Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA”

Dosen Pengampuh:
Ns. Aulia Akbar, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Kelompok 6

Listiawati
Aulia Syafira
Celline Handika
Fitri Ramadhani

PRODI SI KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah “Gangguan Psikologis Pada Lansia” ini
dengan baik.

       Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi
lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat


diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Bangkinang, Mei 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PEMBUKAAN

A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
C. Manfaat penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi lansia
B. Gangguan psikologis pada lansia

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses
penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada
kenyataannya proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan
proses lain yang terjadi. Pertumbuhan Lansia yang terus meningkat akan
menyebabkan beberapa masalah yang timbul oleh proses penuaan. Tenaga
kesehatan yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek
penuaan yang normal dan tidak normal. Lanjut usia juga memiliki resiko
tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan
mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan.
Saat ini udah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami
gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, atau kondisi lainnya. Hal ini
menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan profesional yang lai memiliki
tanggung jawab yang lebih untuk merawat Lansia dengan masalah kesehatan
jiwa dan emosi.

B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja jenis Gangguan Psikologi pada lansia
2. Untuk dapat memahami tentang Asuhan dalam Gangguan Psikologi pada
lansia

C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan dalam Gangguan
Psikologi pada lansia
2. Memudahkan kita sebagai tenaga kesehatan dalam memberikan perawatan
pada Lansia yang mengalami Gangguan Psikologi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Lansia
Orang lanjut usia atau biasa disebut Lansia menurut Departemen
Kesehatan ialah seseorang yang sudah mencapai umur 60 tahun dan
mengalami penuaan dari segi fisik, biologis, sosial dan kejiwaan.
WHO membagi Lansia menjadi 3 kategori sebagai berikut :
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun.
2. Usia Tua : 75 – 89 tahun.
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.

Umumnya, apabila seseorang telah memasuki masa Lansia mulai


merasakan beberapa kondisi-kondisi patologis, diantaranya tingkat energi dan
tenaga yang menurun tidak seperti masa mudanya, kulit mulai keriput,
kondisi tulang yang makin rapuh, ingatan berkurang, kondisi fisik mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini menimbulkan dampak pada
kehidupannya, para lansia dituntut untuk melakukan penyesuaian diri dan
sosial lebih besar, sehingga rentang usia Lansia rentan terhadap gangguan
atau kelainan fungsi fisik, sosial, maupun psikologis.
Psikogeriatri adalah ilmu yang mempelajari gangguan psikologis/psikiatrik
pada lansia. Diperkirakan indonesia mulai tahun 1990 hingga 2023, lansia
(umur 60 tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4% (Geriatric and
Psychogeriatric Workshop Training for Trainers). Masalah yang paling
banyak adalh demensia, delirium, depresi, paranoid, dan ansietas. Gangguan
yang lain sama dengan gangguan jiwa pada orang dewasa muda.

B. Jenis – Jenis Gangguan Psikologi pada lanjut usia


a. Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok
lanjut usia (lansia).
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe,
yaitu :
1) Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
2) Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum,dsb)
3) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-
minta, dsb)
4) Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah


skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan
keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang
terurus karena perangainya dan tingkah lakunya yang tidak menyenangkan
orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan
kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat
menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan
porno (walaupun tidak selalu).

Penatalaksanaan
1) Pemberian medikasi neuroleptic konvensional
Penatalaksanaan ini efektif dalam menangani gejala positif tetapi
pada lansia terdapat resiko tinggi dengan efek yang persisten
seperti diskenia tardif (Jeste, 2013.,p.665).
2) Dukungan keluarga pada lansia yang mengidap penyakit
skizofrenia, keluarga harus memahami tantangan pada lansia
dengan gangguan Kesehatan mental (Black & Hawks, 2014.,p.
641).
3) Terapi zikir
Terapi zikir dilakukan pada penderita skizofrenia untuk mencari
ketenang dengan menggunakan terapi zikir diawali dengan
kegiatan senam, melatih pernapasan dan zikir dengan lafadz
Bismillah dan La Illa Ha Ilallah selama 60 menit (Seotji,
2017.,p.27).
4) Terapi Kognitif
Terapi dilakukan dengan membuang pikiran negtif pasien dengan
cara menceritakan apa yang dirasakan oleh pasien
(Andi,2018.,p.90).

b. Gangguan Jiwa Afektif


Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
1) Gangguan Afektif tipe Depresif
Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor
penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian
pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab
penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan. Gangguan
ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50
tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia).
Gejala gangguan afektif tipe depresif
1. Sedih
2. sukar tidur
3. sulit berkonsentrasi
4. merasa dirinya tak berharga
5. bosan hidup
6. kadang-kadang ingin bunuh diri.

Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi 
lain pada lanjut usia
1. Kecemasan dan kekhawatiran
2. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
3. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan
4. Iritabilitas
5. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis ataudiet

Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


1. Terapi obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman
klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan.
2. Terapi Psikologik
a) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan.
Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis
dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan
membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan
penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga
pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap
keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan
perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien
c) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi
progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog
atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum
sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus
singkat terapi relaksasi.

2) Gangguan Afektif tipe Manik


Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang
mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus
yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan
Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung
berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang
melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan
dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang
terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang
silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira,
pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi
sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti

c. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia
(lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya
merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan
separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuk tahap lanjut
usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama.
Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap
baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai
contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2
kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi
berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi
Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis cemas dan panic
2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik d. Neurosis histerik (konversi)
4) Gangguan somatoform
5) Hipokondriasis.

Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit,


serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh
seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin,
dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang
menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati
yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika
dituruti terus maka ia akan terusmenerus minta diperiksa dokter; belum
habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk
penyakit yang lain.

d. Delirium
Delerium merupakan Sindrom Otak Organik ( SOO ), yang ditandai
dengan fluktuasi kesadaran, apatis, koma, sensitif, gangguan proses
berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan mengalami kebingungan dan
persepsi halusinasi visual ( pada umumnya ). Psikomotor akan mengikuti
gangguan berpikir dan halusinasi.
1. Gejala delirium yaitu
1) Gangguan dalam perhatian, memori (ingatan), pemahaman,
kewaspadaan
2) Gangguan dalam siklus bangun tidur
3) Penurunan aktivitas psikomotorik

2. Faktor risiko
1) Usia yang lebih tua (>70 tahun)
2) Obat penenang-hipnotik:benzodiazepine
3) Tingkat keparahan penyakit medis yang lebih tinggi
4) Riwayat delirium sebelumnya
5) Depresi, gangguan kognitif
6) Penyalah gunaan alcohol

3. Penatalaksanaan
1) Pemberian obat antipsikotik (farmakologi)
2) Menyediakan lingkungan yang tidak ambigu
seperti singkirkan benda yang berbahaya atau yang tidak
perlu dari sekitar, hindari kebisingan, jika memungkinkan
sediakan kamar tunggal akan membantu memberikan
istirahat yang lebih baik
3) memberikan dukungan dan orientasi
yaitu komunikasi dengan bahasa yangmudah dipahami,
lambat, tegas, jelas
4) Jika pasien mengalami nyeri adekuat: gunakan tindakan non
farmakologi. Jjika nyeri parah gunakan analgesik (non
narkotika yang sesuai)
5) Hentikan Obat yang tidak perlu

e. Psikosa pada lansia


Bisa terjadi pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaaan darI dewasa
muda atau yang timbul pada lansia.
Gejala – gejala antara lain
1) waham ( keyakinan yang salah dipertahankan).
2) Delusi atau halusinasi dan sering memenuhi kriteria delirium
3) Perubahan suasana hati
4) Agitasi

Pengobatan psikosi pada lansia yaitu obat antipsikotik


(farmakologi)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia memiliki kerentanan pada suatu penyakit karena mengalami
penurunan fungsi baik fisik maupun psikologis. Tenaga kesehatan jiwa lansia
mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi
aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat jiwa lansia
harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia.
Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi,
remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan
tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat diambil ilmunya
semaksimal mungkin. Dan dalam penyusunan ini penulis telah berusaha
semaksimal mungkin, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari sepenuhnya dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,
oleh sebab itu dibutuhkan saran yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Sandeep, Grover, and Ajit Avasti. Clinical Practice Guidelines for Management of
Delirium in elderly. Indian Journal Psychiatry. 2018;60 (suppl 3): S329-
S340

Rebecca, brendel, and Theodore stern. Phsycotic Symptoms in Elderly. The


primary care companion journal clinical psychiatry 2005; 7(5): 238-241
Barker, Sue. 2019. Keperawatan Gerontik Asuhan Keperawatan pada Lansia.
Yogyakarta: Rapha Publishing.

Buku Ajaran Keperawatan Jiwa/Farida Kusumawati dan Yudi Hartono – Jakarta :

Salemba Medika, 2011

Anda mungkin juga menyukai