edema : Tidak Ada

7.Clubbing Finger

Tidak

PERSYARAFAN (B3 : BRAIN )

Tingkat Kesadaran :

Compos Mentis

1.GCS :

Eye :4 Verbal :5 Motorik :6

Total GCS :15

2.Refleks

Normal

3.Koordinasi Gerak : Ya

4.Kejang Tidak

5.Lain-lain..........................................

PENGINDERAAN ( PERSEPSI SENSORI )

1. Mata ( Penglihatan )

a. Bentuk

Normal

b. Visus.....................

Pupil :
Isokor

c. Gerak bola Mata :

Normal

d. Medan Penglihatan :

Normal

e. Buta Warna

Tidak

f. Tekanan intra okuler

Meningkat

2. Hidung (Penciuman )

a. Bentuk : Normal

b. Gangguan Penciuman : Tidak

3. Telinga ( Pendengaran )

a. Aurikel : Normal

b. Membran tympani

Terang

c. Otorrhoea :

Ya,jenis....................... Tidak

d. Gangguan Pendengaran : Tidak

e. Tinitus : Tidak

4. Perasa
Normal

5. Peraba

Normal

PERKEMIHAN – ELIMINASI URI ( B4 : BLADDER )

Masalah Kandung Kemih

Tidak ada masalah

Produksi Urine 250 ml/hari Frekuensi 5.x/hari

Warna kuning pekat, Bau amoniakLain-lain....................................

PENCERNAAN – ELIMINASI ALVI ( B5 : BOWEL)

1. Mulut dan Tenggorokan

a. Mulut

Selaput Lendir Mulut

Lembab

b. Lidah

bersih

c. Kebersihan Rongga Mulut

Tidak Berbau Gigi Bersih


d. Tenggorokan :

tidak ada sakit menelan

e. Abdomen

Kenyal

Nyeri tekan, tidak ada

Benjolan, tidak ada

f. Pembesaran hepar tidak

g. Pembesaran Lien tidak

h. Asites tidak

i. Lain – lain.............................

2. Masalah usus besar dan rektum/anus

BAB 1 X/hari

Tidak ada masalah

OTOT,TULANG DAN INTEGUMENT ( B6 : BONE )

1. Otot dan Tulang

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai ( ROM )

Terbatas

Kemampuan kekuatan otot

Fraktur

Tidak

Dislokasi
Tidak

Haemotom

Tidak

2. Integumen

Warna Kulit :sawo matang Akral : hangat

Turgor : Tidak Elastic

REPRODUKSI

Perempuan :

Payudara

Bentuk Simetris

Benjolan tidak

Kelamin

Bentuk normal

Keputihan tidak

ENDOKRIN

1. Faktor Alergi

Tidak
Manifestasi : tidak ada

Cara Mengatasi : tidak ada

2. Kelainan endokrin: tidak ada

PENGETAHUAN :

Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien mengetahui jika dirinya mempunyai
penyakit asma biasanya minum obat yang dianjurkan dan juga minum air hangat saat
terasa nyeri

Sampit, 25 Maret 2012

Mahasiswa yang mengkaji,

.........................................

NIM.

ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1.DS-:Klien mengatakan “saya kerusakan Gangguan pertukaran gas
sesak nafas bila cuaca dingin membrane alveoli O2 dan CO2
dan ada debu”

DO:-Klien Nampak sesak nafas


disertai batuk kering

-tidak ada sputum

-frekuensi nafas 28x/mnt

-type pernafasan kusmaul

- terdengar bunyi ronchi pada


apex paru kiri/kanan

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Gangguan pertukaran O2 1. Kaji dan monitor 1. Sebagai indicator adanya
dan CO2 teratasi frekuensi nafas gangguan nafas dan
dengan criteria: indicator dalam tindakan
- Kilen mengatakan selanjutnya
sesak nafas berkurang
atau hilang 2. Berkurangnya tekanan
- Klien tidak batuk lagi 2. Beri posisi yang diafragma keatas sehingga
- Frekuensi nafas dalam menyenangkan sesuai ekspresi paru maksimal
batas normal (16 – 18 dengan keinginan sehingga klien dapat
x/mnt) klien.(posisi semi fowler) bernafas dengan leluasa

3. Batuk yang efektif


3. Ajarkan klien untuk batuk merupakan salah satu cara
efektif yang baik dan efektif untuk
mengeluarkan secret.
4. Menurunkan jumlah
konsumsi atau kebutuhan
4. klkien untuk membatasi selama periode penurunan
aktifitas pernafasan sehingga dapat
menurunkan gejala
gangguan pertukaran gas O2
dan CO2.

5. Untuk mempertahankan
sirkulasi O2 dan CO2

5. Pertahankan sirkulasi O2
dalam ruangan

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji dan monitor frekuensi nafas S : Klien mengatakan “saya masih
sering sesak nafas”
2. memberi posisi yang menyenangkan sesuai
dengan keinginan klien.(posisi semi fowler)O : Klien Nampak sesak nafas disertai
3. mengajarkan klien untuk batuk efektif batuk kering

4.menganjurkan klien untuk membatasi -tidak ada sputum


aktifitas
-frekuensi nafas 28x/mnt
5.mempertahankan sirkulasi O2 dalam
ruangan -type pernafasan kusmaul -
terdengar bunyi ronchi pada apex
paru kiri/kanan
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Lansia mengalami persoalan khusus tentang gangguan O2 dan CO2 , itu tidak
jauh dari penyebab penurunan fungsi tubuh dan factor usia. Kita tentunya
mengetahui fungsi tubuh sangat memerlukan O2 dan CO2 yang disurvey melalui
system Kardiovaskuler, apabila dalam sytem kardiovaskuler tergganggu tentu akan
mengganggu dalam pertukaran gas O2 dan CO2 keberbagai jaringan tubuh. Akhir
– akhir ini banyak masalah yang terjadi di kota – kota besar dalam masalah
kesehatan udara, terutama polusi yang semakin hari semakin mengkhawtirkan
karena merusak kesehatan terutama terhadap manula.

3.2 SARAN

Perlu diingat dalam masalah kesehatan pernapasan dalam hal O2 dan CO2
sangat penting dijaga karena 2 hal ini sangat penting dan diperlukan dalam system
hidup. Maka dari itu Kita harus menjaga sejak dini. Banyak cara agar kita hidup
selalu sehat baik itu dengan gaya hidup yang tidak sehat perlu ditinggalkan,
konsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, dan olahraga teratur. Semua yang
kita akukan pada masa muda akan kita petik saat tua.
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

2.

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL
(kelompok6)

OLEH :

HENDRYANTO

IDA KUSUMADINATA

SYARIFAH NUR HASANAH. A

KATA PENGANTAR

PujisyukurkehadiratTuhan Yang MAhaEsa, atasberkat, rahmaddanhidayah-Nya,


sehingga kami dapatmenyelesaikanmakalahdenganjudul “Psikologi Pada Lansia”
Dalampenyusunanmakalahini kami banyakmengalamiberbagaimasalah,
atasbantuandandukungandariberbagaipihak, makalahinidapatselesai.

Dalamkesempatanini kami banyakmengucapkanterimakasihkepadarekan-


rekanmahasiswasertadosenAkper yang banyakmembantudalampenyelesaianmakalahini.

Kami menyadaridalampenulisanmakalahinimasihjauhdarisempurna, olehkarenaitu


saran dankritik yang sifatnyamembangunsangat kami
harapkanuntukpenyempurnaanmakalahinidansemogabermanfaatbagikitasemua.

Sampit, maret 2012

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 TUJUAN PENULISAN 1

1.3 METODE PENULISAN 1

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

2.2 ETIOLOGI

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses


penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya
proses ini menjadi beban bagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi.
Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang
normal dan tidak normal serta mengetahui konsep gangguan psikologi pada lansia.

1.2. TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah bertujuan agar pembaca mengetahui dan memahami konsep


psikologi pada lansia.Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan pengetahuan yang
didapat kedalam praktek lapangan.

1.3. METODE PENULISAN

Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan yaitu : BAB I PENDAHULUAN, BAB II PEMBAHASAN,
BAB III PENUTUP.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan
itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari


masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Psikologi Lansia

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :

1.Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.

2.Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif


3.Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada
orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik
diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani
masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan
lain-lain.

4.Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga


membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya
kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS PADA PENUAAN

Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang
lansia adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental
yang kurang. Berikut aspek psikologis pada penuaan :

A. Kepribadian, intelegensi dan sikap

Tes intelegensi dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada


lansia.Lansia seringkali mempertahankan sikap yang kuat, sehingga sikapnya lebih stabil
dan sedikit sulit untuk diubah.

B. Teori aktivitas dan pelepasan

- Teori pelepasan : Lansia secara berangsur-angsur mengurangi aktivitasnya dan bersama


menarik diri dari masyarakat.

- Teori aktivitas : Sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk
aktivitas yang pasti, dan mengkompensasi dengan melakukan banyak aktivitas yang baru.

PERUBAHAN ASPEK PSIKOSOSIAL

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan


fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami


perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:

1.Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak


banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

2.Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

3.Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

4.Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menjadi morat-marit.

5.Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.

PERUBAHAN DALAM PERAN SOSIAL DI MASYARAKAT

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan


sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia.Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan
terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang
terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang


memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan.Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena
hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

KEPERAWATAN GERONTIK - GERIATRI NURSING


- Geriatri nursing adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan
perannya pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan
keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara
komprehensif. Karena itu, perawatan lansia yang menderita penyakit dan dirawat di RS
merupakan bagian dari gerontic nursing.

PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA

A. Pendekatan fisik

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :

- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang
lain.

- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau
sakit.

B. Pendekatan psikis

Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif


pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap
segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab.

C. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam
pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut
usia untuk menciptakan sosialisasi mereka.

D. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian.

MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOIAL PADA LANSIA :

Ø Berduka disfungsional,

Ø Ketidakberdayaan,
Ø Gangguan pola tidur,

Ø Resiko terhadap cedera,

Ø Perubahan nutrisi,

Ø Defisit perawatan diri,

Ø Ansietas.

TUJUAN & TINDAKAN

Tujuan : mengajarkan klien untuk bersepons emosional yang adaptif.

Tindakan :

Ø Lingkungan aman,

Ø Cegah terjadinya kecelakaan,

Ø Hubungan saling percaya perawat – klien,

Ø Dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan untuk mengurangi


intensitas masalah,

Ø Ubah pikiran negatif dan identifikasi aspek positif (kemampuan, keberhasilan),

Ø Bantu mengubah persepsi yang salah/negatif menjadi positif,

Ø Beri pujian,

Ø Libatkan dalam kegiatan dan interaksi sosial ,

Ø Meningkatkan status kesehatan : perawatan diri, istirahat, makan, minum.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah
tentang lansia adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan
mental yang kurang.Oleh karena itu Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang didapat kedalam praktek lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC,
Jakarta, 2000.

Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.

Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.

Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003

CONTOH ASKEP PSIKOSOSIAL PADA LANSIA

I. PENGKAJIAN

A. DATA BIOGRAFI

Nama : Ny.R

Jenis Kelamin : Perempuan

Golongan Darah :-

Tempat Tanggal Lahir : Pembuang,


Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Islam

Status Perkawinan : Janda

TB/BB : 130 cm

Penampilan : Rapi, berjalan agak lambat sudah ada tanda kifosis

Alamat : Baamang, RT 2, RW 1

Orang yang mudah Dihub. : Juai

Alamat & telepon : 085752752487

A. Riwayat Keluarga

Genogram :

B. Riwayat Pekerjaan

Pekerjaan saat ini : Tidak ada

Alamat pekerjaan :-

Berapa Jarak Dari Rumah : -

Alat Transportasi :-

Pekerjaan Sebelumnya : Memantat

Berapa jarak dari rumah : ± 100 meter


Alat Transportasi : Tidak ada (jalan kaki)

Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan:cukup untuk kebutuhan


sehari-hari.

C. Riwayat Lingkungan Hidup

Type tempat tinggal : Permanen

 Jenis Lantai : tanah, x tegel, porselin, lainya. Sebutkan !papan


 Kondisi lantai : licin, x lembab, kering, lainnya. Sebutkan !.............................
 Tangga Rumah :
Tidak ada x

Ada : aman (ada pegangan), tidak aman

 Penerangan : x cukup, kurang


 Tempat Tidur : x aman, (pagar pembatas, tidak terlalu tinggi), tidak aman
 Alat dapur : x berserakan, tertata rapi,
 WC :
Tidak ada

x Ada : x aman (posisi duduk, ada pegangan), tidak aman (lantai licin, tidak ada
pegangan)

 Kebersihan lingkungan :x bersih (tidak ada yang membahayakan), tidak bersih dan
tidak aman (pecahan kaca, gelas, paku,dll.)

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :5 orang


Derajat Privasi :Baik
Tetangga Terdekat :Suriansyah
Alamat dan Telpon :-
D. Riwayat Rekreasi
Hobbi/Minat : Memasak
Keanggotaan dalam organisasi :PKK
Liburan/perjalanan :-

E. System Pendukung
Perawat/Bidan/dokter/fisiotherapi :Perawat dan bidan
Jarak dari rumah :2 KM
Rumah Sakit : RSUD Dr. MURJANI Jaraknya ± 15 KM
Klinik :
Pelayanan kesehatan di rumah :Tidak ada
Makanan yang dihantarkan :Nasi, Sayur, dan Lauk.
Perawat sehari-hari yang dilakukan keluarga :Menyediakan Makanan.
Lain-lain :-

F. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual :Klien sudah tidak sholat lagi, karena sudah tua.

Yang lainnya : Sering memberi sesajen di air.

G. Status Kesehatan

Riwayat Penyakit dahulu :Klien tidak pernah sakit yan serius yang harus diopname
dirumah sakit, namun klien sering merasa pusing,
dan nyeri-nyeri di kakinya.
Keluhan Utama :P : Destruksi sendi, Q : menusuk-nusuk, R ; Kaki, S : 3
(Sedang) T : kadang-kadang.

Obat-obatan :

NO NAMA OBAT DOSIS KET

Alergi :

- Obat-obatan :Tidak Ada


- Makanan :Tidak Ada
- Faktor Lingkungan :Tidak Ada
- Penyakit yang diderita : Reumatik

H. Aktifitas Hidup Sehari-hari


Indeks Katz :A
Oksigenasi, Cairan dan elektrolit :RR = 18x/menit, dada simetris, tidak ada sianosis,
minum air kopi dan air putih ± 600 cc/hari.
Nutrisi:Klien makan 3x/hari, sekali makan ± 1 sendok nasi.
Eliminasi:BAK 2x/hari, BAB 1x/hari
Aktifitas:klien dapat melakukan aktifitas sendiri tanpa bantuan, namun secara postur
klien semestinya memakai tongkat karena sudah ada tanda kifosis.
Istirahat dan Tidur: Klien tidur malam selama 7 jam, tidur siang selama 1 jam.
Personal hygiene: Klien mandi 2x/hari.
Seksual: merasa sudah tidak ada lagi kepikiran masalah seksual karena merasa
dirinya sudah tua dan sudah tidak memilliki pasangan lagi.

I. Psikologis, Kognitif dan perceptual


 Konsep Diri : Klien merasa kurang percaya diri apabila tidak ada keluarganya
disampingnya.
 Emosi : Klien Tidak pernah menunjukan emosi yang berlebihan.
 Adaptasi : Klien sangat akrab dengan penghuni rumah dan
tetangganya, namun agak
malu-malu dengan penulis.
 Mekanisme pertahanan diri : Bila ada masalah klien selalu mengutarakan
masalahnya kepada
anak dan cucunya.
 Status Mental:
 Tingkat Kesadaran:kompos mentis
 Afasia: Tidak ada, klien dapat dengan jelas berbicara
 Dimentia :xya, tidak
 Orientasi : x normal, bingung, tidak ada respon
 Bicara : x normal, gagap, afasia, Blocking
 Bahasa yang digunakan : Banjar
 Kemampuan membaca : x bisa, tidak
 Kemampuan interaksi : x sesuai, tidak. Sebutkan!
 Pendengaran : x normal, terganggu kanan/kiri, alat bantu
pendengaran

Penglihatan : xnormal, kacamata, lensa kontak, terganggu


kanan/kiri, buta kanan/kiri, kabur kanan/kiri, lainnya. Sebutkan!

 Vertigo : ya, tidak


 Short Portable Mental Status Quenstionare :
 Mini-Mental State Exam (MMSE) :Gangguan Intelektual
Ringgan
 Inventaris Depresi Beck :Kemungkinan Defresi

J. Pengkajian Fisik
1. Data Klinik :
 Keadaan umum : Baik,
 Tingkat Kesadaran :CM
 GCS :M = 4, V = 5, P = 6, (15)
 Tinggi Badan :130cm Berat badan : 36 Kg.
 Temperatur :36̊ cNadi : 80x/menit.
 Tekanan Darah :120/90mmHg

2. Pernapasan dan sirkulasi :


 Frekuensi napas :18x/menit
 Kualitas : : normal, dangkal, cepat
 Batuk : ya, tidak, Jelaskan, kadang-kadang
 Auskultasi :
 Lobus kanan atas : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara
tidak normal
 Lobus kiri atas : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara
tidak normal
 Lobus kanan bawah : normal, pucat, menurun, tidak ada,
suara tidak normal
 Lobus kiri bawah : normal, pucat, menurun, tidak ada, suara
tidak normal
3. Metabolik Integumen

 Kulit :
 Warna : normal, pucat, cianosis, kunin, lainnya! Bintik-
bintik hitam
 Turgor : norma, menurun
 Lecet: tidak, ya !sebutkan.................
 Bengkak: tidak, ya !sebutkan.............
 Bercak: tidak, ya !sebutkan................
 Mulut
 Gusi : normal, putih, lecet, lainnya................
 Gigi : normal, lainya! Sebutkan beberapa ada.
 Skore Norton : jelas, 19 (kecil sekali/tidak terjadi)

4. Persarafan Sensori
 Pupil : sama, tidak sama, sebutkan, disebelah kanan ada selaput putih
 Reaksi terhadap cahaya
 Kiri : ya, tidak
 Kanan : ya tidak
 Mata : jelas, berair, kabur, lainnya. Sebutkan.....................

5. Muskuloskeletal

 Range of motion : penuh, tidak.sebutkan..............


 Keseimbangan : Stabil, tidak stabil.sebutkan..............
 Menggenggam
 Kanan : Kuat, Lemah
 Kiri : Kuat, Lemah
 Kekuatan otot kaki :
 Kanan : Kuat, lemah
 Kiri : Kuat, lemah
K. Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya:
Klien mengatakan jarang sakit. Hanya sewaktu-waktu nyeri di kaki dan pusing
ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. DS : “saya cemas dg anak-anak Social ekonomi ansietas
saya yang masih belum kerja dan
berkeluarga”

DO : - anak ke- 3 dan ke-4 belum


bekerja dan berkeluarga
- Klien sering termenung
- Susah tidur krg lbih sehari Cuma 5
jam
- Nafsu makan menurun
- Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
dg cukup
Diagnosa keperawatan:

Ansietas berhubungan dengan social ekonomi

Ditandai dengan:

DS : ““saya cemas dg anak-anak saya yang masih belum kerja dan berkeluarga”

DO : - anak ke- 3 dan ke-4 belum bekerja dan berkeluarga

- Klien sering termenung


- Susah tidur krg lbih sehari Cuma 5 jam
- Nafsu makan menurun
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi dg cukup

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Selama dilakukan 1. Kaji tingkat cemas klien 1.respon ndividu dapat
tindakan keperawatan 2. Catat pembatasan focus bervariasi tergantung pada
diharapkan cemas klien pikiran pola kultural yang
teratasi dengan kriteria3. Observasi pola bicara klien dipelajari.Persepsi yang
hasil: apakah cepat atau lambat menyimpang dari situasi
- Menunjukan ekspresi 4. Diskusikan dengan klien mungkin dapat
tenang tentang apa yang memperbesar perasaan.
- Waktu tidur trpenuhi dicemaskan oleh klien 2.Penyempitan focus
- Nafsu makan 5. Tanyakan mekanisme umumnya merefleksikan
meningkat koping yang digunakan rasa takut
oleh klien jika sedang 3.Menyediakan petunjuk
cemas lengenai factor-faktor
6. Pertahankan kontak sering seperti tingkat
dengan klien untuk ansietas,kemampuan untuk
mendengarkan klien memahami tingkat
bercerita kerusakan otak ataupun
perbedaan bahasa
4.pasien mungkin perlu
menolak realitas sampai
siap untuk menghadapinya
5.Mungkin dapat menghadapi
situasi dg baik pada waktu
itu
6.Untuk memantapkan
hubungan & meningkatkan
ekspresi perasaan

IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengaji tingkat cemas klien S : “Makasih sudah mau
2. Mencatat pembatasan focus pikiran mendengarkan cerita saya”
3. Mengobservasi pola bicara klien apakah cepat
atau lambat O: - klien tampak senang bercerita
4. Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang masalahnya
dicemaskan oleh klien - Klien tersenyum
5. Menanyakan mekanisme koping yang - Klien mempunyai teman cerita
digunakan oleh klien jika sedang cemas yaitu Cucunya
6. Mempertahankan kontak sering dengan klien
untuk mendengarkan klien bercerita A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat cemas klien
2. Catat pembatasan focus pikiran
3. Observasi pola bicara klien apakah
cepat atau lambat
4. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dicemaskan oleh klien
5. Tanyakan mekanisme koping yang
digunakan oleh klien jika sedang
cemas
6. Pertahankan kontak sering dengan
klien untuk mendengarkan klien
bercerita

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar
3.

Mar

31

MAKALAH KEPERAWATAN
GERONTIK PERSONAL HYGIENE
PADA LANSIA (kelompok 10)
MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK

PERSONAL HYGIENE PADA LANSIA

KELOMPOK 10:

 Eny Novianti

 Harianto
 Melinda Lestari

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTA WARINGIN TIMUR

JL. BATU BERLIAN NO.II TELP. (0531) 22960

2012

BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR PERSONAL HYGIENE

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di
antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan.
Pengertian

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).

Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi kebersihan
rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan
kesehatan yang optimal (Effendy, 1997).

Klasifikasi

Menurut Tarwoto (2004), macam-macam personal hygiene antara lain:

1. Perawatan kulit kepala dan rambut


2. Perawatan mata
3. Perawatan hidung
4. Perawatan telinga
5. Perawatan kuku kaki dan tangan
6. Perawatan genetalia
7. Perawatan kulit seruruh tubuh
8. Perawatan tubuh secara keseluruhan

Menurut Effendy (1997), jenis kebersihan diri antara lain:

1. Kebersihan rambut

2. Kebersihan gigi dan mulut

3. Kebersihan mata

4. Kebersihan telinga

5. Kebersihan kuku

6. Kebersihan kulit

Tujuan

1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang


2. Memelihara kebersihan diri seseorang
3. Memperbaiki personal hyiene yang kurang
4. Mencagah penyakit
5. Meningkatkan rasa percaya diri
6. Menciptakan keindahan

Faktor – factor yang dapat mempengaruhi

1. Citra tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri. Misalnya, karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

2. Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan
pola Personal Hygiene.

3. Status sosioekonomi

Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.

6. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti
penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

7. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.

Dampank yang sering timbul

1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak Psikososial

Masalah social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.

B. PERSONAL HYGIENE Pada lansia

Memenuhi kebutuhan kebersihan diri pada lansia adalah suatu tindakan perawatan sehari – hari
yang harus diberikan kepada klien lanjut usia terutama yang berhubungna dengan kebershan perorangan
(Personal Hygiene), yaitu antara lain kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan
kepala, rambut dan kuku, serta kebersihan tempat tidur dan posisi tidur (Nugror, 1995).

Perawatan secara umum bagi lansia terbagi 2, yaitu:

1. Mereka yang masih aktif

Dimana keadaan fisiknya mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhan sehari –
hari dapat terenuhi.

2. Mereka yang pasif

Mereka yang keadaan fisiknya memerlukan pertolongan orang lain, seperti sakit atau lumpuh.

Bagi mereka yang masih aktif, hal –hal yang perlu di perhatikan antara lain:

1. Mandi

Mandi agar dibatasi karena kulit lansia biasanya mengering. Hal ini disebabkan kelenjar kulit yang
mengeluarkan lemak mulai kurang bekerja. Maka sehabis mandi kulit lansia sebaiknya diolesi
baby oil terutama di lengan, siku, ketiak, paha, dan sebagainya.

2. Kebersihan mulut

Kenersihan mulut adalah sangat penting. Perlu diingat atau dibantu para lansia untuk menyikat
gigi yang hanya tinggal beberapa buah. Gigi palsu perlu mendapat perhatian khusus, dibersihkan
dengan sabun dan sikat. Untuk menghilangkan bau gigi palsu direndam dalam air hangat yang
telah dibubuhi obat pembersih mulut beberapa tetes selama 5 – 10 menit, setelah itu bilas sampai
bersih dari sabun dan bubuk pembersih mulut tersebut. Sebaiknya jangan mencuci gigi palsu di
bawah air mengalir untuk mencegah bahaya gigi palsu terjatuh dan pecah.
3. Perawatan rambut

Lanjut usia terutama wanita kadang – kadang mengalami kesulitan dalam mencuci rambut
sehingga perlu mendapat bantuan perawat atau ank cucunya. Sama halnya dengan kulit, rambut
orang lansia juga kehilngan lemaknya sehingga sehabis keramas perlu diberi conditioner. Setelah
selesai mencuci rambut harus segera dikeringkan agar lansia tidak kedinginan.

4. Perawatan kuku

Kuku jari tangan dan kaki perlu mendapatkan perawatan, Menggunting kuku jangan terlalu pendek
dan jangan sampai terluka karena luka pada orang tua lebih sulit sembuh.

5. Pakaian

Pakaian hendaknya jangan terbuat dari bahan yang kasar. Dasar pakainan harus lunak, harus
mudah dikenakan dan dibersihkan. Pakaian lansia dijaga agar tetap rapi karena cenderung para
lansia tidak peduli lagi terhadap pakaiannya. Lansia lebih enak dengan piyama tipis jangan
pakaian dari wool karena bias terjadi iritasi.

6. Mata

Elastisitas lensa mata pada lansia berkurang akibatnya tulisan kecil terlihat kabur pada jarak
normal, sedangkan pada jarak jauh akan terlihat terang. Gejala yang tidak normal antara lain:

 Penglihatan menjadi ganda

 Bintik hitam atau ada daerah yang gelap

 Sakit pada mata

 Terlihat ada warna atau terang disekitar ujung – ujung objek

 Mata yang kemerahan

 Tiba – tiba kehilangan melihat dengan jelas

7. Lingkungan

Suasana lingkungan harus disesuaikan. Bila memungkinkan jagalah kelembapan ruang tidur atau
ruangan lainnya dirumah dengan memasang humidifier. Perubahan temperature secara tiba – tiba
harus dihindarkan.

Bagi mereka yang pasif

Bagi lansia yang terus beristirahat di tempat tidur, kebersihan di tempat tidur perlu tetap diperhatikan,
yaitu:

1. Diusahakan agar bantal tidak terlalu keras atau lembek


2. Latihan bangun dan tidur dengan usaha sendiri agar oto badan tetap aktif dan menghindarkan
pegal – pegal serta atrofi otot

3. Letak tidur diatur antara lain:

 Letak guling dibawah lutut

 Berikan bantal angin yang berbentuk cincin untuk mencegah lecet pada tumit dan bokong

 Letak tidur dimiringkan bergantian pada sisi kana atau kiri

 Pada letak atau posisi setengah duduk, di bagian kepala tempat tidur diberi sandaran atau
papah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia antara lain:

1. Faktor Pengetahuan
Menurut Purwanto (1999) dalam Friedman (1998), domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan
yang bersifat intelektual (cara berpikir, berabstraks, analisa, memecahkan masalah dan lain-lain).
Yang meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperehension), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation).
Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri akan selalu menjaga kebersihan
dirinya untuk mencegah dari kondisi / keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998).

2. Kondisi Fisik Lansia dan Psikis Lansia


Semakin lanjut usia seseorang, maka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat
meningkatkan bantuan orang lain (Nugroho, 2000).
Menurut Zainudin (2002) penurunan kondisi psikis pada lansia bisa disebabkan karena Demensia
di mana lansia mengalami kemunduran daya ingat dan hal ini dapat mempengaruhi ADL (Activity
of Daily Living yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri), dimulai dari bangun
tidur, mandi berpakaian dan seterusnya.

3. Faktor Ekonomi
Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar pendapatan keluarga akan
mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga.

4. Faktor Budaya
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan hygiene. Seorang dari latar
belakang kebudayaan berbeda memiliki praktik perawatan diri yang berbeda. Keyakinan yang
didasari kultur sering menentukan definisi tentang kesehatan dan perawatan diri (Potter dan Ferry,
2005).

5. Faktor Lingkungan
Lingkungan mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat
terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup lingkungan berpengaruh terhadap kemampuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan status fungsional, dan meningkatkan kesejahteraan (Potter
dan Ferry, 2005).
6. Faktor Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene
yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sundeen, 1999
dalam Setiadi 2005).

7. Faktor Peran Keluarga


Keluarga secara kuat mempengaruhi perilaku sehat setiap anggotanya begitu juga status kesehatan
dari setiap individu mempengaruhi bagaimana fungsi unit keluarga dan kemampuan untuk
mencapai tujuan. Pada saat kepuasan keluarga terpenuhi tujuannya melalui fungsi yang adekuat,
anggota keluarga tersebut cenderung untuk merasa positif mengenai diri mereka sendiri dan
keluarga mereka (Potter dan Ferry, 2005).

C. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Kurang perawatan diri, makan berhubungan degan penurunan kemampuan visual dan motorik,
keleamahan otot

Intervensi :

 Pastikan dari klien atau anggota keluarga makanan apa yang disukai atau tidak disukai klien.

 Ciptakan lingkungan nyaman untuk makan yang tidak memgganggu

 Pertahankan suhu makanan yang konstan ( makanan panas, dingin)

 Berikan teknik pengurangan nyeri, sejak nyeri mempengaruhi nafsu makan dan kemampuan
untuk makan sendiri

 Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan

 Dorong klien untuk menggunakan gigi palsu dan kacamata

 Tempatkan klien dalam posisi paling normal yang sesuai dengan ketidakmampuan fisiknya
(terbaik dalam posisi duduk di kursi dengan meja)

 Berikan kontak sosial selama makan

 Untuk kekurang-kurangan yang nampak

- Pilih tempat makan dengan warna yang berbeda untuk membantu memmbedakan artikel
(misal baki merah, piring putih )

- Pastikan pola makan yang biasanya dari individu dan berikan artikel makan sesuai
dengan yang disukai (atau atur artikel makan dalam pola makan yang menyerupai jam);
catat pada rencana pengaturan perawatan yang digunakan (misal, daging jam 6, kentang
jam 9, sayur - sayur jam 12)
- Dorong makan dengan menggunakan tangan ( missal, makan - makanan roti, daging,
buah, hot dog) untuk meningkatkan kemandirian

 Untuk meningkatkan jumlah maksimum kemandirian, berikan alat bantu adaptif yang
diperlukan

- Perlindungan piringu ntuk menghindari terdorongnya makanan keluar dari piring

- Alat bantu hisap dibawah piring atau mangkok untuk menstabilkan

- Ganggang bantalan pada alat makanan untuk meamanan memegang

- Belatan pergelangan atau tangan dengan klem untuk memegang alat makan

- Cangkir minuman khusus

- Pisau atau alat pemotong

 Bantu dengan pengadaan jika dibutuhkan: alat pembuka, serbet, sediaan bumbu, alat
pemotong daging, roti, mentega

 Untuk klien dengan kekurangan kognitif

- Berikan lingkungan tenang terisolasi sampai klien dapat untuk makan dan tidak mudah
mengalihkan perhatian dari tugas

- Orientasikan individu atau klien terhadap lokasi dan tujuan dari perlengkapan untuk
makan

- Tempatkan individu atau klien pada posisi paling normal untuk makan, secara fisik klien
dapat makan

- Dorong individu atau klien untuk menjalani tugas, tetapi waspada terhadap kelemahan,
frustasi, atau agitasi

 Untuk individu atau klien yang sangat ketakutan akan keracunan

- Biarkan klien untuk membuka makanan kaleng

- Makan satu potong roti dulu

- Pastikan mendapatkan gaya makanan keluarga

 Kaji untuk meyakinkan bahwa individu dan keluarga memahami alasan dan tujuan seluruh
intervensi
2. Kurang perawatan diri, mandi / hygiene berhubungan dengan penurunan kemampuan visual dan
motorik, kelemahan otot

Intervensi :

 Dorong individu untuk menggunakan lensa koretif yang diresepkan atau alat bantu
pendengaran

 Pertahankan kehangatan suhu kamar mandi, pastikan suhu air yang disukai klien

 Berikan privasi selama mandi rutin

 Berikan seluruh perlengkapan mandi dalam batas yang mudah dicapai

 Berikan keamanan dalam kamar mandi (lantai tidak licin, batang pegangan)

 Jika klien secara fisik mampu, dorong penggunaan bak mandi atau pancuran, tergantung
pada fasilitas yang ada dirumah (klien harus latihan di RS dalam persiapan pulang ke rumah)

 Berikan peralatan adaptif jika dibutuhkan

- Kursi atau tempat duduk tidak ada sandaran sewaktu mandi dengan bak mandi atau
pancuran

- Pemegang spon yang panjang untuk mencapai punggung atau ekstremitas bawah

- Tempat pegangan pada dinding kamar mandi jika dibutuhkan untuk mobilisasi

- Papan mandi untuk pindah kekursi

- Alas atau keset kaki yang tidak licin pada lantai kamar mandi, bak mandi atau pancuran

- Sarung tangan pencuci dengan kantong untuk sabun

- Sikat gigi yang sudah teradaptasi

- Alat pencukur

- Pemegang semprotan pancuran

 Untuk individu dengan kemunduran kognitif:

- Berikan waktu konsisten untuk mandi rutin sebagai bagian dari suatu program struktur
untuk membantu menurukan ansietas
- Pertahankan intruksi sederhana dan hindari pengalihan, orientasi tujuan adanya
perlengkapan mandi

- Jika klien tidak dapat untuk memandiakan keseluruhan tubuh, biarkan klien
memandikan satu bagian tubuhnya sampai dikerjakan dengan benar, berikan umpan
balik positif terhadap keberhasilan

- Aktivitas pengawasan dilakukan samapi klien dapat dengan aman melaksanakan tugas
yang tidak dibantu

- Dorong perhatian terhadap tugas, tetapi waspada terhadap kelelahan yang dapat
meningkatkan ansietas

 Pastikan fasilitas mandi di rumah tersedia dan bantu dalam menentukkan jika ada berbagai
kebutuhan beradaptasi, rujuk keterapi ekupasi atau pelayanaan sosial untuk membantu dalam
mendapatkan pelengkapan yang dibutuhkan

3. Kurang perawatan diri berpakaian atau berdandan berhubungan dengan penurunan kemampuan
visual dan motorik, kelemahan otot

Intervensi :

 Dorong individu untuk menggunakan lensa korektif yang diresepkan atau alat bantu
pendengaran

 Tingkatkan kemandirian dalam mengenakan pakaian melalui latihan ters menerus dan tidak
dibantu

 Pilih pakaian yang tidak sempit, dengan lengan baju besar dan celana pendek serta bukan
bagian depan

 Sediakan waktu yang cukup untuk mengenakan pakaian dan melepaskan pakaian, sejak
tugas dapat melemahkan, membuat nyeri atau mengalami kerusakan

 Renacanakan individu untuk belajar dan mendemonsrtasikan satu bagian dari aktivitas
sebelum berkembang lebih lanjut

 Susun pakaian dalam urutan dimana mereka menggunakannya

 Berikan bantuan dalam mengenakan pakaian jika di perlukan (umumnya beberapa bantuan
yang digunakan termasuk gantungan pakaian, penarik ritsleting, kancing, sendok sepatu yang
panjang, pengikat sepatu yang elastis

 Dorong individu atau klien untuk menggunakan pakaian atau luar biasa daripada pakaian
malam

 Berikan privasi selama menggunakan pakaian rutin


 Untuk individual dengan kemunduran kognitif

- Tentukan suatu waktu rutin yang konsisten dalam mengenakan pakaian untuk
memberikan suatau program terstruktr untuk menurunkan ansietas

- Pertahankan instruktsi sederhana dan ulangi instruksi tersebut dengan sering, hindari
pengalihan

- Perkenalkan satu aksesoris pakaian pada suatu waktu

- Dorong perhatian terhadap tugas, waspada terhadp kelelahan dimana dapat


meningkatkan ansietas

 Kaji pemahaman dan pengetahuan individu serta keluarga terhadap instruksi dan rasional
diatas

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal pengkajian : 28 Maret 2012


Jam 08.00 WIB
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. H
TTL : Sampit, 10 November 1942
Jenis kelamin : Perempuan
Golongan darah : O
Pendidikan : -
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin / Janda
TB / BB : 151 cm / 51 kg
Penampilan : Tampak tidak rapi dan tidak terawat
Ciri – ciri tubuh : Rambut beruban, kulit keriput, badan agak bungkuk.
Alamat : Kel. Baamang RT / RW : 07 / 03
Kec. Baamang Tengah Telp / Hp : -
Kabupaten / Kotamadya : Kotawaringin Timur
Orang yang dekat : Ny. E
Hubungan : Anak kandung
Alamat / Telpon : Baamang Tengah

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan : Laki – laki Garis keturunan
Pasien
Perempuan Tinggal serumah
Garis hubungan Meninggal

2. Riwayat Keluarga
Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara
Klien seorang janda dan mempunyai 6 orang anak
Klien tinggal bersama 1 orang anaknya

C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : -
Alamat pekerjaan : -
Jarak dari rumah : -
Alat transportasi : -
Pekerjaan sebelumnya : -
Jarak dari rumah : -
Alat transportasi : -
Sumber – sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan : Klien mendapat uang
bulanan dari anak - anaknya

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Tipe tempat tinggal : Permanen (rumah pribadi)
Jenis lantai rumah : Papan
Kondisi lantai : Kering
Tangga rumah : Tidak ada
Penerangan : Cukup
Tempat tidur : Aman, tidak tinggi
Alat dapur : Rapi
WC : Aman, lantai tidak licin
Kebersihan lingkungan : Cukup baik
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 2 orang
Derajat privasi : Cukup terjaga
Tetangga terdekat : Ny. M
Alamat / Telpon : Baamang Tengah

E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Berkebun
Keanggotaan organisasi : -
Liburan / Perjalanan : Keluar kota (mengunjungi anak)

F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : L (perawat)
Jarak dari rumah : ± 1 km
Rumah Sakit : RSUD DR. MURJANI / ± 3 km
Klinik : PKM BMG I / ± 1,5 km
Pelayanan kesehatan di rumah : -
Makanan yang dihantarkan : -
Perawatan sehari – hari yang dilakukan keluarga : -
Lain – lain : -

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual : Klien beragama Islam, melaksanakan solat 5 waktu.
Yang lainnya : -

H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Klien sering merasa lemah dan cepat lelah
jika
beraktifitas banyak.
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : Klien tidak ada menderita penyakit berat.
Paling hanya
sakit kepala, demam, batuk, atau flu biasa.
Keluhan Utama
1. Provocative / Paliative : -
2. Quality / Quantity : -
3. Region : -
4. Severity Scale : -
5. Timing : -
Pemahaman & penatalaksanaan masalah kesehatan : Jika sakit klien biasa membeli obat
di warung
Obat – obatan
-
Alergi (Catatan agent dan reaksi spesifik)
Obat – obatan : -
Makanan : -
Faktor lingkungan : -
Penyakit yang diderita
-

I. AKTIVTAS HIDUP SEHARI – HARI (ADL)


Indeks KATZ : A
Oksigenasi : Baik, tidak ada alat bantu
Cairan & Elektrolit : Minum ± 6 gelas / hari, ± 250 ml / gelas
Nutrisi : Nafsu makan baik, makan 3x/hari
Eliminasi : Lancar, tidak ada gangguan
Aktivitas : Mandiri namun terbatas karena klien merasa lemah dan cepat lelah
Istirahat & Tidur : Tidur siang ± 1 jam, tidur malam ± 7 jam
Personal Hygiene : Kurang baik, tampak tidak rapi, dan tidak terawat
Seksual : Tidak ada keinginan untuk berhubungan lagi karena merasa sudah tua
Rekreasi : Mengunjungi anak di luar kota

J. PSIKOLOGI, KOGNITIF, DAN PERSEPTUAL


Konsep diri : Baik
Emosi : Stabil
Adaptasi : Baik
Mekanisme pertahanan diri : Baik
Status mental : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Afasia : Tidak ada
Dimensia : Tidak ada
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Bahasa yang digunakan : Banjar
Kemampuan membaca : Kurang / terbatas
Kemampuan interaksi : Baik
Vertigo : Tidak ada
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) : 6 (Kerusakan Intelektual Sedang)
Mini-Mental State Exam (MMSE) : 6 (Gangguan Intelektual Sedang)

Geriatrik Depression Scale : Skor 4

APGAR : 6 (Sedang)

K. TINJAUAN SISTEM
Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD 130 / 80 mmHg TB 151 kg
N 72 x/m BB 51 kg
RR 20 x/m
S 36,4

PENGKAJIAN PERSISTEM

 PERNAFASAN (B1: BREATHING)


1. Bentuk Dada : Simetris
2. Sekresi dan Batuk : Tidak Ada
3. Pola Nafas
a. Frekuensi nafas : 20x/m dan teratur
4. Bunyi Nafas
b. Normal : Vesikuler di semua lapang paru
c. Abnormal : -
d. Resonen lokal : -
5. Pergerakan dada : Simetris
6. Tractil Fremitus/Fremitus Lokal : -
7. Alat Bantu Pernafasan : -

 CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)


1. Nadi
Frekuensi : 72x/m dan reguler
2. Bunyi jantung : Normal
3. Letak jantung : Normal
4. Pembesaran jantung : Tidak
5. Nyeri dada : Tidak
6. Edema : Tidak
7. Clubbing finger : Tidak

 PERSARAFAN (B3: BRAIN)


Tingkat Kesadaran: Composmentis
1. GCS
Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
Total GCS: 14
2. Refleks : Normal
3. Koordinasi gerak : Ya
4. Kejang : Tidak
5. Lain-lain : -

 PENGINDERAAN (PERSEPSI SENSORI)


1. Mata (Penglihatan)
a. Bentuk : Normal
b. Visus : -
c. Pupil : Isokor
d. Gerak bola mata : Normal
e. Medan penglihatan : Menyempit
f. Buta warna : Tidak
g. Tekanan Intra Okuler : Tidak
2. Hidung (Penciuman)
a. Bentuk : Normal
b. Gangguan Penciuman : Tidak
3. Telinga (Pendengaran)
a. Aurikel : Normal
b. Membran tympani : Keruh
c. Otorrhae : Tidak
d. Gangguan Pendengaran : Ya
e. Tinitus : Ya
4. Perasa : Normal
5. Peraba : Normal

 PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4: BLADDER)


Masalah kandung kemih : Sering
Produksi urine : ± 1000 ml/hari
Frekuensi : ± 4 – 5 x/hari
Warna : Kuning Jernih
Bau : Amoniak

 PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)


1. Mulut dan Tenggorokan
a. Mulut : Selaput lendir mulut lembab
b. Lidah : Hiperemik
c. Kebersihan Rongga Mulut : Berbau
d. Tenggorokan : Tidak ada sakit menelan
e. Abdomen : Kenyal
f. Pembesaran Hepar : Tidak
g. Pembesaran Lien : Tidak
h. Asites : Tidak
2. Masalah Usus Besar dan Rectum/Anus
BAB : ± 1 x/hari, Tidak ada masalah
Obat pencahar : Tidak
Lavemen : Tidak

 OTOT, TULANG, DAN INTEGUMEN (B6: BONE)


1. Otot dan Tulang
Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM): Bebas
Kemampuan kekuatan otot:
- Tidak ada fraktur
- Tidak ada dislokasi
- Tidak ada haematom
2. Integumen
Warna kulit : Hiperpigmentasi
Akral : Hangat
Turgor : Tidak Elastik
Tulang belakang : Kiposis

REPRODUKSI

Perempuan:
Payudara : Bentuk simetris, tidak ada benjolan
Kelamin : Bentuk normal, tidak ada keputihan, klien menopause

ENDOKRIN

Klien tidak memiliki kelainan endokrin

PENGETAHUAN

Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia, merasa lemah dan
sering cepat lelah sehingga terbatas dalam melakukan perawatan diri.

ANALISA DATA

No. Data Etiologi Problem

1. DS : “Saya merasa lemah dan sering KelemahAn otot Kurang perawatan diri
cepat lelah bila beraktivitas jadi untuk
perawatan diri ya seadanya saja”

DO : - K/U Baik
- Tampak tidak rapi, kotor, dan tidak
terawat
- Rambut putih, kulit keriput
I. PRIORITAS MASALAH

1. Kurang perawatan diri

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kurang perawatan diri b/d penurunan kelemahan otot

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien mandi 2x sehari 1. Menjaga kebersihan dan
keperawatan selama 1 x 24 dan ajarkan klien memakai baby kelembaban kulit
jam, klien mampu oil setiap habis mandi 2. Menjaga kebersihan dan
melakukan perawatan diri 2. Anjurkan klien menyikat gigi kesegaran mulut
dengan kriteria hasil : minimal setiap mandi 3. Menjaga kebersihan rambut dan
1. Klien tampak bersih, rapi, 3. Anjurkan klien mencuci rambut kelembaban kulit kepala
dan terawat rutin 3x seminggu, memakai 4. Menjaga kerapianrambut
2. Klien tampak sehat conditioner dan anjurkan untuk 5. Menjaga kebersihan kuku,
minta bantuan orang terdekat / menghindari terjadi luka karena
anak akan sulit sembuh
4. Anjurkan klien menyisir 6. Menjaga kenyamanan dan
rambutnya tiap hari dan ditata menjaga agar selalu rapi dan tidak
rapi terjadi iritasi
5. Anjurkan klien minta bantuan 7. Meningkatkan pengetahuan dan
pada orang terdekat / anak untuk kesadaran klien akan pentingnya
memotong kuku bila panjang, tetap melakukan perawatan diri /
bila bisa mandiri ingatkan untuk
hati – hati dan jangan terlalu menjaga kebersihan diri meskipun
pendek atau sampai sudah lansia
menimbulkan luka
6. Anjurkan klien untuk memakai
pakaian yang tidak berbahan
kasar, tidak tebal, mudah dan
nyaman dipakai
7. Berikan penkes tentang
pentingnya melakukan
perawatan diri / menjaga
kebersihan diri bagi lansia

IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Menganjurkan klien mandi 2x sehari dan mengajarkan Tanggal 28 Maret 2012
klien memakai baby oil setiap habis mandi Jam 17.00 WIB
2. Menganjurkan klien menyikat gigi minimal setiap
mandi S : “Saya sudah mulai mencoba
3. Mengnjurkan klien mencuci rambut rutin 3x seminggu, menjalankan anjuran – anjuran untuk
memakai conditioner dan menganjurkan untuk minta perawatan diri saya dan saya meminta
bantuan orang terdekat / anak bimbingan dari anak saya karena saya
4. Mengnjurkan klien menyisir rambutnya tiap hari dan sudah tua begini tidak bisa melakukannya
ditata rapi sendiri”
5. Menganjurkan klien minta bantuan pada orang terdekat
/ anak untuk memotong kuku bila panjang, bila bisa O:
mandiri ingatkan untuk hati – hati dan jangan terlalu - Klien tampak bersih, rapi, dan terawat
pendek atau sampai menimbulkan luka - Klien tampak sehat
6. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang tidak
berbahan kasar, tidak tebal, mudah dan nyaman
dipakai A : Masalah teratasi
7. Memberikan penkes tentang pentingnya melakukan
perawatan diri / menjaga kebersihan diri bagi lansia P : Lanjutkan intervensi

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di
antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta
tingkat perkembangan.
Memenuhi kebutuhan kebersihan diri pada lansia adalah suatu tindakan perawatan sehari – hari
yang harus diberikan kepada klien lanjut usia terutama yang berhubungna dengan kebershan
perorangan (Personal Hygiene), yaitu antara lain kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan
badan, kebersihan kepala, rambut dan kuku, serta kebersihan tempat tidur dan posisi tidur.

3.2 SARAN

Perawat mempunyai peranan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan


diri, yaitu sebagai family advocacy. Perawat berperan sebagai pendamping bagi keluarga baik bagi
lansia maupun keluarganya ketika dihadapkan pada suatu masalah termasuk dalam hal kebersihan
diri. Perawat sebagai conselor perawat di mana perawat dapat memberikan ide atau pendapat kepada
lansia dan kepada keluarga sebagai pelaksana asuhan keperawatan. Perawat memberikan asuhan
dengan kebutuhan perawat sebagai pendidikan memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J, 2000. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC


Nugroho, 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC Kedokteran
Setiabudhi, T & Hardiwinoto, 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek Menjaga
Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tarwoto & Wartonah, 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proes Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

4.

Mar

31

Asuhan Keperawatan GErontik dengan


Masalah Cairan dan Elektrolit
(kelompok9)

KELOMPOK 8 :
GILANG RAMADAN
ISTIQOMAH
NOVITA SARI
RETNO WULANDARI RIPHA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air (H 0) merupakan komponen utama yang paling banyak terdapat di
dalam tubuhmanusia. Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri dari
air. Namun bergantung kepadakandungan lemak & otot yang terdapat di dalam
tubuh, nilai persentase ini dapat bervariasiantara 50-70% dari total beratbadan
orang dewasa.Oleh karenaitu maka tubuh yang terlatih &terbiasa berolahraga
sepertitubuh seorang atlet biasanyaakan mengandung lebih banyakair jika
dibandingkan tubuh nonatlet.
Di dalam tubuh, sel-selyang mempunyai konsentrasi airpaling tinggi antara
lain adalahsel-sel otot dan organ-organ padarongga badan, seperti paru-paruatau
jantung, sedangkan sel-selyang mempunyai konsentrasi airpaling rendah adalah
sel-seljaringan seperti tulang atau gigi. Konsumsi cairanyang ideal untuk
memenuhi kebutuhan harian bagitubuh manusiaadalahmengkonsumsi1 ml air
untuksetiap 1 kkalkonsumsi energy tubuhataudapat juga diketahui berdasarkan
estimasi totaljumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Secara rataratatubuh orang
dewasa akan kehilangan 2.5 Lcairan per harinya. Sekitar 1.5 L cairan tubuh
keluarmelalui urin, 500 ml melalui keluarnya keringat, 400ml keluar dalam bentuk
uap air melalui prosesrespirasi (pernafasan) dan 100 mlkeluar bersama dengan
feces(tinja). Sehingga berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10gelas (1
gelas ≈240 ml) biasanyadijadikan sebagai pedomandalam pemenuhan
kebutuhancairan per- harinya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana anatomi cairan tubuh?
2. Apa pengertian dari cairan tubuh
3. Apapenyebab terjadinya ketidakseimbangan volume cairan?
4. Bagaimana patofisiologinya?
5. Apasaja tanda dan gejalanya?
6. Sebutkan klasifikasinya?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic?
8. Bagaimana penatalaksanaanna?
9. Apa saja diagnosa keperawatannya?
10. Bagaiamana asuhan keperawatannya?

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang
cairan dan elektrolit. Selain itu, makalah ini juga untuk memenuhi salah satu tugas
dari dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini berupa
tinjauan pustaka dari berbagai macam sumber data yang memiliki kaitan dengan
asuhan keperawatan gerontik baik melalui buku kepustakaan ataupun melalui
kepustakaan dari media elektronik/dunia maya (internet).

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini yaitu Halaman Judul, Kata Pengantar,
Daftar Isi, Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan, Bab II
Pembahasan, Bab III Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Daftar Pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI CAIRAN TUBUH


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubahtergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas
seseorang. Pada bayi usia< 1tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85%
berat badan dan pada bayi usia > 1 tahunmengandung air sebanyak 70-
75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentasejumlah cairan
terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki
dewasa50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat
badan.Hal ini terlihatpada tabel berikut :

Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)


Bayi premature 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa dengan obesitas 40-50
Dewasa kurus 70-75

Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the


body fluid, St.Louis,1981, Mosby.

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi


padaperdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa
preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis
yang berat.Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum
tindakan anestesi dan bedah, maka resikopenderita menjadi lebih
besar.Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen
intraselular dankompartemen ekstraselular.Lebih jauh kompartemen
ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.

a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orangdewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan
sekitar 70kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakancairan intraselular.
b. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairanekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengahdari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlahcairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
Inisebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:

 Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11-12 liter pada orang dewasa.Cairan limfe termasuk dalam
volumeinterstitial.Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kalilipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
 Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnyavolume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6Ldimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel
darah merah,sel darah putih dan platelet.
 Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
sepertiserebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresisaluran pencernaan.Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluleradalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dankeluar dari ruang transeluler.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan
non elektrolit.

 Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kationdan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na +), sedangkankation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).Suatusistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodiumdan potassium ini.

o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) danbikarbonat (HCO3-
), sedangkan anion utama dalam cairan intraselularadalah ion fosfat (PO 43-
).Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada
intinyasama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraselulertetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a) Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
didalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadarnatrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
-Sekresi ADH
-Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau


40,5mEq/kgBB dapatberubah-ubah.Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter,
faeces 35mEq/liter dankeringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-
15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupunke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare)sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangannatrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma
akan diganti dengan air dan natriumdari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik daridalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilahkegagalan sirkulasi.
b) Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperanpenting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalamtubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapatberpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB.Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H +
ekstraseluler. Ekskresikalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan
keringat 10 mEq/liter.
c) Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkanlewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake,besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi olehkelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan
hipofisis. Sebagian besar (99%)ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalamsel.
d) Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan.Kebutuhan unruk pertumbuhan
+10 mg/hari.Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e) Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasilakhir daripada metabolisme.Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekalibikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dansangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

 Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

2.1 PENGERTIAN CAIRAN TUBUH

Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air
tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna
perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal.
Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume
cairan intrasel tidak dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi
oleh karena tidak ada bahan yang hanya terdapat dalam cairan intrasel.
Volume cairan intrasel dapat diketahui dengan mengurangi jumlah cairan
ekternal, terdiri dari cairan tubuh total.

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi


tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh
adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat
kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut
ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh
melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu
dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh
pada yang lainnya.

2.2 PENYEBAB TERJADINYA CAIRAN TUBUH

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan


tubuh yangpaling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling
umum adalah kehilangan cairandi gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.

Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera


jaringan lunak, infeksi,inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan
luka bakar. Keadaan akut, kehilangancairan yang cepat akan
menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat danjantung.
Pada kehilangan cairan yang lambat lebih sdapat ditoleransi sampai defisi
volumecairan ekstraselular yang berat terjadi.

2.3 PATOFISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh


melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan
energi.Difusi dan osmosis adalahmekanisme transpor pasif.Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung


secara:

a) Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutanberkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama.Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidakdapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan
tekananosmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat).Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkanlebih tinggi disebut hipertonik.
b) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
darikonsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluhdarah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut.Jadi difusitergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
c) Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ionnatrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dariluar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaanhiperosmolar di dalam sel.
2.4 TANDA DAN GEJALA KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT

Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi

Symptom/Sign Dehydration Moderate Dehydration


Mild Severe
Dehydration
Level of Alert Lethargic Obtunded
consciousness*
Capillary refill* 2 Seconds 2-4 Seconds Greater than 4
seconds, cool
limbs
Mucous
Membranes* Normal Dry Parched, cracked
Tears* Normal Decreased Absent
Heart rate Slight increase Increased Very increased
Respiratory rate Normal Increased Increased and
hyperpnea
Blood pressure Normal Normal, but Decreased
orthostasis
Pulse Normal Thready Faint or
impalpable
Skin turgor Normal Slow Tenting
Fontanel Normal Depressed Sunken
Eyes Normal Sunken Very sunken
Urine output Decreased Oliguria Oliguria/anuria

* Best indicators of hydration statuss

Tabel. 4 Derajat dehidrasis

Dehidrasi Dewasa Anak


Ringan 4% 4%-5%

Sedang 6% 5 % - 10 %
Berat 8% 10 % - 15 %

Shock 15-20% 15 % - 20%

asi Dewasa

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan


kebutuhan

cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung.

Beberapa pendekatan terangkum dalam tabel 5.


Tabel.5 Pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit

Tabel.6 Rumatan cairan menurut rumus Holliday-Segar

Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit


cairan, cairan rumatanyang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan.

Cararehidrasi:

1) Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang


diberikan (D) =derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2) Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40
cc/kgBB/24 jamatau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3) Pemberian cairan :
o 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
o 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot)

Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan
NaClataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan
air) ataupundapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),
sirosis, ataupun gagaljantung kongestif.Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi
jika terjadi kelebihancairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi,iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
makaakan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan
oleheuvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli
ginjal,diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl3%
ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan,sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Naserum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus:
Na= Na1 – Na0 x TBW
keterangan :
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahanmental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan olehkehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringatberlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan iniadalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) xBB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kaliumdari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar totalkalium
tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,perubahan
EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,kelemahan
otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapatberupa koreksi
faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuspotasium klorida
sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atauinfus potasium
klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untukhipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yanghebat).Rumus untuk
menghitung defisit kalium:
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
Keterangan :
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atauobat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin,diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahanEKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10%dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik,hemodialisis.

1) Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkanventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dariventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis,pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen danpenggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yangadekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi
mekanis bilaperlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post
operatif adalah sangat penting.
- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi
yangdibantu.Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosisterjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untukmengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia,penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yangterjadi.
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilanganbikarbonat.Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula ususkecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.Kompensasi awal yang
terjadiadalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2.Penyebab paling umum
adalahsyok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
keracunanmetanol.Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari.
Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan
hanyasetelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonatdan diperburuk oleh hipokalemia.Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedahadalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular.Terapiyang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekuranganpotasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode
24 jam denganpengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

2.5 KLASIFIKASI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

 Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
darinatrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atauhipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik
merupakan yang paling seringterjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% darikasus.
1) Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
hampir samadengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnyarelatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
2) Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengankandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan
cairan hipertonis). Secara garisbesar terjadi kehilangan natrium
yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karenakadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah
kekompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskular.
3) Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengankandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan
cairan hipotonis). Secara garisbesar terjadi kehilangan air yang lebih
banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karenakadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemenintravaskular, sehingga meminimalkan penurunan
volume intravaskular.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam – basa dalam darah


dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi
dengan pemeriksaan gas darah menurut ASTRUP (bila
memungkinkan)

2. Pemeriksaan eletrolit terutama kadar Natrium, Kalium, dan Fofor dalam


serum.
2.7 PENATALAKSANAAN

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat


berubah olehstres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau
pun oleh adanya cedera padaparu-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata


sebanyak 2000-2500ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan
padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml
dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yangtidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari


metabolisme oksidatifdari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-
300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap
hari, cairan dari makanan padat sekitar800-1000 ml tiap hari, sedangkan
kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata1500 ml tiap hari, 40-
80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik),kulit
(insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam
yaitu 100-150 ml tiapkenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu
tubuh di atas 37 derajat celcius dansensible loss yang banyaknya
tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru
(sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-
200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakitdi traktus gastrointestinal), third-space loses.

Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang


dewasaID GAINS FLUID LOSES
FLUID GAINS FLUID LOSES
Oxidative 300 ml Kidneys 1200-1500 ml
Metabolism Skin 500-600 ml
Oral fluids 1100-1400 ml Lungs 400 ml
Solid foods 800-1000 ml GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml TOTAL 2200-2700 ml

2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN

ANALISA DATA

No. Keluhan / Data Etiologi Problem


Data objektif : Diare; kehilangan Ketidakseimbangan
1. Klien merasa lemah cairan lambung; volume cairan
2. Klien merasa haus secara diaphoresis; kurang dari
berlebihan polyuria. kebutuhan tubuh
Data subjektif :
1. Kelemahan
2. Haus
3. Penurunan turgor kulit /
penurunan intensitas tidur
4. Membrane mukosa / kulit
kering
5. Peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah,
penurunan volume / tekanan
nadi
6. Pengisian vena menurun
7. Perubahan status mental
8. Konsentrasi urine meningkat
9. Temperature tubuh meningkat
10. Hemtokrit tinggi
11. Kehilangan berat badan
seketika

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. DATA BIOGRAPI
Nama : Ny.” R ”
TTL : 6 – agustus -1942
Jenis Kelamin : perempuan GOL.darah: O
Pendidikan : SD
Agama : islam
TB/BB : 153 Cm, 42 kg
Penampilan : rapi,bersih ciri-ciri tubuh: rambut
beruban
Alamat : kel: basirih hulu RT/RW: 5 / 3
kec: mentaya hilir selatan
kabupaten: kotawaringin timur
Orang Terdekat : anak
Hubungan : keluarga
Alamat/telp : JL. Mujahidin / 085752xxxx

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Genogram
xxxx

keterangan : : laki-laki : garis keturunan


: perempuan ------ : garis serumah
: garis hubungan x : meninggal
: klien

2. Riwayat Keluarga

Aklien adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara.klien berasal dari


keluarga yang tidak berada.orang tua klien sudah meninggal,dan
suami klien sudah meninggal 5 tahun yang lalu.klien tinggal bersama
ke-2 anaknya. orang tua laki-laki klien meninggal karena hipertensi
dan ibu klien meniggal karena sakit.

C. RIWAYAT PEKERJAAN

Pekerjaan saat ini : -


Alamat pekerjaan : -

Jarak dari rumah : -

Alat transportasi : -

Jarak dari rumah : 4000 km

Alat transportasi : jalan kaki

Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan


: untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dipenuhi oleh anak klien
dan klien tinggal bersama anaknya.

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP

Type tempat tinggal : kayu


Jenis lantai rumah : kayu
Kondisi lantai : kering
Tangga rumah : tidak ada
Penerangan : cukup
Tempat tidur : tidak aman
Alat dapur : tertata rapi
WC : ada (tidak aman, lantai licin tidak ada
pegangan)
Kebersihan lingkungan : bersih (tidak ada barang yang membahayakan)
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 7 orang
Derajat privasi : klien merasa cukup dihargai dirumah
Tetangga terdekat : ny “ S ” hubungan : keluarga
Alamat/tlfn : jl. Mujahidin / 085349xxxx
E.RIWAYAT REKREASI
Hobby/minat : klien suka memasak dan membuat kue
Keanggotaan Organisasi : Tidak Ada
Liburan/perjalanan : klien lebih sering berdiam diri dirumah
dan jarang melakukan refresing
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat : disekitar rumah klien tnggal salah seorang tenaga kesehatan
puskesmas
Jarak dari rumah : 1000 km
Klinik : 5000 km
Pelayanan kesehatan dirumah : tidak ada
Makanan yang dihantarkan : tidak ada
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : tidak ada
Lainnya : klien masih mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara
mandiri
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan ritual : klien shalat 5 waktu dan menjalankan puasa


ramadhan
H. STATUS KESEHATAN

Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : klien mengatakan


sering mengeluh pusing dan kurang nafsu makan
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : klien mengatakan
pernah mengalami diare.
Keluhan utama : diare
1. Provocative :
2. Quality/quantity:
3. Region :
4. Severity scale :
5. Timing :
Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan :
Obat – obatan :
No. Nama obat Dosis Keterangan
1. NEO ENTROSTOP 2X1 Obat anti diare

Alergi (catatan agent dan reaksi spesifik)


Obat-obatan : tidak ada
Makanan : tidak ada
Factor lingkungan : tidak ada
Penyakit yang diderita
Hipetensi, lainnya : batuk,pilek,demam ,panas sakit kepala
I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)

Indeks KATZ :A/B/C/D/E/F/G


Oksigenasi : klien tidak menggunakan O2
Cairan & elektrolit : air putih 1800 ml
Nutrisi : klien makan 3x sehari
Eliminasi : klien BAB 5x/ hari, BAK 3X
Aktivitas : klien dapat beraktivitas dengan baik
Istirahat & tidur : klien tidur ± 6 – 7 jam
Seksual : klien tidak berkeinginan lagi untuk melakukan
hubungan suamiIstri
Rekreasi : klien jarang rekreasi dan sering dirumah

J. PSIKOLOGI, KOGNITIF, DAN PERSEPTUAL

Konsep diri : baik


Emosi : stabil
Adaptasi : klien dapat beradaptasi dengan keluarga dan
tetangga
Mekanisme pertahanan diri: klien dapat mempertahankan diri dengan
baik
Status mental
Tingkat kesadaran : compos mentis
Afasia : tidak
Dimensia : tidak
Orientasi : normal
Bicara : normal
Bahasa yang digunakan:bahasa banjar
Kemampuan membaca : bisa
Kemampuan interaksi : sesuai
Vertigo : tidak
Short portable mental status quetionaire (SPMSQ) : 0 – 2
fungsi menta utuh
Mini – mental state exam (MMSQ) :0 – 2 kesalahan :
baik

Geriatrik depresion scale :skor 5 – 9


=kemungkinan depresi
Apgar : rendah
K. TINJAUAN SISTEM

Keadaan umum : baik


Tingkat kesadaran : compos mentis
Tanda- tanda vital : TD : 110/80 mmHg NADI : 88
x/m
RR : 20 x/m SUHU : 36,5
0C

TB : 153 cm BB : 42 kg

PENGKAJIAN PERSISTEM
PERNAFASAN (B1 : BREATHING)
1. bentuk dada

Simetris funne chestl

asimetris pigeons chest


barrel chest

2. sekresi dan batuk

batuk: ya tidak

sputum: ya tidak

warna :

nyeri waktu bernafas : tidak

3. pola nafas
a. frekwensi nafas : 20 x/ menit : regular
4. bunyi nafas
a. normal
vasikuer disemua lapangan dada
bronchial di manubrium sternum

broncho vesikuler di intracosta 2 dipercabanga bronchus


5. pergerakan dada : intercostal
6. tractil fremitis / fremitus vocal : tidak meningkat dan tidak menurun
7. alat bantu pernafasan : tidak ada
CARDIOVASCULAR (B2 : BLEEDING)
1. Nadi

frekuensi : 88 x/menit

regular kuat

irregular lemah

2. Bunyi jantung

Normal

Tambahan Ada Tidak,jelaskan


3.Letak jantung
ictus cordis teraba pada

4. Pembesaran jantung

Ya Tidak

5.Nyeri Dada

Ya Tidak

6.Edema
Palpebra anasarka ekstremitasatas

asites tidak ada ekstremitas bawah

7. Clubbing Finger

Ya Tidak

PERSARAFAN (B3: Brain)


Tingkat Kesadaran:

compos mentis apatis samnolen sopor


koma
1. GCS:
Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
Total GCS: 15
2. Refleks

Normal parese hemi parese


Babinsky paraplegi tetraplegia

3.koodinasi gerak : ya tidak

4. kejang : ya tidak
5.lain-lain :
PENGINDERAAN (persepsi sensori)
1. Mata (penglihatan)

a. Bentuk

Normal enoftalmus
eksoptalmus lain
b. visus
c. pupil
iskor unisokor refleks cahaya
miosis midriasis positif negative
d. Gerak bola mata :

normal menyempit

e. Medan penglihatan:
f. Buta warna :

Ya,jenis tidak

g. Tekanan Intra Okuler :


meningkat tidak

2. Hidung (Penciuman)
a. bentuk : normal denasi

b. gangguanpenciuman : ya tidak

3. Telinga (Pendengaran)

a. aurikel : normal anomaly keterangan


b. membrane tympani
terang keruh kemerahan
intake perforasi
c. otorrhoea
ya,jenis

d. gang guan pendengaran : ya tidak

e. tinnitus : ya tidak

4. perasa

normal tremor parese lain-lain,sebutkan

5. peraba

normal kelainan,sebutkan

PERKEMIHAN – ELIMINASI URI (B4 : BLADDER)


masalah kandung kemih

tidak ada masalah menetes incosntinensia

oliguria nyeri retensi


polyuria panas hematuria
dysuria sering nokturia
pasang kateter sistostomi nokturia
produksi urine: 1800 ml/hari frekuensi : 5x/hari
warna : kuning bau : amoniak
PENCERNAAN ELIMINASI ALVI( B5: BOWEL)
1. Mulut dan tengorokan
a.mulut
selaput lendir mulut

lembab merah stomatitis

b. lidah
hiperemik kotor lain lain
c. kebersihan rongga mulut
tidak berbau berbau gigi bersih gigi kotor
d. tenggorokan
sakit menelan/ nyeri menelan
sulit menelan lain-lain
e. abdomen
kenyal tegang kembung
nyeri tekan, lokasi

benjolan, lokasi

f. pembasaran hepar : ya tidak


g. pembesaran lien : ya tidak

h. asites : ya tidak

i. lain-lain
2.masalah usus besar dan rectum / anus

BAB :5X/hari

tidak ada masalah diare menelan

konstipasi faeses berdarah colostomy

inkontinensia feses berlendir wasir lain-lain


obat pencahar : ya tidak

lavamen : ya tidak

OTOT, TULANG DAN INTEGUMEN (B6: BONE)

1. otot dan tulang


kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM)

bebas terbatas

kemampuan kekuatan otot


tidak ya lokasi

dislokasi

tidak ya lokasi

haematom

tidak ya lokasi

2. integument
warna kulit : akral:

ikterik hangat

seasonik panas
pucat dingin kering
kemerahan dingin basah

hyperpigmentasi
turgor : elastic tidak elastic
tulang belakang
lordosi: kiposis: scoliosis: lain-lain ,sebutkan

REPRODUKSI
laki-laki :
kelamin bentuk : normal tidak normal,keterangan
kebersihan alat kelamin : bersih kotor keterangan
perempuan
payudara
bentuk : simetris asimetris
benjolan : ya tidak
kelamin
bentuk : normal tidak
keputihan : ada tidak keterangan
siklus haid 28 hari

ENDOKRIN

1. factor alergi

ya tidak
manifestasi :…………
cara mengatasi :…………
2.kelainan endokrin
tidak ada kelainan pada endokrin

PENGETAHUAN
pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya :
klien saat merasa sakit langsung kepuskesmas diantar keluarganya
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)

PENILAIAN UNTUK MENGETAHUI FUNGSI INTELEKTUAL LANSIA

Nama klien : Ny.”R” Tanggal : 29 – maret - 2012

Jenis Kelamin : perempuan Umur : 70 tahun

Agama : islam Suku : banjar

Alamat : kel: basirih hulu


Pewawancara :

SKOR NO Pertanyaan Jawaban


+ -
1. Tanggal berapa hari ini ? 29 maret 2012
2. Hari apa sekarang ini? Kamis
3. Apa nama tempat ini? Rumah
4. Dimana alamat anda? Jl. sarigading
5. Berapa umur anda? 72 tahun
6. Kapan anda lahir? ?
7. Siapa nama presiden Indonesia SBY
sekarang?
8. Siapa presiden sebelumnya? Mega wati
9. Siapa nama kecil ibu anda? Siti halimah
10. Kurang 3 dari 20 dan tetap 15 – 5= 10
pengurangan 3 dari setiap angka 25 - 5 =10
baru,semua secara menurun! 21 - 5 = 16
Nama klien : Ny.”R”

No.Reg :

Ruang :

MINI MENTAL SKORE

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1. Tanggal berapa hari ini? (dd/mm/hh) √
2. Hari apa hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no.telp,bila tidak ada,no. rumah √
/jalan
5. Berapakah usia anda? √
6. Kapan anda lahir? (tanggal/bulan/tahun) -
7. Siapa nama presiden Indonesia √
sekarang?
8. Siapa nama presiden sebelumnya? -
9. Siapa nama ibumu sebelum menikah? √
10. 20 dikurang 3 dan seterunya? √
JUMLAH KESALAHAN

0-2 Kesalahan : Baik

3-4 kesalahan :Gangguan Intelektual Ringan

5-7 kesalahan : Gangguan Intelektual Sedang

8-10 kesalahan : Gangguan Intelektual Berat

HASIL :0 – 2 kesalahan : baik

Nama klien :Ny.”R”

No. Reg :
Ruang :

INDEKS KATZ ( AKS)

Katz A Mandiri dalam :


1. Mandi
2. Berpakaian
3. Ke Toilet,
4. Berpindah
5. Kontinen BAK/BAB
6. Makan
Katz B Mandiri, untuk 5 fungsi diatas
Katz C Mandiri,kecuali mandi
Katz D Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,& 1 fungsi diatas
Katz E Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,Ke Toilet & 1
fungsi diatas
Katz F Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,Ke Toilet,
Berpindah& 1 fungsi diatas
Katz G Ketergantungan untuk semua 6 fungsi diatas
Nama Klien : Ny.”R”

No. Reg :

Ruang :

GERIATRIC DEPRESSION SCALE (SKALA


DEPRESI)

NO PERTANYAAN JAWABAN
1. APAKAH ANDA SEBENARNYA PUAS TIDAK √
DENGAN KEHIDUPAN ANDA?
2. APAKAH ANDA TELAH MENINGGALKAN √ YA
BANYAK KEGIATAN DAN MINAT /
KESENANGAN ANDA?
3. APAKAH ANDA MERASA KEHIDUPAN √ YA
ANDA KOSONG?
4. APAKAH ANDA MERASA SERING BOSAN? √ YA

5. APAKAH ANDA MEMPUNYAI SEMANGAT TIDAK √


YANG BAIK SETIAP SAAT?
6. APAKAH ANDA MERASA TAKUT SESUATU √ YA
YANG BURUK AKAN TERJADI PADA ANDA?
7. APAKAH ANDA MERASA BAHAGIA UNTUK TIDAK √
SEBAGIAN BESAR HIDUP ANDA?
8. APAKAH ANDA MERASA SERING TIDAK √ YA
BERDAYA?
9. APAKAH ANDA LEBIH SERING DIRUMAH YA
DARI PADA PERGI KELUAR DAN
MENGERJAKAN SESUATU HAL YANG
BARU?
10. APAKAH ANDA MERASA MEMPUNYAI √ YA
BANYAK MASALAH DENGAN DAYA INGAT
ANDA DIBANDINGKAN KEBANYAKAN
ORANG?
11. APAKAH ANDA PIKIR BAHWA HIDUP ANDA TIDAK√
SEKARANG MENYENANGKAN?
12. APAKAH ANDA ME RASA TIDAK √ YA
BERHARGA SEPERTI PERASAAN ANDA
SAAT INI?
13. APAKAH ANDA MERASA PENUH TIDAK√
SEMANGAT?
14. APAKAH ANDA MERASA BAHWA √ YA
KEADAAN ANDA TIDAK ADA HARAPAN?
15. APAKAH ANDA PIKIR BAHWA ORANG LAIN √ YA
LEBIH BAIK KEADAANNYA DARI PADA
ANDA?

*) SETIAP JAWABAN YANG SESUAI MERUPAKAN SKOR “ 1” (


SATU)KETERANGAN :

SKOR 5-9 : KEMUNGKINANA DEPRESI

SKOR 10 ATAU LEBIH : DEPRESI

HASIL : skor 5 – 9 = kemungkinan depresi

Nama klien :Ny.”R”

No.Reg :
Ruang :

SKORE NORTON

NO KEADAAN PASIEN SKOR


1. KONDISI FISIK UMUM

 Baik 4 √

 Lumayan 3

 Buruk 2

 Sangat Buruk 1

2. KESADARAN

 Komposmentis 4 √

 Apatis 3

 Konfus/spoor 2

 Stupor/koma 1

3. AKTIVITAS

 Ambualan 4 √

 Ambualan dengan bantuan 3

 Hanya bisa duduk 2

 Tiduran 1

4. MOBILITAS

 Bergerak bebas 4 √

 Sedikit terbatas 3

 Sangat terbatas 2

 Tiduran 1

5. INKONTINENSIA

 Tida ada 4

 Kadang-kadang 3 √

 Sering inkontinensia urine 2

 Inkontinensia alvi dan urine 1


KATEORI SKOR

16-20 : kecil sekali /tidak terjadi

12-15 :kemungkinan terjadi kecil

< 12 :kemungkinan besar terjadi

HASIL : 19, kecil sekali / tidak terjadi

Nama klien :Ny.”R”

No. Reg :

Ruang :

APGAR

NO URAIAN FUNGSI SKORE


1 Saya puas bahwa saya dapat kembali kepada Adaptation 2
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya
2 Saya puas dengan cara keluarga saya (teman- Partnership 1
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya
3. Saya puas bahwa keluarga (temen-temen) Growth 2
saya menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan aktivitas atau arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (temen- Affection 1
temen) saya mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi-emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai
5. Saya puas dengan cara temen-temen saya Resolve 2
dan saya menyediakan waktu bersama-sama

Penilaian Total 8
Peryataan-peryataan yang dijawab :
 selalu : skore 2
 kadang-kadang :skore 1
 hampir tidak pernah :skore 0
>3 = tinggi
4-6= menengah / sedang
7-10= rendah
ANALISA DATA

No. Keluhan / Data Etiologi Problem


1. DO : Klien mengatakan, “Saya berak cair Diare Ketidakseimbangan
terus – menerus kurang lebih 5x hari ini.” volume cairan
kurang dar
DS : kebutuhan tubuh
1. k/u lemah
2. Klien nampak haus
3. Membrane mukosa kering
4. TTV :
TD = 110/80 mmHg RR = 20 x/m
S = 36,5 oC N = 88 x/m
5. BB sebelum sakit = 45 kg
6. BB sesudah sakit = 42 kg
7. TB = 153 cm
8. Minum = 1800 ml/hari
9. BAB = 5x/hari

I. PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare.

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam 1. Pantau masukan dan 1. Dengan pemantauan
diharapkan cairan haluaran tersebut dapat dievaluasi
dalam tubuh klien keaktifan terapi.
terpenuhi dengan
criteria hasil :
1. Mempertahankan
urine output sesuai
dengan usia dan
berat badan, berat
jenis urine normal,
hematokrit normal. 2. Perubahan tekanan darah
2. Tanda – tanda vital 2. Pantau tanda vital dan nadi dapat digunakan
dalam batas normal perkiraan kasar darah
3. Tidak ada tanda – atau menunjukkan
tanda dehidrasi, perubahan pada klien.
elastisitas turgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang 3. Untuk mengetahui sedini
berlebihan. mungkin seandainya
3. Monitor adanya tanda – terjadi dehidrasi.
tanda dehidrasi.
4. Menyeimbangkan output
yang berlebihan.
4. Anjurkan untuk minum ±
1500 – 2500 ml / hari.
5. Agar klien menjadi lebih
nyaman dengan adanya
5. Dorong keluarga untuk keluarga yang
membantu klien makan. memperhatikan
nutrisinya.

6. Agar klien merasa tertarik


6. Tawarkan snack (jus / dan memakannya
buah – buahan segar) maupun meminumnya
atau makanan dengan harapan dapat
kesukaannya. membantu kebutuhan
nutrisinya.

Kolaborasi : 7. Mengetahui apakah


7. Pertahankan cairan cairan tersebut masuk ke
parenteral dan elektrolit. dalam tubuh secara
periodic agar tidak terjadi
diare misalnya.
IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 S = Klien mengatakan, “Saya
1. Memantau masukan dan haluaran berak cair terus – menerus
Hasil : kurang lebih 5x hari ini.”
Intake :
- Minum = ± 1800 ml/hari O=
Output : 1. k/u lemah
- BAB = ± 800 ml/hari 2. Klien nampak haus
- IWL = ± 630 3. Membrane mukosa kering
ml/hari + 4. TTV :
= ± 1430 ml/hr TD = 110/80 mmHg
BC : I – O = 1800 – 1430 RR = 20 x/m
= + 270 ml/hari S = 36,5 oC
N = 88 x/m
2. Memantau tanda vital 5. BB sebelum sakit = 45 kg
Hasil : 6. BB sesudah sakit = 42 kg
TTV : 7. TB = 153 cm
TD = 110/80 mmHg 8. Minum = ± 1800 ml/hari
RR = 20 x/m 9. BAB = 5x/hari
S = 36,5 oC 10. IWL = 630 ml/hari
N = 88 x/m
A = Masalah keperawatan
ketidakseimbangan volume
3. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi. cairan kurang dari kebutuhan
Hasil : klien nampak haus, membrane tubuh belum teratasi.
mukosa kering.

4. Menganjurkan untuk minum ± 1500 – 2500


ml / hari. P = Lanjutkan intervensi :
Hasil : minum = ± 1800 ml/hari Mandiri :
1. Monitor masukan dan haluaran
5. Mendorong keluarga untuk membantu 2. Monitor tanda vital
klien makan. 3. Observasi adanya tanda –
Hasil : keluarga klien tidak ada yang tanda dehidrasi.
membantu klien makan. 4. Evaluasi jumlah minum klien
antara ± 1500 – 2500 ml / hari.
6. Tawarkan snack (jus / buah – buahan Kolaborasi :
segar) atau makanan kesukaannya. 5. Evaluasi cairan parenteral dan
Hasil : klien makan – makanan yang telah elektrolit.
disediakan anaknya.
7. Mempertahankan cairan parenteral dan
elektrolit.
Hasil : klien sering minum air putih atau air
teh.

BAB III

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubahtergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang.
Pada bayi usia< 1tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada
bayi usia > 1 tahunmengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan
pertumbuhan seseorang persentasejumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.

2003;47(5):380-387.

2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.

3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative


dehydrationdoes

it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93

4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recovery

from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.

5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:

Elsevier-mosby; 2005.p3-227

6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.

saunders company; 1997: 375-393

7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.

Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002


8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2 nd ed.
Pennsylvania:

Springhouse; 2002:3-189.

9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:

McGraw-Hill; 1999:53-70.

10. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000:


122-3.

11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for

Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29 September2007). Tersedia dari:

http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm

12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif
FK

Undip: Semarang; 2004: 1-60.

13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.

Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

14. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip
6

Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

16. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003


17. Grsaber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-
40.

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

5.

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
PADA LANSIA (kelompok9)
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISTIRAHAT DAN TIDUR PADA LANSIA

DI SUSUN OLEH :

AHMAD RIZKI FAUJI

RISTI WULANDARI

SITI ROHANA
YOGA ADI SAPUTRA

MOHAMAD ARIFIN

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

Tahun 2012

SAMPIT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmad dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah
pengetahuan bagi mahasiswa/I Akper Pemkab Kotim maupun para pembaca
untuk bidang Ilmu Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah keperawatan Gerontik dengan judul Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Istirahat dan Tidur . Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif
dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan


yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua. Amin.

Sampit, Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
..................................................................................................
..... i

DAFTAR ISI
..................................................................................................
................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang.......................................................................................
.. 1

1.2 Tujuan Penulisan


..................................................................................... 1

1.3 Rumusan
Masalah....................................................................................
1

1.4 Metode
Penulisan.....................................................................................
2

1.5 Sistematika
Penulisan............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Istirahat dan Tidur


................................................................... 3

2.2 Mekanisme
Tidur..............................................................................
........ 3
2.3 Tahap – Tahap
Tidur..............................................................................
... 3

2.4 Kegunaan
Tidur..............................................................................
.......... 4

2.5 Kebutuhan Tidur Rata – Rata


Perhari........................................................ 4

2.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi


Tidur ............................................ 6

2.7 Masalah – masalah Yang Terjadi Saat


Tidur.............................................. 6

2.8 askep
pengkajian.......................................................................
.......... 8

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
.................................................................................
..... 11

3.2 SARAN
.................................................................................
.................. 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa
ada stres emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak
melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di
atas tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai pembanding,
klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat
begitu pula dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat
dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan
dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.

Sedangkan Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang


relatif tenang disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi
terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti
dengan keadaan terjaga(bangun), dan mudah dibangunkan, (Hartman).
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa tidur merupakan suatu keadaan
istirahat yang terjadi dalam suatu waktu tertentu, berkurangnya kesadaran
membantu memperbaiki sistem tubuh/memulihkan energi. Juga tidur
sebagai fenomena di mana terdapat periode tidak sadar yang disertai
perilaku fisik psikis yang berbeda dengan keadaan terjaga.

Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang Pemenuhan


Kebutuhan Istirahat dan Tidur secara lebih lengkap lagi pada makalah ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Keperawatan Gerontik serta memberikan informasi dan ilmu
pengetahuan tentang Pemenuhan Kebutuhan Istirahat dan Tidur.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud istirahat?

2. Apa yang dimaksud tidur ?

3. Bagaimana mekanisme tidur ?

4. Apa saja tahap-tahap dalam tidur ?


5. Apa kegunaan tidur ?

6. Bagaimana kebutuhan rata-rata tidur perhari ?

7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tidur ?

8. Apa saja masalah yang terjadi pada saat tidur ?

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode


kepustakaan dan mengutip dari sumber-sumber yang dapat dibuktikan
kebenarannya.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi,


Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II
Pembahasan. Bab III Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar
Pustaka.
BAB II

PEMBAHASAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

2.1. Pengertian

Istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada stres
emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak melakukan
aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di atas tempat
tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang
sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula
dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat dengan
jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan
dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.
Menurut Narrow (1645-1967) terdapat enam kondisi seseorang dapat
beristirahat : Merasa segala sesuatu berjalan normal ; Merasa diterima
; Merasa diri mengerti apa yang sedang berlangsung ; Bebas dari perlukaan
dan ketidak nyamanan ; Merasa puas telah melakukan aktifitas-aktifitas
yang berguna ; Mengetahui bahwa mereka akan mendapat pertolongan bila
membutuhkannya.

Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang


disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari
luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan
terjaga(bangun), dan mudah dibangunkan, (Hartman). Pendapat lain juga
menyebutkan bahwa tidur merupakan suatu keadaan istirahat yang terjadi
dalam suatu waktu tertentu, berkurangnya kesadaran membantu
memperbaiki sistem tubuh/memulihkan energi. Juga tidur sebagai fenomena
di mana terdapat periode tidak sadar yang disertai perilaku fisik psikis yang
berbeda dengan keadaan terjaga.

2.2. Mekanisme Tidur

Teori Chemics : peningkatan CO2 menyebabkan rasa ngantuk.

Teori Vaskuler : penurunan TD di otak yang menyebabkan rasa ngantuk.

Salah satu fungsi kelenjar hipofise sebagai pusat pengaturan tidur.

Para Ahli neurifisiologis : sekresi hormone serotonin yang menyebabkan rasa


ngantuk

Teori Feed Back : Kelemahan sel-sel saraf yang menyebabkan rasa ngantuk

Instink/Naluri

2.3. Tahap – Tahap Tidur

Tanda-tanda menjelang tidur :

· Suhu badan (SB) menurun


· Pernapasan melambat

· Otot2 rileks

· Menguap.(tanda tubuh beradaptasi akibat pernapasan melambat)

Basic Rest Activity Cycle (BRAC):

NREM (Non Rapid Eye Movement)

“Slow wave sleep”, yang terdiri dari 4 tahap :

§ Tahap I :

o Mulai saat hilangnya Gel Alpha yang biasa terdapat pada seseorag
yang sedang terjaga.

o Muncul gel2 yang tidak sinkron, frekuensi bercampuran dan


voltase rendah.

o Merasa ingin tidur, bila banyak pikiran akan mudah dibangunkan.

o Merupakan tidur paling dangkal, berlangsung selama beberapa


detik – beberapa menit.

§ Tahap II :

o Merupakan tidur yang tidak dalam.

o Muncul gel yang berbentuk seperti spindel dengan voltase lebih


tinggi, runcing2 (Gel K)

o Berlangsung 5-10 menit.

§ Tahap III :

o Merupakan tidur yang dalam.

o Muncul gel Deltha, yang lambat dengan amplitudo besar, tinggi dan
dalam.

o Biasanya sulit dibangunkan.

o Berlangsung ± 10 menit
§ Tahap IV :

o Tidur yang paling dalam.

o Pada EEG dipenuhi Gel Deltha.

o Sangat sulit dibangunkan.

o Terjadi mimpi sehubungan dengan kejadian sehari sebelumnya.

o Lamanya 5-15 menit

o Terjadi perubahan fisik :

o Nadi & pernapasan melambat

o TD turun

o Otot-otot sangat rileks

o Basal metabolisme dan SB menurun

REM (Rapid Eye Movement)

“Paradoksical sleep”- sebagai puncak Tidur :

§ Sangat sulit dibangunkan.

§ Pada orang dewasa tahap ini 20-25% dari tidur malam, bila seseorang
terbangun pada tahap ini mereka dapat mengingat mimpi mereka.

§ Biasanya terjadi 80-100 menit setelah orang tertidur.

§ Semakin lelah seseorang makin cepat mengalami tahap ini .

Karakteristik Tahap REM :

§ Terjadi pada tahap II NREM dan berlangsung selama 5-10 menit.

§ Kembali ke tahap II NREM lagi.

§ Saat perpindahan dari NREM ke REM biasanya terjadi hentakan otak yang
tidak disadari.

§ TD menngkat.
§ Sekresi getah/asam lambung meningkat

§ Basal metabolisme dan SB meningkat

§ Terjadi mimpi yang menyenangkan, bersemangat dan sibuk.

§ Orang yang tidak mengalami periode REM biasanya tidak merasa puas
dengan tidurnya.

§ Orang biasanya mengalami 4-5x masa REM

2.4. Kegunaan Tidur (Delment & Wolman )

§ Beradaptasi terhadap rangsangan yang dapat menimbulkan kecemasan.

§ Memperbaiki ingatan.

§ Mempermudah mempelajari sesuatu serta dalam mengatasi masalah-


masalah yang sulit.

§ Relaksasi

2.5. Kebutuhan Tidur Rata – Rata Perhari

Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50% REM dan 1 siklus
tidur rata-rata 45-60 menit

Bayi(s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan 20-30% REM dan
tidur sepanjang malam

Todler(1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25% REM dan Tidur
sepanjang malam + tidur siang

Pra sekolah : ± 11 jam/hari dengan 20% REM

Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM

Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM

Adolescent : ± 8,5 jam/hari dengan 20% REM

Dewasa muda : 7-8 jam/hari dengan 20-25% REM

Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan sering sulit tidur
Dewasa tua : ± 6 jam/hari dengan 20-25% REM dan sering sulit tidur

2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tidur

1.Umur

Semakin bertambah umur manusia semakin berkurang total waktu kebutuhan


tidur. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan dan fisiologis dari sel-sel dan
organ, pada neonati kebutuhan tidur tinggi karena masih dalam proses
adaptasi dengan lingkungan dari dalam rahim ibu, sedangkan pada lansia
sudah mulai terjadi degenerasi sel dan organ yang mempengaruhi fungsi dan
mekanisme tidur.

2.Penyakit

Hal ini umumnya terjadi pada klien dengan nyeri, kecemasan, dispnea. Pada
kasus penyakit akibat digigit nyamuk tse-tse. Juga pada kasus tertentu
dengan klien gangguan hipertiroid.

3.Motivasi

Niat seseorang untuk tidur mempengaruhi kualitas tidur seperti menonton,


main game atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan penundaan waktu anda
untuk tidur.

4.Emosi

Suasana hati, marah, cemas dan stres dapat menyebabkan seseorang tidak
bisa tidur atau mempertahankan tidur.

5.Lingkungan

Lingkungan yang tidak kondusif seperti di dekat bandara atau di tepi jalan-
jalan umum atau di tempat-tempat umum yang menimbulkan kebisingan.

6.Obat – obatan

penggunaan atau ketergantungan pada penggunaan obar-obat tertentu


seperti golongan sedative, hipnotika dan steroid.

7.Makanan dan minuman

Pola dan konsumsi makanan yang mengandung merica, gas/air yang banyak,
pola dan konsumsi minuman yang mengandung kafein ,gas dll.

8.Aktivitas.
Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang berlebihan justru
akan menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur.

2.7. Masalah – Masalah Yang Terjadi Pada Saat Tidur

- Insomnia, merupakan suatu keadaan di mana seseorang sulit untuk


memulai atau mempertahankan keadaan tidurnya.

- Narkolepsi, merupakan suatu keadaan tidur di mana seseorang sulit


mempertahankan keadaan terjaga/bangun/sadar. Penderita akan sering
mengantuk hingga dapat tertidur secara tiba-tiba.

- Somnabulisme atau disebut tidur berjalan.

- Enuresa atau ngompol

- Nocturia, merupakan suatu keadaan di mana klien sering terbangun


pada malam hari untuk buang air kecil/BAK.

- Apnea/tidak bernapas dan Mendengkur.

- Delirium/Mengigau.

- Sehubungan dengan gangguan penyakit seperti pain, anxiety dan


dispneu.

- Nightmares dan Nightterros (mimpi buruk)

- Tidur dan stadium penyakit (digigit nyamuk tse-tse)


DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN
KOTAWARINGIN TIMUR

AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB KOTIM

Jalan Batu Berlian Nomor 11 Telp.(0531)22960/ Fax (0531)22940 Sampit

Kode
pos : 74322

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal Pengkajian :
25 Maret 2012

A. DATA BIOGRAFI

Nama : Tn. M
TTL : Bandung, 14 maret 1925

Jenis Kelamin : Laki – laki ,Gol.Darah :O

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

TB/BB : 165 cm,. 60 kg

Penampilan : Bersih dan rapi, Ciri-ciri tubuh : berambut pendek,


berwarna putih, bentuk tubuh bungkuk,berjanggut

Alamat : Kel.Kota Besi Hulu RT/RW 05 /02

Kec.Kota Besi ....Telp/HP 085753394881

Kabupaten Kotawaringin Timur

Orang Yang Dekat :Ny. T

Hubungan : istri

Alamat/ Telpon : kota besi /082154560570

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Genogram
Keterangan : : Laki – laki : Garis
Keturunan

: Perempuan ....... : Tinggal


Serumah

: Garis Hubungan :
Meninggal

2. Riwayat Keluarga

..Di dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menurun
seperti DM, Hipertensi, Asma Dan menular seperti Hepatitis, TBC dan lain –
lain.

C.RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : tidak ada

Alamat pekerjaan : -

Jarak dari rumah : - ......................km/meter*

Alat transportasi : -

Pekerjaan sebelumnya : PERUN TNI AD

Jarak dari rumah : 20 km/meter*

Alat transportasi : Tidak ada

Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan: sumber –


sumber pendapatan d dapat dari anak dan sudah dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.

D.RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP

Type tembat tinggal : Rumah

Jenis lantai rumah : Keramik

Kondisi lantai : Kering

Tangga rumah : Tidak ada

Penerangan : cukup

Tempat tidur : aman (pagar pembatas,tidak terlalu tinggi)

Alat dapur : tertata rapi

WC

Ada : aman (posisi duduk ,ada pegangan )

Kebersihan lingkungan : bersih (tidak ada barang membahayakan)

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 6 orang


Derajat privasi : klien, 1 istri, 1 anak, 1 menantu, 2 cucu.

Tetangga Terdekat : ada

Alamat dan Telepon :.kota besi (0851546505670)

E.RIWAYAT REKREASI

Hobby atau Minat : memancing dan memelihara ayam dan bunga

Keanggotaan organisasi : tidak ada

Liburan atau Perjalanan :jalan – jalan ke pantai dan ketempat anak

F.SISTEM PENDUKUNG

Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterafi* : ada

Jarak dari rumah : 20 km/meter*

Rumah Sakit : Ada ,Jarak 5 km

Klinik : tidak ada jarak - km

Pelayanan Kesehatan Di rumah : tidak ada

Makanan yang dihantarkan : tidak ada

Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga: tidak ada

Lain-lain

G.DESKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan Ritual : sholat 5 waktu

Yang lainnya : Tidak ada


H.STATUS KESEHATAN

Status Kesehatan umum Selama setahun yang lalu: klien pernah menderita
demam,sakit kepala, flu,batuk, maag, dan hernia. Yang sering kambuh yaitu
maag.

Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : klien menderita hernia.

Keluhan Utama: nyeri ulu hati

1.Provocative / Paliative : imflamasi mukosa lambung

2.Quality/ Quantity : tertusuk – tusuk jarum

3.Region : Epigastrium

4.Severity Scale : skala nyeri 3(0-10)

5.Timing : kalau telat makan( kadang-kadang)

Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Apabila kambuh klien


minum obat promaag.

Obat-obatan :

NO NAMA OBAT DOSIS KETERANGAN


1. Paracetamol 500mg Sesudah makan
2. Promaag 250mg Sebelum makan

Alergi (Catatan Agent dan Reaksi Spesifik) :

Obat-obatan : Tidak ada

Makanan : tidak ada

Faktor Lingkungan : tidak ada


Penyakit yang diderita :

Hipertensi Rheumatoid Asthma Dimensia

Lain-lainnya sebutkan: hernia

I.AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)

Indeks KATZ : A

Oksigenasi : kebutuhan oksigenasi klien terpenuhi

Cairan dan Elektrolit : klien minum air 1500ml/hari

Nutrisi : klien makan 3x sehari lengkap dengan nasi,


sayur, dan lauk pauknya.

Eliminasi : klien BAB 1x sehari dan BAK >3x sehari

Aktivitas : klien hanya dirumah memelihara ayam dan


bunga

Istirahat dan Tidur : klien siang tidur dari jam 12.00 – 13.00 dan
malam dari jam 20.00 – 04.00. Kwantitas : klien sering terbangun, setiap jam
klien terbangun dan susah untuk memulai tidur lagi.

Personal Hygiene : 2x sehari

Seksual : 1bulan sekali

Rekreasi : kepantai dan memancing

J. PSIKOLOGI,KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Konsep Diri : Klien puas dengan keadaan dirinya

Emosi : terkontrol
Adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan baik.

Mekanisme Pertahanan diri : Baik

Status mental :

Tingkat Kesadaran : komposmentis

Afasia :-

Dimensia : tidak

Orientasi : normal

Bicara : normal

Bahasa yang digunakan : bahasa indonesia, banjar dan sunda

Kemampuan membaca : bisa

Kemampuan interaksi : sesuai

Vertigo : tidak

Short Porteble Mental Status Questionaire (SPMSQ) = Fungsi mental utuh

Mini – Mental State Exam (MMSE)= baik nilai kesalahan : 1

Geriatrik Depresion Scale = Tidak


depresi nilai: 4

APGAR =

K.TINJAUAN SISTEM

Keadaan Umum : Baik

Tingkat Kesadaran :Composmentis

Tanda – tanda Vital :


TD 140 / 90 mmHg Nadi: 80 x/menit

RR 20 X/menit Suhu : 36 0c
TB : 165 cm BB: 60 Kg

PENGKAJIAN PERSISTEM

PERNAFASAN (B1: BREATHING)

1.Bentuk dada : simetris

2.Sekresi dan Batuk : Tidak ada

3.Pola nafas

Frekwensi Nafas : 20 x/menit

4.Bunyi nafas : Normal

5.Pergerakan dada

Intercostal Supra Clavicula Tracheal


Tag Lain lain

Substernal Suprasternal Flail Chest

6.Tractil Fremitis/Fremitus Vokal

Meningkat lokasi

Menurun lokasi

Lain-lain

7.Alat Bantu Pernafasan

Nasal Bag and Mask Tracheostomi

Masker Respirator

CARDIOVASKULER ( B2 : BLEEDING )

1.Nadi

Frekuensi.........80.........................x/menit
Reguler Kuat

Irreguler Lemah

2.Bunyi Jantung

Normal

Tambahan Ada Tidak,Jenis..............

3.Letak Jantung

Ictus cordis teraba pada.................

4.Pembesaran Jantung : Tidak

5.Nyeri Dada : Tidak

6.Edema :

Palpebra Anasarka Ekstrimitas atas

Asites Tidak Ada Ekstrimitas bawah

Lainnya.........................

7.Clubbing Finger : Tidak

PERSYARAFAN (B3 : BRAIN )

Tingkat Kesadaran : Kompos mentis

1.GCS :

Eye :......4........ Verbal :.....6........ Motorik :.5.................

Total GCS : 15

2.Refleks : normal

3.Koordinasi Gerak : Tidak

4.Kejang :Tidak
5.Lain-lain..........................................

PENGINDERAAN ( PERSEPSI SENSORI )

1. Mata ( Penglihatan )

a. Bentuk : Normal

b. Visus.....................

Pupil : isokor

c. Gerak bola Mata : normal

d. Medan Penglihatan : normal

e. Buta Warna : tidak

f. Tekanan intra okuler : tidak

2. Hidung (Penciuman )

a. Bentuk : Normal

b. Gangguan Penciuman : Ya

3. Telinga ( Pendengaran )

a. Aurikel : Normal

b. Membran tympani : Terang

c. Otorrhoea : Tidak ada

d. Gangguan Pendengaran : Tidak

e. Tinitus : Tidak

4. Perasa : normal

5. Peraba : normal
PERKEMIHAN – ELIMINASI URI ( B4 : BLADDER )

Masalah Kandung Kemih : tidak ada masalah

Produksi Urine 700 ml/hari Frekuensi > 3x /hari

Warna kuning kecoklatan ,Bau khas amoniak

PENCERNAAN – ELIMINASI ALVI ( B5 : BOWEL)

1. Mulut dan Tenggorokan

a. Mulut

Selaput Lendir Mulut : lembab

b. Lidah : bersih

c. Kebersihan Rongga Mulut : Tidak berbau

d. Tenggorokan : tidak ada masalah

e. Abdomen : Nyeri tekan,lokasi epigastrium

f. Pembesaran hepar tidak ada

g. Pembesaran Lien tidak ada

h. Asites tidak ada

i. Lain – lain : tidak ada

2. Masalah usus besar dan rektum/anus

BAB 1 X/hari

Tidak ada masalah

OTOT,TULANG DAN INTEGUMENT ( B6 : BONE )


1. Otot dan Tulang

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai ( ROM )

Kemampuan kekuatan otot : Bebas

Fraktur : Tidak ada

Dislokasi : Tidak ada

Haematom : Tidak ada

2. Integumen

Warna Kulit : cokelat

Turgor :Elastik

Tulang Belakang : kiposis

Akral : hangat

REPRODUKSI

Laki –laki :

Kelamin bentuk : tidak normal,keterangan terjadi


pembesaran pada alat kelamin.

Kebersihan Alat Kelamin : Bersih

ENDOKRIN

1. Faktor Alergi : tidak ada

Manifestasi : tidak ada

Cara Mengatasi : tidak ada

2. Kelainan endokrin: tidak ada masalah.


PENGETAHUAN :

Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya:

.klien menganggap bahwa kesehatan dirinya itu sangatlah penting.sehingga


klien rutin melakukan control.

Sampit, Maret 2012

Mahasiswa yang mengkaji,

...................................
......

NIM.

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. S: saya sering terbangun Ketidak Gangguan rasa
apabila tidur malam normalan status nyaman(istirahat
fisiologi tidur)
O : - ku baik
- konjungtiva anemis
- klien setiap 1 jam
bangun apabila tidur
malam
-klien tampak lelah
-klien menguap
- TD 140/90 mmHg
N 80 x/ menit
RR 20x/ menit
S 36 C
- Kuantitas tidur malam dari
jam 20.00 – 04.00
- Kuantitas tidur siang dari
jam 12.00 – 13.00
-

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1 1 Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Memberikan informasi
tindakan masalah gangguan dasar dalam menentukan
keperawatan tidur klien, rencana keperawatan.
diharapkan gangguan karakteristik dan 2. Mengatur pola tidur.
istirahat tidur tidak penyebab kurang tidur.3. Meningkatkan tidur.
terjadi,dengan 2. Lakukan persiapan 4. Meningkatkan tidur.
criteria hasil: untuk tidur malam 5. Meningkatkan tidur.
seperti pada jam 9 6. Meningkatkan tidur.
1. Klien tampak malam sesuaidengan 7. Mengurangi gangguan
rileks dan lebih segar pola tidur klien. tidur.
2. Ttv dalam batas 3. Lakukan mandi air 8. Mengurangi gangguan
normal hangat. tidur.
3. Klien dapat tidur 4. Anjurkan makan yang 9. Mengurangi gangguan
6-8 jam setiap cukup satu jam sebelum tidur.
malam. tidur. 10. Mengurangi tidur.
5. Berikan susu hangat 11. Meningkatkan pola tidur.
sebelum tidur.
6. Keadaan tempat
tidur yang nyaman,
bersih dan bantal yang
nyaman.
7. Bunyi telepon dan
alarm hp di kecilkan.

8. Berikan pengobatan
seperti analgetik dan
sedative,setengah jam
sebelum tidur.

9. Lakukan masase pada


daerah belakang, tutup
jendela/pintu jika
perlu.
10. Tingkatkan aktivitas
sehari – hari dan
kurangi aktivitas
sebellum tidur.
11. Pengetahuan
kesehatan : jadwal
tidur mengurangi stress
, cemas , dan latihan
relaksasi.

IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. melakukan pengkajian masalah S : klien mengatakan “saya
gangguan tidur klien, karakteristik dan masih sering terbangun pada
penyebab kurang tidur. malam hari”
Hasil : klien sering terbangun pada O : - : - ku baik
malam hari - konjungtiva anemis
2. menganjurkan klien untuk tidur - klien setiap 1 jam
malam seperti pada jam 9 malam bangun apabila tidur
sesuaidengan pola tidur klien. malam
Hasil : klien tidur jam 20.00 – 04.00 wib -klien tampak lelah
3. anjurkan keluarga klien untuk -klien menguap
memberikan Keadaan tempat tidur yang - TD : 140/90 mmHg
nyaman, bersih dan bantal yang N : 80 x/ menit
nyaman. RR : 20x/ menit
Hasil : keluarga klien menuruti anjuran S : 36 C
ersebut.. - Kuantitas tidur malam
4. meningkatkan aktivitas sehari – hari dari jam 20.00 – 04.00
dan kurangi aktivitas sebellum tidur. - Kuantitas tidur siang dari
Hasil : klien tidak melakukan kegiatan jam 12.00 – 13.00
sebelum tidur A ; masalah belum teratasi
. P : lanjutkan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada tress
emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak
melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau
berbaring di atas tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat.
Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi
mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula dengan
mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat dengan
jalan-jalan
B. SARAN

Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan


dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

6.

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA Ny. S DENGAN MASALAH
GANGGUAN SEKSUAL (kelompok7)
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. S

DENGAN MASALAH GANGGUAN SEKSUAL


KELOMPOK 7:

ENDAH MURNI

REZKY FAHRUDINUR RAMADHAN

TRI NURWAHYUNI

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTA WARINGIN TIMUR

JL. BATU BERLIAN NO.II TELP. (0531) 22960


2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i
akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata
kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. S
DENGAN MASALAH GANGGUAN SEKSUAL”. Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun
dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.

Sampit, Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1

1.2 TUJUAN PENULISAN ................................................................................ 1

1.3 RUMUSAN MASALAH................................................................................ 2

1.4 METODE PENULISAN............................................................................... 2

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY


DENGAN GANGGUAN SEKSUAL

A. Perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia.................

B. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau


dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan..........................

C. Di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali


menyebabkan penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut
usia........

D. Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial


E. Upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia............

F. ............................................................................................................

G. PENATALAKSANAAN...........................................................................

H. MASALAH KEPERAWATAN..................................................................

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................

J. RENCANA KEPERAWATAN..................................................................

DAFTAR KEPUSTAKAAN

2.2.. LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY


DENGAN GANGGUAN SEKSUAL

PENGKAJIAN............................................................................................ 15

ANALISA DATA......................................................................................... 18

RENCANA KEPERAWATAN....................................................................... 19

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 22

3.2 SARAN ..................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas


kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan
tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.

Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode
dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual
masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk
didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan
jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa
tua.

Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey
yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang
berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka
yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya
memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:

• Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan
pasangan.

• Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.

• Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang
wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan
hidup.

Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) diatas 45
tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat melakukan
hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual pada lansia umumnya
memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah
seksual pada lansia.

Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang
harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi
seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena
gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis
maupun patologis.

Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap
disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu
diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis
disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai
penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik masa usia lanjut

b. Mengetahui perubahan-perubahan pada masa usia lanjut

c. Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut

d. Mengetahui perubahan seksual pada pria lansia

e. Mengetahui perubahan seksual pada wanita lansia

f. Mengetahui cara mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut

C. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan seksual pada
masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kebidanan pada saat praktik
lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademika

Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah dengan
mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di
perpustakaan

D. Rumusan Masalah

1. Apa perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia?

2. Apa perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual?

3. Apa di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia?

4. Apa beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan social?

5. Apa upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia?

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode deskriptif dengan
menggunakan studi melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tehnik
pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu mempelajari
Dokumentasi Keperawatan serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan judul
makalah dan masalah yang dibahas
F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup yang terdiri dari
Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia

1. Wanita

Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna dan


eksterna berangsur-angsur mengalami atrofi.

· Vagina
Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami
pengecilan. Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke
dalam vagina. Sejak klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi,
meskipun pada wanita belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan
ber¬henti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu pula jaringan sub-mukosa tidak
lagi mempertahankan elastisitas¬nya akibat fibrosis.

Perubahan ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keber¬langsungan


koitus, artinya makin lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan
atau pengecilan genitalia eksterna.

· Uterus

Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan


dindingnya menipis, miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik.
Serviks menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding
jaringan.

· Ovarium

Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi


“keriput” sebagai akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang
sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena tidak
terdapat folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia interna dan eksterna
dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi, pada umumnya
terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang pertumbuhannya oleh hormon
estrogen dan progesteron.

· Payudara (Glandula Mamae)

Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang
gemuk, dimana payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan
oleh karena atrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar pituari
anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula kelenjar
tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa
akromegali ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang
timbul pertumbuhan rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh
karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar
ovarium. Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada
masa klimakterik.

2. Pria

· Prostat

Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia,


gejala yang timbul merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang
kemudian seolah-olah bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve
Effect). Disamping itu terdapat efek dinamik dari otot polos yang merupakan 40%
dari komponen kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot polos ini dibawah
pengaruh sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah terlihat pada
usia 25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria
berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu
hanya 50% berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik.

Kadar dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim


5 alfa reduktase yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang
dianggap menjadi pendorong hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat.
Sebenarnya selain proses menua rangsangan androgen ikut berperan timbulnya
BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang pubertas tidak akan
menderita BPH pada usia lanjut.

· Testis

Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat


testis tetapi sel yang memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma
berkurang jumlah dan aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan
testoteron juga menurun. Hal ini menyebabkan penuruna libido dan kegiatan sex
yang jelas menurun adalah multipel ejakulasi dan perpanjangan periode refrakter.
Tetapi banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur
lanjut.
B. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :

1. Fase desire

Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan


kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin
menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.Interval untuk meningkatkan
hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap
sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.

2. Fase arousal

· Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing,


elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra
dan kandung kemih.

· Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi
testis ke perineum lebih lambat.

3. Lase orgasmik

· Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.

· Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah


konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.

4. Fase pasca orgasmik

Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai


timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi. Disfungsi seksual pada lansia
tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab
lainnya seperti:
· Penyebab iatrogenik

Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang
mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap
fungsi seksual.

· Penyebab biologik dan kasus medis

Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung


atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual
psikogenik.

C. Di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :

1. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.

2. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.

3. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

4. Pasangan hidup telah meninggal.

5. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.

D. Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial antara lain :

1. Infark miokard

Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan
untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke

Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.

Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi


permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan
mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus,
pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak
mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik,
namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan
kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.

3. Kanker

Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ


seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan
disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada
kerusakan saraf.

4. Diabetes mellitus

Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan


neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi
vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.

5. Arthritis

Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau


kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan
kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas
seksual.

6. Rokok dan alcohol

Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual,


khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme
testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan
mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.

7. Penyakit paru obstruktif kronik

Ada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.

8. Obat-obatan

Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara


lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.

E. Upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia

Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor.
Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya
memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia
terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.

Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks

· Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan

· Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup

· Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah

· Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya

· Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-obatan


yang dikonsumsi oieh pasien.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus rinci,


meliputi awitan, jenis maupun intensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang
ganguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik,
kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head
to toe.

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal dan paru-
paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status
hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereks pada pria, pemeriksaan khas juga
meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-
Martono, 1996)

2. Pengobatan yang diberikan mencakup

· Konseling Psikoseksual

· Therapi Hormon

· Penyembuhan dengan obat-obatan

· Peralatan Mekanis
· Bedah Pembuluh

3. Bimbingan Psikososial

Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen


gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan pharmakologi.

4. Penyembuhan Hormon

· Pada pria lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk


menyembuhkan viropause/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi).

· Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen
pada klimakterium.

5. Penyembuhan dengan Obat

· Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif

· Oral phentholamin

· Tablet apomorphine sublingual

· Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif

· Penempatan intra-uretral prostaglandin

1 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual

2. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.

3. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan efek penyakit akut dan kronis
RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Pasien dapat menerima 1. Bantu pasien untuk
1. Agar pasien lebih bisa
perubahan struktur tubuh mengekspresikan perubahan menerima perubahan tersebut
terutama pada fungsi fungsi tubuh termasuk organ
seksual yang dialaminya seksual seiring dengan
Kriteria hasil: bertambahnya usia.
2. Menambah pemahaman klien
· Mengekspresikan
2. Berikan pendidikan
tentang semua perubahan
kenyamanan kesehatan tentang
yang di alami nya agar
· Mengekspresikan penurunan fungsi seksual.
penurunan fungsi seksuel tidak
kepercayaan diri
menjadi beban pikiran
3. Makanan bergizi dianjurkan
untuk menjaga daya tahan

3. Motivasi klien untuk tubuh karena biasanya pada

mengkonsumsi makanan lansia daya tahan tubuhnya

yang rendah lemak, rendah menurun


4. Untuk mengurangi kekeringan
kolestrol, dan berupa diet
vegetarian dan rasa gatal pada vagina,

4. Anjurkan klien untuk serta untuk megurangi rasa

menggunakan krim vagina sakit pada saat berhubungan

dan gel seksual

2. 2 Pasien dapat menerima 1. Kaji perasaan/persepsi


1. Untuk mengetahui seberapa
perubahan bentuk salah pasien tentang perubahan jauh klien bisa menerima
satu angota tubuhnya gambaran diri berhubungan keadaan nya
secara positif dengan keadaan angota
Kriteria hasil: tubuhnya yang kurang
· Pasien mau berinteraksi berfungsi secara normal
dan beradaptasi dengan
2. Lakukan pendekatan dan
2. Agar klien mau
lingkungan tanpa rasa bina hubungan saling
mengungkapkan masalah nya
malu dan rendah diri percaya dengan pasien
3. Rasa menerima pada pasien
· Pasien yakin akan
3. Tunjukkan rasa empati,
akan membuat pasien lebih
kemampuan yang dimiliki perhatian dan penerimaan
percaya diri
pada pasien
4. Bantu pasien untuk
4. Agar pasien tidak terlalu
mengadakan hubungan canggung atau malu dengnan
dengan orang lain orang lain karena perubahan
nya

5. Beri kesempatan 5.
pada Untuk mengetahui apakah

pasien untuk klien depresi terhadap

mengekspresikan perasaan perubahan

kehilangan

3. 3 Pasien dapat menerima 1. Kaji factor-faktor penyebab


1. Penting untuk membantu
perubahan pola dan penunjang, yang meliputi dalam intervensi selanjutnya
seksualitas yang · Kelelahan
disebabkan masalah · Nyeri
kesehatannya. · Nafas pendek
Kriteria Hasil : · Keterbatasan suplai oksigen
· Mengidentifikasi
· Imobilisasi
keterbatasannya pada
· Kerusakan inervasi saraf
aktivitas seksual yang
· Perubahan hormone
disebabkan masalah
· Depresi
kesehatan · Kurangnya informasi yang
· Mengidentifikasi tepat
modifikasi kegiatan
2. Ajarkan pentingnya mentaati
seksual yang pantas aturan medis yang dibuat
dalam respon terhadap untuk mengontrol gejala
2. Untuk menghilangkan atau
keterbatasannya penyakit mengurangi factor-faktor
3. Berikan informasi yang tepat penyebab
pada pasien dan
pasangannya tentang
3. Agar klien lebih mengerti dan
keterbatasan fungsi seksual bisa menerima bahkan tidak
yang disebabkan oleh memaksakan diri karena
keadaan sakit keterbatasan yang di
4. Ajarkan modifikasi yang sebabkan oleh penyakit
mungkin dalam kegiatan
4. Meminimalkan rasa sakit tau
seksual untuk membantu rasa tidak nyaman saat
penyesuaian dengan berhubungan karena penyakit
keterbatasan akibat sakit
(saran khusus)
IMPLEMENTASI

No. Dx. Kep. Implementasi Evaluasi


1. 1. 1 1. melakukan pendekatan dan bina hubungan saling S:klien mengatakan “ sedikit mengerti
percaya dengan pasien mengapa keinginan untuk melakukan
hasil : klien merasa nyaman saat ditanya dan hubungan suami istri berkurang
merasa percaya DO : - umur klien 69 tahun
2. membantu pasien untuk mengekspresikan - TD : 130 / 90 mmHg
perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual - Nadi : 88 x/menit
seiring dengan bertambahnya usia - Suhu : 36°C
hasil : klien mulai mau sedikit demi sedikit terbuka - RR : 18 x/menit
saat di bombing untuk mengekspresikan masalah - Klien sudah menoupose
nya
3. memberikan pendidikan kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual.
Hasil : klien sedikit lebih mengerti saat di jelaskan
tentang perubahan yang terjadi pada nya
4. memotivasi klien untuk mengkonsumsi makanan
yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan berupa
diet vegetarian
hasil : klien setiap hari mengkonsumsi nasi, ikan,
sayur

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi
hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama
berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan
sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh
lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali
juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.

Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan


hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa dan tidaak pantas
berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang
seksualitas diusia lanjut menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian
sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai
impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi
multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut.

Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya
kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari
pasangan membawa akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara
langsung maupun tidak.

Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan


kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya terhadap
emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui beberapa tahapan
konseling secara terbuka dan kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan,
bisa diperoleh suatu pemecahan masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem
vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain
secara bertahap masalah pada lansia akan terselesaikan.

B. SARAN

Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan keluarga lansia
sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia
sebagaimana pria dan wanita mulai dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak
untuk diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna
dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan
yang harmonis serta merasakan kenikmatan seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita perlu
sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan
masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar para lansia mendapatkan kehidupan yang nayak,
dan harmonis sebagai manusia dan warga negara seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://abhique.blogspot.com/2009/10/konsep-keperawatan pada lnjut usia (lansia).html

http://abhique.blogspot.com/2009/10/rencana asuhan keperawatan pada lansia.html

Carpenito,Lynda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan.EGC.Jakarta

Aspiani Reny Yuli,S.Kep.Ns.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik.2008

Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta :
FKUI

Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya

Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal pengkajian : 28 maret 2012

A. DATA BIOGRAFI

Nama : Ny. “S”

TTL : 7 juli 1943

Jenis kelamin : perempuan Golongan darah : O

Pendidikan : SD

Agama : islam

Status perkawinan : menikah

TB / BB : 150 cm/45 kg

Penampilan : bersih, rapi, ciri-ciri tubuh : kurus, kecil

Alamat :jl desa camba

Orang yang dekat : klien dekat dengan anak tertua klien

Hubungan : anak

Alamat / telepon :-

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Genogram
Laki-laki Garis keturunan
Perempuan Tinggal serumah
Garis Hubungan Meninggal
2. Riwayat keluarga

Di keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti DM ataupun penyakit
menular seperti TB paru

C. RIWAYAT PEKERJAAN

Pekerjaan saat ini : klien tidak bekerja, klien hanya berdiam


diri dirumah

Alamat pekerjaaan : tidak ada

Jarak dari rumah : tidak ada

Alat transportasi : jalan kaki

Pekerjaan sebelumnya : klien sebagai ibu rumah tangga

Jarak dari rumah : tidak ada

Alat transportasi : jalan kaki

Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan : dari anak tertua dan dari
menantu klien

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP

Type tempat tinggal : permanen (milik suami)

Jenis lantai rumah : kayu


Keadaan lantai : kering

Tangga rumah : tidak ada

Penerangan : cukup

Tempat tidur : aman ( tidak terlalu tinggi)

Alat dapur : tertata rapi

WC : jamban

Kebersihan lingkungan : bersih

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 5 orang

Derajat privasi : kurang di perhatikan oleh menantunya

Tetangga terdekat : klien bertetangga dengan cucu-cucu klien yang


sudah berkeluarga

Alamat dan telepon : jl. Desa camba

E. RIWAYAT REKREASI

Hobby / minat : klien senang memancing

Keanggotaan organsasi : klien tidak mengikuti organiasi apapun

Liburan / perjalanan : klien hanya berdiam diri dirumah karena jarang


berekreasi

F. SISTEM PENDUKUNG

Klien di dukung oleh seorang perawat

Jarak dari rumah : 1000 km


Rumah sakit : tidak ada rumah sakit

Klinik : di kampung klien hanya terdapat puskesmas


pembantu

Pelayanan kesehatan dirumah : tidak ada

Makanan yang di hantarkan : tidak ada makanan yang di hantarkan

Perawatan sehari-hari yang di lakukan keluarga : keluarga klien tidak melakukan perawatan
khusus kepada klien di rumah

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan ritual : semenjak klien tua, klien jarang melakukan sholat


lima waktu

H. STATUS KESEHATAN

Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : setahun terakhir, klienmenderita maag
dan asam urat

Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : klien mengatakan tidak prnah menderita
penyakit yang parah, hsnya penyakit biasa
seperti pilek, demam

Keluhan utama

1. Provocative / palliative : maag

2. Quality / quantity : seperti di tusuk-tusuk

3. Region : di uluhati
4. Severity scale : 4 (0-10)

5. Timing : kadang-kadang

Pemahaman & penatalaksanaan masalah kesehatan : klien mengerti kalau sakit harus ke
puskesmas untuk berobat. .

Obat – obatan :

NO NAMA OBAT DOSIS KETERANGAN


1 ANTASIDA 2 X sehari Sebelum makan
2 Cimetidine 3 x sehari Sesudah makan
3 Paracetamol 1 x sehari Bila nyeri
4 Vit B.komplek 2 x sehari Sesudah makan
5 Allopurinol 3 x sehari Sesudah makan
6 Piroxicam 3 x sehari Sesudah makan
7 Vit B.1 2 x sehari Sesudah makan

Alergi (catatan agent dan reaksi spesifik)

Obat – obatan : klien tidak ada alergi pada obat-obatan

Makanan : klien tidak ada alergi pada makanan

Factor lingkungan : klien tidak ada alergi pada lingkungan

Penyakit yang pernah di derita : klien menderita maag dan asam urat

I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)

IndeksKATZ: A
Oksigenasi : frekuensi nafas 18x/menit, klien tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, bernafas melalui
hidung

Cairan & elektrolit : klien minum air putih ± 1000ml/hari, klien minum
kopi setiap pagi

Nutrisi : klien makan 3x sehari dengan nasi, ikan sayur dan


kadang di tambah dengan buah

Eliminasi : BAB 1x/hari dengan konsisten silembek, BAK >5x/hari

Aktivitas : klien tidak bekerja, klien hanya berdiam diri di rumah

Istirahat & tidur : klien tidur cukup, tidur malam ± 7 jam dan tidur
siang ± 1 jam dalam sehari, klien merasa puas saat
bangun

Personal hygiene : untuk kebersihan klien mengerti dan


membersihkan diri setiap mandi baik itu oral hygiene
maupun vulva hygiene

Seksual : saat ditanya klien mengatakan bahwa klien masih


berhubungan seksual dengan suaminya tapi sekarang
sudah mulai jarang karena keinginan untuk
berhubungan itu mulai menurun sementara suami klien
masih mempunyai keinginan yang kuat.

Rekreasi : klien jarang berekreasi ketempat yang jauh


mengingat kondisi klien, klien hanya main kerumah
tetangga yang berada di dekat rumah

J. PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Konsep diri : klien menyadari bahwa klien sudah lansia

Emos : emosi klien labil


Adaptasi : klien mulai sulit untuk beradabtasi terhadap lingkungan
maupun orang baru

Mekanisme pertahanan diri : tidak terkaji

Status mental

Tingkat kesadaran : kompos mentis

Afasia :-

Dimensia : klien mengalami dimensia sejak beberapa tahun yang lalu

Orientasi : klien kadang bingung terhadap orang, waktu dan tempat


terutama yang baru dilihat oleh klien

Bicara : klien berbicara normal tapi sedikit lebih pelan

Bahasa yang digunakan : klien menggunakan bahasa banjar dan dayak dalam
kehidupan sehari-hari

Kemampuan membaca : klien tidak bias membaca

Kemampuan interaksi : klien mampu berinteraksi tapi secara perlahan

Vertigo : klien tidak mengalami vertigo

Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) = 2 (fungsi mental utuh)

Mini – Mental State Exam (MMSE) = 2 (baik)

Geriatric Depresion Scale = 5 (kemungkinan depresi)

APGAR = score 5 (menengah / sedang)

K. TINJAUAN SISTEM

Keadaan umum : baik


Tingkat kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital : TD : 130/90 mmHg nadi : 88x/menit

RR : 18x/menit suhu : 36 °C

TB : 150 cm BB : 50 kg

PENGKAJIAN PERSISTEM

PERNAFASAN (B1 : BREATHING)

1. Bentuk dada : simetris

2. Sekresi dan batuk : batuk dan sekresi tidak ada

Nyeriwaktubernafas : tidak nyeri saat bernafas

3. Polanafas

a. Frekuensi nafas : 18x/menit

4. Bunyinafas

a. Normal

Vasikuler di : semua lapang paru

Bronchial di : atas manubrium sternum

Bronchovesikuler di : ICS 2 percabangan bronkus

5. Pergerakan dada : intercostal

6. Tractilfremitis / fremitus vocal : tidak meningkat dan tidak menurun

7. Alat bantu pernafasan : tidak memakai alat bantu pernafasan


CARDIVASKULAR (B2 : BLEEDING)

1. Nadi

Frekuensi : 88 x/menit ,kuat

2. Bunyi jantung : normal

3. Letak jantung : ictus cordis teraba pada ICS 5

4. Pembesaran jantung : tidak ada pembesaran jantung

5. Nyeri dada : tidak ada nyeri dada

6. Edema : tidak ada edema

7. Clubbing finger : tidak ada

PERSARAFAN (B3 : BRAIN)

Tingkat kesadaran : kompos mentis

1. GCS : E4 M6 V5

Total GCS : 15

2. Reflex : normal

3. Koordinasi gerak : ya

4. Kejang : tidak
PENGINDERAAN (persepsisensori)

1. Mata (penglihatan)

a. Bentuk : normal

b. Visus :-

c. Pupil : isokor

d. Gerak bola mata : normal, tidak menyempit

e. Medan penglihatan : normal

f. Butawarna : klien tidak mengalami buta warna

g. Tekanan intra okuler : tidak

2. Hidung (penciuman)

a. Bentuk : normal

b. Gangguan penciuman : tidak ada

3. Telinga (pendengaran)

a. Aurikel : normal dan simetris

b. Membrab tympani : agak keruh

c. Otorrhoea : tidak ada

d. Gangguan pendengaran : ya

e. Tinnitus : tidak

4. Perasa : menurun

5. Peraba : menurun
PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4 : BLADDER)

Masalah kandung kemih : tidak ada masalah

Produksi urine : 500 ml/hari

Frekuensi : >3 x/hari

Warna : kuning

Bau : khas amoniak

PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI ( B5 : BOWEL)

1. Mulut dan tenggorokan

a) Selaput lendir mulut : lembab, tidak ada stomatitis

b) Lidah : agak kotor

c) Kebersihan rongga mulut : tidak berbau dan gigi bersih

d) Tenggorokan : tidak sakit saat menelan

e) Abdomen : kenyal

f) Pembesaran hepar : tidak ada pembesaran hepar

g) Pembesaran lien : tidak ada pembesaran lien

h) Asites : tidak ada asites

2. Masalah usus besar dan rectum / anus

Bab : 1 x/hari tidak ada masalah

Obat pencahar : tidak mengkonsumsi obat pencahar


OTOT, TULANG DAN INTEGUMENT (B6 : BONE)

1. Otot dan tulang

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM) : bebas

Kemampuan kekuatan otot

Fraktur : tidak ada fraktur

Dislokasi : tidak ada dislokasi

Hematom : tidak ada hematom

2. Integument

Warna kulit : kuning langsat

Akral : hangat

Turgor : tidak elastis

Tulang belakang : kiposis

REPRODUKSI

Perempuan :

Payudara

Bentuk : normal

Benjolan : tidakada

Kelamin

Bentuk : normal
Keputihan : tidak ada keputihan

Siklus haid : sudah menoupose

ENDOKRIN

1. Factor alergi : tidak ada alergi

2. Kelainan endokrin : tidak ada kelainan endokrin

PENGETAHUAN

Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya : klien kurang peka terhadap masalah
kesehatan

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : klien mengatakan “ keinginan untuk Perubahan struktur Disfungsi seksual
melakukan hubungan suami istri sudah tubuh / fungsi
mulai berkurang sejak klien merasa
memasuki usia senja dan klien
mengatakan dalam 1 minggu klien dan
suaminya sangat jarang melakukan
hubungan suami istri.
DO : - umur klien 69 tahun
- TD : 130 / 90 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Suhu : 36°C
- RR : 18 x/menit
- Klien sudah menoupose
RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1 1 Pasien dapat menerima 1. Lakukan pendekatan dan
1. Agar klien mau
perubahan struktur tubuh bina hubungan saling mengungkapkan masalah nya
terutama pada fungsi percaya dengan pasien
seksual yang dialaminya 2. Bantu pasien untuk
Kriteria hasil: mengekspresikan perubahan
2. Agar pasien lebih bisa
· Mengekspresikan fungsi tubuh termasuk organ
menerima perubahan tersebut
kenyamanan seksual seiring dengan
· Mengekspresikan bertambahnya usia.
kepercayaan diri 3. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual.

3. Menambah pemahaman klien


tentang semua perubahan
yang di alami nya agar
penurunan fungsi seksual tidak
menjadi beban pikiran
4. Motivasi klien untuk
4. Makanan bergizi dianjurkan
mengkonsumsi makanan
untuk menjaga daya tahan
yang rendah lemak, rendah
tubuh karena biasanya pada
kolestrol, dan berupa diet
lansia daya tahan tubuhnya
vegetarian
menurun

IMPLEMENTASI

No. Dx. Kep. Implementasi Evaluasi


1 1 1. melakukan pendekatan dan bina hubungan saling S:klien mengatakan “ sedikit mengerti
percaya dengan pasien mengapa keinginan untuk melakukan
hasil : klien merasa nyaman saat ditanya dan hubungan suami istri berkurang
merasa percaya DO : - umur klien 69 tahun
- TD : 130 / 90 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
2. membantu pasien untuk mengekspresikan - Suhu : 36°C
perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual - RR : 18 x/menit
seiring dengan bertambahnya usia - Klien sudah menoupose
hasil : klien mulai mau sedikit demi sedikit terbuka
saat di bombing untuk mengekspresikan masalah
nya
3. memberikan pendidikan kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual.
Hasil : klien sedikit lebih mengerti saat di jelaskan
tentang perubahan yang terjadi pada nya
4. memotivasi klien untuk mengkonsumsi makanan
yang rendah lemak, rendah kolestrol, dan berupa
diet vegetarian
hasil : klien setiap hari mengkonsumsi nasi, ikan,
sayur

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)

PENILAIAN UNTUK MENGETAHUI FUNGSI INTELEKTUAL LANSIA

Nama klien : Ny. “S” tanggal : 28 maret 2012

Jenis kelamin : perempuan umur : 69 tahun

Agama : islam suku : dayak

Alamat : islam

Pewwancara : mahasiswa akper pemkab kotim


SKOR

NO PERYANYAAN JAWABAN
1 Tanggal berapa hari ini ? 28

2 Hari apa sekarang ini ? Rabu

3 Apa nama tempat ini ? Rumah saya

4 Dimana alamat anda ? camba

5 Kapan anda lahir ? Tahun 43 an

6 Berapa umur anda ? lupa

7 Siapa presiden Indonesia sekarang ? SBY

8 Siapa presiden sebelumnya? Megawati

9 Siapa nama kecil ibu anda ? Tidak tahu

10 15 - 6 9

Jumlah kesalahan total 2

Keterangan :

Kesalahan : 0-2 fungsi mental utuh

Kesalahan : 3-4 kerusakan intelektual ringan

Kesalahan : 5-7 kerusakan intelektual sedang

Kesalahan : 8-10 kerusakan intelektual berat


MINI MENTAL SKORE

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1 Tanggal berapa hari ini ? (dd/mm/hh) √

2 Hari apakah hari ini ? √

3 Apakah nama tempat ini ? √

4 Berapa no. Telp, bila tidak ada, no rumah / jalan ? √

5 Berapakah usia anda ? √

6 Kapan anda lahir ? √

7 Siapa nama presiden sekarang ? √

8 Siapa nama presiden sebelumnya ? √

9 Siapa nama ibu mu sebelum menikah ? √

10 15 – 6 √

JUMLAH KESALAHAN :

0-2 Kesalahan : Baik

3-4 kesalahan : gangguan intelektual ringan

5-7 kesalahan : gangguan intelektual sedang


8-10 kesalahan : gangguan intelektual berat

HASIL : 2 kesalahan, baik


Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

7.

Mar

31

Asuhan keperawatan pada Ny. A dengan


GANGGUAN AKTIVITAS (kelompok 4)

Tugas keperawatan gerontik


Asuhan keperawatan pada Ny. A dengan GANGGUAN
AKTIVITAS

Disusun oleh:

Dwi kirnawati

Juliansyah

Fauzi herawan

Sari dwi ratman


AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

Jalan batu berlian No.11, telp (0531) 22960/22940

SAMPIT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah
pengetahuan bagi mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca
untuk bidang Ilmu Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah
dari dosen mata kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. A DENGAN MASALAH GANGGUAN
AKTIVITAS”. Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang
positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.

Sampit, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PEMBAHASAN
1.1 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY
DENGAN GANGGUAN AKTIVITAS
1.2 KONSEP DASAR PENYAKIT......................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN ...................................................................
2.2 LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY
DENGAN GANGGUAN AKTIVITAS
PENGKAJIAN ......................................................................................
ANALISA DATA ...................................................................................
RENCANA KEPERAWATAN ...............................................................

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep dasar penyakit

a. Pengertian
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.

b. Epidemologi/insiden kasus
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang
kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri.
Gangguan mobilisasi dapat terjadi pada semua tingkatan umur, yang beresiko
tinggi terjadi gangguan mobilisasi adalah orang yang lanjut usia, post cedera dan post
trauma.

c. Etiologi/penyebab
- Kelainan postur
- Gangguan perkembangan otot
- Kerusakan system saraf pusat
- Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
- Kekakuan otot

d. Factor predisposisi
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang manfaat pergerakan fisik
- IMT diatas 75% sesuai dengan usia
- Kerusakan sensori persepsi
- Nyeri, tidak nyaman
- Intoleransi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood dan cemas
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup menetap, tidak fit
- Malnutrisi umum dan spesifik
- Kehilangan integrasi struktur tulang
- Keterbatasan lingkungan fisik dan social
- Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler
- Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat
disesuaikan dengan umur

e. Patofisiologi terjadinya penyakit


- Kaki tidak mampu menopang berat badan
- Perlu bantuan kursi roda untuk berpindah tempat
- Tangan belum mampu untuk melakukan pekerjaannya secara mandiri
- Tidak mampu melakukan kegiatan secara mandiri
f. Gejala klinis
“tidak mampu bergerak secara mandiri”

g. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Postur/bentuk tubuh
o Skoliosis
o Kiposis
o Lordosis
o Cara berjalan
c. Ekstremitas
o Kelemahan
o Gangguan sensorik
o Tonus otot
o Atropi
o Tremor
o Gerakan tak terkendali
o Kekuatan otot
o Kemampuan jalan
o Kemampuan duduk
o Kemampuan berdiri
o Nyeri sendi
o Kekakuan sendi

h. Pemeriksaan diagnostic
“pemeriksaan kekuatan otot (neuthopografi)”

i. Prognosis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap system tubuh beresiko terjadi
gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan
kondisi kesehatan secara keseluruhan serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya,
perkembangan pengaruh mobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan
dengan klien yang lebih muda.

j. Therapy (tindakan penanganan)


- Fisiotheraphy
- Latihan mobilisasi ringan seperti; miring kanan-miring kiri

2. Konsep dasar keperawatan

a. Pengkajian
1. Tingkat aktivitas sehari-hari
a. Pola aktivitas sehari-hari
b. Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik

2. Tingkat kelelahan
a. Aktivitas yang membuat lelah
b. Riwayat sesak nafas

3. Gangguan pergerakan
a. Penyebab gangguan pergerakan
b. Tanda dan gejala
c. Efek dari gangguan pergerakan

4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Postur bentuk tubuh

b. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul


1. Intoleransi aktivitas
Definisi: kondisi dimana seseorang mengalami penurunan energy fisiologis
dan psikologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Kelemahan umum
b. Bedres yang lama (imobilisasi)
c. Motivasi yang kurang
d. Pembatasan pergerakan
e. Nyeri
2. Keletihan
Definisi: kondisi dimana seseorang mengalami perasaan letih yang
berlebihan secara terus-menerus dan penuruna kapasitas kerja fisik dan mental
yang tidak dapat hilang dengan istirahat.
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Menurunnya produksi metabolism
b. Pembatasan diet
c. Anemia
d. Ketidakseimbangan glukosa dan elektrolit

3. Gangguan mobilitas fisik


Definisi: kondisi dimana pasien tidak mampu melakukan pergerakan secara
mandiri.
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Gangguan persepsi kognitif
b. Imobilisasi
c. Gangguan neuro muskuler
d. Kelemahan
e. Pasien dengan traksi

4. Deficit perawatan diri


Definisi: kondisi dimana pasien tidak dapat melakukan sebagian atau
seluruh aktivitas sehari-hari seperti; makan, berpakaian dan mandi, dan lain-
lain.
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Gangguan neuromuskuler
b. Menurunnya kekuatan otot
c. Menurunnya control otot dan koordinasi
d. Kerusakan persepsi kognitif
e. Depresi
f. Gangguan fisik

c. Rencana keperawatan
1. Untuk diagnose keperawatan intoleransi aktivitas
Intervensi:
o Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
o Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
o Catat tanda vital
o Kolaborasi dengan dokter
o Lakukan aktivitas yang adekuat
Rasional:

o Merencanakan intervensi dengan tepat


o Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri
o Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas
o Mempercepat proses penyembuhan
o Untuk mengoptimalkan pergerakan

2. Untuk diagnose keperawatan keletihan


Intervensi:
o Monitor keterbatasan aktivitas
o Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
o Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
o Kolaborasi dengan dokter dalam latihan aktivitas
o Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
o Berikan pendidikan kesehatan
Rasional:

o Merencanakan intervensi dengan tepat


o Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri
o Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas
o Mempercepat proses penyembuhan
o Diet adekuat dapat menambah energy untuk mencegah keletihan
o Menambah pengetahuan pasien

3. Untuk diagnose keperawatan gangguan mobilitas fisik


Intervensi:
o Pertahanan body aligment dan posisi yang nyaman
o Cegah pasien jatuh
o Lakukan latihan aktif maupun pasif
o Lakukan fisiotheraphy dada dan postural
o Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
Rasional:

o Mencegah iritasi dan komplikasi


o Mempertahankan keamanan pasien
o Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur
o Meningkatkan fungsi paru
o Memaksimalkan mobilisasi

4. Untuk diagnose keperawatan deficit perawatan diri


Intervensi:
o Lakukan kajian kemampuan pasien dalam perawatan diri terutama ADL
o Jadwalkan jam kegiatan tertentu untuk ADL
o Jaga privasi dan keamanan pasien
o Lakukan latihan aktif dan pasif
o Monitor tanda vital, tekanan darah, sebelum dan sesudah ADL
Rasional:

o Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan


o Perencanaan yang matang dalammelakukan kegiatan sehari-hari
o Memberikan keamanan
o Meningkatkan sirkulasi darah
o Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas

d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada klien terganggu kesejajaran tubuh dan
mobilisasi berdasarkan criteria hasil setiap tujuan keperawatan, yaitu:
- Klien akan mempertahankan rentang gerak pada sendi ekstremitas atas
- Klien akan mengikuti program latihan teratur 3-4 kali sehari dengan
perencanaan pulang
- Klien akan melakukan rentang gerak penuh pada sendi yang sakit
- Tidak ada kontraktur sendi

LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian: 28 Maret 2012

A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. A
TTL : Sampit, 13 juli 1949
Jenis kelamin : perempuan
Gol. Darah :B
Agama : islam
Pendidikan :-
Status perkawinan : janda
TB/BB : 145 cm, 43 kg
Penampilan : rapi
Ciri-ciri : rambut kelabu, kulit keriput, gigi bersih, warna kulit pucat, agak
bungkuk
Alamat : kelurahan ketapang, kecamatan mentawa baru ketapang, RT 04,
RW 05, kabupaten kotawaringin timur
Orang yang dekat : Ny. K
Hubungan : anak klien
Alamat/telpon : 0852459734xx

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram

Keterangan : : Laki-laki : Garis


keturunan
: Perempuan : Tinggal
serumah
: Garis hubungan : Meninggal

2. Riwayat keluarga
Klien adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara. Suami klien meninggal
sepuluh tahun yang lalu. Dikeluarga klien tidak ada riwayat penyakit
menurun maupun menular berbahaya lainnya. Saat muda klien bekerja
sebagai petani dan suami klien bekerja sebagai tukang kayu. Kedua orang
tua klien bekerja sebagai petani. Sejak kecil hingga menikah klien hidup
serba kekurangan, tapi klien masih bisa membiayai anaknya sekolah. Saat
semua anak klien sudah bekerja dan menikah hidup klien mulai
berkecukupan, tetapi klien sering mengeluhkan nyeri sendi dan postur
tulang punggung klien mulai bungkuk dan klien agak susah saat berjalan.
Tapi klien masih bisa memenuhi kebutuhannya (makan) sendiri namun saat
berjalan ataupun mandi, klien selalu dibantu keluarganya karena klien tidak
kuat berdiri lama.

C. RIWAYAT PEKERJAAN
Saat ini klien sudah tidak bekerja, sebelumnya klien adalah seorang petani, dan jarak
tempat kerjanya dari rumah adalah 1km dan biasa ditempuh klien dengan jalan kaki. Saat
ini pendapatan klien bersumber dari uang yang diberikan anak-anaknya tiap bulan dan
semua kebutuhan klien terpenuhi.

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Rumah klien terbuat dari kayu, jenis lantai rumah klien terbuat dari kayu dan kondisi
lantainya kering. Tidak terdapat tangga dirumah klien, penerangan yang tersedia cukup,
tempat tidur klien aman karena berada dibawah dan tidak terlalu tinggi. Alat dapur tertata
rapi. Terdapat sebuah WC dirumah klien namun tidak ada pegangan dan lantainya licin.
Lingkungan disekutar klien bersi dan tidak ada barang yang membahayakan. Klien tinggal
dengan satu orang anak, satu orang menantu, dan kedua cucunya (5 orang dalam satu
rumah), klien mendapatkan privasinya dirumah tersebut. Tetangga terdekat klien adalah
Tn. A yang tinggal disebelah rumah klien.

E. RIWAYAT REKREASI
Hobby/ minat klien adalah membuat kue kering. Klien tidak mengikuti kegiatan apapun
dank lien jarang melakukan liburan atau perjalanan kecuali perjalanan pulang kampong
tiap lebaran.

F. SISTEM PENDUKUNG
Rumah klien dekat dengan puskesmas, kurang lebih 500m. jarak antara rumah sakit dengan
rumah klien adalah 2km. Klien jarang mendapatkan pelayanan kesehatan dirumah dan
perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga adalah membantunya berjalan dan mandi.

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Klien selalu melaksanakan kebiasaan ritual sholat 5 waktu dirumah setiap harinya.

H. STATUS KESEHATAN
Sejak 5 tahun lalu hingga sekarang klien hanya sering mengeluh nyeri sendi dan pinggang
setiap sebelum tidur, klien juga merasa sering lemah bila terlalu lama berdiri sehingga agak
susah berjalan. Klien tidak memiliki keluhan lain selain hal tersebut.
1. Provocative/palliative : nyeri sendi dan nyeri punggung
2. Quality/Quantity : nyut-nyutan seperti membawa batu
3. Region : di punggung dan seluruh persendian
4. Severity scale :4
5. Timing : setiap sebelum tidur
Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : bila nyeri muncul klien hanya
menggosok bagian tubuh yang sakit dengan minyak urut dan klien tidak pernah
memeriksakan penyakit yang dideritanya ke dokter ataupun memeriksakan diri ketempat
pelayanan kesehatan lainnya.
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan, maupun factor
lingkungan.
Penyakit yang diderita klien adalah reumatik.

I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks kats klien adalah C, karena setiap klien mandi dan berpindah selalu di bantu
keluarga. Oksigenasi, cairan & elektrolit, nutrisi, istirahat & tidur, dan personal hygine
klien tercukupi. Tetapi aktivitas klien mengalami penurunan. Sejak 10 tahun semenjak
kematian suaminya pun kebutuhan seksual klien tidak pernah terpenuhi. Klien juga jarang
melakukan rekreasi karena agak susah berjalan.

J. PSIKOLOGI
Klien merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara yang berusia 62 tahun, klien
menyukai semua bagian tubuhnya, klien ingin hidupnya tenang sampai akhir
hayatnya, klien merasa dirinya berharga karena seluruh keluarganya
menyayanginya. Emosi klien labil, klien gampang tersinggung. Klien dapat
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya. Mekanisme pertahanan diri
minimal.
Status mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, klien tidak mengalami dimensia, orientasi
dan bicara klien normal. Bahasa yang digunakan bahasa banjar. Klien mampu
membaca dan mampu berinteraksi dengan lawan bicaranya. Klien tidak memiliki
vertigo.
Short portable mental status questionnaire (SPMSQ) : 3
Mini mental state exam (MMSE) :3
Geriatric depression scale :4
APGAR :7

K. TINJAUAN SISTEM
Keadaan umum klien baik, tingkat kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital ; TD:
140/100 mmHg, RR: 20x/menit, Nadi: 82x/menit, suhu: 35,4˚C, TB: 145cm, BB: 43kg.

PENGKAJIAN PERSISTEM

PERNAFASAN (B1: BREATHING)


Bentuk dada simetris, klien tidak ada batuk dan tidak mengeluarkan sputum, pola nafas
regular dengan frekuensi 20x/menit, bunyi nafas normal.

CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)


Nadi regular dengan frekuensi 82x/menit, bunyi jantung normal, tidak ada pembersaran
jantung, tidak ada edema dan clubbing finger.

PERSARAFAN (B3: BRAIN)


Tingkat kesadaran klien composmentis, GCS 15 (e4v5m6), reflex normal, klien
mempunyai koordinasi gerak yang baik, tidak ada kejang.

PENGINDERAAN (PERSEPSI SENSORI)


Bentuk Mata klien normal, pupil isokor, gerak bola mata normal, medan penglihatan
menyempit, klien tidak mengalami buta warna dan peningkatan tekanan intra okuler.
Bentuk hidung klien normal dan tidak ada gangguan penciuman.
Bentuk telinga klien normal, aurikel normal, membrane tympani terang, tidak ada
otorrhoea, tidak ada tinnitus dan tidak ada gangguan pendengaran.
Indera perasa dan peraba klien normal.

PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4: BLADDER)


Tidak ada masalah pada kandung kemih klien, produksi urine 700ml/hari, freuensi 5-
6x/hari, warna kuning terang, bau khas amoniak.

PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)


Selaput lendir mulut lembab, lidah klien hiperemik, rongga mulut klien tidak berbau, tidak
ada kesulitan maupun nyeri saat menelan, abdomen kenyal dan tidak ada benjolan, tidak
ada pemesaran hepar, lien, dan asites.
BAB 1x/hari, tidak ada masalah pada BAB, klien tidak menggunakan obat pencahar dan
lavemen.

OTOT, TULANG DAN INTEGUMEN (B6: BONE)


Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai terbatas, tidak ada fraktur, tidak ada
dislokasi, dan tidak ada hematom.
Warna kulit pucat, akral dingin, turgor tidak elastic, tulang belakang klien kiposis.

REPRODUKSI
Bentuk payudara klien simetris, tidak ada benjolan, bentuk kelamin normal, tidak ada
keputihan, siklus haid 7hari.

ENDOKRIN
Tidak ada factor alergi dan kelainan endokrin pada klien.

PENGETAHUAN
Klien tidak mengetahui apa penyebab persendian dan punggungnya yang sering sakit, klien
tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya. Klien hanya tahu cara menguranginya yaitu
dengan menggunakan minyak urut.

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. DS: “saya sering merasa Kelemahan Gangguan
nyeri punggung dan nyeri mobilitas fisik
sendi”

DO:
-k/u lemah
-kesadaran compos mentis
-P: nyeri sendi dan
punggung
-Q: nyut-nyut seperti
membawa batu
-R: di persendian dan
punggung
-S: 4
-T: setiap mau tidur
-klien tidak bisa berdiri
lama
-berjalan ataupun mandi
dibantu keluarga
-TD: 140/100mmHg
-RR: 20x/menit
-N: 82x/menit
-S: 35,4˚C

PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik

DIAGNOSA MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Pertahanan body aligment
1. Mencegah iritasi dan
tindakan keperawatan, dan posisi yang nyaman komplikasi
diharapkan gangguan
mobilitas fisik
2. Cegah pasien jatuh
berkurang atau teratasi, 2. Mempertahankan keamanan
dengan criteria hasil: pasien
- klien dapat melakukan 3. Lakukan latihan aktif
aktivitas secara adekuat maupun pasif 3. Meningkatkan sirkulasi dan
- k/u baik mencegah kontraktur
- tidak terjadi cidera
- klien meningkatkan 4. Lakukan fisiotheraphy 4. Meningkatkan fungsi paru
aktivitas sesuai batas dada dan postural
toleransi 5. Memaksimalkan mobilisasi
5. Tingkatkan aktivitas sesuai
batas toleransi

IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1 1. mempertahanan body aligment dan posisi S: “saya masih merasa lemah saat
yang nyaman terlalu lama berdiri”
Hasil: klien mempertahankan body aligment.
O:
2. mencegah pasien jatuh -k/u lemah
Hasil: klien dibantu saat berpindah dan mandi -aktivitas klien meningkat
sehingga mencegah terjadinya jatuh -tidak terjadi cidera

3. melakukan latihan aktif maupun pasif A: masalah belum teratasi


Hasil: klien melakukan latihan aktif dengan
berjalan ditempat selama 1 menit P: lanjutkan intervensi

4. meningkatkan aktivitas sesuai batas


toleransi
Hasil: klien mencoba mandi sendiri tetapi
masih dalam pengawasan

DAFTAR PUSTAKA

Stockslager Jaime L. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta. EGC

Tamher S, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Rosidawati, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika
Stanley Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

8.

Mar

31
AKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN
ELIMINASI (kelompok 3)
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN ELIMINASI

DI SUSUN OLEH:

INKA FEBRYRIA PERTIWI

KARTA ADI WIBOWO

IRWANSYAH

ALFIANEDI
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN KABUPATEN
KOTAWARINGIN TIMUR

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya
lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Makalah Asuhan
Keperawatan Gangguan Eliminasi Pada Lansia”

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Keperawatan Gerontik. Selain itu
diharapkan makalah ini dapat membantu teman-teman yang lain dalam memahami
konsep eliminasi pada lansia khususnya.

Harapan kami mudah-mudahan makalah kami ini bermanfaat. Kami menyadari


sebagai manusia tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik pembaca
sangat kami harapkan sebagai masukan perbaikan makalah kami berikutnya.

Sampit, Maret 2012

Penulis,

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secra perlahan – lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus – menerus
berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup.

Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat
kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut
tidak tertandingi.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya


daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai berlangsung
sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit
demi sedikit, dan terjadi juga pada sistem pencernaan.

Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses
penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya
daya tahan tubuh , lebih mudah terkena konstipasi merupakan ancaman bagi
integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan
kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang
dicintai.
II. TUJUAN PENULISAN

Setelah menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan:

1. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada lansia.

2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan


ganguan eliminasi.

3. Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang penanganan


pada lansia dengan gangguan eliminasi.

III. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah


ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (Lanjut Usia) dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

IV. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode


kepustakaan dan dikutip dari sumber-sumber yang dapat dibuktikan kebenarannya.

V. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini yaitu kata pengantar, daftar isi, bab I
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan pustaka. Bab
III penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Daftar pustaka.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KOSEP DASAR ELIMINASI

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolism tubuh baik


yang berupa urine maupun fekal (Tarwoto dan wartonah, 2010).

Eliminasi Urine

Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi


dari plasma darah diglomerolus. Dari 180 liter darah yang masuk keginjal untuk
difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urine, sebagian besar hasil filtrasi
akan diserap kembali ditubulus ginjal untuk dimanfaatkan tubuh.

Ø Karakteristik urine normal:

a. Volume berkisar 250-400ml yang dikeluarkan setiap kali berkemih.

b. Warna normal kekungin-kunginan jernih. Pada dehidrasi warna kuning


gelap atau kuning coklat, sedangkan karena obat urine dapat berwarna
merah atau orange gelap.

c. Bau bervariasi tergantung komposisi, bau urine yang aromatic yang


menyengat atau memusingkan timbul karena mengandung amonik.

d. pH sedikit asam yaitu antara 4,5-8 atau rata-rata 6,0. Namun


demikian, pH dipengaruhi oleh intake makanan. Misalnya urin pada
vegetarian menjadi sedikit basa.

e. Berat jenis 1.003-1.030.


f. Komposiss air 93-97%.

g. Osmolaritas (konsentrasi osmotic) 855-1.335 mOsm/liter

h. Bakteri tidak ada.

Ø Komposisi Urine

a. Zat buangan nitrogen seperti urea, kreatinin, amoniak, asam urat


serta urobilin.

b. Hasil nutrient dari metabolism seperti karbohidrat, keton, lemak, dan


asam amino.

c. Ion-ion seperti natrium, klorida, kaliun dan magnesium

Ø Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi urine

1. Diet dan intake

Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti protein


dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.

2. Respon keinginan awal untuk berkemih

Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan respon


awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi
lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung kemih.
Masyarakat ini mempunyai kapasitas kamdung kemih yang lebih dari
normal.

3. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi
frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi
tingkah laku.

4. Stress psikologi

Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan


berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih
dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi


urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
spingter internal dan eksternal.

6. Tingkat perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola


berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun
karena adanya tekanan dari fetus atau adanya

7. Kondisi patologis

Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini


disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.

Ø Masalah-masalah eliminasi urine:

1. Retensio urine. Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih


dan ketidakmampuan pada kandung kemih untuk mengosongkan
kandung kemih. Penyebab distensi kandung kemih adalah urine yang
terdapat dalam kandung kemih melebihi 400 ml normalnya 250-400 ml.
2. Inkontinensia urine. Ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis
inkontinensia urina, yaitu, Inkontinensia stres adalah strea yang terjadi
pada saat tekanan intraabdomen meningkat. Inkontinensia urgensi
adalah inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih,
terjadi akibat ISK bagian bawah atau spasme kandung kemih.

3. Enuresis. Ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang


diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna .

Ø Perubahan pola berkemih:

1. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang


meningkat, biasanya terjadi pada sistitis, stres, wanita hamil

2. Urgensi. Perasaan segera ingin berkemih yang biasanya terjadi pada


anak karena kemampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.

3. Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misal, ISK.

4. Poliuri (diuresis): produksi urine melebihi normal tanpa peningkatan


intake cairan, misal pada pasien DM.

5. Urinari suppression: keadaan ginjal tidak memproduksi urine secara


tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24jam) dan oliguria (urine
berkisar 100-500ml/24jam).

Eliminasi fekal

Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran


pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut
sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar.
Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan
elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan
melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan
sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi.

Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat


refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena
adanya feses dalam rectum.

Ø Proses Eliminasi

1. Sistem digestif (GIT) bertambah lambat sehingga menyebabkan sekresi


cairan digestif dan peristaltik lamban sehingga terjadi penurunan kemampuan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu.

2. Pada lansia banyak makanan yang tidak tercerna dan kadangkadang tak
cukup cairan untuk mencerna sehingga timbul konstipasi.. konstipasi dapat
juga terjadi karena tidak mengkonsumsi makanan yang memadai/kurang
melakukan latihan fisik.

3. Tidak memadainya konsumsi makanan juga sebagai akibat dari penurunan


respon terhadap tanda-tanda internal terhadap lapar dan haus, perubahan
pada gigi (karena sakit/trauma) sehingga sulit untuk mengunyah.

4. Keadaan sakit, misalnya : stroke akan menimbulkan kesulitan untuk


mengunyah/menelan.

5. Kadang lupa dalam konsumsi makanan.

6. Penggunaan laksatif yang berlebihan dapat menurunakan penyerapan


vitamin-vitamin tertentu yang larut dalam lemak (A, D, E, K).

7. Pada umumnya keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak biasanya


akibat makanan yang kurang bisa dicernakan akibat :

a) Menurunnya fungsi kelenjar pencernaan.

b) Menurunnya toleransi terhadap makanan berlemak.


8. Konstipasi dapat terjadi karena kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu
makan akibat gigi sudah lepas.

Ø Masalah-masalah umum pada eliminasi Fekal

1. Konstipasi: gangguan eliminasi yang mengakibatkan adanya feses yang


keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh po\la defekasi yang tidak
teratur, penggunaan laksatif dalam jangka waku yang lama, stress fsikologis,
obat-obatan, kuang aktifitas dan usia.

2. Imfaksi fekal : massa fees yang keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi material yang berkepanjangan. Biasanya
disebabkan oleh konstipasi.

3. Diare : keluarnya feses cairan dan meningkatnya buang air besar akibat
cepatnya kimus melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai
waktu cukup untuk menyerap air. Diare disebabkan oleh stress fisik, obat-
obatan,alergi dan lain-lain.

4. Inkontinensia alvi : hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol


pengeluaaran feses dan gas yang melalui spingter anus akibat kerusakan
fungsi spingter / persarafan didaerah anus. Penyebabnya karena penyakit
neoromuskular, atau tumor spingter anus eksternal.

5. Kembung : platus yang berlebihan didaerah intestinal, sehingga


menyebabkan distensi intestinal, dapat disebakan karena konstipasi,
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek
anestesi.

6. Hemoroit : kelebran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan


tekanan darah tersebut. Penyebabnya adalah, konstipasi kronis, peregangan
maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

1. Gerontologi

Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (lansia), yaitu


gerontologi, geriatri, dan keperawatan gerontik. Gerontologi berasal dari kata
Geros : lanjut usia dan Logos : ilmu. Jadi Gerontologi adalah ilmu yang
mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi Ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua (Kozier, 1987) Cabang
ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi pada
lanjut usia (Miller, 1990).

2. Geriatri

Geriatri berasal dari kata Geros : Lanjut usia dan Eatrie :


kesehatan/medikal.

· Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada lanjut


usia

· Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek-aspek klinis, preventif


maupun terapeutis bagi klien lanjut usia.

· Ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia serta akibat
akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa objek dari
geriatri adalah manusia lanjut usia.

· Bagian dari ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan


penyakit dan kekurangan-kekurangannya pada lanjut usia.

· Cabang ilmu kedokteran (medicine) yang berfokus pada masalah


kedokteran yaitu penyakit yang timbul pada lanjut usia (Black & Matassari
Jacob, 1997).
3. Geriatric Nursing :

a. Praktek keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua


(Kozier, 1987).

b. Spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan peranya pada


tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian dan
keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia/lansia
secara komprehensif. Oleh karena itu, perawatan lansia yang menderita
penyakit (geriatric nursing) dan dirawat di rumah sakit merupakan bagian dari
Gerontic nursing.

4. Proses Menua

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994). Proses
menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah.
Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses
menua sertiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya, adakalanya
orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan
yang menyolok (Deskripansi).

Menurut undang-undang no. 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan


pasdal 8 ayat 2, berbunyi : Dalam istilah sakit termasuk cacat, kelemahan dan
lanjut usia. Berdasarkan pernyataan ini, maka lanjut usia dianggap sebagai
semacam penyakit. Hal ini tidak benar. Gerontologi berpendapat lain, sebab
lanjut usia bukan suatu penyakit melainkan suatu masa/tahap hidup manusia,
yaitu : bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya


daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam tubuh maupun dari
luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh
“mati” sedikit demi sedikit. Sampai saat ini banyak sekali teori yang
menerangkan “proses menua,” mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh
habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya atrofi, yaitu : teori yang
mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi dan teori imunologik,
yaitu : teori adanya produk sampah/waste products dari tubuh sendiri yang
makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui lanjut usia akan selalu bergendengan
dengan perubahan fisiologik maupun psikologik. Yang penting untuk diketahui
bahwa aktivitas fisik dapat menghambat/memperlambat kemunduran fungsi alat
tubuh yang disebabkan bertambahnya umur.

5. Teori-Teori Proses Menua

a. Secara individual

1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.

2. Masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.

3. Tidak ada satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses menua.

b. Teori-teori biologi

1. Teori genetik dan mutasi (Somatic Mutatie Theory)

Menurut teori ini semua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-
sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

2. “Pemakaian dan Rusak” kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel


tubuh lelah (terpakai).
3. Pengumpulan dari pigmen/lemak dalam tubuh yang disebut teori
akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di
sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang
mengakibatkan menganggu fungsi sel itu sendiri.

4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.

5. Tidak ada perlindungan terhadap : radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.

6. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory) Didalam proses


metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar
timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah
kelainan autoimun. (Menurut Goldteris & Brocklehurst, 1989).

c. Teori immunologik slow virus (Immunology slow virus theory)

Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya


virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

d. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.


regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

e. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini meyebabkan selsel tidak dapat
regenerasi.

f. Teori rantai silang


Sel-sel yang tua/usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.

g. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapakan jumlah sel yang membelah


setelah sel-sel tersebut mati.

6. Teori Kejiwaan Sosial

a) Aktivitas atau kegiatan (Activity Taheory)

° Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan


secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

° Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.

° Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar


tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian/tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimilikinya.

c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Putusnya pergaulan/hubungan dengan masyarakat dan kemunduran


individu dengan individu lainnya. Pada lanjut usia pertama diajukan oleh
Cumming and Henry 1961. teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple
loos), yakni:

1. Kerhilangan peran (Loss of Role)

2. Hambatan kontak sosial (Restraction of Contacts and Relation Ships)

3. Berkurangnya komitmen (Redused commitmen to social Mores and


Values).

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

a. Hereditas : Keturunan/genetik

b. Nutrisi : Makanan

c. Status kesehatan

d. Pengalaman hidup

e. Lingkungan

f. Stress

8. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara


memuaskan. Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan
umur.

Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia meliputi :

a) Usia pertenggahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.


b) Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 70 tahun

c) Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun.

d) Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

Menurut Dra. Ny. Jos masdani (Psikolog UI)

Mengatakan : lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan


dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

a) Fase iuventus, antara 25 dan 40 tahun

b) Fase verilitas, antara 40 dan 50 tahun

c) Fase praesenium, antara 55 dan 65 tahun

d) Fase senium, antara 65 hingga tutup usia.

9. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Perubahan-perubahan fisik

Sel

1. Lebih sedikit jumlahnya

2. Lebih besar ukurannya.

3. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

4. Menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati.

5. Jumlah sel otak menurun.

6. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

7. Otak menjadi atrofis beratny berkurang 5-10 %.


Sistem persyarafan

1. Berat otak menurun 10-20 % (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).

2. Cepatnya menurun hubungan persarafan.

3. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.

4. Mengecilnya saraf panca indera.

5. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf


pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.

6. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

Sistem pendengaran

1. Presbiakus (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya)


pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara/nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50 % terjadi
pada usia di atas umur 65 tahun.

2. Membran tympany menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

3. Terjadinya penggumpalan serumen dapat mengeras karena meningkatnya


keratin. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.

Sistem penglihatan
1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar

2. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)

3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas


menyebabkan gangguan penglihatan.

4. Meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap


kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

5. Hilangnya daya akomodasi.

6. Menurunnya lapangan pandang : berkurang luas pandangannya.

7. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.

Sistem kardiovaskuler

1. Elastisitas, dinding aorta menurun.

2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

3. Kemempuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesudah


berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah; kurangnya efektivitas pembuluh


darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk
ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).

5. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari


pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 170 mmHg. Diastolis normal ± 90
mmHg.
Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat,


yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain :

1. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35°C ini akibat


metabolisme yang menurun.

2. Keterbatasan refleks menggigl dan tidak dapat memproduksi panas yang


banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

Sistem respirasi

1. Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

2. Menurunnya aktivitas dari silia.

3. Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas


lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman
bernafas menurun.

4. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

5. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg

6. CO2 pada arteri tidak berganti

7. Kemampuan untuk batuk berkurang.

8. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan


menurun seiring dengan pertambahan usia.

Sistem gastrointestinal
1. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk.

2. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap
di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf
pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.

3. Esofagus melebar.

4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung


menurun, waktu mengosongkan menurun.

5. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

6. Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu)

7. Liver (hati), makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,


berkurangnya aliran darah.

Sistem reproduksi

1. Menciutnya ovari dan uterus.

2. Atrofi payudara.

3. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun


adanya penurunan secara berangsur-angsur.

4. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi


kesehatan baik), yaitu :

1. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.


2. Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual.

3. Tidak perlucemas karena merupakan perubahan alami.

4. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi


berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan-perubahan
warna.

Sistem genitourinaria

1. Ginjal

Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin


darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal
yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron
menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya: kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat
jenis urin menurun, proteinuria (biasanya + 1); BUN (blood urea nitrogen)
meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

2. Vesika urinaria (kandung kemih) : otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya


menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
mengakibatkan meningkatnya retensi urin.

3. Pembesaran prostat ± 75 % dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.

4. Atrofi vulva

5. Vagina

Orang-orang yang makin menua, sexual intercourse masih juga


membutuhkannya. Tidak ada batasan umur tertentu untuk fungsi sexual
seseorang berhenti. Frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara
bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan
terus sampai tua.

Sistem endokrin

1. Produksi dari hampir semua hormon menurun

2. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.

3. Pituitari : Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di


dalam pembuluh darah: berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan
LH.

4. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (basal metababolic rate)


dan menurunnya daya pertukaran zat.

5. Menurunnya produksi aldosteron.

6. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron, estrogen


dan testeron.

Sistem kulit (integumentary system)

1. Kulit mengerut/keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

2. Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi


serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis).

3. Menurunnya respon terhadap trauma.

4. Mekanisme proteksi kulit menurun :

a. Produksi serum menurun

b. Penurunan produksi VTD.


c. Gangguan pigmentasi kulit

5. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

6. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

7. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.

8. Pertumbuhan kuku lebih lambar

9. Kuku jari lebih menjadi keras dan rapuh.

10. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.

11. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.

12. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

Sistem muskuloskeletal (musculosceletal system)

1. Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.

2. Kifosis

3. Pinggang, lutu dan jari-jari pergelangan terbatas.

4. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).

5. Persendian membesar dan menjadi kaku.

6. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

7. Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut otot


mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan
menjadi tremor.

8. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.


III. ASUHAN KEPERAWATAN\

Asuhan keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang


mengarahkan perawat dalam memberikan asuhan. Pengkajian merupakan langkah
pertama dalam proses ini yaitu meliputi pengumpulan dan analisa data dan
menghasilkan diagnosa keperawatan. Pengkajian yang berfokus pada keperawatan
sangat penting untuk menetukan diagnosa keperawatan yang dapat menentukan
intervensi dan implementasi keperawatan.

1. Pengkajian

a. Eliminasi urine

1. Urine. Warna : Normal kuning jernih. Bau : Normal aromatik amonia.


Pada overhidrasi hampir tidak berwarna. Pada dehidrasi orange-
kecoklatan.

2. Jumlah urine bervariasi tergantung intake. Normal 1 x BAK 250-400 ml.

3. Distensi kandung kemih ® inkontinensia (tidak dapat menahan BAK)

4. Frekuensi BAK, tekanan dan desakan.

5. Kondisi-kondisi tertentu misalnya :

a) Disuria, keadaan nyeri waktu BAK.

b) Nokturia, keadaan BAK sering pada malam hari.

c) Enurisis, keadaan sadar BAK (umumnya pada anakanak).

d) Polyurie, peningkatan jumlah BAK baik frekuensi maupun volume.

e) Oliguri, penurunan jumlah BAK frekuensi/jumlahnya.


f) Anuri, produksi urine <100 /hari.

g) Retensio, ketidakmampuan mengosongkan bladder, misalnya :


karena obstruksi saluran urethra.

b. Eliminasi bowel

1. Status gizi

2. Pemasukan diit

3. Anorexia, tidak dicerna, mual dan muntah.

4. Mengunyah dan menelan.

5. Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut

6. Auskultasi bising usus.

7. Palpasi apakah perut kembung, fecal.

8. Konstipasi, sudah berapa hari tidak BAB.

9. Keadaan diare.

2. Intervensi

a. Eliminasi Urine

1. Cukupkan cairan masuk 2000-3000 ml/hari.

2. Cegah terjadinya inkontinensia :

a) Jelaskan dan dorong klien untuk BAK tiap 2 jam.


b) Pertahankan penerangan dikamar mandi untuk mencegah jatuh.

c) Observasi jumlah urin

d) Batasi cairan terutama waktu menjelang tidur.

b. Eliminasi Bowel

1. Berikan sikap fowler waktu makan

2. Pertahankan keasaman lambung.

3. Berikan makanan yang tidak membentuk gas

4. Cukup cairan

3. Untuk mencegah sembelit/konstipasi.

a. Awasi kecukupan cairan dalam diit.

b. Dorong untuk melakukan aktivitas

c. Fasilitasi gerak usus dalam mencerna.

d. Berikan kebebasan dan gerak posisi tubuh normal

e. Berikan kecukupan konsumsi serat.

f. Ajarkan latihan kegel.

g. Ajarkan latihan perut.

h. Atur waktu makan dan minum.

i. Atur jumlah makan dan minum.

j. Berikan laxatif jika perlu.


BAB III

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

I. Data Biografi

Nama : Ny. S

Umur : 74 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Status perkawinan : Janda

TB/BB : 149 cm / 37 kg

Penampilan : Rapi,bersih,wangi,berpakaian sesuai,


rambut beruban, menggunakan jilbab, sedikit
bungkuk.

Alamat : Jl. SukaBumi Barat No. 007

Orang yang dekat : Ny. Ati

Hubungan : Anak klien

Alamat : Sda

II. RIWAYAT KEPERAWATAN


1. GENOGRAM

Keterangan:

: perempuan : garis perkawinan

: laki-laki ------ : tinggal dalam satu


rumah

: garis keturunan X : meninggal dunia

2. Riwayat Keluarga
Klien adalah anak ke-4 dari lima bersaudara, klien dulunya berasal dari
keluarga petani. Ayah dan ibu klien sudah meninggal. Suami klien sudah
meninggal sejak klien berumur 51 tahun. Sekarang klien tinggal ikut anaknya.

Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit stroke yaitu kakak
pertamanya dan sudah meninggal. Dalam lingkungan keluarga klien tidak ada
yang menderita penyakit menular seperti TBparu.

III. RIWAYAT PEKERJAAN

Pekerjaan saat ini : tidak bekerja

Alamat pekerjaan :-

Jarak dari rumah :-

Transportasi :-

Pekerjaan sebelumnya : Pedagang sayur yang digendong di bahu

Jarak dari rumah : ±10 km

Transportasi : Jalan kaki

Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : kebutuhan


klien dipenuhi oleh anak-anaknya.

IV. RIWAYAT LINGKUNGAN

Jenis lantai rumah : porselen

Kondisi lantai : kering


Tangga rumah : tidak ada

Penerangan : cukup

Tempat tidur : tanpa ranjang

Alat dapur : tertata rapi

WC : ada dikamar, ± 3 meter dari tempat tidur

Kebersihan lingkungan : lingkungan bersih, tidak ada barang yang dapat


mebahayakan klien

Jumlah yang tinggal dalam satu rumah : 5 (lima) orang

Derajat privasi : baik

Tetangga terdekat :Mbah Saras

Alamat : Jl. Suka- Bumi Barat No. 008

V. RIWAYAT REKREASI

Hobi/minat : Klien hobby menyulam, bernyanyi

Keanggotaan organisasi : anggota posyandu lansia “Kamboja”

Liburan/perjalanan : Klien sering diajak anaknya jalan-jalan ke


taman kota.

VI. SISTEM PENDUKUNG

Perawat/Bidan/Dokter : Mantri Sri

Jarak dari rumah : 1 km

RS : RSU DR. Murjani Sampit, ± 4 km dari rumah


klien

Klinik : Puskesmas Baamang 1, ± 1 km dari rumah


klien

Makanan yang dihantarkan :-


Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga: tidak ada karena klien
masihdapat melakukan aktivitas madiri.

VII. DESKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan ritual : Klien selalu melaksanakan sholat lima waktu


berjamaah di mushola Al-Anshor dekat rumah
klien, dan sering mendengarkan ceraham dari TV.

VIII. STATUS KESEHATAN

Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :sering pegal-pegal dan
kesemutan pada ektremitas, dan hipertensi

Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu : Klien pernah mederita
sakit stroke dan di opname di RSUD Sragen, Jawa tengah selama 2 minggu

Keluhan utama : 3 hari sekali baru BAB, perut terasa penuh

P :-

Q :-

R :-

S :-

T :-

Obat-obatan : Ottopan (paracetamol) 500 mg 3x1

Alergi : klien tidak ada alergi

Obat-obatan :-

Makanan :-
Faktor lingkungan :-

Penyakit yang diderita : Hipertensi dan rematik

IX. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)

Indeks katz : Katz A

Oksigenasi : Klien bernapas dengan hidung, RR : 20x/m

Cairan/elektrolit :

Nutrisi : Klien makan 2x sehari, klien makan nasi dan


lauk, klien tidak suka makan sayur, klien minum
air putih 3 gelas sehari (± 750 ml),

Eliminasi : 3 hari sekali baru BAB, perut dintesi, bising


usus 3x/m, BAK

Aktivitas : semua aktivitas klien sehari-hari dapat


dikerjakan secara mandiri

Istirahat&tidur : Klien tidak terbiasa tidur siang. Jika malam


hari klien mulai tidur pukul 22.00 sampai 04.00
pagi. Pada saat tidur klien sering terbangun.

Personal hygiene : Klien mandi 2x sehari, keramas 2 hari sekali,


berganti pakaian setiap hari

Seksual : Klien sudah menopause sejak berumum 51


tahun, dan sudah tidak memiliki pasangan, sejak menopause klien sudah tidak
ada keinginan untuk berhubungan dengan dengan lawan jenis.
X. PSIKOLOGI KOGNITIF PERSEPTUAL

Konsep diri : baik

Emosi : stabil

Adaptasi mekanisme pertahan diri : baik

Status mental :

· Tingkat kesadaran : compos mentis

· Afasia : tidak ada

· Dimensia : ada

· Orientasi : baik

· Bicara : normal dan lancar

· Bahasa yang digunakan : bahasa banjar dan bahasa indonesia

· Kemampuan membaca : klien bisa membaca

· Kemampuan interaksi : klien mampu berinteraksi dengan baik dan


sesuai

· Vertigo : ada

· SPSMQ : skor 2 = fungsi mental utuh

· MMSE : skor 2 = baik

· GDS : skor 4 = tidak ada depresi

· APGAR : skor 10 = rendah


XI. TINJAUAN SISTEM

Keadaan umum : baik

Tingkat kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital : TD: 190/100 mmHg, Nadi: 74x/m, RR:


20x/m,

Suhu : 36,5 ° C, TB : 149 cm, BB, 37 kg

PENGKAJIAN PERSISTEM

B1/pernapasan

· Bentuk dada : simetris

· Sekeresi dan batuk : tidak ada batuk

· Pola napas : RR: 20x/m, reguler

· Bunyi napas : vesikuler

· Pergerakan dada : normal

· Tractil fremitis : tidak ada

· Alat bantu pernapasan : klien tidak menggunakan alat bantu


pernapasan

B2/Kardiovaskuler
· Nadi : 74x/m, reguler dan kuat

· Bunyi janting : normal

· Letak jantung : ictus cordis teraba pada interkosta ke-lima


kira-kira

satu jari medial dari garis midclviucla

· Pembesaran jantung : ada

· Nyeri dada : tidak ada

· Oedeme : tidak ada

· Clubbing finger : tidak ada

B3/ persarafan

Ø Tingkat kesadaran : compos mentis

· GCS : 15, eye: 4, verbal:5, motorik: 6

· Reflek : normal

· Koordinasi gerak : Klien mampu mengkoordinasikan gerak

· Kejang : tidak ada

Penginderaan (persepsi sensori)

1. Mata

· Bentuk : normal

· Visus :-

· Pupil : isokor
· Gerak bola mata : menyempit

· Medan penglihatan : menyempit

· Buta warna : tidak ada

· Tekanan Intra Okuler : tidak

2. Hidung

· Bentuk : normal

· Gagguan penciuman : tidak ada

3. Telinga

· Aurikel : normal

· Membaran timpani : keruh

· Ottorhochea : tidak ada

· Gangguan pendengaran: ada

· Tinitus : ada

4. Perasa : normal

5. Peraba : normal

B4/perkemihan

· Masalah kandung kemih : Tidak terjadi nyeri saat BAK, tidak ada distensi
suprapubik , BAK lancar , tidak terjadi infeksi, tidak terjadi terjadi
inkontinensia urine.
· Produksi urin : volume BAK ± 400 ml / hari

· Frekuensi BAK : 3 – 4 x/hari

· Warna : kuning

· Bau :amoniak

B5/eliminasi alvi

1. Mulut dan tenggorokan

· Mulut : mukosa lembab

· Lidah : normal

· Kebersihan rongga muluat : tidak berbau, gigi bersih, tidak ompong,

· Tengorokan : tidak ada keluhan

· Abdomen : dintensi

· Pembesaran hepar : tidak ada

· Pembesaran lien : tidak ada

· Asites : tidak ada

2. Masalah usus dan rektum

· BAB : 3 hari sekali baru BAB, perut terasa penuh

· Obat pencahar :

· Lavamen :
B6/Otot/tulang/integumen

1. Otot-tulang

· Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai : bebas

Kemampuan kekuatan otot :

· Fraktur : tidak ada

· Dislokasi : tidak ada

· Hematoma : tidak ada

2. Integumen

· Warna kulit : sawo matang

· Turgor : tidak elastis

· Tulang belakang : kiposis

REPRODUKSI

Payudara

· Bentuk : simetris

· Benjolan : tidak ada

Kelamin

· Bentuk : normal

· Keputihan : tidak ada


· Siklus haid : klien sudah menopause

ENDOKRIN

· Faktor alergi : tidak ada

· Manifestasi :-

· Cara mengatasi :-

· Kelainan endokrin : tidak ada

PENGETAHUAN KLIEN TENTANG KESEHATAN DIRINYA

Klien tahu bahwa dirinya sakit hipertensi dan rematik, tapi klien menganggap
sakitnya itu adalah sakit orang sudah tua.

ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah


1. DS : Pemenuhan Gangguan Bowel
1. Klien mengatakan 2 hari ini tidak kebutuhan gizi Eliminasi ( BAB )
bias BAB. tidak seimbang.
2. Klien mengatakan tidak suka
makan sayur dan hanya minum air
putih sebanyak 3 gelas.

DO :
1. Klien hanya makan nasi dan sedikit
sayur mayur.
2. Bising usus 3 x /menit
3. Perkusi abdomen hypertimpani.

RENCANA KEPERAWATAN

No. Dx. Kep. Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan klien1. Untuk mengetahui
Bowel Intervensi mengenai pemahaman tingkat pengetahuan
Eliminasi ( keperawatan dalam tentang nutrisi. klien tentang nutrisinya.
BAB ) b.d waktu 2 X 24 jam
Pemenuhan klien dapat BAB 2. Anjurkan klien makan 2. Sayur dan buah
kebutuhan secara normal. sayur dan buah. merupakan makanan
Kriteria hasil :
gizi tidak 1. Klien mendapatkan yang yang tinggi serat
seimbang. nutrisi yang cukup sehingga dapat
dengan gizi yang membantu melancarnak
seimbang. n pencernaan.
2. Klien dapat BAB
dengan lancer 3. Untuk membantu
maksimal dalam 3. klien untuk melunakan feses.
waktu 2 X 24 jam . meningkatkan intake
cairan ± 1500 cc yang
dipenuhi secara
bertahap.

4. Anjurkan klien untuk 4. Untuk mengurasi

makan makanan yang kembung/ distensi.

tidak bergas.

5. Lakukan auskultasi 5. Untuk mengetahui


bising usus. keefektifan rencana
sebelumnya.

IMPLEMENTASI

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji pengetahuan klien mengenai S: “Saya sudah dapat BAB
pemahaman tentang nutrisi. Hasil: “yang saya dengan lancar, minum sebanyak 5
tahu saya harus makan makanan yang sedikit gelas / hari, mau mencoba
garam agar tensi saya tidak naik. mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan”.
2. Menganjurkan klien makan sayur dan buah.
Hasil: “ saya akan mencoba makan sayur” O:
 Bising usus 10x / menit.
3. Menganjurkan klien untuk meningkatkan  Makan dengan lauk – pauk dan
intake cairan ± 1500 cc yang dipenuhi secara sayuran.
bertahap. Hasil: “nanti saya akan mencoba  Perkusi abdomen tympani.
minum yang banyak”.
A:Masalah teratasi
4. Menganjurkan klien untuk makan makanan
yang tidak bergas. Hasil: “saya akan P: Hentikan intervensi
mengurangi makan singkong”

5. Melakukan auskultasi bising usus. Hasil:


bising usus 5x/m

BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN

Pada lansia sistem gastrointestinal mengalami perubahan seperti kehilangan


gigi, indra pengecap yang mengalami penurunan fungsi, rasa lapar yang menurun,
peristaltic yang menurun dan lain-lain. Sehingga pada lansia pola eliminasi urine
dan fekal mengalami perubahan dimana perawat harus mampu membantu lansia
dalam menghadapi perubahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Asfawan. M, Dkk. 1988. Gizi dan Kesehatan Manula (Manusia Lanjut Usia).
Jakarta : PT Mediyatama Sarana Prakarsa

Lueckenofte, 1998. Pedoman Praktis Pengkajian Gerontologi Edisi 2. Jakarta:


EGC
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC

Watson, R. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

9.

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA PASIEN LANSIA DENGAN
MASALAH PEMENUHAN
KEBUTUHAN KESELAMATAN DAN
KEAMANAN (kelompok 2)

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN LANSIA DENGAN

MASALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN

KESELAMATAN DAN KEAMANAN


Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. Dedi Darma Putra

2. Edi Taufikurahman

3. Kiki Apriliyanti

4. Novia Yesiana

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

Jl. Batu Berlian No.11 Telp (0531) 22960

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/I akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen
mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul Standar ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN MASALAH PEMENUHAN
KEBUTUHAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN. Dalam penulisan makalah ini
penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.

Sampit, Maret 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
................................................................................................................. i

DAFTAR ISI
............................................................................................................................... ii

BAB I............................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG............................................................................................... 1

B. TUJUAN PENULISAN
............................................................................................ 2

C. RUMUSAN
MASALAH........................................................................................... 2

D. METODE
PENULISAN............................................................................................ 2

E. SISTEMATIKA
PENULISAN.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN


KEAMANAN.... 3

B. KESELAMATAN DAN
KEAMANAN................................................................... 4

BAB III.............................................................................................................................
PENUTUP

A. KESIMPULAN
......................................................................................................... 39

B. SARAN
...................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara maju dan


negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup penduduk negara tersebut.
Hal ini berarti, akan bertambahnya populasi penduduk lanjut usia (lansia). Di Indonesia
dan beberapa negara berkembang lainnya seseorang dikelompokkan ke dalam
golongan lansia jika umur kronologisnya sudah 60 tahun (Kane, 1994).

Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari satu
penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang
tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan kreraktivitas).
Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit
degeneratif kronik (Kane, 1994).

Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi keinginan tidaklah
selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata, banyak sekali lansia-lansia yang
menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan. Banyak kita temukan lansia yang dikirim
ke panti jompo dan tidak terurus oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari
kehidupan anak cucunya meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang
masih harus bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang
menjadi penyebab (Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling


besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan.

B. TUJUAN PENULISAN

Untuk mengidentifikasi pemahaman perawat terhadap pemenuhan kebutuhan


keselamatan dan keamanan klien pada pasien lansia.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (Lanjut Usia) dengan pemenuhan
kebutuhan keselamatan dan keamanan.
D. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan
dan dikutip dari sumber-sumber yang dapat dibuktikan kebenarannya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup
yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN

Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara


langsung maupun tidak langsung. Secara langsung perawat dapat melakukan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami masalah terkait dengan ketidakterpenuhinya
kebutuhan keamanan. Adapun peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan
adalah sebagai berikut:

1. Pemberi perawatan langsung (care giver); perawat memberikan bantuan


secara langsung pada klien dan keluarga yang mengalami masalah terkait dengan
kebutuhan keamanan.

2. Pendidik, perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan


keluarga agar klien dan keluarga melakukan program asuhan kesehatan keluarga terkait
dengan kebutuhan keamanan secara mandiri, dan bertanggung jawab terhadap masalah
keamanan keluarga.

3. Pengawas kesehatan, perawat harus melakukan ”home visit” atau kunjungan


rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang
kebutuhan keamanan klien dan keluarga.
4. Konsultan, perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi
masalah keamanan keluarga. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat
maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap
terbuka dan dapat dipercaya.

5. Kolaborasi, perawat juga harus bekerja sama dengan lintas program maupun
secara lintas sektoral dalam pemenuhan kebutuhan keamanan keluarga untuk mencapai
kesehatan dan keamanan keluarga yang optimal.

6. Fasilitator, perawat harus mampu menjembatani dengan baik terhadap


pemenuhan kebutuhan keamanan klien dan keuarga sehingga faktor risiko dalam
ketidakpemenuhan kebutuhan keamanan dapat diatasi.

7. Penemu kasus/masalah, perawat mengidentifikasi masalah keamanan secara


dini, sehingga tidak terjadi injuri atau risiko jatuh pada klien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan keamanannya.

8. Modifikasi lingkungan, perawat harus dapat memodifikasi lingkungan baik


lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat agar tercipta lingkungan yang sehat
dalam menunjang pemenuhan kebutuhan keamanan.

B. KESELAMATAN DAN KEAMANAN

Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat
diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan
adalah keadaan aman dan tentram.

KONSEP DASAR

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan keselamatan dan keamanan

a. Usia

Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang dilakukan.
Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau kerapuhan tulang.

b. Tingkat kesadaran

Pada pasien koma, menurunnya respons terhadap rangsang, paralisis, disorientasi, dan
kurang tidur.
c. Emosi

Emosi seperti kecemasan, depresi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan
berpengaruh terhadap masalah keselamatan dan keamanan.

d. Status mobilisasi

Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan


terjadinya risiko injuri atau gangguan integritas kulit.

e. Gangguan persepsi sensori

Kerusakan sensori akan memengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya


seperti gangguan penciuman dan penglihatan.

f. Informasi/komunikasi

Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca menimbulkan


kecelakaan.

g. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional

Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik

h. Keadaan imunitas

Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehingga mudah
terserang penyakit.

i. Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih

Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.

j. Status nutrisi

Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang
penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi berisiko terhadap penyakit tertentu.

k. Tingkat pengetahuan

Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi


sebelumnya.

2. Macam-macam bahaya atau kecelakaan


a. Di rumah

· Tersedak.

· Jatuh.

· Tertelan alat-alat rumah tangga.

· Tersiram air panas.

· Jatuh dari jendela atau tangga.

· Terpotong.

· Luka tusuk atau luka gores.

· Luka bakar.

· Tenggelam.

· Terkena pecahan kaca.

· Jatuh dari sepeda.

· Keracunan.

b. Di rumah sakit

· Mikroorganisme.

· Cahaya.

· Kebisingan.

· Temperatur.

· Kelembapan.

· Cedera atau jatuh.

· Kesalahan prosedur.

· Peralatan medik.
· Radiasi.

· Keracunan inhalasi, injeksi.

· Syok elektrik.

· Asfiksia dan kebakaran.

3. Pencegahan kecelakaan di rumah sakit

a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari


kecelakaan.

b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat tidur.

c. Menjaga keselamatan klien dari infeksi dengan mempertahankan teknik


aseptik, menggunakan alat kesehatan sesuai tujuan.

d. Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi roda.

e. Menghindari kecelakaan:

· Mengunci roda kereta dorong saat berhenti.

· Tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang pada pasien
yang gelisah.

· Bel berada pada tempat yang mudah dijangkau.

· Meja yang mudah dijangkau.

· Kereta dorong ada penghalangnya.

f. Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik misalnya


suction, kipas angin, dan lain-lain.

g. Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah


meledak seperti tabung oksigen dan termos.

h. Memasang label pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar.

i. Melindungi semaksimal mungkin klien dari infeksi nosokomial seperti


penempatan klien terpisah antara infeksi dan non-infeksi.
j. Mempertahankan ventilasi dan cahaya yang adekuat.

k. Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu penerangan.

l. Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandi.

m. Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu
menggunakannya.

n. Mencegah kesalahan prosedur; identitas klien harus jelas.

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PADA LANSIA

PENYEBAB KECELAKAAN PADA LANSIA:

1. Fleksibilitas ekstremitas yang berkurang

2. Fungsi penginderaan dan pendengaran menurun

3. Pencahayaan yang kurang

4. Lantai licin dan tidak rata

5. Tangga tidak ada pengaman

6. Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak

7. Kehilangan kesadaran tiba-tiba (syncope)

TINDAKAN PENGAMANAN PADA LANSIA:

1. Berikan alat bantu yang sesuai

2. Latih lansia untuk mobilisasi

3. Usahakan ada yang menemani jika bepergian

4. Letakkan peralatan terjangkau lansia

5. Gunakan tempat tidur tidak terlalu tinggi

6. Penataan ruangan harus bebas lalu lalang

7. Upayakan lantai bersih, tidak licin, rata, dan tidak basah


8. Hindari lampu redup/menyilaukan

PENGKAJIAN DAN PENCEGAHAN JATUH PADA LANSIA

A. DEFINISI

Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata ,yang
melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat yang lebih rendah
atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben) Jatuh sering terjadi atau dialami
oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di dalamnya ,kelemahan otot ekstremitas
bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizzines ,serta faktor ekstrinsik sertai lantai yang
licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang terang dan
sebagainya. Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang mempercepat
patah tulang pada orang dengan kepadatan mineral tulang {Bone Mineral
Density(BMD)} rendah.

Jatuh dapat dicegah sehingga akan mengurangi risiko patah tulang. Jatuh adalah
penyebab terbesar untuk patah tulang pinggul dan berkaitan dengan meningkatnya
risiko yang berarti terhadap berbagai patah tulang meliputi punggung, pergelangan
tangan, pinggul, lengan bagian atas.

Jatuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus
meliputi berbagai komponen agar sukses. Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang
beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang
sehingga tulang lebih padat dan dapat menurunkan risiko jatuh.

Mengurangi Risiko Jatuh

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir
dampak dari jatuh yang terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Geriatrics
Society, British Geriatrics Society, dan American Academy of Orthopedi Surgeons
pada pencegahan jatuh meliputi beberapa rekomendasi untuk orang tua(AGS et
al.2001) .

Faktor-faktor lingkungan yang sering dihubungan dengan kecelakaan pada


lansia

Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:

1. Faktor Intrinsik
Faktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai penyakit
seperti Stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh sesisi, Parkinson
yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun Depresi yang menyebabkan
lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan.

Gangguan penglihatan pun seperti misalnya katarak meningkatkan risiko jatuh


pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope, syncope
lah yang sering menyebabkan jatuh pada lansia. Jatuh dapat juga disebabkan oleh
dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan yang kurang
atau penggunaan diuretik yang berlebihan.

2. Faktor Ekstrinsik

Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di
bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang rendah dan tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar, licin
atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk
pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin
atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan
yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

B. PENCEGAHAN

Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan
jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang
diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. dibawah ini akan di uraikan
beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :

1. Latihan fisik

Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai
dan tangan,memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap
bahaya lingkungan,latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif.
Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan
semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.(1,4,5,6)
2. Managemen obat-obatan

Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:

§ Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat

§ Gunakan alat bantu berjalan jika memang diperlukan selama pengobatan

§ Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif
dan tranquilisers

§ Hindari pemberian obat multiple (lebih dariempat macam) kecuali atas indikasi
klinis kuat

§ Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan

3. Modifikasi lingkungan

Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas ataudingin untuk menghindari pusing akibat
suhu diantara:

§ Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam


jangkauan tanpa harus berjalan dulu

§ Gunakan karpet antislip di kamar mandi.

§ Perhatikan kualitas penerangan di rumah.

§ Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.

§ Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.

§ Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.

§ Gunakan lantai yang tidak licin.

§ Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.

§ Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar


mandi.
4. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :

§ Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.

§ Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.

§ Mengambil barang dengan cara yang benar dari Lantai.

§ Hindari olahraga berlebihan.

5. Alas kaki

Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:

§ Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar

§ Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan

§ Pakai sepatu yang antislip

6. Alat bantu jalan

Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.

§ Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan


keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan
kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak
menggunakan roda. Karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah
direkomendasikan secara individual.

§ Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani
dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya
adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak)
dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan
pakai cane). Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh
kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang
berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua
ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.

7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran

8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.

9. Memelihara kekuatan tulang

§ Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan


densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua

§ Berhenti merokok

§ Hindari konsumsi alkohol

§ Latihan fisik

§ Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen

§ Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi pasien seperti adanya
perubahan perilaku pasien karena gangguan sensori komunikasi:

a. Halusinasi;

b.Gangguan proses pikir;


c. Kelesuan;

d. Ilusi;

e. Kebosanan dan tidak bergairah;

f. Perasaan terasing;

g.Kurangnya konsentrasi;

h.Kurangnya koordinasi dan keseimbangan.

2. Faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan lain:

a. Kesadaran menurun;

b.Kelemahan fisik;

c. Imobilisasi;

d. Penggunaan alat bantu.

Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi:

Pengkajian resiko (Risk assessment tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien
(home hazards appraisal).

a. Resiko Jatuh

§ Usia klien lebih dari 65 tahun

§ Riwayat jatuh di rumah atau RS

§ Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran

§ Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas

§ Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)

§ Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)


§ Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics, diuretics,
or laxatives)

b. Riwayat kecelakaan

Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh karena


itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan itu
terulang kembali

c. Keracunan

Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian
meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan dan
upaya pencegahannya.

d. Kebakaran

Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien
mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga
tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.

e. Pengkajian Bahaya

Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar
tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman
atau dapat mengakibatkan kecelakaan.

f. Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)

Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup
tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal.
Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki,
oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang
terstuktur.

Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan oleh
Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi (Tarwoto dan Wartonah)

1. Risiko injuri

Definisi: kondisi dimana pasien berisiko mengalami injuri akibat hubungannya dengan
kondisi lingkungan, adaptasi, dan sumber-sumber yang mengancam.

Y Kemungkinan berhubungan dengan:

a. Kurangnya informasi tentang keamanan;

b. Kelemahan;

c. Gangguan kesadaran;

d. Kurangnya koordinasi otot;

e. Epilepsi;

f. Episode kejang;

g. Vertigo;

h. Gangguan persepsi.

Y Kemungkinan data yang ditemukan:

a. Perlukaan dan injuri.

Y Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:

a. AIDS;

b. Demensia;

c. Pengobatan barbiturat, halosinogen, dan benzodiazepin;

d. Epilepsi;

e. Penyakit perdarahan.

Y Tujuan yang diharapkan:

a. Injuri tidak terjadi.


Y Intervensi:

a. Cek keadaan pasien setiap jam dan berikan penghalang pada tempat
tidurnya

b. Cek tanda vital setiap 4 jam dan kepatenan saluran pernapasan

c. Jangan tinggalkan obat yang dekat dengan tempat tidurnya

d. Siagakan alat-alat emergensi seperti suction dan intubasi pada tempatnya

e. Kunci roda tempat tidur

f. Posisi kepala lebih ditinggikan

g. Berikan penerangan yang cukup pada malam hari

h. Kolaborasi dengan dokter dalam menangani masalah gangguan persepsi


pasien

i. Bantu pasien dalam pergerakan/aktivitas ke toilet

j. Lakukan kajian keadaan kulit pasien dan gunakan tempat tidur khusus
untuk mencegah dekubitus

k. Berikan pendidikan kesehatan tentang:

· Perubahan gaya hidup seperti merokok dan minum alkohol

· Pencegahan injuri di rumah

Y Rasional:

a. Pencegahan primer

b. Monitor faktor risiko

c. Mencegah terjadinya kecelakaan

d. Dibutuhkan pada saat emergensi

e. Mempertahankan keamanan

f. Mencegah aspirasi

g. Mencegah jatuh
h. Mencegah kecelakaan akibat gangguan sensori

i. Mencegah kecelakaan

j. Mencegah komplikasi akibat injuri

k. Mencegah injuri

2. Perubahan proteksi

Definisi: kondisi di mana pasien mengalami penurunan kemampuan untuk melindunginya


dirinya sendiri dari penyakit, baik dari luar maupun dari dalam tubuh.

Y Kemungkinan berhubungan dengan:

a. Defisit imunologi;

b. Malnutrisi;

c. Kemoterapi atau efek pengobatan;

d. Penglihatan yang kurang;

e. Kurang informasi tentang keselamatan.

Y Kemungkinan data yang ditemukan:

a. Riwayat kecelakaan;

b. Lingkungan yang beresiko.

Y Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:

a. Usia: kematangan, sangat tua;

b. Nutrisi kurang;

c. Gangguan darah;

d. Pembedahan;

e. Radiasi atau kemoterapi;

f. Penyakit imunitas;
g. AIDS.

Y Tujuan yang diharapkan:

Pasien tidak mengalami infeksi nosokomial

Y Intervensi:

a. Luangkan waktu untuk menjelaskan tentang proteksi/metode isolasi

b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian pengobatan

c. Jaga pasien dari injuri dan infeksi

d. Monitor tanda vital, integritas kulit, efek obat, dan pendarahan dari bekas
suntikan

e. Tekan tempat penyutikan setelah menyuntik

f. Berikan diet adekuat

g. Lakukan pendidikan kesehatan tentang:

· Pemberian pengobatan

· Mempertahankan keamanan

· Teknik isolasi

· Penggunaan alat-alat proteksi

Y Rasional:

a. Mengurangi risiko penularan penyakit

b. Mengatasi faktor penyebab

c. Mengurangi risiko infeksi

d. Data dasar untuk membandingkan adanya gangguan proteksi

e. Menghindari pendarahan

f. Meningkatkan daya tahan tubuh

g. Memberikan pengetahuan dasar tentang menjaga keamanan diri


3. Risiko tinggi infeksi

Definisi: kondisi di mana pasien mempunyai risiko yang tinggi terhadap masuknya virus
penyakit.

Y Kemungkinan berhubungan dengan:

a. Tidak adekuatnya pertahanan primer;

b. Kerusakan jaringan;

c. Terpaparnya lingkungan yang terkontaminasi penyakit;

d. Prosedur invasif;

e. Malnutrisi;

f. Penyakit kronis.

Y Kemungkinan data yang ditemukan:

a. Kondisi kulit;

b. Nilai laboratorium;

c. Pemakaian alat-alat invasif.

Y Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:

a. AIDS;

b. Infeksi bakteri dan virus;

c. Kondisi setelah operasi.

Y Tujuan yang diharapkan:

a. Pasien dapat menunjukkan penurunan infeksi.

b. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Y Intervensi:

a. Monitor tanda vital setiap 4 jam


b. Gunakan metode pengontrol adanya infeksi

c. Pertahankan diet adekuat, vitamin C, dan tablet Fe

d. Catat hasil laboratorium

e. Monitor pemberian antibiotik dan kaji efek sampingnya

f. Informasikan tentang efek pengobatan

g. Lakukan teknik steril

h. Lakukan pendidikan kesehatan tentang:

· Pencegahan dan penularan penyakit

· Tanda dan gejala infeksi

· Hidup sehat

Y Rasional:

a. Data dasar untuk mengetahui keadaan normal

b. Melindungi pasien dari infeksi

c. Meningkatkan daya tahan tubuh

d. Mengidentifikasi adanya infeksi

e. Mencegah komplikasi

f. Mencegah infeksi silang

g. Mencegah terjadinya infeksi

h. Memberikan pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi diri

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi (NANDA)


1. Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA
adalah :

§ Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury).

Seorang klien mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi
lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.

§ Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akibat terpapar, atau
tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.

§ Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya
udara untuk proses bernafas.

§ Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka,
luka bakar, atau fraktur).

§ Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.

§ Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang
terbuat dari lateks.

§ Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi
orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan.

§ Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko terhadap
kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem musculoskeletal yang direncanakan atau
tidak dapat dihindari.

2. Perencanaan

Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu:

Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar


lebih aman.

1. Contoh rencana asuhan keperawatan:

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan


sensori (tidak mampu melihat)

Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak
terjadi
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi lingkungan dan
pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien mampu:

a. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan


cidera

b. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,

c. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

3. Intervensi

a. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.

b. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko

c. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran


tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1

d. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah

e. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan


yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya
ditempat yang aman)

f. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan


penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.

Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah
membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan
menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya, Klien mampu:
mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan
penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


Tanggal Pengkajian: 22 Maret 2012

A. DATA BIOGRAFI

Nama : Ny. M

TTL : Kuala Kapuas, 15 September 1939

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Status Perkawinan : Janda

TB/BB : 151 cm/45 kg

Penampilan : Bersih, kurang rapi, gigi ompong

Ciri-ciri Tubuh : Kulit keriput, ada bekas luka gores di lutut kiri,
kifosis

Alamat : Jl.Batu Manyar No.21

Orang Yang Dekat : Ny. S

Hubungan : Anak kandung

Alamat/Telepon : Jl.Batu Manyar No.21

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram

Keterangan: : Laki-laki : Garis Keturunan

: Perempuan : Tinggal Serumah

: Garis Hubungan : Meninggal


2. Riwayat Keluarga

Klien adalah anak ketiga dari 3 orang bersaudara. Merupakan anak dari pasangan petani.
Ayah klien meninggal dunia saat klien duduk di kelas 4 SD. Sedangkan ibu klien
meninggal saat klien kelas 6 SD. Klien sendiri tidak tahu penyakit apa yang pernah diderita
oleh mendiang orang tuanya. Setelah orang tua klien meninggal dunia, awalnya klien
tinggal bertiga dengan saudara-saudara klien saja sebelum akhirnya kakak pertamanya
menikah. Klien akhirnya tinggal berdua dengan kakak keduanya sampai akhirnya kakak
klien juga menikah. Klien lupa kapan tepatnya klien menikah. Klien menikah dengan
seorang guru dan memiliki 4 orang anak. Setelah suami klien meninggal dunia tahun 2003
karena stroke, klien tinggal dengan anak bungsunya di rumah.

C. RIWAYAT PEKERJAAN

Pekerjaan saat ini : -

Alamat Pekerjaan : -

Jarak Dari Rumah : -

Alat Transportasi : -

Pekerjaan Sebelumnya : -

Jarak Dari Rumah : -

Alat Transportasi : -

Sumber-sumber Pendapatan & Kecukupan Terhadap Kebutuhan :

Sumber pendapatan didapat dari hasil pensiunan suami klien dan dari penghasilan
anak-anak klien terutama anak bungsu klien.

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP

Tipe tempat tinggal

Jenis lantai rumah : Kayu Ulin

Kondisi lantai : Kering


Tangga rumah : -

Penerangan : Cukup

Tempat tidur : Aman

Alat dapur : Berserakan

WC : Cukup baik, lumayan bersih, tapi agak licin

Kebersihan lingkungan : Kurang bersih

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah: 3 orang

Derajat privasi :

Tetangga terdekat : Ny.K

Alamat dan telepon : Jl. Batu berlian No.11

E. RIWAYAT REKREASI

Hobbi/Minat : Berkebun dan Menyulam

Keanggotaan Organisasi ; Organisasi Wanita Wredatama

Liburan/Perjalanan : Terakhir kali pada tahun 2011, klien pergi


mengunjungi anak tertuanya di banjarmasin

F. SISTEM PENDUKUNG

Perawat : Ny.N

Jarak dari rumah : 2 Km

Rumah Sakit : RSUD Dr. Murjani Jarak 3,5 km

Klinik : - Jarak

Pelayanan Kes. Dirumah : -

Makanan yg dihantarkan : -
Perawatan sehari-hari yang dilakukan di rumah: -

Lain-lain : -

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN

Kebiasaan Ritual : Shalat wajib 5 waktu, shalat sunat

Yang Lainnya : mengaji setiap shalat magrib berakhir

H. STATUS KESEHATAN

§ Status Kesehatan Umum Selama Setahun Yang Lalu :

Setahun yang lalu klien sempat dirawat di RS karena mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan anak klien. Klien mengalami luka lecet di pergelangan tangan dan kaki klien.

§ Status Kesehatan Umum Selama 5 Tahun Yang lalu :

Klien sering mengeluh sakit di punggung, dan lutut klien terasa ngilu. Keluhan itu
berlangsung sampai sekarang. Klien juga punya riwayat penyakit gastritis.

§ Keluhan Utama : lutut terasa ngilu

1. Provocative/Paliative : penumpukan Kristal asam urat

2. Quality/Quantity : ngilu-ngilu

3. Region : di daerah lutut paling terasa sakit, selain itu juga


terasa sakit di punggung sampai daerah pinggang

4. Severity Scale : 6 (dari skala 0-10)

5. Timing : sangat terasa saat malam hari. Sifatnya hilang-timbul


dan terkadang terasa sakit berkisar antara 10-15
menit

§ Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan :

klien menyadari dirinya sudah lansia dan sering sakit-sakitan. Klien tergolong orang yang
peduli terhadap kesehatannya, kalau sakit klien akan segera berobat. Klien juga tahu kalau
dia menderita arthritis gout atau umumnya dikenal oleh orang awam (termasuk klien)
dengan asam urat. Tapi klien sendiri tidak tahu dengan jelas apa sebenarnya asam urat itu
sendiri dan obat-obat apa yang diminum klien selama ini.

§ Obat-obatan:

Menurut klien obat yang diminumnya adalah paracetamol dan vitamin (karena sampel
sudah tidak ada)

Alergi (Catatan Agent dan Reaksi Spesifik)

Obat-obatan : -

Makanan : -

Faktor Lingkungan : -

Penyakit Yang Diderita

Arthritis Gout (Asam Urat)

I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)

Indeks KATZ : A

Oksigenisasi : Baik, tanpa alat bantu

Cairan & Elektrolit : Klien minum ±4-6 gelas/hari, klien suka minum kopi

Nutrisi : Baik, klien terkadang makan nasi lunak. Sayur-


sayuran terutama kangkung, dan ikan

Eliminasi : BAB kadang lancar kadang tidak, BAK dalam


sehari 3-5 kali

Aktivitas : Terbatas, klien sering merasa lelah terutama


menahan rasa cenat-cenut di lututnya. Klien jarang
melakukan aktivitas yang berlebihan dan berat.
Istirahat & Tidur : Tidur siang kadang-kadang, tidur malam dari pukul
21.00 WIB dan terbangun pukul 03.00 WIB

Personal Hygiene : Dapat dilakukan secara mandiri

Seksual : Sudah tidak memiliki keinginan untuk melakukan


hubungan seksual lagi

Rekreasi : Klien tidak pernah rekreasi selain mengunjungi anak


tertuanya di Banjarmasin tahun 2011 lalu

J. PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Konsep Diri : Baik, positif, klien menyadari dirinya sudah lansia

Emosi : Labil, klien mudah tersinggung

Adaptasi : Baik, klien mudah membaur dengan masyarakat


sekitarnya

Mekanisme pertahanan diri : Baik

Status mental

Tingkat kesadaran : Composmentis

Afasia : -

Demensia : Tidak

Orientasi : Normal

Bicara : Normal

Bahasa yang digunakan : Dayak

Kemampuan membaca : Bisa

Kemampuan interaksi : Sesuai

Vertigo : Tidak

Short Portable Mental Status Quistionaire (SPMSQ) : 6 (Kerusakan Intelektual


Sedang)
Mini-Mental State Exam (MMSE) : 6 (Gangguan Intelektual
Sedang)

Geriatrik Depression Scale : Skor 4

APGAR : 6 (Sedang)

K. TINJAUAN SISTEM

Keadaan umum : Baik

Tingkat kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital : TD: 130/70 mmHg N: 68x/m

RR: 20x/m T: 36,3oC

TB: 152 cm BB: 48 Kg

L. PENGKAJIAN PERSISTEM

§ PERNAFASAN (B1: BREATHING)

1. Bentuk Dada : Simetris

2. Sekresi dan Batuk : Tidak Ada

3. Pola Nafas

a. Frekuensi nafas : 20x/m dan teratur

4. Bunyi Nafas

b. Normal : Vesikuler di semua lapang paru

c. Abnormal : -

d. Resonen lokal : -
5. Pergerakan dada : -

6. Tractil Fremitus/Fremitus Lokal : -

7. Alat Bantu Pernafasan : -

§ CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)

1. Nadi

Frekuensi : 68x/m dan reguler

2. Bunyi jantung : Normal

3. Letak jantung : Ictus cordis teraba pada ICS 5 kira-kira


satu jari medial dari garis midclavicula

4. Pembesaran jantung : Tidak

5. Nyeri dada : Tidak

6. Edema : Tidak

7. Clubbing finger : Tidak

§ PERSARAFAN (B3: BRAIN)

Tingkat Kesadaran: Composmentis

1. GCS

Total GCS: 14

2. Refleks : Normal

3. Koordinasi gerak : Ya

4. Kejang : Tidak

5. Lain-lain : -
§ PENGINDERAAN (PERSEPSI SENSORI)

1. Mata (Penglihatan)

a. Bentuk : Normal

b. Visus : -

c. Pupil : Isokor

d. Gerak bola mata : Normal

e. Medan penglihatan : Menyempit

f. Buta warna : Tidak

g. Tekanan Intra Okuler : Tidak

2. Hidung (Penciuman)

a. Bentuk : Normal

b. Gangguan Penciuman : Tidak

3. Telinga (Pendengaran)

a. Aurikel : Normal

b. Membran tympani : Keruh

c. Otorrhae : Tidak

d. Gangguan Pendengaran : Ya

e. Tinitus : Ya

4. Perasa : Normal

5. Peraba : Normal

§ PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4: BLADDER)

Masalah kandung kemih : Sering


Produksi urine : 250ml/hari

Frekuensi : 2-6x/hari

Warna : Kuning Jernih

Bau : Amoniak

§ PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)

1. Mulut dan Tenggorokan

a. Mulut : Selaput lendir mulut lembab

b. Lidah : Hiperemik

c. Kebersihan Rongga Mulut : Tidak berbau

d. Tenggorokan : Sakit Menelan

e. Abdomen : Kenyal

f. Pembesaran Hepar : Tidak

g. Pembesaran Lien : Tidak

h. Asites : Tidak

2. Masalah Usus Besar dan Rectum/Anus

BAB : 2X/hari, Tidak ada masalah

Obat pencahar : Tidak

Lavemen : Tidak

§ OTOT, TULANG, DAN INTEGUMEN (B6: BONE)

1. Otot dan Tulang

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM): Bebas

Kemampuan kekuatan otot:


- Tidak ada fraktur

- Tidak ada dislokasi

- Tidak ada haematom

2. Integumen

Warna kulit : Hiperpigmentasi

Akral : Hangat

Turgor : Tidak Elastik

Tulang belakang : Kiposis

M. REPRODUKSI

Perempuan:

Payudara : Bentuk simetris, Tidak ada benjolan

Kelamin : Bentuk normal, tidak ada keputihan, klien menopause

N. ENDOKRIN

Klien tidak memiliki kelainan endokrin

O. PENGETAHUAN

Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia dan
akan rentan terhadap sakit. Klien memang selalu berobat tiap kali dia sakit. Tapi klien
tidak mengerti manfaat obat-obatan yang didapatnya secara spesifik.
ANALISA DATA

NO KELUHAN ETIOLOGI PROBLEM

DS: “Aduh, kaki saya ini ngilu. Rasanya


cenat-cenut kalau jalan”

DO:
- klien tampak memijat kedua kakinya
- klien tampak hati-hati saat merubah
posisi dari duduk jadi berdiri
- klien kifosis
Penumpukan
1. P : penumpukan Kristal asam urat Nyeri akut
Kristal asam urat
Q : ngilu, cenat-cenut
R ; di daerah lutut paling terasa sakit,
selain itu juga terasa sakit di punggung
sampai daerah pinggang
S : 6 (dari 0-10)
T : di daerah lutut paling terasa sakit,
selain itu juga terasa sakit di punggung
sampai daerah pinggang

DS: “Aduh, kaki saya ini ngilu. Rasanya


cenat-cenut kalau jalan”

DS: “mata saya kadang terasa kabur


kadang tidak” Penurunan
sensori,
DO: lingkungan
2 - Fokus penglihatan mulai berkurang kurang kondusif, Resiko injuri
- Lapang pandang menyempit fleksibelitas
- Aktivitas terbatas karena sakit pada ekstremitas
ekstrimitas dan punggung, gerak agak menurun
pelan dan hati-hati
- Lingkungan kurang aman. WC agak
licin. Di halaman belakang terdapat
beberapa pecahan kaca, duri salak (di
halaman belakang rumah klien tumbuh 2
pohon salak), dan tanah agak licin karena
ditumbuhi lumut

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Kaji karakteristik nyeri 1. Nyeri merupakan respon
tindakan keperawatan subjektif yang dapat dikaji
selama 2x24 jam dengan menggunakan skala
diharapkan nyeri hilang nyeri.
atau terkontrol dengan
kriteria hasil: 2. Bantu klien dalam 2. Nyeri mungkin
1. Klien tidak mengidentifikasi faktor dipengaruhi oleh kecemasan
mengungkapkan pencetus atau peradangan pada sendi
perasaan nyeri
2. Gerak tidak terbatas 3. Akan melancarkan
3. Aktivitas bisa sedikit peredaran darah sehingga
meningkat 3. Ajarkan relaksasi: teknik kebutuhan oksigen pada
4. Skala nyeri 0 (dari 0- terkait ketegangan otot jaringan terpenuhi dan
10) rangka yang dapat mengurangi nyeri
5. Menunjukkan mengurangi intensitas
ekspresi rileks nyeri 4. Pengetahuan tersebut
membantu mengurangi
nyeri dan dapat membantu
4. Tingkatkan pengetahuan meningkatkan kepatuhan
tentang penyebab nyeri klien terhadap rencana
dan hubungan dengan terapeutik
berapa lama nyeri akan
berlangsung 5. Pemakaian alkohol,
kafein, dan oba-obatan
diuretik akan menambah
peningkatan kadar asam urat
5. Anjurkan klien untuk dalam serum.
tidak meminum minuman
seperti alkohol, kafein atau
mengonsumsi obat-obatan
diuretik, tapi perbanyak
minum air putih

2. 2 Setelah dilakukan
1. Kaji adanya faktor-faktor
1. Mengidentifikasi adanya
tindakan perawatan resiko injuri pada klien. faktor-faktor resiko yang
selama 2x24 jam mungkin akan timbul
diharapkan cidera tidak 2. Lakukan modifikasi
terjadi dengan kriteria lingkungan agar lebih2. Mengurangi risiko injuri
hasil: aman sesuai hasil akibat lingkungan yang tidak
1. Mengidentifikasi pengkajian terhadap resiko aman
bahaya apa saja yang injuri
dapat meningkatkan
kemungkinan cidera3. Monitor klien secara
terutama bahaya berkala terutama 2 hari3. Mencegah kecelakaan
lingkungan pertama kunjungan rumah akibat faktor-faktor resiko
2. Mengidentifikasi yang mungkin terjadi dan
tindakan preventif atas dialami oleh klien
bahaya tertentu 4. Ajarkan klien dan
3. Melaporkan keluarga tentang upaya 4. Mencegah komplikasi
penggunaan cara yang pencegahan cidera akibat injuri dan
tepat dalam melindungi mempertahankan keamanan
diri dari cidera.

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji karakteristik nyeri (22/3/2012) S: “kaki saya masih terasa ngilu”
Hasil: nyeri dirasakan dominan dilutut, selain
itu nyeri juga dirasakan pada punggung O:
sampai kedaerah pinggang dengan skala nyeri- klien menunjukkan bagian
6 (dari 0-10) kakinya yang sakit, tepatnya
2. Membantu klien dalam mengidentifikasi dilutut.
factor pencetus (22/3/2012) - Klien kifosis
Hasil: nyeri karena terjadinya penumpukan- Tampak hati-hati dan pelan saat
kristal asam urat pada sendi berjalan
3. Mengajarkan relaksasi: anjurkan klien untuk- Ekspresi wajah sedikit meringis
menggunakan air hangat untuk mandi- Saat merubah posisi dari duduk
(22/3/2012) jadi berdiri, tampak hati-hati
Hasil: klien memahami anjuran yang
diberikan dan akan mulai melakukan apa yang A: Masalah belum teratasi
dianjurkan
4. Meningkatkan pengetahuan tentang P: Lanjutkan Intervensi
penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa - Kaji karakteristik nyeri
lama nyeri akan berlangsung (22/3/2012) - Bantu klien dalam
Hasil: klien masih belum sepenuhnya mengidentifikasi faktor pencetus
memahami HE yang diberikan. Klien hanya
tahu kalau dirinya mengalami asam urat - Ajarkan relaksasi: teknik terkait
begitu saja. ketegangan otot rangka yang dapat
5. Menganjurkan klien untuk tidak meminum mengurangi intensitas nyeri
minuman seperti alkohol, kafein atau - Tingkatkan pengetahuan tentang
mengonsumsi obat-obatan diuretik, tapi penyebab nyeri dan hubungan
perbanyak minum air putih (22/3/12) dengan berapa lama nyeri akan
Hasil: Karena klien suka kopi, klien berlangsung
mengatakan kalau klien akan mencoba Anjurkan klien untuk tidak
mengurangi minum kopi secara bertahap meminum minuman seperti
setelah mendengar anjuran yang diberikan dan alcohol, kafein atau obat-obatan
akan minum air putih lebih sering diuretik, tapi perbanyak minum air
dibandingkan dengan kopi. putih
2. 2. 2 1. Mengkaji adanya faktor-faktor resiko injuri S: -
pada klien (22/3/2012)
2. Hasil: faktor resiko yang ditemukan yaitu: O:
a. adanya nyeri pada ekstremitas yang akan- Fokus penglihatan mulai
mengurangi fleksibelitas dalam bergerak, berkurang
klien rentan terjatuh - Lapang pandang menyempit
b. Penurunan sensori penglihatan - Aktivitas terbatas karena sakit
c. Lingkungan yang kurang kondusif/ tidak pada ekstrimitas dan punggung,
adekuat gerak agak pelan dan hati-hati
3. Melakukan modifikasi lingkungan agar lebih- Lingkungan sudah dibersihkan
aman sesuai hasil pengkajian (22/3/2012) dari faktor-faktor resiko
4. Hasil: bersama keluarga klien membersihkan- WC masih berpotensi
lingkungan rumah klien, termasuk halaman menimbulkan injuri bagi klien
belakang yang beresiko tinggi menyebabkan karena lantainya yang agak licin
injuri atau trauma dengan membuang
pecahan-pecahan kaca, duri ataupun lumut A: Masalah teratasi sebagian
yang bisa menyebabkan klien jatuh
P: Lanjutkan Intervensi
5. Memonitor klien secara berkala terutama -2 Kaji adanya faktor-faktor resiko
hari pertama kunjungan rumah (22/3/2012) injuri pada klien
6. Hasil: masih terdapat faktor resiko injuri di
- Lakukan modifikasi lingkungan
sekitar klien agar lebih aman sesuai hasil
pengkajian terhadap resiko injuri
7. Mengajarkan klien dan keluarga tentang
- Monitor klien secara berkala
upaya pencegahan cidera (22/3/2012) terutama 2 hari pertama kunjungan
Hasil: klien dan keluarga memahami apa yang rumah
diajarkan seperti mengatur pencahayaan di
- Ajarkan klien dan keluarga
rumah (karena klien mengalami penurunan
sensori), menjaga lingkungan agar tetap bersih tentang upaya pencegahan cidera
dan tidak menimbulkan resiko cidera dan
komplikasi cidera bagi klien

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan juga merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara
langsung maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care
giver), Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan
adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau
kecelakaan, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram.

B. SARAN

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling


besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

http://www.stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/19/pengkajian-dan-pencegahan-
jatuh-pada-lansia/

http://www.cita09060144.student.umm.ac.id/2010/02/05/peran-perawat-dalam-
pemenuhan-kebutuhan-keamanan-dan-keselamatan/
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Tambahkan komentar

10.

Mar

31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


LANSIA DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
(kelompok 1)
KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
DI SUSUN OLEH :

BAMBANG SURYADINOR

NITA RAHMADANI

NOVA ZAHROTUL HAYYA

SUMIRLAN TRISNO

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

Jl. Batu Berlian No.11 Sampit

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan
bagi mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu
Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah Keperawtan Gerontik dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis berusaha menyajikan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.

Sampit, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1


1.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................ 2

1.3 RUMUSAN MASALAH....................................................................... 2

1.4 METODE PENULISAN......................................................................... 2

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN........................................................................................ 3

2.2 PROSES MENUA................................................................................... 4

2.3 KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA........................................... 7

2.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA


LANSIA 8

2.5. GANGGUAN NUTRISI PADA LANSIA............................................ 9

2.6. STATUS GIZI PADA LANSIA............................................................. 11

2.7. ASKEP.................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................................... 13

B. SARAN ................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN KASUS
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok
rentan gizi, meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan
, bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-
selnya. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi
fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya.
Gigi-geligi pada MANULA mungkin sudah banyak yang rusak bahkan
copot, sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka
makanan harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah
keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan
akan sangat membantu para MANULA dalam mengkonsumsi
makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun,
sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan
fungsi kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung
lemak, pada umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup
mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna
jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk melancarkan
peristalsis dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan
menghindarkan obstipasi.
Patut diingat bahwa keperluan enersi MANULA sudah menurun, jadi
jangan di sediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila
mereka dijaga jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih
mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan
dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus,
Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA.
Yang umum sangat ditakuti ialah kemungkinan meningkat untuk
mendapat penyakit kanker.

1.2. Tujuan
Setelah membaca makalah ini di harapkan mahasiswa mampu
melakukan Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Nutrisi Pada Lansia

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian nutrisi
2. Apa saja kebutuhan nutrisi pada lansia
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada lansia
4. Apa saja gangguan nutrisi pada lansia
5. Factor apa saja yang mempengaruhi status gizi pada lansia

1.4. Metode Penelitian


Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kepustakaan.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini yaitu Halaman Judul, Kata
Pengantar, Daftar Isi, Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika
Penulisan, Bab II Pembahasan, Bab III Penutup yang terdiri dari
Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta
mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada
kesehatan lansia. Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan
kebutuhan nutrisi yang unik pada lansia adalah menurunnya sensitivitas
olfaktorius, perubahan persepsi rasa dan peningkatan kolesistokinin yang
dapat memengaruhi keinginan untuk makan dan peningkatan rasa
kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak mengganggu proses
penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas. Namun, laporan-
laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami defisiensi
vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahan-perubahan dan
kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi pada
wanita lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai
salah satu mineral esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg per hari untuk
wanita. Hal ini hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari tingkat
kebutuhan yang disarankan. Suplemen kalsium tidak akan diabsorpsi
secara merata. Karena perbedaan derajat keasaman yang dibutuhkan untuk
absorpsi yang sesuai, kalsium sitrat malat merupakan bentuk yang lebih
dipilih untuk diberikan bagi lansia yang mengalami hipoklohidria atau
aklorhidria. Pada proses penuaan yang normal, peningkatan jaringan
adipose secara normal dapat menyertai penurunan massa tubuh dan cairan
tubuh total.

2.2 Proses Menua


Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi
pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ
tersebut. Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi
pada masa tua. Antara lain :
 Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,
mengakibatkan juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga
kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-
garis menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus.
 Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu
makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya
kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
 Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan
fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi
pada usia lanjut.
 Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu
makan, serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir.
 Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban,
kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu
aktivitas kegiatan sehari-hari.
 Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi,
kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan
melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan
dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya
abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam emlakukan
aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama
adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk
pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga
disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial lainnya.
 Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam
jumlah besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran
natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa
lelah.
 Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran
merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering
diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang
mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan
dehidrasi.
 Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk
mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara
lain sindrom lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang
berkepanjangan.
Penyakit Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat- zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolism di sel lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh
dan perubahan komposisi tubuh. Perubahan pada system pencernaan :
Kehilangan gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi
yang buruk dan gizi yang buruk.
Indera pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir.atropi indera pengecap (±80%),hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap di lidah teritama rasa manis,asin,asam,pahit.Selain itu sekresi air
ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga
mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa.
Usofagus melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasansfringfar
bagian bawah sehingga menjadi mengendur(relaksasi) dan mengakibatkan
usofagus melebar (presbyusofagus).Keadaan ini memperlambat
pengosongan usofagus dan tidak jarang berlanjut sebagaiher
nianhiatal.Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah
presofagus tepatnta di daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam
system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah
ganglion yang menyusut sementara lapisan otot menebal dengan
manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan usofagus.
Lambung,rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan
lambung menipis diatas 60 tahun,sekresi HCL dan pepsin berkurang,asam
lambung menurun,waktu pengosongan lambung menurun dampaknya
vitamin B12 dan zat besi menurun.
Peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi
Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus
halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada
umumnya masih dalam batas normal,kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan
zat besi.
Liver (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan
reduksi,yang menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang
efisien.
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan
kompleks krbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican
makanan berkurang sehingga proses menelan menjadi sukar.
Keluahn-keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan
sebagainya, seringkali disebabkan makanan yang kurang dicernaakibat
berkurangnya fungsi kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan karena
berkurangnya toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung
lemak.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan
karena kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan
karenanya banyaknya gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa
terjadi gangguan motilits otot polos esophagus, bisa juga terjadi refluks
disease (terjadi akibat refluks isi lambung ke esophagus), insiden ini
mencapai puncak pada usia 60 – 70 tahun.

2.3 Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia


o Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal
pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan
berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari
lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi
lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari
lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia
laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal.
Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi
akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas.
Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan
digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.
o Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa
per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya
berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak
berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada
lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah
berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang
efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia
sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi
untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah
pangan hewani dan kacang-kacangan.
o Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total
kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih
dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit
atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga
dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak
jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan
banyak mengandung asam lemak jenuh.

o Karbohidrat dan serat makanan


Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit
atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada
usus. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan
tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-
buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan
mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena
dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat
menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga
tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi
konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat
kompleks, yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian yang
berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.
o Vitamin dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang
mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D,
dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya
konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan
mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral
kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi
menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia
menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain.
Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai
sumber vitamin, mineral dan serat.
o Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat
diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat
dan urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal
(membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih
dari 6-8 gelas per hari.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia


a. Tinggal sendiri: seseorang yang tinggal sendiri sering tidak
memperdulikan tugas memasak untuk menyediakan makanan
b. Kelemahan fisik: akibat kelemahan fisik sehinga menyebabkan
kesulitan untuk berbelanja atau memasak, mereka tidak mampu
merencanakan dan menyediakan makanannya sendiri.
c. .Kehilangan: terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah
memasak untuk mereka sendiri, mereka biasanya tidak memahami nilai
suatu makananyang gizinya seimbang..
d. Depresi: menyebabkan kehilangan nafsu makan, mereka tidak mau
bersusah payah berbelanja, memasak atau memakan makanannya.
e. Pendapatan yang rendah: ketidak mampuan untuk membeli makanan
yang cermat untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang
bergizi.
f. Penyakit saluran cerna: termasuk sakit gigi dan ulkus.Berkurangnya
kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong,
Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran Rasa lapar menurun,
asam lambung menurun,Berkurangnya indera pengecapan
mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan
pahit., Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya
menimbulkan konstipasi,Penyerapan makanan di usus menurun
g. penyalahgunaan alcohol: penyalah gunaan alcohol mengurangi asupan
kalori atau nonkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi
lain.
h. Obat-obatan : lansia yang mendapatkan banyak obat dibandingkan
kelompok usia lain yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap
nutrisi lansia. Pengobatan akan mengakibatkan kemunduran nutrisi
yang semakin jauh.

2.5 Gangguan Nutrisi Pada Lansia


1. Malnutrisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan gizi buruk yang terjadi karena tidak
cukupnya asupan satu atau lebih nutrisi yang membahyakan status
kesehatan (Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia.Jakarta:EGC).
2. Obesitas
Keadaan badan yang amat gemuk dan berat akibat timbunan lemak
yang berlebihan, dimana kelebihan lemak tubuh melebihi dari 20% dari
jumlah yang di anjurkan untuk tinggi dan usia seseorang. Pola
konsumsi yang berlebihan terutama yang mengandung lemak, protein
dan karbohidrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pencetus
berbagai seperti Hipertensi, Penyakit jantung koroner, Strok, seta
Diabetes Melitus.
3. Osteoporosis
Kondisi dimana sering disebut tulang kropos yang disebabkan oleh
penurunan densitas tulang akibat kurangnya konsumsi kalsium dalam
jangka waktu yang lama. Mencapai maksimum pada usia 35 tahun pada
wanita dan 45 tahun pada pria.
4. Anemia
Kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat haemoglobil yang
tidak normal, kimia yang bertugas membawa oksigen di seluruh tubuh
yang disebabkan kurang Fe, asam folat, B12 dan protein. Akibatnya
akan cepat lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat, kesemutan, sering
pusing, mata berkunang-kunang, mengantuk, HB <8 gr/dL.
5. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan di tambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makn
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi
lesu dan tidak bersemangat.
6. Kekurangan anti oksidan
(Banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran) mampu
menangkal efek merusak radikal bebas terhadap tubuh, sehingga
konsumsi yang kurang dapat meningkatkan resiko berbagai penyakit
akibat radikal bebas, seperti serangan jantung dan stroke, katarak,
persendian hingga menurunnya penampilan fisik seperti kulit menjadi
keriput.
7. Sulit buang air besar Karena pergerakan usus besar semakin lambat,
makanan lambat diolah dalam tubuh. Akibatnya, buang air besar jadi
jarang.
8. Kelebihan gula dan garam
o Garam (natrium) dapat meningkatkan tekanan darah, terutama
pada orangtua
o Makanan tinggi gula membuat tubuh mudah gemuk, meningkatkan
kolesterol dan gula darah
o Karena itu, sebaiknya kurangi konsumsi gula dan garam

2.6 Status Gizi Pada Usia Lanjut


 Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi
lansia cenderung mengalami kegemukan/obesitas
 Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit,
akibatnya cenderung kegemukan/obesitas
 Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya
cenderung kegemukan/obesitas
 Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak
enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi
(kurang energi protein yang kronis
 Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang
berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak
(tinggi klaori), hal ini menyebabkan lansia cenderung
kegemukan/obesitas
 Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini
mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia
menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
 Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar,
sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan
dan memicu terjadinya anemia
 Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat
menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis
atau kanker hati
 Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk
menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang gizi
 Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu
makan menurun dan menjadi kurang gizi
 Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun
akibatnya menjadi kurang gizi
 Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan,
yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
2.7 ASKEP
a.PENGKAJIAN
o Berat badan berhubungan dengan tinggi badan, contoh IMT (indeks
massa tubuh) atau catatan yang tepat
o Perubahan berat badanDifokuskan pada kehilangan atau pertambahan
berat badan saat ini
o Pertumbuhan gigi, Apakah lansia memakai gigi palsu atau apakah mereka
memerlukan gigipalsu? Apakah gigi palsu yang ada hilang atau rusak?
o Kebiasaan makan, Aspek pribadi, budaya, dan agama mengenal asupan
nutrisi
o Kemampuan untuk makan, Dapatkah lansia memindahkan makanan
dari piring ke mult dan menelannya dengan baik
o Farmakologi, Apakah klien banyak meminum obat-obatan (termasuk
medikasi yang dilakukan sendiri) yang dapat berakibat buruk terhadap
nutrisi.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Lansia mengalami persoalan khusus tentang nutrisi. Mereka beresiko


tinggi menderita malnutrisi dan lebih rentan terkena dampak malnutrisi.
Salah satu indikator yang sangat penting pada status nutrisi adalah berat
badan. Perawat berperan sangat penting dalam pemenuhan nutrisi lansia
terutama di Rumah Sakit. Setiap orang harus makan. Makanan merupakan
bagian yang paling pentingdalam kehidupan sebagian lansia dan saat-saat
bersantap menjadi bagian pentingyang dialami manula setiap harinya.
Makanan juga harus menjadi sumber kesehatan serta kegembiraan bagi
orang-orang yang berusia lanjut ini.

3.2 SARAN

Patut diingat bahwa keperluan enersi MANULA sudah menurun, jadi


jangan di sediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila
mereka dijaga jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih
mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan
dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus,
Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA.
DAFTAR PUSTAKA

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC


Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. 2000. Pedoman Pengelolan Kesehatan Pasien Geriatri
Untuk Dokter dan Perawat. Jakarta
Beck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit
untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia Medico
Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal Pengkajian : 25
Maret 2012

A. DATA BIOGRAFI
Nama :Tn “S”
TTL :Sampit, 20 Oktober 1945
Jenis Kelamin :laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan :Duda
TB / BB : 162 cm, 50 Kg
Penampilan :Rapih danbersih Ciri – ciri tubuh :Kurus
Alamat : Jl. Merdeka, Kel. Ketapang RT 3 RW V
Kec.Mentawa Baru Hilir Telp/ Hp : -
Kabupaten. Kotawaringin Timur
Orang Yang Dekat :Ny “E”
Hubungan :Anak
Alamat / Telepon : Jl. Merdeka No.45

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal dunia

: Tinggal serumah

: Garis pernikahan

: Garis keturunan

: Klien

2. RiwayatKeluarga
Klien seorang duda, mempunyai anak satu. Klien hidup bersama anak
laki-lakinya. Di keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit
seperti diabetes, hipertensi, asma, TB, atau hepatitis.

C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : Berkebun
Alamat pekerjaan : Jl. MajuMundur
Jarak dari rumah : ± 1km
Alat transportasi : Jalan kaki
Pekerjaan sebelumnya : Swasta
Jarak darirumah : ± 3 Km
Alat transportasi : Sepeda Motor
Sumber-sumber Pendapatan & Kecukupan Terhadap Kebutuhan:
Pendapatan berasal dari hasil berkebun dan dibiayai oleh anak.

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Type tempa tinggal :Rumah
Jenis lantai rumah :Kayu
Kondisi lantai :Kering
Tangga rumah :Tidakada
Penerangan :Cukup
Tempat tidur :Aman
Alatd apur :Rapi
WC :Aman
Kebersihan lingkungan :bersih
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :Sendiri
Derajat privasi :Terjaga
Tetangga terdekat : Ada
Alamat dan telepon : Jl. Merdeka No. 46

E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Memancing
KeanggotaanOrganisasi : Pengajian
Liburan / Perjalanan : Jalan – jalan, berkunjung ketempat Anak

F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : Perawat
Jarak Dari Rumah : ±1 Km
RumahSakit : Ada Jarak ±5 Km
Klinik : Ada Jarak ±4 Km
Pelayanan Kes. Dirumah : Tidakada
Makanan Yang dihantarkan : Tidakada
Perawatan Sehari-hari Yang Dilakukan Keluarga : Check Up kePuskesmas

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : klien shalat 5 waktu, klien kadang menjalankan shalat
tahajud.
Yang Lainnya : Tidakada

H. STATUS KESEHATAN
Status Kesehatan Umum Selama SetahunYangLalu : klien pernah menderita
Anemia
Status KesehatanSelama 5 Tahun Yang Lalu : Tidak ada masalah
KeluhanUtama :
Klien mengatakan tidak nafsu makan

Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Klien sering berobat ke


puskesmas

Alergi :

Obat-Obatan :Tidakada

Makanan :Tidakada

FaktorLingkungan : Tidakada

I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


IndeksKATZ :B
Oksigenisasi : Baik, RR 16 x/m
Cairan&Elektrolit : Cukup, KlienMinum±6gelas /hr
Nutrisi : Nafsu makan kurang, PolaMakan : 2x/hr, hanya
mampu menghabiskan¼ porsi makanan, konjugtiva
anemis, BB sebelumnya= 51 kg, BB saatini 50 kg, klien
kurang makan sayur dan jarang makan buah-buahan,
klien hidup sendiri.

Eliminasi : Baik, BAK 2x/hr BAB 1x/hr

Aktivitas : Saat pagi klien berkebun, di rumah klien tidak ada


kegiatan

Istirahat & Tidur : Baik, klien tidur 8 jam/hr

Personal Hygiene : Baik, Klien Mandi 2x/hr

Seksual : Klien tidak ada niat lagi untuk berhubungan, klien


tidak ada keinginan untuk menikah lagi

Rekreasi :klien 6 bulan sekali melakukan perjalanan


(berkunjung ke rumaha naknya).

J. PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL


Konsep diri : Klien merasa kehidupannya cukupt erpenuhi
Emosi : Stabil
Adaptasi : Baik
Mekanisme Pertahanan Diri : Baik
Status Mental : Stabil
Tingkat Keasadaran : Compos Mentis
Afasia : Tidak
Dimensia : Tidak
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Bahasa Yang Digunakan :BahasaBanjar
Kemampuan Membaca :Bisa
Kemampuan Interaksi :Sesuai
Vertigo : –
Shirt Porteble Mental Status Questionaire (SPMSQ) : 2 Fungsi Mental Utuh
Mini – Mental State Exam (MMSE) : 2 Baik
Geriatrik Depresion Scale : 4 Baik
APGAR : 6 Menengah

K. TINJAUAN SISTEM
KeadaanUmum :Baik

Tingkat Kesadaran : Compos mentis

Tanda-Tanda Vital : TD 130/90 mmhg Nadi 80 x/m

RR 16 x/m Suhu 36,5oC

TB 168 cm BB 50kg

PENGKAJIAN PERSISTEM

1) PERNAFASAN (B1 : BREATHING)


1. Bentuk Dada : Simetris
2. SekresidanBatuk : Tidakada
Nyeriwaktubernapas : Tidakada
3. PolaNapas : RR 16 x/m, Reguler
4. BunyiNapas : Normal (tidakadaRonchi)
5. Pergerakan Dada : Intercostal
6. TractilFremitis/Fremitus Vokal :Tidakada
7. Alat Bantu Pernapasan : Tidakada

2) CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)


1. Nadi : Frekuensi 80 x/m nt , Reguler
2. Bunyi Jantung : Normal
3. LetakJantung : Ictus Cordis teraba pada intercostal V, kira-
kira 1 jari medial darigaris midklavikular
4. Pembesaran Jantung : Tidakada
5. NyeriDada : Tidakada
6. Edema : Tidakada
7. Clubbing Finger : Tidak

3) PERSARAFAN (B3: BRAIN)


Tingkat kesadaran : Compos Mentis
1. GCS :
Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Total GCS : 15
2. Refleks : Normal
3. Koordinasi Gerak : Ya
4. Kejang : Tidak

4) PENGINDERAAN
1. Mata (Penglihatan)
a. Bentuk : Normal
b. Pupil : Ishokor
c. Gerak Bola Mata : Normal
d. Medan Penglihatan : Normal
e. ButaWarna : Tidak
f. TekananInraOkuler : Tidak
2. Hidung (Penciuman)
Bentuk : Normal
GangguanPenciuman : Tidak
3. Telinga (Pendengaran)
a. Aurikel : Normal
b. Membran Tympani : Terang
c. Otorrchea : Tidak
d. GangguanPendengaran : Tidak
e. Tinitus : Tidak
4. Perasa : Normal
5. Peraba : Normal

5) PERKEMIHAN - ELIMINASI URI (B4: BLADDER)


Tidak ada nyeri saat berkemih, tidak sering berkemih, tidak ada urin
yang tertahan saat berkemih
MasalahKandungKemih : Tidakadamasalah
Produksi Urine : 600 ml/hr Frekuensi : 2x/hr
Warna:Kekuningan Bau : Amoniak

6) PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)


1. MulutdanTenggorokan
a. Mulut : Rongga mulut bersih, tidak ada bau
mulut
b. Gigi : Gigi tidak lengkap, tidak ada lubang
gigi,
Selaput Lendir Mulut : Lembab
c. Lidah : Bersih, ada sariawan
d. Kebersihan Rongga Mulut : Tidak Berbau
e. Tenggorokan : Tidak terlihat sulit menelan
f. Abdomen : Kenyal
g. Pembesaran Hepar : Tidak
h. Pembesaran Lien : Tidak
i. Asites : Tidak

2. Masalah Usus Besar dan Rectum / Anus


 BAB 1 x/hr
 Tidak ada masalah
 Obat Pencahar : Tidak
 Lavemen : Tidak

7) OTOT, YULANG DAN INTEGUMENT (B6: BONE)


1. OtotdanTulang
 Kemampuan Pergerakan Sendi lengan dan Tungkai (ROM)
Bebas
 Kemampuan kekuatan otot :

4 4
4 4
 Fraktur : Tidak
 Dislokasi :Tidak
 Haemotom : Tidak
2. Integumen
Warna Kulit : Kuning langsat
Akral : Hangat
Turgor : Tidakelastis
Tulang Belakang : Normal
8) REPRODUKSI
Laki-laki :
Kelamin Bentuk : Normal
Kebersihan Alat Kelamin : Bersih

9) ENDOKRIN
1. Faktor Alergi : Tidak
Manifestasi : Tidakada
Cara Mengatasi : Tidakada
2. Kelainan Endokrin : Tidakada

10) PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya :
Klien mengetahui tentang kondisi kesehatannya dan klien sering cek up
untuk kesehatannya

ANALISA DATA

NO KELUHAN ETIOLOGI PROBLEM

1. DS : Klien mengatakan tidak nafsu makan

DO :
- Gigi tidak lengkap
- Lidah ada sariawan
- PolaMakan : 2x/hr, Ketidak
hanyamampumenghabiskan ¼ porsimakanan Intake yang seimbangan
- Konjugtiva anemis tidakadekuat nutrisi : nutrisi
- BB sebelumnya= 51 kg, BB saatini 50 kg kurang dari
- Klien kurang makan sayur dan jarang makan kebutuhan tubuh
buah-buahan
- klienhidupsendiri

RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Timbang berat badan 1. R/mengetahui perubahan
tindakan keperawatan setiap hari keadaan umum nutrisi pada
selama 1x24 jam klien
diharapkan
ketidakseimbangan 2. Anjurkan makan sedikit 2. R/Dilatasi gaster dapat
nutrisi : nutrisi kurang tapi sering terjadi bila pemberian
dari kebutuhan tubuh makan terlalu cepat setelah
teratasi dengan periode puasa
Kriteria hasil :
1. Nafsu makan 3. Anjurkan makan-makanan3. R/membantu meningkatkan
meningkat yang lunak dan mudah intake makanan
2. Berat badan meningkat dicerna.
3. Adanya perubahan pola
makan 4. Membantu meningkatkan
4. Konjungtiva normal 4. Anjurkan keluarga untuk nafsu makan
5. Klien tampak tidak menyediakan makanan
lemah kesukaan klien.
5. R/ Mencegah terjadinya
5. Anjurkan makan makanan mual dan membantu
yang disajikan dalam meningkatkan nafsu makan
kondisi hangat

Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 Tgl 25 Maret 2012 (09.00 wib) 26 Maret 2012 (09.00 wib)
DS : “Saya sudah
1. Menimbang berat badan setiap hari menghabiskan setengah porsi
Hasil : BB = 50 kg makanan”

2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering DO :


Hasil : - K/u baik
Anjuran telah di berikan , klien akan - Nafsumakanklienmeningkat
melakukan anjuran. - Konjungtiva normal
- TD : 100 / 70 mmhg
3. Menganjurkan makan makanan yang - N : 80 x/m
lunak dan mudah dicerna - RR : 20 x/m
Hasil : - S : 36,6 oC
Klien setuju untuk makan makanan yang- BB 50 kg
lunak dan mudah dicerna

4. Menganjurkan keluarga untuk A : Masalah nutrisi kurang dari


menyediakan makanan kesukaan klien kebutuhan tubuh teratasi
Hasil : sebagian
Anjuran telah diberikan, keluarga 1. Nafsu makan meningkat
mengungkapkan akan melakukan apa 2. Adanya perubahan pola makan
yang di anjurkan. 3. Konjungtiva normal
4. Klien tampak tidak lemah
5. Menganjurkan makan makanan yang
disajikan dalamkondisi hangat P: Lanjutkan intervensi
Hasil :
Klien setuju untuk makan makanan yang
disajikan dalam kondisi hangat

Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria

Lihat komentar
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGI DAN
PSIKOSOSIAL
Jumat, 27 Juni 2014
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan Psikokosial

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGI DAN PSIKOSOSIAL

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia
usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk
menghambat kejadiannya (Arya, 2008). Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002).

Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Lansia banyak
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi
(Akhmadi, 2009).Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat
disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan 'senilitas'. Perubahan `senesens' adalah
perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubahan 'senilitas' adalah
perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi
badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah
pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karena itu lansia
adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi
hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu dalam pendekatan pelayanan
kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup
sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja
tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan
yang komprehensif.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan psikososial?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami
gangguan psikososial.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tentang Konsep Teori Lansia

b. Mengetahui tentang Teori Psikososial Lansia

c. Mengetahui tentang Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia

d. Mengetahui tentang Perubahan Psikososial pada Lansia

e. Mengetahui tentang Macam-macam Masalah Keperawatan Psikososial

f. Mengetahui tentang Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Lansia

1. Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:

a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

2. Proses Menua

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa
tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan menurun,
gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat.

B. Teori Psikososial Lansia

1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha menuntun
generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia yang tidak
mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya karena tidak
merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut Erikson yang dikutip oleh
Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman,
generatif dan integritas yang utuh.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:

a. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja
secara seimbang.

b. Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti:

1) Gangguan jantung
2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang

6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:

a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.

b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya .

c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

d) Pasangan hidup telah meninggal

e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

c. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami
post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya

3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap
merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.

5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

d. Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan
pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki
jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang
akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua,
sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

e. Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila
ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat
untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang
tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik
dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

3. Perubahan Psikososial yang terjadi pada Lansia

Ada beberapa macam perubahan psikososial yang terjadi pada lansia menurut Anonim
(2006) antara lain :

1) Perubahan fungsi sosial

Perubahan yang dialami oleh lansia yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas sosial pada
tahap sebelumnya baik itu dengan lingkungan keluarga atau masyarakat luas.
2) Perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangan

Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia
lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila pada tahap
perkembangan sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta
membina hubungan yang serasi dengan orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya.
3) Perubahan tingkat depresi

Tingkat depresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani hidup dengan tenang, damai, serta
menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang.
4) Perubahan stabilitas emosi

Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan
– perubahan fisik, maupun sosial – psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan
kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.

4. Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial

a. Depresi

1. Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
rnakan, psikomotor, konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998).

2. Tanda Dan Gejala Depresi

Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa aspek
seperti:

a) Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,
ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.

b) Fisiologik

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan pencernaan,
insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat
badan.

c) Kognitif

Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi,


menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis,
ketidakpastian.

d) Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah
tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial,
mudah menangis, dan menarik diri.

b. Berduka Cita

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Periode
duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seorang penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat
disanyangi bias mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2
tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan
periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat
mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti
dengan menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut
biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan
pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati
mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode
berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul
depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti
depresan.

c. Kesepian

Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).

Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup
sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak
terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh
mengalami kesepian.

Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias
bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di
samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas
penderita dalam hal-hal tersebut.

d. Dementia

1. Pengertian

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.

2. Karakteristik Demensia

Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga akan mengalami keadaan
yang sama seperti orang depresi yaitu akan mengalami deficit aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS), gejala yang sering menyertai demensia adalah :

A. Gejala Awal
 Kinerja mental menurun
 Fatique
 Mudah lupa
 Gagal dalam tugas
B. Gejala Lanjut

 Gangguan kognitif
 Gangguan afektif
 Gangguan perilaku
 C. Gejala Umum
 Mudah lupa
 Aktivitas sehari-hari terganggu
 Disorientasi
 Cepat marah
 Kurang konsentrasi
 Resti jatuh

C. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia

1. Pengkajian

Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi massalah keperawatan meliputi aspek

a. Fisik

 Wawancara
 Pemeriksaan fisik: Head to Toe dan system tubuh
b. Psikologis

Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan Status Mental.

Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir),


merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah termasuk
penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktifitas bicara.
Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk,
gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat (Kaplan et al, 1997).
Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng
terdapat pada penderita penyakit Parkinson (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita
merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan
et al, 1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita
menderita gangguan pendegaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat
(Gunadi, 1984).

Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut
usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua,
tidak peduli, terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995; Laitman, 1990).

1. Gangguan Persepsi.

Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh
penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama periode halusinasi. Adanya kebingungan
menyatakan suatu kindisi organic. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi
fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut siperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti
(Hamilton, 1985).

2. Fungsi Visuospasial.

Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia. Meminta
penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam penilaian.
Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu
(Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

3. Proses Berpikir.

Gangguan pada progesi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas,


asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk dapat
mengerti pikiran abstrak mungkin merupakan tanda awal dementia.
4. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, kompulsi atau waham.

Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa harus menetukan
apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita.
Waham mungkin merupakan alas an untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin secara
keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997;
Hamilton, 1985; Laitman, 1990).

5. Sensorium dan Kognisi.

Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi


mempermasalahkan informasi dan intelektual (Hamilton, 1985; Weinberg, 1995).

6. Kesadaran.

Indicator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran , adanya
fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam
keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

7. Orientasi.

Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan
kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,.
Gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selama periode
stress fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar
lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara: apakah penderita,
mengenali namanya sendiri, dan apakah juga mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu
diuji dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan dan hari.

8. Daya Ingat.

Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes yang
siberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk
mengulangi maju dan mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan
menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya
ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga benda pada
awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara.
Atau dengan mengulangi cerita tadi secara tepat/persis (Hamilton, 1985).

9. Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan.

Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi
intelektual. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 angka dari
100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya samapi dicapai angka 2. Pemeriksa
mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta
penderita untuk menghitung mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

10. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan.

Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa
harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderitam status social ekonomi dan pengalaman
hidup penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.

11. Membaca dan Menulis.

Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan menetukan
apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita
membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis pada penderita. Apakah menulis
dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat. (Hamilton, 1985).

12. Pertimbangan.

Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai


situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh
penderita, misalnya jika ia menemukan surat tertutup, berperangko dan ada alamatnya di jalan
anu? Apa yang akan dilakukan oleh penderita bila ia mencium bau asap di sebuah gedung
bioskop? Apakah penderita mampu mengadakan pembedaan? Apakah penderita mampu
membedakan antara seorang kerdil dan seorang anak? Mengapa seorang memerlukan KTP atau
surat kawin? Dan seterusnya.

c. Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970). Perawat harus bias memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya dalam keadaan
sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia
akan memberika reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup
ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang
mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumny
pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang
penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada
klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui
agama mereka.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri

Tujuan :
1) Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
2.) Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan

Intervensi
 Bina hubungan saling percaya
 Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
 Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan
kepuasan timbal balik :
a) Beri penguatan dan kritikan yang positif

b) Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.

c) Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif

d) Hindari ketergantungan klien


 Libatkan dalam kegiatan ruangan.
 Ciptakan lingkungan terapeutik
 Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi

Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya

Intervensi
 Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
 Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
 Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
 Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih
apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
 Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan. Contoh :
Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
handuk, pakaian bersih)
 Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
 Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
 Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
 Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
 Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
 Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas


Tujuan :
1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Intervensi
 Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya
 Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
 Kurangi tidur pada siang hari
 Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
 Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
 Mandi air hangat sebelum tidur
 Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya)
 Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya
 Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar pasien
dapat tidur.

d. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
 Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
 Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
 Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
 Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
 Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
 Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
 Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
 Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan
masalah

e. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon
kehilangan pasangan.
Tujuan :
1) Klien merasa harga dirinya naik.
2) Klien mengunakan koping yang adaptif.
3) Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi
 Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
 Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
 Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
 Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
 Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
 Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon koping yang adaptif.
 Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
 Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang


pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang harus diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu
di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri
oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai
pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
B. Saran

Melalui makalah ini kami mengharapkan mahasiswa dapat mengetahui mengenai askep
lansia masalah psikososial, mulai dari konsep psikososial, masalah psikososial pada lansia serta
asuhan keperawatan terkait dengan masalah psikososial tersebut.
Diposting oleh Kristina Barek Woka di 22.16
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Kristina Barek Woka

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2014 (5)
o ▼ Juni (5)
 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
 Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikolog...
 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...

Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.


Desi

Pages
 Tuis

Blogger templates
Archive
 ▼ 2013 (1)
o ▼ April (1)
 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN
PSIKOLO...

Blogroll
Meer oor my

Desi Artika
Bekyk my hele profiel
Aangedryf deur Blogger.

Dinsdag, 23 April 2013


ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGI
DAN PSIKOSOSIAL
Geplaas deur Desi Artika om 19:26

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan,
diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin
ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatrik, analaog dengan psikiatrik anak
(Brocklehurts, Allen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan
pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manisfestasi klinis, pathogenesis dan
patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis dewasa muda dan lanjut usia (Weinberg, 1995;
Kolb-Brodie, 1982). Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara
lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat
(polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi,
1984).
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai dipertimbangkan adanya
pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang cukup besar. Bangsal akut, kronis dan day hospital,
merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan (Brocklehurts, Allen, 1987).
Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatrik dan geriatrik dapat dilihat pada bab
mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan psikologi dan psikososial?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan
psikologi dan psikososial.

1.3.2. Tujuan Khusus


1) Mengetahui tentang Konsep Teori Lansia
2) Mengetahui tentang Teori Kejiwaan Lansia
3) Mengetahui tentang Teori Psikologi dan Psikososial.
4) Mengetahui tentang Teori Psikososial Lansia
5) Mengetahui tentang Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial
6) Mengetahui tentang Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori Lansia


2.1.1. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2.1.2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan menurun,
gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat.

2.2. Teori Kejiwaan Lansia


2.2.1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.
2.2.2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimiliki.
2.2.3 Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut
usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni:
 Kehilangan Peran
 Hambatan Kontak Sosial
 Berkurangnya Kontak Komitmen

2.3. Teori Psikologi


2.3.1. Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah:
a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang dapat
muncul sebagai akibat tuntutan:
a. Kematangan fisik
b. Harapan dan kebudayaan masyarakat
c. Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi
seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).

2.3.2. Teori Individual Jung


Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seorang dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau
kearah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu dan merupakan hal yang paling penting bagi
kesehatan mental.

2.3.3. Teori Delapan Tingkat Kehidupan


Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana kondisi
psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah
mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa
pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan
hidup atau timbulnya perasaan putus asa. Peck (1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori
perkembangan Erikson dengan mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilih
dalam tiga tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan
tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang
harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan mendapatkan
dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua
(preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan
sebagai sesuatu yang menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari
orang tua tersebut.

2.4. Teori Psikososial Lansia


2.4.1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha menuntun
generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia yang tidak mencapai
integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya
bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan
psikososial lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas
yang utuh.

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia menurut
Kuntjoro (2002), antara lain:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti:
a. Gangguan jantung
b. Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
c. Vaginitis
d. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
f. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya .
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak
seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami
post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi
merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap
merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
4. Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya
sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa
pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki
jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya
diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut
dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan
pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki
kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa
lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya,
masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia
tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur,
penghasilan berkurang dan sebagainya.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun
tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap
memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat
bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada
hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia

2.5. Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial


2.5.1. Depresi
2.5.1.1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan,
psikomotor, konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri
(Kap'an dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan
marah yang dalam (Nugroho, 2000). Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan depresi
merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan penyebab tindakan bunuh diri.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah,
rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat, 1996). Sedangkan menurut Hawaii (1996;,
depresi adalah bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai dengan
kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa. Depresi
adalah suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan (Stuart dan Sundeen, 1998).

2.5.1.2. Tanda Dan Gejala Depresi


Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa aspek
seperti:
1. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,
ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
2. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan pencernaan,
insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
3. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi,
menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis,
ketidakpastian.
4. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah
tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial,
mudah menangis, dan menarik diri.

Menurut PPDGJ-III (Maslim,1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan gejala-gejalanya yaitu:


1. Depresi Ringan
Gejala :
a) Kehilangan minat dan kegembiraan
b) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas.
c) Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

2. Depresi Sedang
Gejala :
a) Kehilangan minat dan kegembiraan
b) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas.
c) Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

3. Depresi Berat
Gejala :
a) Mood depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
d) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h) Tidur terganggu
i) Disertai waham, halusinasi
j) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
2.5.1.3. Karakteristik Depresi Pada Lanjut Usia
Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia,- depresi ini sering di diagnosis salah
atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lanjut usia yang mengunjungi praktik dokter umum adalah
mereka dengan depresi, tetapi ; acapkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak memfokuskan
pada keluhan badaniah yang sebetulnya ; adalah penyerta dari gangguan emosi (Mahajudin, 2007).
Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan keadaan ini,
mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamrkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik
lainnya (masked depression). Selain itu isolasi sosial, sikap orang tua, penyangkalan pengabaian
terhadap proses penuaan normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya gangguan
ini. Depresi pada orang lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya keluhan tidak merasa berharga,
sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong, tidak ada harapan, menuduh
diri, ide-ide pikiran bunuh diri dan pemilihan diri yang kurang bahkan penelantaran diri (Wash,
1997).

Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia :


1. Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada lansia yang menunjukkan gejala depresi. Pertama,
individu yang mengalami depresi memiliki self-esteem yang sangat rendah. Mereka berpikir tidak
adekuat, tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa bersalah
terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, lansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah dan
segala sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-confident)
yang tidak adekuat. Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani hidupnya, selalu
meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga merasa tidak ada gunanya
berusaha. Keempat, membesar-besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah.
Kelima, proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya berkurang. Keenam,
generalisasi dari gejala depresi, harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi.
2. Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan , murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat
dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami depresi
menggambarkan dirinya berada dalam lubang gelap yang tidak dapat terjangkau dan tidak dapat
keluar dari sana.
3. Somatik
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi seperti pola tidur yang
terganggu ( insomnia ), gangguan pola makan dan dorongan seksual yang berkurang. Lansia lebih
rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain karena aging proces
juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel darah putih yang kurang (Schleifer
et all, 1984 ; Samiun, 2006).
4. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi motor. Sering duduk dengan
terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering
menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau minat yang cukup untuk
menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian depresi pada lansia, menurut Sadavoy et all (2004)
gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola tidur (sleep) pada lansia
yang dapat berupa keluhan susah tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi,
penurunan minat dan aktifitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri (guilty), merasa cepat
lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan konsentrasi dan proses pikir
(concentration), nafsu makan menurun (appetite), gerakan lamban dan sering duduk terkulai
(psychomotor) dan penelantaran diri serta ide bunuh diri (suicidaly)

2.5.1.4. Penyebab Depresi


Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), faktor penyebab depresi ialah :
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga
dan keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah
yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda atau
yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri
rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
5. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang di dominasi oleh
evaluasi negatif seseorang terhadap diri sesorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
6. Model ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness ), menunjukkkan bukan semata-
mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang
tidak adaptif.
7. Model perilaku, berkembang dari teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi
terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
8. Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi,
termasuk definisi katekolamin, disfungsi endokri, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik
dalam irama biologis.

B. Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan ( depresi ) menurut
Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :
1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi
fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep
kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan
mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada
wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti infeski,
neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan gangguan alam perasaan.
Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang
menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering
disertai depresi.

Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi (teori
biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari
psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan objek).

2.5.1.5. Penyebab Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental health) yang serius dan
kompleks, tidak hanya dikarenakanaging process tetapi juga faktor lain yang saling terkait.
Sehingga dalam mencari penyebab depresi pada lansia harus dengan multiple approach. Menurut
Samiun (2006) ada 5 pendekatan yang dapat menjelaskan terjadinya depresi pada lansia yaitu :
1. Pendekatan Psikodinamik
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa aman dan
terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati dan lain-lain. Menurut Hawari (1996), seseorang
yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love object) dapat jatuh dari
kesedihan yang dalam. Sebagai contoh seorang kehilangan orang yang dicintai (terhadap suami
atau istri yang meninggal), kehilangan pekerjaan/jabatan dan sejenisnya akan dan menyebabkan
orang itu mengalami kesedihan yang mendalam, kekecewaan yang diikuti oleh rasa sesal, bersalah
dan seterusnya, yang pada gilirannya orang akan jatuh dalam depresi.
Freud mengemukakan bahwa depresi terjadi sebagai reaksi terhadap kehilangan. Perasaan
sedih dan duka cita sesudah kehilangan objek yang dicintai (loss of love object), tetapi seringkali
mengalami perasaan ambivalensi terhadap objek tersebut (mencintai tetapi marah dan benci
karena telah meninggalkan). Orang yang mengalami depresi percaya bahwa intropeksi merupakan
satu-satunya cara ego untuk melepaskan suatu objek, sehingga sering mengritik, marah dan
menyalahkan diri karena kehilangan objek tadi (Kaplan et all, 1997). Depresi yang terjadi pada
lanjut usia adalah dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh dan perubahan yang terjadi
terutama perubahan psikososial. Perubahan-perubahan tersebut diatas seringkali menjadi stresor
bagi lanjut usia yang membutuhkan adaptasi biologis dan biologis. Menurut Maramis (1995), pada
lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi
terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan depresi.
Strategi adaptasi yang seringkali digunakan lansia yang mengalami depresi adalah strategi
pasif (defence mcanism) seperti menghindar, menolak, impian, displacement dan lain-lain (Coyne
ett all, 1981 ; Samiun, 2006). Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali melibatkan
dukungan sosial (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stresor.
Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup,
kurang mengalami depresi bila berhadapan dengan stres (Billings, et all, 1983 ; Samiun , 2006).

2. Pendekatan Perilaku Belajar


Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu yang kurang
menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan hukuman (punishment) yang lebih banyak
dibandingkan individu yang idak depresi (Lewinsohn, 1974 ; Libet & Lewinsohn, 1997 ; Samiun,
2006). Dampak dari kurangnya hadiah dan hukuman yang lebih banyak ini mengakibatkan lansia
merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan memiliki self-esteem yang
kurang dan mengembangkan self-concept yang rendah. Hadiah dan hukuman bersumber dari
lingkungan (orang-orang dan peristiwa sekitar) dan dari diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk
jika seseorang menilai hadiah yang diterima terlalu rendah dan hukuman yang diterima terlalu
tinggi terutama untuk tingkah laku mereka sendiri, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan
antara nilai reward dan punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri sendiri yang tidak
tepat dapat menimbulkan depresi (Rehm, 1997 ; Wicoxon, et all, 1997 ; Samiun 2006).
Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan dari hadiah dan hukuman adalah seseorang jika pindah
ke tempat lain yang dapat mengakibatkan kehilangan sumber-sumber hadiah dan perubahan dari
tingkah laku yang mendapat hadiah sehingga aktifitas yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak
berguna. Standar untuk hadiah dan hukuman yang meningkat menyebabkan performansi yang
diperlukan untuk mendapat hadiah lebih tinggi. Kehilangan hadiah yang sebelumnya diterima
dapat menyebabkan depresi apabila sumber alternatif untuk mendapat hadiah tidak ditemukan.

3. Pendekatan Kognitif
Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami depresikarena
memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan
diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya, seseorang yang berhasil mendapatkan
pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut dan menginterpretasikan sebagai suatu yang
kebetulan dan tetap memikirkan kegagalannya. Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan
memiliki self-concept sebagai seorang yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa depannya
suram dan penuh dengan kegagalan. Masalah utam pada lansia yang depresi adalah kurangnya rasa
percaya diri (self-confidence) akibat persepsi diri yang negatif (Townsend, 1998).
Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak menyadari adanya
distorsi pemikiran dan adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga menyebabkan
tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha. Individu menjadi tidak dapat
mengontrol aspek-aspek negative dari kehidupannya dan merasa tidak berdaya (helplessness).
Perasaan ketidakberdayaan ini yang menyebabkan depresi (Abramson, 1978; Peterson, 1984;
Samiun, 2006).
Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering
adalah melibatkan distorsi negative pengalaman hidup, penilaian diri yang negative, pesimistis dan
keputusasaan. Pandangan negative dan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Pengalaman awal memberikan dasar
pemikiran diri yang negative dan ketidakberdayaan ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik yang
terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan yang sering dialami
individu (Beck, et al., 1979; Samiun, 2006).

4. Pendekatan Humanistik – Eksitensial


Teori humanistic dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi karena adanya
ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu yang menyadari jurang yang dalam
antara reality self dan ideal self dan tidak dapat dijangkau, sehingga menyerah dalam kesedihan
dan tidak berusaha mencapai aktualisasi diri.
Menyerah merupakan factor yang penting terjadinya depresi. Individu merasa tidak ada lagi
pilihan dan berhenti hidup sebagai seeorang yang real. Pada lansia yang gagal untuk bereksistensi
diri menyadari bahwa mereka tidak mau berada pada kondisinya sekarang yang mengalami
perubahan dan kurang mampu menyesuaikan diri, sehingga kehidupan fisik mereka segera
berakhir. Kegagalan bereksistensi ini merupakan suatu kematian simbolis sebagai seseorang yang
real.

5. Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang rendah
(neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur
kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti
mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku motor (Sachar, 1982; Samiun, 2006),
sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar. Monozogotik
Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara
(Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger & Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu diturunkan.
Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan interaksi yang
unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi, perasaan rendah diri
karena penurunan kemampuan rendah diri, kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta
kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian, genetic, dan factor biologis penurunan
neuron-neuron dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada
lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada
lansia dianggap sebagai hal yang wajar terjadi.

2.5.1.6. Depresi Lanjut Usia Pasca Kuasa (POST POWER SYNDROME)


Depresi pada pasca kuasa adalah perasaan sedih yang mendalam yang dialami seseorang
setelah mengalami pension. Salah satu factor penyebab depresi pada pasca kuasa adalah karena
adanya perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kekuasaan ketika pension. Meskipun
tujuan ideal pension adalah agar para lansia dapat menikmati hati tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pension sering dirasakan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri (Rini J, 2001).
Menurut Kuntioro (2002), reaksi setelah orang memasuki masa pension lebih tergantung dari
model kepribadiannya. Untuk mensiasati agar masa pension tidak merupakan beban mental lansia,
jawabannya adalah sangat tergantung pada sikap dan mental individu dalam masa pensiun, dalam
kenyataannya ada yang menerima ada yang takut kehilangan ada yang merasa senang memiliki
jaminan hari tua da nada juga yang seolah-olah acuh terhadap pension (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu baik positif maupun
negative. Dampak positif lebih menentramkan driri lansia dan dampak negative akan mengganggu
kesejahteraan hidup.
Secara umum peristiwa kehidupan meliputi kehilangan harga diri, gangguan interpersonal,
peristiwa social yang tidak diinginkan dan gangguan pola kehidupan yang besar. Kejadian yang
tidak diinginkan juga sering menjadi factor presipitasi depresi. Kejadian di masa lampau
(perpisahan dan segala macam kehilangan) lebih sering memperburuk gejal kejiwaan, perubahan
kesehatan fisik, gangguan penampilan peran social dan depresi (Stuart dan Larairam, 1998).
Menurut Hawari (1996) orang yang mempunyai jabatan adalah orang yang mempunyai
kekuasaan, wewenang, dan kekuatan (power). Orang yang kehilangan jabatan berarti orang yang
kehilangan kekuasaan dan kekuatan (powerless), artinya sesuatu yang dimiliki dan dicintai kini
telah tiada (loss of love object). Dampak dari loss of love object ini adalah terganggunya
keseimbangan mental/emosional dengan manifestasi berbagai keluhn fisik, kecemasan dan
terlebih-lebih depresi. Keluhan-keluhan tersebut di atas disertai dengan perubahan sikap dan
perilaku, merupakan kumpulan gejala yang disebut sindroma pasca kuasa (post power syndrome).
Perubahan sikap dan perilaku tersebut merupakan dampak atau keluhan psikososial dari orang
yang baru kehilangan jabatan atau kekuasaan.
Kehilangan jabatan atau kekuasaan berarti perubahan posisi, yang dahulu kuat kini merasa
lemah. Perubahan posisi ini mengakibatkan perubahan dalam alam fikir (rasio) dan alam perasaan
pada diri yang bersangkutan. Kalau keluhan-keluhan yang bersifat fisik (somatik) dan kejiwaan
(kekecewaan atau depresi) itu sifatnya kedalam, tertutup dan tidak terbuka maka keluhan
psikososial inilah yang sering menampakan diri dalam bentuk ucapan maupun sikap dan perilaku.
Keluhan-keluhan psikososial terjadi disebabkan karena perubahan posisi yang
mengakibatkan perubahan persepsi dari diri yang bersangkutan terhadap kondisi psikososial di
luar dirinya. Guna menghindari rasa kecewa dan tidak senang itu, orang menggunakan mekanisme
defensive antara lain berupa makanisme proyeksi dan rasionalisasi itulah maka terjadi perubahan
persepsi seseorang terhadap kondisi psikososial sekelilingnya. Menurut Maramis (1995), bahwa
stress psikologis terutama pada jiwa, seperti kecemasan, kekecewaan dan rasa bersalah yang
menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologis. Mungkin pada sewaktu-waktu, hanya gejala
badaniah atau gejala psiokologik saja yang menonjol, tetapi kita harus mengingat bahwa manusia
itu senantiasa bereaksi secara holistic, yaitu bahwa seluruh manusia itu terlibat dalam hal ini.
Karena manusia bereaksi secara holistic, maka depresi terdapat juga komponen psikologik
dan komponen somatic. Gejala-gejala psikologik ialah menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistis,
putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil keputusan lekas lupa timbul
pikiran bunuh diri. Sedangkan gejala badaniah ialah penderita kelihatan tidak senang, lelah tak
bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup, terdapat anoreksia
(kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan
konstipasi.

2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal di panti wreda
(Endah dkk, 2003) :
a. Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk menentukan tujuan hidup
dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Tempat dan situasi yang baru,
orang0orang yang belum dikenal, aturan dan nilai-nilai yang berbeda, dan keterasingan
merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya keinginan dan
motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan
kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik adalah kekurangan
kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress lingkungan sering
menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali melibatkan dukungan
social (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti
bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang
mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983; Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa hidupnya telah
gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai
mengakibatkan lansia memandang masa depan suram dan selalu menyesali diri, sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru tinggal di institusi.

b. Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan dukungan social
mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada lansia. Menurunnya kepasitas hubungan
keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat
menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini
dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara
integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan
self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi terjadinya depresi. Sulit
bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan rumah
tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh karena masalah kesehatan atau social ekonomi merupakan
pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan kenangan lama dan pertalian persahabatan
yang telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia merasa
kesepian dan kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan depresi (Friedman, 1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan pekerjaannya yang
hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal di institusi mengakibatkan hilangnya gairah
hidup, kepuasaan dan penghargaan diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran
penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami penyesuaian diri dengan peran
barunya sehingga seringkali menjadi tidak percaya dan rendah diri (Rini, 2001).

c. Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan kecenderungan
lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih untuk
menaruhnya di panti lansia (Darmojo & Martono, 2004). Pergeseran system keluarga (family
system) dari extendend family ke nuclear family akibat industrialisasi dan urbanisasi
mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis
menggangap lansia sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah penyelesainnya
dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia memperburuk psikologisnya dan
mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi lansia, karena
tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik bagi lansia sesuai dengan tugas perkembangan
keluarga yang memiliki lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan
mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip oleh Friedman, 1998).

2.5.1.8. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya.
Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika
dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi
dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu
yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai tempat, baik oleh peneliti
maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh
Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan
mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini
memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of
0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi
pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab
“ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk
menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic yang
tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi,
nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang
membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci,
karena GDS hanya merupakan alat penapisan. Spesifikasi rancangan pernyataan perasaan (mood)
depresi seperti tabel berikut:
Table 5.1 Spesifikasi rancangan kuesioner GDS
Butir Soal

Parameter Favorable Unfavorable


Minat aktivitas 2, 12, 20, 28 27
Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19
Perasaan sepi dan bosan 3, 4
Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24
Perasaan bersalah 6, 8, 11, 18, 23 1
Perhatian/konsentrasi 14, 26, 30 29
Semangat atau harapan terhadap masa 13, 22 5, 7, 21
depan

Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk
jawaban “tidak” sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban
“ya” diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia sebagai
berikut:
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya?
2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau
kesenangan akhir-akhir ini?
3. Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup
ini?
4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?
5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di
masa depan?
6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
menganggu terus menerus?
7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?
8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada anda?
9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?
11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?
12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar
dan mengerjakan sesuatu?
13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?
15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini
menyenangkan?
16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?
17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?
18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu?
19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?
20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang
baru?
21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan?
23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaannya daripada bapak/ibu?
24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?
25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?
26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi
hari?
28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?
30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dulu?

2.5.1.9. Upaya Penanggulangan Depresi Pada Lansia


Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekannkan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena
pendekatan daru satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang
membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang
kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu pendekatan yang
tidak tertuju pada kondisi fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek psychological, psikososial,
spiritual dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang
menggunakan semua upaya untuk meningkatan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan
menyeluruh (Hawari, 1996).
Ada beberapa upaya penanggulangan depresi dengan eclectic holistic approach, diantaranya:
1) Pendekatan Psikodinamik
Focus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap konflik-konflik yang
berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya penanganan depresi dengan mengidentifikasi
kehilangan dan stress yang menyebabkan depresi, mengatasi, dan mengembangkan cara-cara
menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi yang bertujuan untuk memulihkan
kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat ego. Menurut Kaplan et all (1887), pendekatan
ini tidak hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi juga untuk mendapatkan perubahan struktur
dan karakter kepribadian yang bertujuan untuk perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman,
mekanisme mengatasi stressor, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi.
Pendekatan keagaman (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan pada lansia. Pemikiran-
pemikiran dari ajaran agama apapun mengandung tuntunan bagaimana dalam kehidupan di dunia
ini manusia tidak terbebas dari rasa cemas, tegang, depresi, dan sebagainya. Demikian pula dapat
ditemukan dalam doa-doa yang paada intinya memohon kepada Tuhan agar dalam kehidupan ini
manusia diberi ketenangan, kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia dan di akhirat (Hawari,
1996).
2) Pendekatan Perilaku Belajar
Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan berlebihannya
hukuman atas diri dapat di atasi dengan pendekatan perilaku belajar. Caranya dengan identifikasi
aspek-aspek leingkungan yang merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan
keterampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau mengurangi pengalaman yang
menghukum, seperti assertive training, latihan keterampilan social, latihan relaksasi, dan latihan
manajemen waktu. Usaha berkutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan self-
reinforcement, yang diberikan segera setelah tugas dapat diselesaikan.
Menurut Samiun (2006), ada tiga hal yang p[erlu diperhatikan dalam pemberian hadiah
dan hukuman, yaitu tugas dan teknik yang diberikan terperinci dan spesifik untuk aspek hadiah
dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu. Teknik ini dapat untuk mengubah tingkah laku
supaya meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman, serta individu harus diajarkan
keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman.
3) Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikit tentang keberhasilan
masa lalu dan sekarang dengan cara mengidentifikasi pemikiran negative yang mempengaruhi
suasana hati dan tingkah laku, menguji individu untuk menentukan apakah pemikirannya benar
dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan yang lebih baik (Beck, et al, 1979; Samiun,
2006). Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaaan (belief) individu yang terbentuk dari
rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa/pengalaman yang dialami yang
menentukan emosi dan tingkah laku diri.
Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah menghilangkan episode depresi
dan mencegah rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji kognisi negative,
mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif, serta melatih respon kognitif dan
perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan pemikiran yang positif.
4) Pendekatan Humanistik Eksistensial
Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari kebaradaannya didunia
ini dengan memperluas kesadaran diri, menemukan dirinya kembali dan bertanggung jawab
terhadap arah hidupnya. Dalam pendekatan ini, individu yang harus berusaha membuka pintu
menuju dirinya sendiri, melonggarkan belengu deterministic yang menyebabkan terpenjara secara
psikologis (Corey, 1993; Samiun, 2006). Dengan mengeksplorasi alternative ini membuat
pandangan menjadi real, individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mempu
menetapkan masa depan.
5) Pendekatan Farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi psikofarmaka
(farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan pilihan alternative. Hasil terapi dengan obat
anti depresan adalah baik dengan dikombinasikan dengan upaya psikoterapi.

2.5.2. Berduka Cita


Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Periode duka cita
merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya
pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat disanyangi bias
mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang
selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2 tahun pertama
setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan periode yang sangat
rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan
dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan menangis dan
kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut biasanya tidak bersifat
self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode tersebut
berlalu. Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan, memberikan
hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu
berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik
mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.

2.5.3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran (Brocklehurts-
Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup sendiri
tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat
lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh mengalami
kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias bertindak
menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di samping
memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas penderita
dalam hal-hal tersebut.

2.5.4. Dementia
2.5.4.1. Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat
dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi
kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan
mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita.

2.5.4.2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena pengobatan yang baik
pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan sehari-hari yang normal. Untuk mengingat
berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut:
D Drugs (obat)
Obat sedative
Obat penenang minor atau mayor
Obat anti konvulsan
Obat anti hipertensi
Obat anti aritmia
E emotional (gangguan emosi, ex: depresi)
M metabolic dan endokrin
Seperti: DM
Hipoglikemia
Gangguan ginjal
Gangguan hepar
Gangguan tiroid
Gangguan elektrolit
E Eye & Ear (disfungsi mata dan telinga)
N Nutritional
Kekurangan vit B6 (pellagra)
Kekurangan vit B1 (sindrom wernicke)
Kekurangan vut B12 (anemia pernisiosa)
Kekurangan asam folat
T Tumor dan Trauma
I Infeksi
Ensefalitis oleh virus, contoh: herpes simplek
Bakteri, contoh: pnemokok
TBC
Parasit
Fungus
Abses otak
Neurosifilis
A Arterosklerosis (komplikasi peyakit aterosklerosis, missal: infark miokard, gagal jantung, dan
alkohol).

Keadaan yang secara potensial reversible atau yang bias dihentikan seperti:
 Intoksikasi (obat, termasuk alkohol)
 Infeksi susunan saraf pusat
 Gangguan metabolic
 Gangguan vaskuler (demensia multi-infark)
 Lesi desak ruang:
 Hematoma subdural akut/kronis
 Metastase neoplasma
 Hidrosefalus yang bertekanan normal
 Depresi (pseudo-demensia depresif)

Penyebab dari Demensia Non Reversible :


1. Penyakit Degenerative
 Penyakit Alzhemeir
 Demensia yang berhubungan dengan badan Lewy
 Penyakit pick
 Penyakit Huntingon
 Kelumpuhan supranuklear progresif
 Penyakit Parkinson
2. Penyakit Vaskuler
 Penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-infark)
 Penyakit Binswanger
 Embolisme serebral
 Arteritis
 Anoksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat intiksikasi karbon monoksida
3. Demensia Traumatic
 Perlukaan kranio-serebral
 Demensia pugilistika
4. Infeksi
 Sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS)
 Infeksi opportunistic
 Penyakit creutzfeld-jacob progresif
 Kokeonsefalopati multi fokal progresif
 Demensia pasca ensefalitis
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia
adalah penyakit Alzhemeir, penyakit vaskuler (pembuluh darah), demensia leury body, demensia
frontotemporer dan 10% diantaranya disebabkan oleh penyakit lain. Penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada 7S, sebagian dapat disembuhkan dan sebagian besar
tidak dapat disembuhkan. 50%-60% penyebab demensia adalah penyakit Alzhemeir. Alzhemeir
adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat
ditransmisikan sebagaimana mestinya.

2.5.4.3. Karakteristik Demensia


Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga akan mengalami keadaan
yang sama seperti orang depresi yaitu akan mengalami deficit aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS), gejala yang sering menyertai demensia adalah :
A. Gejala Awal
 Kinerja mental menurun
 Fatique
 Mudah lupa
 Gagal dalam tugas
B. Gejala Lanjut
 Gangguan kognitif
 Gangguan afektif
 Gangguan perilaku
C. Gejala Umum
 Mudah lupa
 Aktivitas sehari-hari terganggu
 Disorientasi
 Cepat marah
 Kurang konsentrasi
 Resti jatuh

2.5.4.4. Klasifikasi Demensia


A. Dementia Senilis
Kekurangan peredaran darah ke otak serta pengurangan metabolism dan O2 yang
menyertainya merupakan penyebab kelainan anatomis di otak. Pada banyak orang terdapat
kelainan aterosklerosis seperti juga yang terdapat pada demensia senifilis, tetapi tidak diketemukan
gejal-gejal demensia. Otak mengecil terdapat suatu atrofi umum, terutama pada daerah frontal.
Yang penting ialah jumlah sel berkurang. Kadang-kadang ada kelainan otak yang jelas, tetapi
orang itu tidak psikotik, sebaliknya pada orang yang sudah jelas demensia kadang-kadang ada
sedikit kelaianan pada otak, jadi tidak selalu ada korelasi antara besarnya kelainan histology dan
beratnya gangguan intelegensi.
1) Gejala
 Biasanya sesudah umur 60 tahun baru timbul gejala-gejala yang jelas untuk membuat diagnose
demensia senilis. Penyakit jasmaniah atau gangguan emosi yang hebat dapat mempercepat
munduran mental.
 Gangguan ingatan jangka pendek, lupa tentang hal-hal yang baru terjadi, merupakan gejala dini,
juga kekurangan ide-ide dan gaya pemikiran abstrak. Yang menjadi egosentrik dan egoistic, lekas
tersinggung dan marah-marah. Kadang-kadang timbul aktivitas seksual yang berlebihan atau yang
tidak pantas, sesuatu tanda control berkurang atau usaha untuk kompensasi psikologis.
 Penderita menjadi acuh tak acuh terhadap pakaian dan rupanya. Ia menyimpan barang-barang
yang tidak berguna, mungkin timbul waham bahwa ia akan dirampok, akan dirasuni atau ai miskin
sekali atau tidak disuka orang.
 Orientasi terganggu dan ia mungkin pergi dari rumah dan tidak mengetahui jalan pulang.
 Penilaiannya berkurang sehingga ia dapat menyukarkan dan menbahayakan lalu lintas dijalan.
 Ia mungkin jadi korban penjahat karena ia mudah diajak, umpamanya dalam hal penipuan dan
sex.
 Banyak menjadi gelisah waktu malam, mereka berjalan-jalan tak bertujuan dan menjadi
dekstruktif. Mungkin timbul delirium waktu malam, ini karena penglihatan yang terbatas diwaktu
gelap bila penderita dengan demensia senilis ditaruh dalam kamar yang gelap, maka akan timbul
disorientasi.
 Ingatan jangka pendek makin lama makin keras terganggu, maka makin lama makin banyak ia
lupa, sehingga penderita hidup dalam alam pikiran sewaktu ia masih muda atau masih kecil.
 Gejala jasmani: kulit menjadi tipis, keriput, dan atrofis, BB mengurang, atrofi pada otot-otot,
jalannya menjadi tidak stabil, suara kasar, dan bicaranya jadi pelan, dan tremor pada tangan dan
kepala.
 Gejala psikologis: sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum (demensia simplek).
Tetapi tidak jarang juga terjadi kebingungan dan delirium, atau depresi atau serta agitasi. Ada yang
menjadi paranoid. Pada presbiofrenia terutama dapat gangguan ingatan serta konvabulasi dan
dapat dianggap sebagai salah satu jenis demensia senilis dan beberapa gejala yang menonjol dan
sedikit lebih cepat.
2) Prognosa
Tidak baik, jalannya progresif, demensia makin lama makin berat sehingga akhirnya penderita
hidup secara vegetative saja, walaupun demikian penderita dapat hidup selama 10 tahun atau lebih
setelah gejala-gejala menjadi nyata.
3) Diagnosa
Perlu dibedakan dari arteroskelorosa otak, tapi kedua hal ini tidak jarang terjadi bersama-sama.
Pada melankolia involusi tidak didapat tanda-tanda demensia. Kadang-kadang sindroma otak
organis sebab uremia, anemia, payah jantung atau penyakit paru-paru dapat serupa dengan psikosa
senilis.
4) Pengobatan
 Pertahankan perasaan aman dan harga diri, perhatikanlah dan cobalah memuaskan kebutuhan rasa
kasih saying, rasa masuk hitungan, tercapainya sesuatu dan rasa penuh dibenarkan serta dihargai.
 Kamarnya jangan gelap gulita dan taruhlah barang-barang yang sudah ia kenal sejak dulu untuk
mempermudah orientasinya.

B. Dementia Presenilis
Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya ialah seperti sebelum masa senile akan
dibicarakan 2 macam demensia presenilis yaitu:
1. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimeir ini biasanya timbul antara usia 50-60 tahun. Yang disebabkan oleh
karena adanya degenerasi kortek yang difus pada otak dilapisan luar, terutama di daerah frontal
dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pneumoensefalogam, system ventrikel membesar
serta banyak hawa diruang subarachnoid. Penyakit ini dimulai pelan sekali, tidak ada ciri yang
khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan
ingatan, emosi yang lebih, kekeliruan dalam berhitung, dam pembicaraan sehari-hari dapat terjadi
afasi, perseverasi (mengulang-ngulang perkataan; perbuatan tanpa guna), pembicaraan logoklonia
(pengulangan tiap suku kata akhir secara tidak teratur), dan bila sudah berat maka penderita tidak
dapat dimengerti lagi. Ada yang jadi gelisah dan hiperaktif.
Kadang-kadang sepintas lalu timbul aproksia (kehilangan kecakapan yang diperoleh
sebelumnya untuk melakukan pekerjaan atau gerakan yang memerlukan keterampilan),
hemiplegia tau pra plegi, parese pada muka dan spasme pada ekstremitas juga sering terjadi
sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada fase ini sudah sangant dement dan tidak
diadakan kotak dengannya lagi. Biasanya penyakit ini berlangsung selama 5-10 tahun.

2. Penyakit Pick
Secara patologis penyakit ini ialah atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Daerah
motoric, sensorik, dan daerah proyeksi secara relative dan banyak berubah. Yang terganggu ialah
daerah kortek yang secara filogenptik lebih mudah dan yang penting buat fungsi asosiasi yang
lebih tinggi. Sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir.
Penyakit ini mungkin herediter, diperkirakan terdapat factor menjadi pencetus dari sel-sel
ganglion yang tertentu yaitu: yang genetic paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian atrofis
sehingga kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran. Biasanya terjadi pada umut 45-60
tahun, yang termuda yang pernah diberitakan ialah 31 tahun.
Penyakit Pick terdapat 2x lebih banyak pada kaum wanita dari pad kaum pria. Gejala
permulaan: ingatan berkurang, kesukaran dalam pemikiran dan konsentrasi, kurang spontanitas,
emosi menjadi tumpul. Penderita menjadi acuh tak acuh, kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan
diri serta menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.
Dalam waktu 1 tahun sudah terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang jadi susah
dan curiga. Sering terdapat gejala fokal seperti afasia, aproksia, aleksia, tetapi gejala ini sering
diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya
secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan pembuluh darah otak), terdapatnya
logorrhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasia sebab gangguan pembuluh darah). Tidak
jarang ada echolalia dan reaksi stereotip.
Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinensia, kemampuan buat
berbicara hilang dan kekeksia yang berat. Biasanya penderita meninggal dalam waktu 4-6 tahun
karena suatu penyakit infeksi tambahan.
Smapai sekarang tidak ada pengobatan terhadap kasus demensia presenilis. Dapat
direncanakan bantuan yang simptomatik dalam lingkungan yang memadai. Biar gelisah dapat
dipertimbangkan pemberian obat psikotropik.

2.5.4.5. Pemeriksaan Demensia


Pemeriksaan penting yang harus dilakukan untuk penderita, mulai dari pengkajian latar
belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian status mental dan sebagai penunjang juga
diperlukan tes laboratorium.
1. Berikut ini untuk menguji aspek-aspek Kognitif dan Fungsi Mental
Nilai Maksimum Score Pertanyaan
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
sekarang)
5 Dimana kita: (negara
bagian)(wilayah)(kota)(rumah sakit)(lantai)
Registrasi
3 Nama 3 objek: 1 detik untuk mangatakan
masing-masing. Kemudian tanyakan klien
ketiga objek setelah anda mengatakannya.
Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang
benar. Kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ketiganya. Jumlahkan
percobaan dan catat.
Perhatian dan
Kalkulasi
5 Seri 7’s. 1 poin untuk setiap kebenaran
Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja
“kata” ke belakang.
Meminta
3 Minta untuk mengulang ketiga objek di atas.
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran.
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2poin)
Mengulangi hal berikut: “task ada jika, dan
atau tetapi”(1 poin)
Nilai Total
Compos mentis Apatis Somnolen Soporus Koma
Keterangan:
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lanjut. Kriteria demensia:
 Ringan : 21 - 30
 Sedang : 11 – 20
 Berat : < 10
2. Pemeriksaan Portabel untuk Status Mental (PPMS = MMSE = mini mental state examination)
Daftar pertanyaan Penilaian
1. Tanggal berapakah hari ini? (bulan, 0-2 kesalahan = baik
tahun) 3-4 kesalahan = gangguan intelek
2. Hari apakah ini? ringan
3. Apakah nama tempat ini? 5-7 kesalahan = gangguan intelek
4. Berapa nomor telepon bapak/ibu? (bila sedang
tidak ada telepon, dijalan apakah rumah 8-10 kesalahan = gangguan intelek
bapak/ibu?) berat
5. Berapakah umur Bapak/Ibu?
6. Kapan Bapak/Ibu lahir? (tanggal, bulan, Bila penderita tak pernah sekolah,
tahun) nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari
7. Siapakah nama gubernur kita? nilai di atas.
(walikota/lurah/camat)  Bila penderita sekolah lebih dari
8. Siapakah nama gadis ibu anda? SMA, kesalahan yang diperbolehkan -1
9. Hitung mundur 3-3, mulai dari 20! dari nilai diatas.

2.5.4.6. Penanganan Pasien Demensia


Tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan jika menghadapi pasien demensia aialah sebagai
berikut:
a. Terapi obat dengan pengawasan dokter
b. Intervensi non obat :
1. Intervensi Lingkungan
 Penyesuaian fisik (bentuk ruangan, warna, alat yang tersedia).
 Penyesuaian waktu (membuat jadual rutin).
 Penyesuaian lingkungan malam hari (mandi air hangat, tidur teratur).
 Penyesuaian indra (mata, telinga).
 Penyesuaian nutrisi (makan makanan dengan gizi seimbang).
2. Intervensi Perilaku
Wandering
 Yakinkan dimana keberadaan pasien.
 Berikan keleluasaan bergerak di dalam dan di luar rumah.
 Gelang pengenal “hendaya memory”.
Agitasi dan Agresifitas
 Hindari situasi yang memprovokasi
 Hindari argumentasi
 Sikap kita tenang dan mantap
 Alihkan perhatian kenal lain
Sikap dan pertanyaan yang berulang
 Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian. Bila masih berulang, acuhkan
dan usahankan aluhkan ke hal yang menarik.
 Perilaku seksual yang tidak wajar/ sesuai
 Tenang dan bombing pasien keruang pribadinya
 Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya
 Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah pakaian atau selimut untuk menutupi badannya.
Bantu mengenakan baju kembali.
3. Intervensi Psikologis
 Psiko terapi individual
 Psiko terapi kelompok
 Psiko terapi keluarga
4. Intervensi untuk “care giver” (pengasuh) diperlukan :
 Dukungan mental
 Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian
 Kemampuan menerima kenyataan
5. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi mudah lupa :
 Lakukan latihan terus-menerus, berulang-ulang
 Tingkatkan perhatian
 Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada dalam otak
6. Aktivitas Keagamaan
7. Mengembangkan hobi yang ada seperti melukis, memasak, main music, berkebun, fotografi.

2.5.5. SELF-ESTEEM Lanjut Usia


2.5.5.1. Pengertian
Branden (2001) mendefinisikan self-esteem sebagai cara pandang individu terhadap
dirinya, bagaimana seseorang menerima dirinya dan menghargainya sebagai individu yang utuh.
Nilai yang kita taruh atas diri kita sendiri berdasar penilaian kita sejauhmana memenuhi harapan
diri. Harga diri yang tinggi merupakan nilai positif yang kita lekatkan pada diri yang berakar dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalah, kekalahan dan kegagaln, tetapi
tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Dariuszky, 2004).
Self-esteem adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan
Sundeen, 1998). Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang
lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan serta
keinginan (Tarwoto & Wartonah, 2003). Self-esteem dipelajari melalui kontak social dan
pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandagan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh
bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya (Stuart dan Sunden, 1993;
Kelliat, 1994).
Ideal self adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan cita-cita, apa yang diinginkan dan nilai yang
ingin dicapai. Ideal self akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma social,
keluarga dan budaya (Stuart dan Sunden, 1998).

2.5.5.2. Self-Esteem Pada Lanjut Usia


Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi kadang-kadang
realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional
(functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) akibat dari
aging process. Keinginan yang tidak dapat dilaksanakan akibat keterbatasan ini seringkali
menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan diri lanjut usia (lack of self-confidence).
Menurut Dariuszky (2004), unsur penting dalam pertumbuhan perasaan berguna dan selg-
esteem seseorang adalah pengakuan (approval). Pengakuan oleh anak-anaknya dan orang lain
sangat oenting bagi lansia, yang berarti ada penerimaan dari orang lain tentang kondisi dan
perubahan pada dirinya sebagai individu. Penerimaan orang lain menimbulkan rasa aman,
penerimaan diri (self-acceptance) dan peneguhan diri (self-affirmation) lansia sebagai pribadi yang
unik dan tetap terjaga eksistensinya. Apabila pengakuan dari orang lain tidak didapatkan, maka
lansia merasa tidak aman dan tidak dapat menerima diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Lansia menjadi tidak percaya diri (self-confident), selalu menanyakan eksistensi dirinya,
cenderung untuk menyalahkan diri dan memiliki self-esteem yang rendah.
Hilangnya harga diri (lack of self-esteem) timbul akibat kehilangan symbol-simbol self-
esteem yang mempengaruhi cara memandang dan menjalani kehidupan. Pada lansia symbol-
simbol self-esteem yang hilang seperti status social, kekuasaan, peran dalam kehidupan, pekerjaan
dan nilai-nilai yang dianut (Dariuszky, 2004). Hilangnya symbol self-esteem ini mengakibatkan
lansia merasa tidak berguna, tidak berdaya, putus asa, kekecewaan, rasa sesal, bersalah, dan mudah
jatuh dalam depresi.
Menurut Maslow (Maramis, 2004), self-esteem merupakan salah satu kebutuhan dari setiap
individu yang harus dipenuhi untuk mencapai aktualisasi diri sebagai puncak kebutuhan individu.
Tetapi kebutuhan itu baru akan dicapai apabila kebutuhan yang lebih dasar sudah terpenuhi, seperti
kebutuhan biologis, kebutuhan sandang, pangan dan papan, kebutuhan rasa aman dan nyaman,
kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan akan self-esteem berpengaruh terhadap motivasi seseorang
untuk beraktifitas dan kreatifitas untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain untuk
pencapaian kebutuhan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

2.5.5.3. Karakteristik Self-Esteem


Self-esteem berpengaruh besar terhadap kualitas dan kebahagian hidup seseorang
(Dariuszky, 2004). Seseorang yang memiliki Self-esteem yang tinggi akan merasa tenang, mantap,
optimistis, mampu mengendalikan situasi dirinya dan lebih mampu mengatasi masalah-masalah
dan kesulitan hidup. Sedangkan Self-esteem yang rendah sering menimbulkan pesimistis dan
mudah menyerah terhadap permasalahan yang dihadapi.
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seseorang
yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Harga diri
yang rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk dan menonjol pada klien
skozofrenia dan depresi (Stuart dan Sundeen, 1998).

Dariuszky (2004) memberikan karakteristik individu yang memiliki Self-esteem tinggi sebagai
berikut:
1. Mempunyai harapan yang positif dan realitis atas usahanya mapupun hasil dari usahanya.
2. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya.
3. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lain.
4. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan dirinya.
5. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya dan lebih berani mengambil resiko.
6. Mempunyai bukti atau alas an yang kuat untuk menghargai dirinya sendiri atas keberhasilan yang
telah diraihnya.
7. Relative puas dan bahagia dengan hidupnya dan kemampuannya cukup bagus dalam hal
penyesuaian diri.

Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki Self-esteem yang rendah menurut Dariuszky (2004)
adalah:
1. Sulit menemukan hal-hal yang positif dalam tindakan yang mereka lakukan.
2. Cenderung cemas mengenai hidupnya dan kurang berani mengambil resiko.
3. Kurang menghargai keberhasilan yang mereka raih.
4. Mereka terlalu peduli akan tanggungjawab atas kegagalan yang mereka perbuat dan mencari
alasan untuk membuktikan bahwa mereka salah.
5. Merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain.
6. Tidak termotivasi untuk memperbaiki dan menyempurnakan diri.
7. Merasa kurang puas dan tidak bahagia dengan hidupnya, dan tidak mampu meyesuaikan diri.
8. Pikiran cenderung mudah terserang perasaan putus asa, depresi dan niat bunuh diri.

Tanda dan gejala gangguan Self-esteem menurut Carpenito (2001) sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri negative
2. Rasa bersalah atau malu
3. Evaluasi diri tidak mampu menangani kejadian
4. Menghindari diskusi tentang topic dirinya
5. Merasionalisasi penolakan/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative
tentang diri
6. Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan
7. Ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru
8. Hipersensitif terhadap kritik ringan
9. Tanda dari keresahan seperti marah, mudah tersinggung, keputusasaan, dan menangis
10. Mengingkari masalah nyata
11. Perilaku penyalahgunaan diri (pengerusakaan, usaha bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan menjadi
korban)
12. Penampilan tubuh buruk (postur, kontak mata, gerakan)
13. Merasionalisasi kegagalan pribadi
Stuart dan Sudeen (1993); Keliat (1994), mengemukakan 10 cara individu mengekspresikan secara
langsung harga diri rendah yaitu:
1. Mengejek dn mengkritik pandagan negative tentang dirinya. Sering mengatakan dirinya “bodoh”,
“tidak tahu apa-apa” dan sikap negative terhadap dirinya.
2. Merendahkan/mengurangi martabat diri
3. Menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan yang nyata dimiliki dan merasa tidak
mampu melakukan apapun.
4. Rasa bersalah dan khawatir
5. Individu menolak diri dan menghukum diri sendiri, iritabel dan pesimis terhadap kehidupan.
Kadang timbul perasaan dirinya penting yang berlebih-lebihan. Dapat juga ditemukan gejala fobia
dan obsesi.
6. Manifestasi fisik
7. Keluhan tidak punya tenaga, cepat lelah, gejala psikosomatis, tekanan darah tinggi, dan
penyalahgunaan zat.
8. Menunda keputusan
9. Sangat ragu-ragu dalam mengambil keputusan, rasa aman terancam dan ketegangan peran.
10. Masalah dalam berhubungan dengan orang lain
11. Menarik diri dan isolasi social karena perasaan tidak berharga. Kadang menjadi kejam dan
mengeksploitasi orang lain.
12. Menarik diri dari realitas
13. Kecemasan karena penolakan diri mencapai tingkat berat atau panic, individu mungkin mengalami
gangguan asosiasi, halusinasi, curiga, cemburu dan paranoid.
14. Merusak diri
15. Harga diri yang rendah mendorong klien untuk mengakhiri kehidupan karena merasa tidak
berguna dan tidak ada harapan untuk hidup.
16. Merusak/melukai orang lain
17. Kebencian dan penolakan pada diri dapat dilampiaskan ke orang lain.
18. Kecemasan dan takut
19. Kekhawatiran menghadapi masa depan yang tidak jelas karena merasa tidak mampu menjalani
kehidupan. Pandangan hidup seiring terpolarisasi.
2.5.5.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Self-Esteem
Harga diri (Self-esteem) bukanlah suatu sifat bawaan ang tidak dapat diubah. Ia diengaruhi
oleh berbagai factor seperti suasana hati, kondisi kesehatan, kehilangan sesuatu yang dicintai,
kehilangan pekerjaan. Pension dan lain-lain. Banyak orang yang tidak mampu mengatasi kondisi
seprti itu dan jatuh dalam kekalutan emosional dan tidak memiliki persepsi yang sehat mengenai
dirinya mauoun lingkungan eksternalnya, sehingga orang itu memiliki Self-esteem yang rendah
(Dariuszky, 2004).
Menurut Stuart dan Sudeen (1993); Keliat (1994), stressor yang mempengaruhi Self-esteem
adalah penolakan dan kurangnya penghargaan dari orang lain, persaingan, kesalahan dan
kegagalan yang berulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, ideal self yang tidak realistic dan gagal
bertanggungjawab terhadap diri.
Factor-faktor yang mempengaruhi Self-esteem menurut Carpenito (2001):
1) Patofisiologi
Berhubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat dari kehilngan citra tubuh,
kehilangan fungsi tubuh dan bentuk badan berubah akibat dari trauma, pembedahan, dan cacat
lahir.
2) Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan, umpan balik, perasaan diabaikan sekunder
akibat kemaitian orang terdekat. Perasaan kegagalan/penurunan berat badan. Kegagalan disekolah,
riwayat ketidakefektifan hubungan dengan orang tua, riwayat penyalahgunaan zat, penolakan
orang tua, harapan yang tidak realistis dari orang tua, hukuman yang tidak konsisten. Perasaan
tidak berdaya dan/atau kegagalan sekunder akibat dari institusional seperti penjara, rumah sakit
jiwa, panti asuhan, dan rumah penitipan.
3) Maturasional
Pada usia bayi dan usia bermain berhubungan dengan kurangnya stimulasi dan kedekatan dengan
orang tuanya, perpisahan dari orang tua/orang terdekat, evaluasi negative yang terus menerus oleh
orang tua, ketidakadekuatan dukungan orang tua, dan ketidakmampuan untuk mempercayai orang
terdekat.
4) Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap Self-esteem. Pada sumber
internal, misalnya orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal
misalnya adanya dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang kuat.
5) Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan Self-esteem seseorang, dan
frekuensi gagal yang sering mengakibatkan rendahnya Self-esteem.

2.6. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia


2.6.1. Pengkajian
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi massalah keperawatan meliputi aspek
a. Fisik
 Wawancara
 Pemeriksaan fisik: Head to Toe dan system tubuh
b. Psikologis
Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan Status Mental.
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir), merasakan
dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah termasuk penampilan,
aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktifitas bicara.
Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan
jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat (Kaplan et al, 1997). Banyak
penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat
pada penderita penyakit Parkinson (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita
merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan et
al, 1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita
gangguan pendegaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunadi, 1984).
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curigaa, bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut
usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua,
tidak peduli, terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995; Laitman, 1990).
1. Gangguan Persepsi. Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan
oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama periode halusinasi. Adanya kebingungan
menyatakan suatu kindisi organic. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal
yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut siperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti (Hamilton,
1985).
2. Fungsi Visuospasial. Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya
usia. Meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam
penilaian. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat
terganggu (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
3. Proses Berpikir. Gangguan pada progesi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata,
sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya
kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin merupakan tanda awal dementia.
4. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, kompulsi atau waham.
Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa harus menetukan apakah
terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham
mungkin merupakan alas an untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin secara keliru
diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton,
1985; Laitman, 1990).
5. Sensorium dan Kognisi. Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan
kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual (Hamilton, 1985; Weinberg, 1995).
6. Kesadaran. Indicator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran ,
adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam
keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
7. Orientasi. Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan
kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,.
Gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selama periode stress
fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985). Pemeriksa
harus menguji orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.
Orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara: apakah penderita, mengenali namanya
sendiri, dan apakah juga mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan
tanggal, tahun, bulan dan hari.
8. Daya Ingat. Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes yang
siberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk
mengulangi maju dan mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan
menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya ingat
jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga benda pada awal
wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau
dengan mengulangi cerita tadi secara tepat/persis (Hamilton, 1985).
9. Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan. Sejumlah fungsi intelektual
mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat
diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 angka dari 100 dan mengurangi 7 lagi
dari hasil akhir dan seterusnya samapi dicapai angka 2. Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar
untuk pengujian selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita untuk menghitung mundur
dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut
(Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
10. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama
presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat
pendidikan penderitam status social ekonomi dan pengalaman hidup penderita dalam menilai hasil
dari beberapa pengujian tersebut.
11. Membaca dan Menulis. Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis
dan menetukan apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta
penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis pada penderita. Apakah menulis
dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat. (Hamilton, 1985).
12. Pertimbangan. Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan
berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan
dilakukan oleh penderita, misalnya jika ia menemukan surat tertutup, berperangko dan ada
alamatnya di jalan anu? Apa yang akan dilakukan oleh penderita bila ia mencium bau asap di
sebuah gedung bioskop? Apakah penderita mampu mengadakan pembedaan? Apakah penderita
mampu membedakan antara seorang kerdil dan seorang anak? Mengapa seorang memerlukan KTP
atau surat kawin? Dan seterusnya.

c. Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970). Perawat harus bias memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya dalam keadaan sakit atau
mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah
rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi dengan keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberika
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat menyakinkan
lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus
mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumny pada waktu
kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali.
Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

2.6.2. Diagnosa Keperawatan


1. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
Tujuan :
1. Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
2. Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan

Intervensi
 Bina hubungan saling percaya
 Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
 Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan
kepuasan timbal balik :
a) Beri penguatan dan kritikan yang positif
b) Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
c) Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
d) Hindari ketergantungan klien
 Libatkan dalam kegiatan ruangan.
 Ciptakan lingkungan terapeutik
 Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya

Intervensi
 Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
 Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
 Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
 Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih apakah
mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
 Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan. Contoh :
Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
handuk, pakaian bersih)
 Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
 Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
 Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
 Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
 Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
 Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas


Tujuan :
1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Intervensi
 Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya
 Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
 Kurangi tidur pada siang hari
 Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
 Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
 Mandi air hangat sebelum tidur
 Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya)
 Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya
 Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar pasien
dapat tidur.

4. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
 Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
 Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
 Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
 Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
 Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
 Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
 Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
 Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan
masalah

5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon
kehilangan pasangan.
Tujuan :
1) Klien merasa harga dirinya naik.
2) Klien mengunakan koping yang adaptif.
3) Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi
 Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
 Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
 Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
 Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
 Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
 Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon koping yang adaptif.
 Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
 Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini pengetahuan
mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di antara
berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena
itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai pemeriksaan
gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

TOP

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking

Tuis
Subscribe to: Plaas opmerkings (Atom)
Blogger news
Template by:

About
Designed by SkinCorner Free Blogger Templates | Sponsored by Papercraft for Kids | Power
Point Templates

Anda mungkin juga menyukai