Anda di halaman 1dari 68

MANAGEMEN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DAN GANGGUAN TIDUR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

MAKALAH

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Dewi Septi Ambarwati (701180020)
Neng Rohmah Nurazizah (701180022)
Neng Yesi Meirini (701180029)
Leni Septiani (701180035)
Risa Suherti Octaviani (G1A160013)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah yang berjudul “Gangguan
Psikososial, gangguan tidur Keperawatan Kritis”.

Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa
Internet dan media cetak. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok satu yang telah
memberikan partisipasinya dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah
pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan. Penyusun sadar makalah ini belumlah
sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar
makalah ini menjadi sempurna.

Bandung, September 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masalah psikososial merupakan masalah yang banyak terjadi dimasyarakat.


Menurut Yeni (2011) psikososial adalah suatu kemampuan tiap diri individu untuk
berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Sedangkan menurut Chaplin (2011)
psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis
dan sosial atau sebaliknya. Psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup
faktor-faktor psikologi. Dari defenisi diatas masalah psikososial adalah masalah yang
terjadi pada kejiwaaan dan sosialnya. Banyak masalah-masalah psikososial yang dihadapi
oleh masyarakat khususnya oleh ibu. Menurut Patricia (2012) yaitu: berduka,
keputusasaan, ansietas, stress, depresi, ketidakberdayaan, gangguan citra tubuh, HDR
situasional Sedangkan menurut Nanda (2012) masalah psikososial terdiri dari berduka,
keputusasaan, ansietas, ketidakberdayaan, resiko penyimpangan perilaku sehat, gangguan
citra tubuh, koping tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, sindroma post trauma,
penampilan peran tidak efektif dan HDR. Menurut Hawari (2013) masalah psikososial
meliputi stress, cemas dan depresi. Masalah psikososial pada ibu dengan anak retardasi
mental.Menurut World Health Organization (2012) retardasi mental adalah keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang terutama dintadai oleh
adanya keterbatasan, keterampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh
pada semua tingkat intelegensia yaitu kemapuan bahasa, motorik, kognitif dan sosial.
Soetjiningsih (2014) mendefinisikan retardasi mental sebagai kecacatan yang ditandai
dengan keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif
(kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar) yang dimulai sebelum umur
18 tahun. Defenisi diatas retardasi mental merupakan suatu keterbatasan yang dirasakan
oleh anak baik dari segi intelektual maupun prilaku.

Psikososial merupakan gangguan penilaian kognitif (penafsiran mental) tentang


apa yang dipikirkan dan apa yang dapat dilakukan. Sederhananya, stres psikososial adalah
ketika orang merasakan ada ancaman sosial dan merasa optimistis tidak dapat
memecahkan masalah yang terjadi.
Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur,Jangka
panjang dapat menyebabkan gejala somatik dan perkembangan penyakit (Siregar,
2011:73). Dari semua kelompok usia yang ada, masalah insomnia sering terjadi pada usia
lanjut. Makin lanjut usia seseorang, makin banyak terjadi insomnia. Pada usia lebih dari
50 tahun, angka kejadian insomnia sekitar 30% (Siregar, 2011:75).Prevalensi insomnia di
Indonesia sekitar 10%.Artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk
Indonesia menderita insomnia.Jumlah ini hanya mereka yang terdata dalam data
statistik.Selain itu, masih banyak jumlah penderita insomnia yang belum terdeteksi
(Siregar, 2011:12).

Insomnia biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya,
seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup
manusia. Oleh karena tingginya angka insomnia yang dialami lansia di Indonesia kami
selaku penulis tertarik untuk membahas mengenai gangguan insomnia pada lansia di
makalah yang berjudul “konsep dan asuhan keperawatan Pada lansia dengan insomnia”
penulis akan membahas lebih jelas mengenai konsep penyakit insomnia dan asuhan
keperawatan insomnia pada lansia.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui laporan pendahuluan tentang ansietas.
2. Untuk mengetahui managemen asuhan keperawatan ansietas.
3. Untuk mengetahui laporan pendahuluan Insomnia pada lansia.
4. Untuk mengetahui managemne asuhan keperawatan insomnia pada lansia.

C. Manfaat
1. Diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan yang mendukung dan memdai
tentang penanganan ansietas dan insomnia pada lansia.
2. Menambah wawasan bagi mahasiswa- mahasiswi Ilmu Keperawatan dalam hal
pemahaman managemen gangguan psikososial dan gangguan tidur.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Gangguan Psikososial


1. Gangguan Psikososial
a. Pengertian Gangguan Psikososial

Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalamkehidupan


individu baik ynag bersifat psikologis maupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbul balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata,
atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa ynag berdampak pada lingkungan
sosial (Keliat, et all.,2011:2)

b. Ciri-ciri Gangguan Psikososial


Menurut keliat, et all., (2011:2), ciri-ciri gangguan psikososial adalah
sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir berlebihan, takut.
b. Mudah tersinggung.
c. Sulit konsentrasi.
d. Bersifat ragu-ragu.
e. Merasa kecewa.
f. Pemarah dan agresif.
g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, dan sakit kepala.

2. Definisi Kecemasan (Ansietas)

Menurut Lynn S. Bickley (2009) “ kecemasan merupakan reaksi yang sering


terjadi pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan kesehatan itu sendiri,
bagi sebagian klien kecemasan merupakan saringan terhadap persepsi dan reaksi
mereka, bagi sebagian lainnya kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang
dideritanya.”

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul
karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian
besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa
gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber
aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).

Kecemasan mungkin hadir pada beberapa tingkat dalam kehidupan setiap


individu, tetapi derajat dan frekuensi dengan yang memanifestasikan berbeda secara
luas. Respon masing-masing individu memiliki kecemasan berbeda. Tepi emosional
yang memprovokasi kecemasan untuk merangsang kreativitas atau kemampuan
pemecahan masalah, yang lainnya dapat menjadi bergerak ke tingkat patologis.
Perasaan umumnya dikategorikan menjadi empat tingkat untuk tujuan pengobatan :
ringan, sedang, berat, dan panik. Perawat dapat menemukan klien cemas di mana saja
di rumah sakit atau lingkup masyarakat.

Kecemasan dan gangguannya dapat muncul dalam berbagai tanda dan gejala


fisik dan psikologik seperti gemetar,  rasa goyah, nyeri punggung dan kepala,
ketegangan otot, napas pendek, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas autonomik
seperti wajah merah dan pucat,  berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering,
sering kencing, rasa takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal
di tenggorok, rasa mual di perut dan sebagainya. Gejala utama dari depresi adalah
efek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) serta menurunnya aktivitas.

Beberapa gejala lainnya dari depresi adalah konsentrasi dan perhatian


berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang,gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan
berkurang.

Keadaan cemas biasanya disertai dan diikuti dengan gejala depresi. Untuk
diagnosis dibutuhkan penentuan kriteria yang tepat antara berat ringannya gejala,
penyebab serta kelangsungan dari gejala apakah sementara atau menetap. Pada
gangguan cemas lainnya biasanya depresi adalah bentuk akhir bila penderita tidak
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada cemas menyeluruh depresi
biasanya bersifat sementara dan lebih ringan gejalanya dibanding kecemasan,
gangguan penyesuaian memiliki gejala yang jelas berkaitan erat dengan stres
kehidupan.

3. Etiologi

Menurut Sylvia D. Elvira ( 2008 : 11 ) Ada beberapa faktor yang


menyebabkan kecemasan. Antara lain faktor Organ Biologi dan Faktor Psikoedukatif.
Faktor organ biologi adalah ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang disebut
neurotransmitter yang disebabkan karena kurangnya oksigen. Faktor psikoedukatif
adalah factor-faktor psikologi yang berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadian seseorang, baik hal yang menentramkan, menyenangkan dan
menyedihkan.

1. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
a. Peristiwa Traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
b. dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
c. Konflik Emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
d. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
e. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
f. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
g. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
h. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
i. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang


dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas


fisik yang meliputi :
• Sumber Internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
• Sumber Eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal :
• Sumber Internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
• Sumber Eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

4. Rentang Respon Kecemasan


Rentang Respon Kecemasan (Stuart & Sundeen, 1990).

1. Tingkat kecemasan sebagai berikut:


a. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan
persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Dengan kata lain,
lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan
pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada satu area lain.
d. Tingkat Panik Dari Kecemasan
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung
terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan
kematian. Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan
tidak dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan.
5. Patofisiologi
Berdasarkan proses perkembangannya :
1. Bayi/Anak
a. Berhubungan dengna perpisahan.
b. Berhubungan dengan lingkungan atau orang yang tidak dikenal.
c. Berhubungan dengan perubahan dalam hubungan teman
sebaya.
2. Remaja

Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:

a. perkembangan seksual
b. perubahan hubungan dengan teman sebaya.
3. Dewasa
Berhubungan dengan ancaman konsep diri sekunder akibat :
a. Kehamilan.
b. Menjadi orang tua.
c. Perubahan karir.
d. Efek penuaan.
4. Lanjut Usia
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekuder akibat :
a. Penurunan sensori
b. Penurunan motorik.
c. Masalah keuangan.
d. Perubahan pada masa pension.
G. Mekanisme Koping

Ketika klien mengalami ansietas, individu menggunakan


bermacammacammekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Dalam bentuk
ringan ansietas bentuk ringan ansietas dapat di atasi dengan menangis, tertawa, tidur,
olahraga atau merokok. Bila terjadi ansietas berat sampai panik akan terjadi
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama
perilaku yang patologis, individu akan menggunakan energy yang lebih besar untuk
dapat mengatasi ancaman tersebut.

Mekanisme koping untuk mengatasi ansietas adalah:

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas (task oriented reaction)

Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan untuk


menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis yaitu: a. Perilaku
menyerang (Agresif).

a. Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar memenuhi


kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri

Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik


maupun psikologis.

c. Perilaku kompromi

Digunakan untuk merubah tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan


kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.

2. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)

Mekanisme ini membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang yang digunakan
untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk mempertahankan
keseimbangan.
H. Tanda dan Gejala
1. Respons fisik :
a. Kardiovaskular :
Palpitasi, Jantung Bedebar, Tekanan Darah Meninggi, Denyut Nadi Cepat
b. Pernafasan :
Napas Cepat, Napas Pendek, Tekanan Pada Dada , Napas Dangkal, Pembengkakan
Pada Tenggorokan, Terengah-Engah
c. Neuromuskular :
Refleks Meningkat, Insomnia, Tremor, Gelisah, Wajah Tegang, Kelemahan Umum,
Kaki Goyah, Gerakan Yang Janggal
d. Gastrointestinal :
Anoreksia, Diare/Konstipasi, Mual, Rasa Tidak Nyaman Pd Abdomen
e. Traktur Urinarius :
Sering Berkemih Dan Tidak Dapat Menahan Kencing
f. Kulit :
Wajah Kemerahan, Berkeringat, Gatal, Rasa Panas Pada Kulit
2. Respons Kognitif :
Lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsang luar, berfokus
pada apa yang menjadi perhatiannya
3. Respons Perilaku :
Gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan cepat, perasaan tidak aman
4. Respons Emosi :
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan,
ketidakberdayaan meningkat secara menetap, ketidakpastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed,
khawatir, prihatin.

I. Penatalaksanaan Kecemasan (Ansietas)


Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara  :
a. Makan makanan yang berigizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Olahraga yang teratur
d. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
2. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate
dan alprazolam.
3. Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain
a. Psikoterapi Suportif
b. Psikoterapi Re-Edukatif
c. Psikoterapi Re-Konstruktif
d. Psikoterapi Kognitif
e. Psikoterapi Psikodinamik
f. Psikoterapi Keluarga
5. Terapi Psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan
dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KECEMASAN


(ansietas)
a. Pengkajian

Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis


dan perilaku dan secara tidak langsung dapat timbul gejala atau mekanisme
koping sebagai upaya untuk melawan ansietas. Peningkatan ansietas perilaku dan
meningkat sejalan dengan meningkatnya ansietas. (Sujono, dkk, 2013).

b. Analisa Data

Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.


Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah
yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien. Pengumpulan data dimulai
sejak pasien masuk Rumah Sakit, selama klien dirawat secara terus menerus, serta
pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data (Prasetyo, 2010).

Tujuan pengumpulan data:

1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien

2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien

3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien

4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah


berikutnya.

Data yang perlu dikaji ada dua tipe yaitu sebagai berikut:

1. Data Subyektif

Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya, misalnya
tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan lemah, (Potter & Perry).

2. Data Obyektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur,dapat diperoleh menggunakan panca


indera (lihat, dengar, cium, raba)selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi,
pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter & Perry).

c. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah :
1. Ansietas b.d krisis emosional
2. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
d. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


Keperawatan (SLKI)
(SDKI)

1. D.0080 Ansietas b.d L.09093 Tingkat Ansietas Ansietas


krisis emosional (SLKI, 2019; hal 132) Intervensi Utama : Reduksi
(SDKI, 2017; hal Ansietas I.09314 (SIKI, 2018;
180) Setelah dilakukan tindakan hal 387)
keperawatan selama 1x24
jam maka tingkat ansietas Observasi
menurun dengan kriteria • Identifikasi saat tingkat
hasil : ansietas berubah
• Verbalisasi • Identifikasi kemampuan
kebingungan mengambil keputusan
(menurun) • Monitor tanda-tanda
• Verbalisasi khawatir ansietas (verbal dan non
akibat kondisi yang verbal)
dihadapi (menurun)
Terapeutik
• Perilaku gelisah
(menurun) • Ciptakan suasana
• Perilaku tegang terapeutik untuk
( menurun) menumbuhkan
• Keluhan pusing kepercayaan
(Menurun) • Temani pasien untuk
• Anoreksia (Menurun) mengurangi kecemasan,
• Palpitasi (menurun) jika memungkinkan
• Frekuensi pernapasan • Pahami situasi yang
(menurun) membuat ansietas
• Frekuensi nadi • Dengarkan dengan penuh
(menurun) perhatian
• Tekanan darah • Gunakan pendekatan yang
(menurun)
• Diaforesis (menurun) tenang dan meyakinkan
• Tremor (menurun) • Tempatkan barang pribadi
• Pucat (menurun) yang memberikan
• Konsentrasi kenyamanan
(membaik) • Motivasi mengidentifikasi
• Pola tidur (membaik) situasi yang memicu
• Kon tak kecemasan
mata( membaik) • Diskusikan perencanaan
• Pola berkemih realistis tentang peristiwa
(membaik) yang akan datang
• Orientasi (membaik)
Edukasi

• Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
• Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
• Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
• Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
• Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
• Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
• Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
• Latih teknik relaksasi
Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian obat


antiansietas

2. D.0055 Gangguan L. 05045 Pola Tidur Gangguan Pola Tidur


Pola Tidur b.d (SLKI, 2019 ; hal 96) Intervensi Utama : Dukungan
Hambatan Setelah dilakukan tindakan Tidur I.05174 (SIKI, 2018 ; hal
lingkungan (SDKI, keperawatan selama 1x24 48)
2017; hal 126) jam maka pola tidur
meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : • Identifikasi adanya
• Keluhan sulit tidur kelehan otot bantu nafas
(menurun) • Identifikasi efek
• Keluhan sering perubahan posisi terhadap
terjaga (menurun) status pernapasan
• Keluhan tidak puas • Monitor status respirasi
tidur (menurun) dan oksigenasi
• Keluhan pola tidur
Terapeutik
berubah (menurun)
• Keluhan istirahat • Pertahankan kepatenan
tidak cukup jalan nafas
(menurun) • Berikan posisi semi fowler
• Kemampuan atau fowler
beraktivitas • Fasilitasi mengubah posisi
(Meningkat) senyaman mungkin
• Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan
• Gunakan bag-valve mask

Edukasi

• Ajarkan melakukan teknik


relaksasi napas dalam
• Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
• Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian
bronkhodilaor

3. D.0077 Nyeri Akut L.08066 Tingkat Nyeri Nyeri Akut


b.d Agen pencedera (SLKI, 2019; hal 145) Intervensi Utama : I.08238
Fisik (SDKI, 2017; Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (SIKI, 2018;
hal 172) keperawatan selama 1x24 hal 201)
jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria Observasi
hasil : • Identifikasi lokasi,
• Kemampuan karakteristik, durasi,
menuntaskan frekuensi, kualitas,
aktivitas (meningkat) intensitas nyeri.
• Keluhan nyeri • Identifikasi skala nyeri
(Menurun) • Identifikasi respons nyeri
• Meringis (Menurun) non verbal
• Kesulitan tidur • Identifikasi faktor yang
(Menurun) memperberat dan
• Menarik diri memperingan nyeri.
(Menurun) • Identifikasi pengetahuan
• Berfokus pada diri dan keyakinan tentang
sendiri (Menurun) nyeri
• Anoreksia (Menurun) • Identifikasi pengaruh
• Pola napas budaya terhadap respons
(membaik) nyeri
• Tekanan darah • Identifikasi pengaruh nyeri
(membaik) pada kualitas hidup
• Proses baerfikir • Monitor keberhasilan
(membaik) terapi komplementar yang
• Fokus (Membaik) sudah diberikan
• Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

• Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
• Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan
tidur
• Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

• Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
• Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
B. Konsep Gangguan Tidur
1. Definisi

Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua
lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang
muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.

Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan


perubahan perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan
didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada
orang yang tidurnya cukup

Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin


lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek
sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan
lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan
masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas,
jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan
pada tahun-tahun yang akan datang.

2. Anatomi Fisiologi
Neuroanatomi Pusat Pengaturan
Tidur

Gambar 1. Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur


Gambar 1:Komponen utama dari neuromodulator penginduksi
siklus tidur-bangun.Untuk menginduksi tidur, proyeksi dari
VLPO sebagai neuro penghasil GABA dan galanin (gal) yang
terletak di anterior dari hipotalamus mengirimkan sinyal yang
berfungsi menginhibisi ascending arousal system di pons, basis
frontalis dan hipotalamus. Sistem ini meliputi; nukleus
tuberomamilarius (TMN) yang terletak di posterior dari
hipotalamus yang memproduksi histamin(HIST), sel raphe
dorsalis yang memproduksi serotonin (5-HT). Sel penghasil
asetilkolin (Ach) yang terletak di laterodorsal dari tegmentum
(LDT), nukleus ditegmentum dari pedukulopontin (PPT) serta
nukleus di locus coeruleus yang memproduksi
noreprinefrin(NA).Sistem lain yang tidak diilustrasikan pada
gambar ini meliputi area perifornikal dari hipotalamus yang
memproduksi orexin, sel produsen dopamin yang terletak di
periaquaduktus mesencephalon dan serta proyeksi kolinergik
yang berasal dari basis frontalis (nukleus basalis, pita diagonal
dari brocca,dan septum medialis) semua struktur ini
memberikan proyeksi ke istem limbik dan korteks (Chiong,
2008).
Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang
meliputi beberapa sirkuit neural yang saling berhubungan satu
sama lain, serta meliputi beberapa neurotransmitter yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan penelitian
percobaan transeksi terhadap tikus yang telah dilakukan
sebelumnya didapatkan bahwa terdapat regio yang mencetuskan
terjadinya proses tidur di medulla oblongata.Berikut dibawah ini
merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-
bangun (Posner, 2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005,
Aminoff, 2008).
Gambar 2: skematis lokasi anatomi area-area diotak yang berperan saat tidur

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)


ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi
sebagai promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak
di formatio retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa
kelompok sel dan nukleus serta sejumlah besar interneuron serta
traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan satu
sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak di
sentral atau tegmentum dari pons dan mesencephalon serta
memanjang sampai medula, hipothalamus dan thalamus.
Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh
sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh input sensoris
yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal dari
sistem sensoris,motorik maupun saraf kranial ( Carney, 2005,
Shneerson, 2005, Chiong, 2008).
b. Nukleus Traktus Solitarius
Bagian ini terletak di bagian medulla oblongata, bersifat
noradrenergik serta memiliki hubungan dengan pons ,
hipothalamus dan thalamus. Nukleus ini lebih aktif saat fase
NREM dibandingkan pada saat bangun (Carney, 2005,
Shneerson, 2005).

c. Locus Coeruleus
Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal
serta bersifat Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat
bangun dan tersupresi parsial pada fase NREM serta inaktif
pada fase REM. Bagian ini memiliki fungsi untuk menginhibisi
aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari bagian ini pula
terinhibisi oleh neuron GABA-ergik (Carney, 2005, Posner,
2007, Shneerson, 2005).

d. Nucleus Raphe
Nukleus ini terletak di garis tengah dan bersifat
serotonergik. Bagian yang terpenting dari nukleus ini adalah
nucleus raphe dorsalis. Nukleus ini bersifat aktif saat bangun,
tersupresi secara parsial saat NREM dan inaktif saat REM.
Kinerja nya di inhibisi oleh neuron GABA-ergik serta jika aktif,
berfungsi menghambat aktivitas LDT/PPT serta memberikan
proyeksi ke hipotalamus. Diduga nukleus ini memliki kontribusi
terhadap respon motorik,otonom serta status emosional saat
perubahan dari tidur ke bangun (Carney, 2005, Shneerson,
2005, Chiong, 2008 ).

e. Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental


(LTD/PPT) nuclei

Nukleus-nukleus ini terletak di bagian Formasio


Retikularis di bagian dorsal dari tegmentum pons serta bersifat
kolinergik. Aktivitasnya diinhibisi oleh locus coeruleus, nucleus
raphe dan nucleus tubero- mammilary serta berfungsi
menghubungkan area-area di batang otak dengan thalamus.
LTD/PPT ini merupakan generator dari siklus REM, juga
berkontribusi terhadap komponen visual dari mimpi dan
halusinasi. Jika nukleus ini aktif, maka akan terjadi inhibisi dari
locus coeruleus dan nukleus raphe (Shneerson, 2005).

f. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum
mesencephalon, serta memiliki proyeksi ke area prefrontal dari
korteks serebri dan sistem limbik yang meliputi amigdala
,hipokampus serta nukleus retikularis thalami. Sistem ini
bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat (Posner, 2007,
Shneerson, 2005).

g. Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)


Nuklei ini terletak di bagian posterior dari hipotalamus
dan bersifat histaminergik dan hanya menerima input afferen
dari ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin
yang berasal dari hipotalamus bagian lateral.Nuleus ini
berfungsi menginhibisi VLPO dan LDT/PPT serta bersifat aktif
saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan inaktif saat
fase REM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

h. Nuklei Perifornical

Terletak di lateral dari hipothalamus, berfungsi


mensekresi orexin (hipokretin). Nukleus –nukleus ini memiliki
fungsi eksitatorik pada pusat aminergik di batang otak yakni
locus coeruleus dan nuklei raphe serta inhibisi terhadap
LDT/PPT. Nuklei ini aktif pada saat fase wakefulness dimana
juga berfungsi melimitasi durasi fase REM (Posner, 2007,
Shneerson, 2005).

i. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)


Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian
serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini
maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan
(Shneerson, 2005).

j. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana
merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian.
Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan
dengan SCN, dimana fungsi dari area ini adalah sebagai
reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP)
(Shneerson, 2005).
k. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari
ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini
menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai
neurotransmitter penginhibisi nukleus yang mengatur
keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus
tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang
mempengaruhi banyak kinerja nukleus, maka VLPO berpotensi
untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus tidur.
Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem
Keterjagaan yang bersifat aminergik (Posner, 2007, Shneerson,
2005, Chiong, 2008, Smith, 2008).
Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan
bagian medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga
menginduksi fase REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi
oleh ritme sirkadian, namun meningkat dengan adanya
kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat tidur dan inaktif
pada saat bangun (Carney, 2005, Chiong, 2008).

l. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)


Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan
modifikasi fungsi tidur-bangun (Shneerson, 2005).

m. Median Preoptic Nucleus (MPN)


Terletak di hipothalamus, di bagian dorsal dari ventrikel
III dan bersifat GABA-ergik. Nukleus ini menerima input dari
SCN dan memproyeksikannya ke neuron kolinergik di basal
dari lobus frontalis dan nuklei perifornical. Nukleus ini aktif
saat tidur, terutama fase NREM fase 3 dan 4 (Shneerson, 2005,
Chiong, 2008).

n. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang
berasal dari bagian ini kemudian akan secara terintegrasi akan
mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui
VMPO),perilaku dan fungsi endokrin (Chiong, 2008, Aminoff,
2008).

o. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler
serta memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan
nukleus perifornikal dan berperan dalam inhibisi VLPO ,
pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan keterjagaan.
(Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

p. Basis Frontalis (Substansia inominata)


Lokasinya terdapat pada area preoptik dari
Hipotalamus.Terdiri atas nukleus-nukleus penting yang
memegang peran penting dalam proses tidur (Shneerson, 2005).

q. Nukleus Basalis dari Meynert


Neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-
ergik yang terletak di pons meliputi locus coeruleus, nukleus
raphe dan nukleus perifornical. Neuron dari meynert ini bersifat
kolinergik dan dapat di inhibisi oleh akumulasi dari
adenosin(Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

r. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens


dan Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam,


beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase
3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT,
sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau galanin sebagai
transmitter (Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Aminoff, 2008).
Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke SCN
dan ke sistem limbik.area yang terletak di basis frontalis ini
membentuk jalur ascending menuju ke sistem aktivasi rekular
serta menghasilkan relay di ekstra-thalamik ventralis sebelum
menuju ke korteks serebri. Area ini aktif pada saat bangun dan
fase REM, tetapi inaktif pada fase NREM. Adenosine
terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada reseptor A1
dan menginhibisi kinerja dari neuron basis frontalis yang
bersifat kolinergik,sehingga mencetuskan fase NREM
(Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

s. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik
maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal
dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel
dan adaptif. Area –area yang termasuk dalam sistem limbik
meliputi girus cingulate anterior, girus para-hipokampalis,
formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito- frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM
tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang
terletak di substansia grisea dari periaquaduktus sylvii
memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari saraf
simpatis (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).

t. Thalamus

Thalamus merupakan stasiun relay yang terahkir yang


menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks serebri,
kecuali input yang berasal dari regio olfaktorius, sebaliknya
pula aktivitas dari thalamus ini sendiri diatur oleh korteks
serebri. Thalamus memiliki beberapa kumpulan nukleus yakni
nukleus retikuler dari thalamus yang memegang peranan
penting dalam proses keterjagaan, bagian ini terdiri atas
kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi menghasilkan
glutamat serta kelompok neuron inibitorik yang menghasilkan
GABA,Neuron intratalamikus yang berfungsi memodifkasi
aktivitas dari thalamus sedangkan nukleus-nukleus thalamus
yang lainnya membentuk jaras proyeksi thalamokortikal
(Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005,
Chiong, 2008, Aminoff, 2008)
Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls lainnya
yang melewati mesencephalon. Thalamus memodifikasi
aktifitas spindel dari mesencephalon serta melalui sistem
proyeksinya yang luas bagian ini mampu mengintegrasikan dan
mensinkronisasi aktivitas korteks.Sinkronisasi aktivitas dari
korteks ini menyebabkan korteks serebri dapat menginisiasi
serta mempertahankan fase NREM. Bagian ini secara efektif
memutus hubungan antara korteks dengan batang otak serta
stimulus-stimulus lainya secara reversibel. Melalui neuron
pensekresi GABA-nya, thalamus menginhibisi promotor
keterjagaan yang terletak di batang otak juga memberikan
pengaruh terhadap fase REM melalui proyeksinya ke LDT/PPT.
Berikut di bawah ini dapat dilihat tabel-1 tentang beberapa area
utama di CNS dan perannya terhadap tidur (Chiong, 2008,
Aminoff, 2008).

3. Fisiologis Tidur

Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan
kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapi.

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan


beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia
disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian
ventral anterior hypothalamus.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak


pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat
tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau
aurosal state.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 1620
jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.

4. Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

1. Tidur stadium Satu.


Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan
dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.
Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang
gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K.

2. Tidur stadium dua


Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari
gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang
verteks dan komplek K

3. Tidur stadium tiga


Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang
slee[ spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.

Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat
rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya,
denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan
relaksasi yang dalam.

Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal
bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya
masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah
sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan
sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh fase NREM
kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:

- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13-
REM; 25 %.

5. Klasifikasi

Internasional Classification of Sleep Disorders

a Dissomnia
• Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran
nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik.

• Gangguan tidur ekstrisik


Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan
alkohol, obat hipnotik atau stimulant

• Gangguan tidur irama sirkadian


Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma
fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.

b Parasomnia
• Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
• Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama

• Berhubungan dengan fase REM


Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest

• Parasomnia lain-lainnya

c Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri


• Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol

• Berhubungan dengan kondisi kesehatan


Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status
epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette
sindroma.

• Berhubungan dengan kondisi kesehatan


Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks
gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)

d Gangguan tidur yang tidak terklasifikasi


1. Dissomnia

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur
(failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep),
bangun terlalu dini atau kombinasi daintaranya.

a. Gangguan tidur spesifik

• Narkolepsi

Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,
biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu
pasien akan segar kembali dan terulang kembali 23 jam berikutnya. Gambaran
tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai
dengan fase REM.

Berbagai bentuk narkolepsi:


- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik
sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop
- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur
sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.
- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur
sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus
kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih
dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000.
Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga
terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak
rstorasi seperti terputusnya fase REM

• Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik limb


movement disorders)/mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang
selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua
kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut
dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60
detik atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam.
Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.

Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan
gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang
otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia
lebih dari 50 tahun.

Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi
selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih
dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik,
neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea,
ketergantungan obat, anemia.

• Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms


syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur.
Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki
secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan
kanan sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya.

Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil.
Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otakhipotalamus.

• Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)


Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu :
a. central sleep apnea.
b. upper airway obstructive apnea dan
c. campuran dari keduanya.
b. Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan
dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang
dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan
dengan irama tidur sirkadian normal.

Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain


temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan
normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun, dimana
sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama
sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara
onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama
sirkadian).

Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama


sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua
bagian:

a. Sementara (acut work shift, Jet lag)


b. Menetap (shift worker)
6. Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara
bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah
laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka
kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5
tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa
(3%).

Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:

a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara
bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom.

Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan
amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.

• Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme


Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan
semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat
tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa
menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan
gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur
NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon
terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah
payah.

Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan gelombang
rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha.

• Gangguan teror tidur (slee teror)


Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur
yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam
yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita
tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran
teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan
polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor
pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya
seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.

• Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM


Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan
tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi
aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut
malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan pada
laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi,
peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan
pada kasus seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst
dan mioklonik potensial pada rekaman EMG.

7. Etiologi
1. Faktor psikologis

Beragam faktor psikologis dapat menyebabkan insomnia. Faktor tersebut


antara lain rasa cemas, depresi, ketakutan, berduka, dan stres.Seorang lansia yang
ditinggal pasangan dan anak cenderung memiliki perasaan depresi. Selain itu,
gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berkurangnya
aktivitas, pensiun, perubahan pola sosial, atau kematian pasangan.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan dapat memengaruhi seseorang untuk dapat tidur. Lingkungan
yang bising, cahaya yang terang atau gelap, suhu yang ekstrem, kelembaban
lingkungan, dan tatanan yang tidak familiar bisa mengganggu pola tidur seseorang. 
3. Asupan nutrisi
Asupan nutrisi bagi lansia juga mempengaruhi timbulnya insomnia, seperti
konsumsi alkohol, kebersihan diri yang tidak terjaga dengan baik, dan konsumsi obat
yang memiliki efek samping gangguan tidur lansia.
4. Ketidaknyamanan fisik
Penurunan fisik dan penyakit yang menghampiri lansia menyebabkan pola
tidur terganggu. Misalnya nyeri, batuk, mual, inkontinensia, permasalahan
kardiovaskuler (perawatan paska operasi jantung), urgensi, penyakit Alzheimer,
penyakit degeneratif, penyakit paru. (Joewana, 2006).
8. Patofisiologi

Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur,Dewasa muda


membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%.Kebutuhan ini
menetap sampai batas lansia.Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat
tidur, mudah jatuh tidur, tetapi juga mudah terbangun dari tidurnya.Perubahan yang
sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium
4, gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari
atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun.Gangguan juga
terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan. Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun
sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering terbangun.
Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir sama dengan dewasa
muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik
lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada malam
hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari.
Dengan perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan kecenderungan
untuk tidur dan bangun lebih awal. (Amir, 200
PATHWAY

insomnia

Faktor Faktor
Faktor
Lingkungan Fisiologis
psikologis
Cemas

Merangsang sistem Merangsang Merangsang kortek


limbik (pengatur sensori perifer serebral untuk
sistem emosi) untuk untuk meningkatkan
meningkatkan meningkatkan pengeluaran seroton
pengeluaran pengeluaran
katekolamin serotonin

Merangsang Sistem
Aktivasi Retikuler
(SAR) untuk
menurunkan
pengeluaran
serotonin

Bangun 3 kali atau lebih


dimalam hari, insomnia,
Ganggua ketidakpuasan tidur, total
n Pola waktu tidur kurang,
Tidur kebiasaan buruk saat tidur
dan keluhan verbal lainnya.
9. Tanda Gejala
1. Dewasa
a. Data Mayor : Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur
b. Data Minor
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Perubahan mood
3) Agitasi
4) Mengantuk sepanjang hari
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering kali dihubungkan dengan
ketakutan, enuresis, atau respons tidak konsisten dari orang
tua terhadap permintaan anak untuk mengubah peraturan
dalam tidur seperti permintaan untuk tidur larut malam.
b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama orang tua.
c. Sering bangun saat malam hari.

10. Penataksanaan Medis


a. Terapi nonfarmakologi
Menurut Remelda, (2008) Merupakan pilihan utama sebelum
menggunakan obat- obatan karena penggunaan obat-obatan dapat
memberikan efek ketergantungan. Ada pun cara yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stress yang
dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak membawa
pekerjaan kantor ke rumah, teknik pengaturan pernapasan,
aromaterapi, peningkatan spiritual dan pengendalian emosi.
b. Terapi tidur yang bersih
Terapi ini ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan
nyaman. Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan
tempat tidur dan suasana kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi ini ditujukan untuk mengatur waktu tidur perderita
mengikuti irama sirkardian tidur normal penderita. Jadi penderita
harus disiplin menjalankan waktu-waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi/psikiatri
Terapi ini ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress
berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini dilakukan
oleh tenaga ahli atau dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita
dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan
untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita
merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi
tidur si penderita gangguan tidur.

g. Stimulus Control Therapy

Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu


bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu
tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari
meski hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan
kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.
i. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si
penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang
menyenangkan.
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari
rokok dan alkohol, mengontrol berat badan dan meluangkan waktu
untuk berekreasi ke tempat-tempat terbuka seperti pantai dan
gunung.

1. Terapi Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Mengingat banyaknya efek samping yang
ditimbulkan dari obat-obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini
hanya boleh dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya. Obat-
obatan untuk penanganan gangguan tidur antara lain:
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d. Golongan obat antihistamin.

Untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur yaitu dengan cara
pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya: Benzodiazepin
(Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek
samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb ( Remelda, 2008).

Konsep Asuhan Keperawatan Teori Gangguan Tidur


A. Pengkajian

a. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.
b) Riwayat kesehatan

1) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini , kemungkinan ditemukan gangguan
tidur/istirahat , pusing-pusing/sakit kepala.
2) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang
membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien mengalami
keluhan yang dirasakan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit menahun seperti DM atau penyakit – penyakit lain.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
a) Alergi
b) Imunisasi
c) Kebiasaan/Pola hidup
d) Obat yang pernah digunakan
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau sedang dialami
keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau pun penyakit lain.
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
c) Genogram
d) Pengkajian Keperawatan
1) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
menjelaskan tentang bagaimana pendapat klien maupun keluarga mengenai
apakah kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga mempertahankan
kesehatannya.
2) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri yang dapat dilihat melalui
lingkar lengan atau nilai IMT, biomedical sign merupakan data yang diperoleh
dari hasil laboratorium yang menunjang, clinical sign merupakan tanda-tanda
yang diperoleh dari keadaan fisik klien yang menunjang, diet pattern merupakan
pola diet atau intake makanan dan minuman yang dikonsumsi.
3) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, bau,
karakter)
4) Pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living, status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram
otot, tonus otot menurun. Tanda : penurunan kekuatan otot, serta mengenai
kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien.
5) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan keadaan
indera
6) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan peran
diri
7) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
8) Pola peran & hubungan
9) Pola manajemen & koping stres
10) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
e) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif), tanda- tanda
vital seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
(a) Kepala
(1)Rambut, rambut berserabut, kusam,kusut,kering, Tipis ,dan kasar,
penampilan, depigmentasi.

(2)Muka/ Wajah  Simetris atau tidak? Apakah ada nyeri tekan? penampilan
berminyak, diskolorasi bersisik, bengkak; Kulit gelap di pipi Dan di bawah
mata; Tidak halus atau Kasar pada kulit Sekitar hidung dan mulut
(3) Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
(4)Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, melihat serumen telinga berkurangnya
pendengaran, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran
(5)Hidung, Apakah ada pernapasan cuping hidung? Adakah nyeri tekan?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
(6)Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah
(7)Tenggorokan, Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-
tanda infeksi faring, cairan eksudat?
(b) Leher  Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
(c) Thorax  Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale?
Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan? Adakah sesak nafas, batuk,
sputum, nyeri dada.
(d) Jantung  Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya?
Adakah bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
(e) Abdomen  Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
(f) Kulit  Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar stoma, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

(g) Ekstremitas  Apakah terdapat oedema, Penyebaran lemak, penyebaran


masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya
gangren di ekstrimitas?
(h) Genetalia  Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi? Apakah
ada kesulitan untuk berkemih?
2. Data fokus yang perlu dikaji
a. Pola tidur & istirahat : pada pasien degan gangguan kebutuhan istirahat tidur
pengkajian ditekankan pada kualitas dan kuantitas tidur meliputi durasi,
gangguan tidur, keadaan bangun tidur.
f) Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
Untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan melalui penilaian terhadap :
1. Pola tidur penderita
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
3. Tingkatan stres psikis
4. Riwayat medis
5. Aktivitas fisik.

B. Diganosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul akibat dari insomnia sebagai berikut :
1.Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
2. Keletihan b.d gangguan tidur
3. Ansietas b.d tingkat kecemasan
C. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. D.0055 Gangguan L.05045 Pola Tidur (SLKI, Gangguan Pola Tidur


Pola Tidur b.d kurang 2019; hal 96) Intervensi Utama :
kontrol tidur d.d I.05174 Dukungan Tidur
Setalah dilakukan tindakan
mengeluh sulit tidur, (SIKI, 2018; hal 48)
keperawatan maka pola tidur
mengeluh sering
membaik dengan kriteria
terjaga, mengeluh Observasi
hasil :
tidak puas tidur, • Identifikasi pola aktivitas
• Keluhan sulit tidur
mengeluh pola tidur dan tidur
(Menurun)
berubah. • Identifikasi faktor
• Keluhan sering
(SDKI, 2017;hal 126) pengganggu tidur
terjaga (Menurun)
• Identifikasi makanan dan
• Keluhan pola tidur
minuman yang
berubah (Menurun)
mengganggu tidur
• Keluhan tidak puas
• Identifikasi obat tidur
tidur (Menurun)
yang dikonsumsi
• Keluhan istirahat
Terapeutik
tidak cukup
• Modifikasi lingkungan
(Menurun)
• Batasi waktu tidur sian,
• Kemampuan
jika perlu
beraktivitas
• Fasilitasi menghilangkan
(Membaik)
stress sebelum tidur
• Tetapkan jadwal tidur
rutin
• Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
• Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
• Jelaskan pentingnya idur
cukup selama sakit
• Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
• Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
• Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
• Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
• Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
2. D.0057 Keletihan b.d L.05046 Tingkat keletihan Keletihan
Gangguan Tidur d.d (SLKI, 2019; hal 141) Intervensi Utama :
Merasa kurang I.05178 Manajemen Energi
Setalah dilakukan tindakan
tenaga, tampak lesu, (SIKI, 2018 hal;176
keperawatan maka tingkat
merasa energi tidak
keletihan membaik dengan
pulih walaupun telah Observasi
kriteria hasil :
tidur. • Identifikasi gangguan
• Verbalisasi
(SDKI, 2017; hal 130) fungsi tidur yang
kepulihan energi
mengakibatkan kelelahan
(Meningkat)
• Monitor kelelahan fisik
• Tenaga (Meningkat)
dan emosional
• Kemampuan
• Monitor pola dan jam
melakukan aktivitas tidur
rutin (Meningkat) • Monitor lokasi dan
• Motivasi ketidaknyamanan selama
(Meningkat) melakukan aktivitas
• Verbalisasi lelah Terapeutik
(Menurun) • Sediakan lingkungan
• Lesu (Menurun) nyaman dan rendah
• Ganggan konsentrasi stimulan
(Menurun) • Lakukan latihan rentang
• Sakit kepala gerak pasif atau aktif
(Menurun) • Berikan aktivitas distraksi
• Sakit tenggorokan yang menenangkan
(Menurun) • Fasilitas duduk disisi
• Mengi (Menurun) tempat tidur, jika tidak
• Sianosis (Menurun) dapat berpindah atau
• Gelisah (Menurun) berjalan
• Frekuensi napas Edukasi
(Menurun) • Anjurkan tirah baring
• Persaan bersalah • Anjurkan melakukan
(Menurun) aktivitas secara bertahap
• Selera makan • Anjurkan menghubungi
(Membaik) perawat, jika ada tanda
• Pola napas dan gejala kelelhan tidak
(membaik) berkurang
• Libido (membaik) • Ajarkan strategi koping
• Pola istirahat untuk mengurangi
(membaik) kelelahan
Kolaborasi
• Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
BAB III
TINJAUAN KASUS

LAPORAN KASUS GANGGUAN PSIKOSOSAIL PADA PASIEN ANSIETAS


A. Identitas Klien                                                                  

Inisial : Ny. M
Umur : 53 tahun
KJenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Berladang
Suku bangsa : Melayu
Status marital : Menikah
Alamat lengkap : Jln. Adisucipto Gg. Cempaka Putih Dalam

1. Alasan Masuk
Klien mengatakan terkena stroke 2 tahun yang lalu dan dibawa ke RSUD Soedarso . Klien
melakukan terapi di RS sebanyak 4 kali. Tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Klien
terkena stroke sudah 4 kali. Dan yang terakhir terkena stroke saat Idul Adha 2015 klien
tiba-tiba terjatuh saat ingin ke WC dan mengalami kelumpuhan di bagian kiri tubuh klien
dari ekstremitas atas ke ekstremitas bawah dan bicara jadi pelo
Saat Pengkajian   :
Klien mengatakan merasa cemas dengan keadaannya. Klien mengatakan sebelumnya 3
kali terkena tidak sampai seperti ini. Keluarga mengatakan bingung melihat kondisi Ny.
M seperti ini, tidak tahu cara perawatannya dan sudah lama tidak kontrol ke-pelayanan
kesehatan karena kondisi Ny. M yang tidak bisa berjalan seperti dulu.
Masalah Keperawatan           :  Gangguan Alam Perasaan : Kecemasan, Kurang
Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Klien Dirumah.

2. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Klien mengatakan sebelumnya 3 kali terkena penyakit tapi tidak sampai seperti ini.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi antar anggota keluarga baik, saat mempunyai masalah, klien sering
menceritakannya kepada anggota keluarganya yang lain terutama suaminya.
3. Faktor psikologis
Klien termasuk tipe orang yang terbuka, dan tidak merasa dirinya tidak berharga
walaupun klien mengalami hambatan dalam mobilisasi.
4. Faktor genetik
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien. Kakak
klien memiliki riwayat hipertensi . Suami klien ada riwayat hipertensi.

3. Faktor Presipitasi
1. Faktor sosial budaya
Klien tidak mempunyai hambatan dengan sosial budayanya.
2. Faktor biokimia
Adanya rasa khawatir karena penyakitnya sekarang karena klien 3 kali terkena dan
terakhir yang parah dan khawatir adanya komplikasi yang lain .
3. Faktor psikologis
Adanya masalah yang tidak hilang-hilang (Penyakitnya). Dimana klien merasa cemas
dengan masalahnya
4. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital   
TD : 220 / 100 mmHg     N : 88 x/mt     S : 36.7 0C         P: 22 x/mt
2. Ukur                         
TB : 153 cm    BB : 46 kg     (*) turun    ( ) naik
3. Keluhan  Fisik        ( ) ya         (*) tidak 
Klien mengatakan saat ini tidak ada keluhan fisik yang dirasakan
5. Psikososial
1. Genogram
Keterangan : 

Laki-laki :

Perempuan :

Sudah meninggal :

Klien :

Tinggal serumah :

Klien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Klien berumur 53 tahun. Klien sudah
menikah dan memiliki 3 orang anak. Klien tinggal serumah dengan suami dan 3 orang
anaknya. Hubungan klien dengan keluarganya terjalin dengan erat dan sangat baik.
Orang yang terdekat dengan klien adalah suaminya.

2. Konsep Diri
a. Citra tubuh
Klien senang dengan keadaan tubuhnya dari rambut sampai ujung kaki. Klien juga
mengatakan tidak mempunyai bagian tubuh yang tidak disukai.
b. Identitas diri
Klien bekerja sebagai petani di ladangnya yang terletak di belakang rumahnya.
Biasanya klien menghabiskan waktu luangnya dengan bertani, menonton TV dan
berbincang-bincang dengan anak dan suaminya. Semenjak sakit klien hanya bisa
menonton TV dan berbincang-bincang dengan anak dan suaminya
c. Peran diri
Klien berperan sebagai ibu rumah tangga. Semenjak sakit klien tidak bisa memenuhi
perannya.
d. Ideal Diri
Klien mengatakan bercita-cita untuk bisa menyekolahkan anaknya setinggi-
tingginya.
e. Harga Diri
Klien merasa tidak ada masalah dalam berhubungan dengan keluarga dan orang lain.
3. Hubungan Sosial
Klien memiliki orang yang berarti dalam kehidupannya yaitu suami dan anaknya.
Klien berkata jika ada masalah, klien akan menceritakan kepada suami dan anaknya
pasti akan membantu memecahkan masalah yang dialami klien. Klien tidak mengikuti
kegiatan diluar rumah karena kondisinya.
4. Spiritual
Klien beragama Islam dan yakin dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Klien
mengatakan sholat lima waktu walaupun dengan kodisinya saat ini, dan berharap diberi
kesembuhan atas penyakitnya.

6. Status Mental
1. Penampilan
Klien  berpenampilan rapi, pakaian yang digunakan sesuai dengan tempatnya. 
Rambut klien tersisir rapi. Rambut pendek seleher.
2. Pembicaraan
Klien berbicara pelo (kurang jelas, harus mendengarkan dari dekat). Klien menjawab
pertanyaan yang diberikan dengan tepat, selama proses wawancara klien berbicara
mengenai satu topik dengan jelas (Isi pembicaraan).
3. Aktivitas motorik
Saat wawancara klien tampak tenang dalam berbicara, tidak ada gerakan yang
diulang-ulang ataupun gemetar. Namun saat membicarakan penyakitnya klien
tampak sedikit cemas
4. Alam perasaan
Klien mengatakan terkadang khawatir dengan kondisinya, takut ada komplikasi lain.
Klien tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan saat sedih maupun gembira. Klien
terlihat senang saat menceritakan pengalamannya yang menyenangkan.
5. Afek
Dari hasil observasi afek yang ditunjukkan klien sesuai dengan stimulus yang
diberikan.
6. Interaksi selama wawancara
Selama proses wawancara, Klien mau menjawab pertanyaan perawat. Kontak mata
klien ada dan klien menatap wajah perawat saat wawancara dan mau menjawab
pertanyaan perawat dengan panjang lebar.
7. Persepsi
Keluarga mengatakan klien tidak pernah berbicara sendiri. Klien mengatakan tidak
pernah mengalami halusinasi.
8. Proses pikir
Selama wawancara, pembicaraan klien singkat dan tidak berbelit-belit dan ada
hubungannya antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu topik.
9. Isi pikir
Selama wawancara tidak ditemukan gangguan isi pikir. Pemikiran klien realistis.
10. Tingkat kesadaran
Klien menyadari bahwa dia sedang berada di rumahnya, klien juga sadar dan mengenal
dengan siapa dia berbicara dan lingkungannya.  Tingkat kesadaran klien terhadap
waktu, orang dan tempat jelas.
11. Memori
Klien dapat mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya baik di masa lalu  maupun
saat  ini. Klien juga ingat ketika ditanyakan apakah tadi klien sudah makan atau
belum, jam berapa. Klien tidak mengalami gangguan daya ingat baik jangka panjang
maupun jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Selama wawancara, konsentrasi klien baik dan fokus terhadap apa yang  ditanyakan.
Klien bersekolah hanya sampai tingkat SD, klien mampu untuk menjawab hitungan
sederhana.
13. Kemampuan penilaian
Saat diberikan pilihan seperti apakah klien mendahulukan kegiatan berladang atau
menyiapkan sarapan untuk keluarga. Klien memilih menyiapkan sarapan terlebih
dahulu karena kalau sudah membuat sarapan klien leluasa keladangnya
14. Daya tilik diri
Klien mengetahui penyakit yang dideritanya.

7. Pola Makan dan Eliminasi


8. Makan dan minum
Klien makan 3 kali sehari dengan porsi lebih sedikit dari biasanya (sebelum sakit
seperti sekarang ) tapi habis , klien dapat makan tanpa bantuan. Keluarga hanya
mengambilkan makanan.
9. BAB/BAK
Klien dapat BAK dan BAB sendiri, namun suami yang membantu membawa ke WC.
10. Mandi
Klien mandi secara mandiri, mandi 2x sehari. Klien mandi menggunakan sabun,
shampo, dan juga sikat gigi.
11. Berpakaian/Berhias
Klien dapat mengganti pakaian secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Klien
menggunakan baju dengan benar.

12. Istirahat dan Tidur


Klien mengatakan tidur nyenyak , namun terkadang klien terbangun karena ingin BAK
13. Penggunaan Obat
Keluarga mengatakan klien sudah lama tidak kontrol ke pelayanan kesehatan. Selama
ini hanya menggunakan obat warung .
14. Kegiatan di Dalam Rumah
Klien mengatakan hanya menonton TV, berbincang-bincang dengan keluarga dirumah.
15. Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan semenjak kondisi klien seperti sekarang klien hanya keluar ke teras
rumah agar tidak jenuh sekalian berjemur.

16. Mekanisme Koping


Klien mengatakan setiap mempunyai masalah selalu menceritakannya kepada
keluarganya.

17. Kurang Pengetahuan Tentang


Klien mengatakan sudah lama tidak kontrol kondisinya ke pelayanan kesehatan,
Keluarga mengatakan bingung melihat kondisi Ny. M seperti ini, tidak tahu cara
perawatannya dirumah, Ny. M hanya meminum obat warung dan berjemur saat pagi
hari di teras rumah .
18. Aspek Medis
Keluarga mengatakan dokter rumah sakit menyatakan Ny. M terkena Stroke. Saat
wawancara keluarga tidak tahu obat-obat apa yang diminum Ny. M , karena obatnya sudah
habis dan Ny. M sudah lama tidak kontrol ke pelayanan kesehatan .
B. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1. DS : Ansietas Faktor Stress

 Klien mengatakan dirinya


mudah gelisah dan tidak
berdaya
(Pusat Vestibuler)
 Klien mengatakan terkena
Gejala Vertigo
stroke 2 tahun yang lalu
 Klien melakukan terapi di Rs
sebanyak 4 kali tetapi tidak
ada perubahan yang Kurang

signifikan Pengetahuan
 Klien mengatakan
sebelumnya 3 kali terkena
stroke tidak sampai seperti ini Ansietas
 Klien khawatir adanya
komplikasi yang lain
 Keluarga mengatakan
bingung melihat kondisi Ny.
M seperti ini, tidak tahu
merawatnya dan sudah lama
tidak kontrol ke pelayanan
kesehatan karena kondisi Ny,
M tidak bisa berjalan

DO :

 TTV
TD : 220/100 mmHg
N : 88x/menit
P : 22x/menit
TB : 153 Cm
BB : 46 kg
 Klien terlihat lemas dan
murung
 Saat wawancara klien
berbicara pelo (Kurang jelas,
harus mendengarkan dari
dekat)
 Klien terlihat cemas dan
bingung
 Klien dan keluarga tidak tahu
bagaimana cara merawatnya
karena sudah lama tidak
kontrol ke pelayanan
kesehatan.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa bingung, khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, tanpak gelisah.

D. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. D.0080 Ansietas b.d krisis L.09093 Tingkat Ansietas


situasional d.d merasa bingung, Ansietas Intervensi Utama : :
khawatir dengan akibat dari (SLKI, 2019; hal 132) Reduksi Ansietas I.09314
kondisi yang dihadapi, tampak (SIKI, 2018; hal 387)
gelisah. Setelah dilakukan
(SDKI, 2017; hal 180) tindakan keperawatan Observasi
maka tingkat Ansietas • Identifikasi saat
menurun dengan kriteria tingkat ansietas
hasil : berubah
• Verbalisasi • Identifikasi
kebingungan kemampuan
(Menurun) mengambil
• Verbalisasi keputusan
khawatir akibat • Monitor tanda-
kondisi yang tanda ansietas
dihadapi (verbal dan non
(Menurun) verbal)
• Perilaku gelisah
Terapeutik
(Menurun)
• Frekuensi • Ciptakan suasana
pernapasan terapeutik untuk
(Menurun) menumbuhkan
• Tekanan darah kepercayaan
(Menurun) • Temani pasien
• Pola Tidur untuk mengurangi
(Membaik) kecemasan, jika
• Perasaan memungkinkan
keberdayaan • Pahami situasi
(Membaik) yang membuat
ansietas
• Dengarkan dengan
penuh perhatian
• Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
• Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
• Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu kecemasan
• Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang

Edukasi

• Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami.
• Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
• Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien
• Anjurkan
melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
• Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
• Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
• Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
• Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi

• Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas
LAPORAN KASUS GANGGUAN TIDUR PADA PASIEN GANGGUAN POLA
TIDUR
Asuhan Keperawatan dengan gangguan pola tidur
Seorang pasien laki-laki usia 70 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan sulit
untuk tidur,pasien mengatakan membutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk tidur,sering
terbangun dimalam hari dan sulit untuk tidur lagi,pasien mengatakan sering mengantuk
pada siang hari dan sulit berkomunikasi, istri mengatakan suaminya sering marah. Pasien
juga sering mengonsumsi kopi dimalam hari,pasien terlihat lemas dan mengantuk pada
siang hari,pasien mengatakan tidak tahu cara untuk mengatasi masalah tidurnya,pasien
tidak bisa menjawab saat ditanya masalah apa yang membuatnya susah tidur ,TTV,TD:
100/90,N:105 X/mnt,RR: 24 X/mnt,S: 370C.

i. Pengkajian

1) DATA BIOGRAFI
Nama : Tn. A L/P
Tempat&tanggal lahir :Sumbawa,22 maret 1948 Gol.Darah:O/A/B/AB
Pendidikan terakhir : SMP
Agama :Islam
Status perkawinan :Menikah
Alamat : Jln.kambing hitam NO.22
Telp :0819167878787
Orang yang dekat dihubungi :NY.M L/P
Hubungan dengan lansia : Istri
Alamat : Jln.kambing hitam NO.22
2) RIWAYAT KELUARGA
Genogram :

Keterangan :

= Wanita hubungan penikahan =


= laki-laki hubungan saudara =

= pasien meningal dunia =

3) RIWAYAT PEKERJAAN
1. Pekerjaan saat ini
saat ini pasien bekerja menjaga toko yang dibangun di rumahnya sendiri
2. Pekerjaan sebelumnya
sebelumnya pasien adalah seorang penjual sate keliling

4) RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


1. Tipe tempat tinggal : Perumahan
2. Ukuran : 6x4 M
3. Jendela :4
4. Pencahayaan : cukup terang
5. Jumlah kamar :3
6. Jumlah orang yang tinggal dirumah :2

5) RIWAYAT REKREASI
1. Hobi/minat : Mancing
2. Keanggotaan organisasi :-
3. Liburan/perjalanan :belum perna malakukan liburan atau perjalanan jauh

6) STATUS KESEHATAN
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh tidak bisa tidur
2. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan tidak bisa tidur,ia membutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk
tidur dan sering terbangun tengah malam,dan pagi harinya selalu terlihat lemah dan
mengantuk,pasien sering mengonsumsi kopi dimalam hari.
3. Riwayat penyakit 1 atau 5 tahun yang lalu
Selama ini pasien tidak menmiliki riwayat penyakit apapun

7) AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI


1. Aktivitas
Pasien selalu bangun lebih awal nampak lemah dan mengantuk pada siang
hari,sehingga saat siang hari pasien tidak melakukan aktifitas
2. Istirahat/tidur
pasien sulit untuk tidur dimalam hari selalu terbangun lebih awal,dan
mengantuk pada siang hari
3. Rekreasi
semenjak ditingal menikah oleh anaknya pasien dan istri tidak perna pergi
berlibur atau berekreasi
4. Psikologis
- Emosi : sejak 2 minggu ini pasien sulit diajak komunikasi pasien mudah
sekali marah atau tersingung
5. Indeks katz : (A) Kemandirian dalam hal makan, berpindah tempat, kekamar kecil,
berpakaian dan mandi

8) TINJAUAN SISTEM
 Keadaan umum : Compos metis (CM)
 Tingkat kesadaran :15
 Skala koma Glasgow :E4V5M6
 Tanda-tanda vital : TD :100/90 mmhg,N : 105x/mnt ,S :370C, RR: 24
x/mnt

ii. Data Fokus


DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Pasien mengatakan sulit untuk 1. pasien terlihat lemas dan mengantuk
tidur,untuk tidur pasien membutuhkan 2. TD: 100/90,N:105 X/mnt,RR: 24
waktu sekitar 40 menit X/mnt,S: 370C
2. Pasien mengatakan sering terbangun 3. Pasien terlihat bingung saat ditanya
dimalam hari dan sulit untuk tidur mengapa tidak bisa tidur
lagi
3. pasien mengatakan sering mengantuk
pada siang hari dan sulit
berkomunikasi
4. istri pasien mengatakan pasien sering
marah
5. pasien mengatakan tidak tahu cara
untuk mengatasi masalah tidurnya
6. pasien mengatakan tidak tahu
mengapa ia tidak bisa tidur
7. pasien tidak bisa menjawab saat
ditanya masalah apa yang
membuatnya susah tidur.

iii. Diagnosa Keperawatan


Dari analisis yang telah didapatkan maka diperoleh prioritas masalah keperawatan
sebagai berikut :
1. D.0055 Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sulit
tidur, mengeluh sering terjaga.

iv. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Merangsang Gangguan Pola
• Pasien mengatakan sulit untuk sistem limbik Tidur
tidur,untuk tidur pasien (pengatur sistem
membutuhkan waktu sekitar emosi) untuk
40 menit. meningkatkan
• Pasien mengatakan sering pengeluaran
terbangun dimalam hari dan katekolamin
sulit untuk tidur lagi.
• pasien mengatakan sering
Merangsang
mengantuk pada siang hari
sistem Aktivitas
dan sulit berkomunikasi.
Retikuler (SAR)
• istri pasien mengatakan pasien
untuk
sering marah
menurunkan
• pasien mengatakan tidak tahu
pengeluaran
cara untuk mengatasi masalah
serotonin
tidurnya.
• pasien mengatakan tidak tahu
mengapa ia tidak bisa tidur. Insomnia

Do :
Gangguan Pola
• pasien terlihat lemas dan
Tidur
mengantuk.
• TD: 100/90,N:105 X/mnt,RR:
24 X/mnt,S: 370C.
• Pasien terlihat lemas dan
mengantuk.
• Pasien terlihat bingung saat
ditanya mengapa tidak bisa
tidur

E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan (SLKI) Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. D.0055 L.05045 Pola Tidur Gangguan Pola Tidur
Gangguan (SLKI, 2019; hal 96) Intervensi Utama :
Pola Tidur I.05174 Dukungan Tidur
b.d kurang Setalah dilakukan (SIKI, 2018; hal 48)
kontrol tidur tindakan keperawatan
d.d mengeluh maka pola tidur membaik Observasi
sulit tidur, dengan kriteria hasil : • Identifikasi pola
mengeluh • Keluhan sulit tidur aktivitas dan tidur
sering (Menurun) • Identifikasi faktor
terjaga. • Keluhan sering pengganggu tidur
(SDKI, 2017; terjaga (Menurun) • Identifikasi makanan
hal 126) • Keluhan pola tidur dan minuman yang
berubah mengganggu tidur
(Menurun) • Identifikasi obat tidur
• Keluhan tidak yang dikonsumsi
puas tidur Terapeutik
(Menurun) • Modifikasi lingkungan
• Batasi waktu tidur sian,
jika perlu
• Fasilitasi
menghilangkan stress
sebelum tidur
• Tetapkan jadwal tidur
rutin
• Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
• Sesuaikan jadwal
pemberian obat
dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
• Jelaskan pentingnya
idur cukup selama sakit
• Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
• Anjurkan menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu tidur
• Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
• Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
• Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bulechek. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Singapore: Elsevier.
Dalami. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Psikososial: Jakarta. CV. Trans
Info Media.
Heather. PhD, RN. (2011). Nanda International Diagnosis Keperawatan Defenisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Judith. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kozier. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 7.
Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Riyadi. (2013). Asuhan keperawatan jiwa. Edisi 1.Yogyakarta: Grahana Ilmu.
Prayitno, A. 2002. Gangguan Pola Tidur Pada Kelompok Usia Lanjut Dan
Penatalaksanaannya. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa. Jakarta. FKUT.
Puri, B.K. 2011. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Hal: 268. Jakarta : EGC.
Rafknowledge, 2004. Insomnia Dan Gangguan Tidur Lainya. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai