Anda di halaman 1dari 16

Nama : Sahril Sidik

Nim : 701180003

Tugas : Resume

RESUME

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan suhu
tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile
convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).

B. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih
(Lestari, 2016). Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya
kejang demam diantaranya:
 Faktor-faktor prinatal
 Malformasi otak congenital
 Faktor genetika
 Demam
 Gangguan metabolisme
 Trauma
 Neoplasma
 Gangguan Sirkulasi

C. Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnyademam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejangnormal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkankelainan
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria
tersebut (modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks.
(Ngastiyah, 2012).`
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam
dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada
anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat
perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau
penyakit lain dariotak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam
dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan.
Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang
demamsederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan
umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk
timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang
bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila
kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan
untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.

D. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh:
 Perubahan konsentrasi ion diruangekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik darisekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%.
Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
(Lestari, 2016 & Ngastiyah,2012).

E. Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan
kejang demam diantaranya :
 Suhu tubuh mencapai >38⁰C
 Anak sering hilang kesadaran saat kejang
 mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang (gejala
kejang bergantung pada jenis kejang)
 Kulit pucat dan membiru
 Akral dingin

F. Respon Tubuh Terhadap PerubahanFisiologis


1. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat. Sebagai
kompensasi tubuh, pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga anak
tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer (Brunner &
Suddart,2013).
2. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya
gangguan pada “set poin”. Mekanismetubuh secara fisiologis pada anak dengan
kejang demam mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat.
(Suriadi & yuliani, 2010).
3. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila
tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko
pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak kejang demam kompleks adalah
penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008).
4. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan terjadinya
gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya, keseimbangan sel otak
pun akan terganggu dan terjadi pelepasan muatan listrik yang menyebar keseluruh
jaringan, sehingga menyebabkan kekakuan otot disekujur tubuh terutama di anggota
gerak.

G. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu
dikerjakan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
 Memberantas kejang secepatmungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama
yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang
diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg
0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg
0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak
yang lebih besar.
 Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan
dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya
glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.
 Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan
sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena
itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan
pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas
dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis
jangka panjang.
 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh
demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut.
Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya
dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor
infeksi didalam otak misalnya meningitis.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pengobatan fase akut
 Airway
Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip
lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebihbaik.
Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan berikan O2 boleh sampai 4 L/mnt.
 Breathing
Isap lendir sampaibersih
 Circulation
Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secaraintensif.
Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien
tetanus yang jika kejang tetap sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah
perlu pemberian obatpenenang.
b. Pencegahan kejang berulang
 Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau
diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang
dengan dengan dosis dan cara yangsama.
 Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal
dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatanrumat.
LAPORAN PENDAHULUAN

PENDARAHAN ANTEPARTUM

A. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu
atau lebih (Manuaba, 2010). Perdarahan antepartum ( Antepartum Haemoragic;APH)
diartikan sebagai perdarahan yang terjadi dari traktus genetalia pada kehamilan setelah 20
minggu. Perdarahan ini dianggap dari placenta sebelum terbukti akibat penyebab yang
lain ( Farrer, 1999)
Menurut Bobak, 2004, placenta previa adalah placenta yang berimplantasi
pada bagian bawah rahim
Menurut Hanaiah, 2004, placenta previa adalah placenta yang letaknya abnormal, yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.

B. Etiologi
Secara pasti penyebab terjadinya placenta previa belum diketahui dengan jelas, tetapi ada
beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya placenta previa (manuaba, 2010)
adalah:
 multiparitas dan umur lanjut > 35 tahun
 defek vascularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atroik dan
inflamatorik
 cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan ( SC,curretage
dll)
 chorion leave persisten
 korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi
 konsepsi dan nidasi lambat
 placenta besar pada kehamilan ganda/gemelli.
C. Patofisiologi
Placenta previa diawali dengan implantasi embrio ( embryonic plate) pada bagian bawah
( kauda) uterus. Dengan melekatnya dan bertumbuhnya placenta, placenta yang telah
berkembang bisa menutupi ostium uteri. Hal ini diduga terjadi karena vascularisasi
desidua yang jelek, inflamasi, atau perubahan atropik.

D. Tanda dan Gejala


Gejala yang paling khas dari placenta previa adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai
rasa nyeri, warna darah merah segar, dan jumlahnya tidak banyak. Menurut FKUI, 2000
tanda dan gejala placenta previa adalah:
 perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang
 darah biasanya berwarna merah segar
 Terjadi saat tidur atau melakukan aktivitas
 bagian terendah janin tinggi
 perdarahan biasanya berulang

E. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis placenta previa adalah dengan USG
sudah tercapai tujuan untuk menegakan diagnosa. Walaupun masih banyak pemeriksaan
radiologi yang dapat digunakan , secara sederhana USG dapat dipercaya untuk
menegakan diagnosa.

F. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat timbul menurut Manuaba, 2010 adalah:
 Placenta abruptio. Pemisahan placenta dari dinding Rahim
 Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan histerektomi
 Placenta akreta, placenta inkreta dan placenta perkreta
 Prematur atau kelahiran bayi kurang bulan ( < 37 minggu)
 Kecacatan pada bayi
LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (Smeltzer dan Bare, 2002). GGK
merupakan kegagalan fungsi ginjal yang berlangsung perlahan- lahan, penyebab yang
berlangsung lama dan menetap sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya yang
berakibat penumpukan sisa metabolisme dan menimbulkan gejala (Nursalam, 2006).

B. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005), penyebab gagal ginjal kronik bisa diakibatkan dari
faktor penyakit di luar ginjal maupun penyakit pada ginjal itu sendiri yaitu sebagai
berikut:
 Infeksi, seperti pielonefritis kronik.
 Penyakit peradangan, seperti glomerulonefritis
 Penyakit vascular hipertensif, seperti nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosismaligna.
 Gangguan jaringan penyambung seperti SLE, sklerosis sistemikprogresif.
 Gangguan kongenital dan herediter, seperti penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
 Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme.
 Nefropati toksik, seperti penyalahgunaan analgesik.
 Nefropati obstruksi, seperti traktus urinarius atas (batu, neoplasma dll). traktus
urinarius bawah (striktur uretra, hipertrofi prostat dll).

C. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang
antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak lebih superior dibanding ginjal kanan. Permukaan
anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pankreas, jejunum dan sisi fleksi kolon kiri.
Ukuran setiap ginjal orang dewasa panjangnya 10 cm dengan 5,5 cm pada sisi lebar dan 3
cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr. Lapisan kapsul ginjal
terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan
anatomis dari ginjal. Pembuluh- pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati
hilus cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup kapsul ginjal dan
menstabilisasi struktur ginjal (Muttaqin, 2011).

D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Nursalam (2006), tanda dan gejala klien gagal ginjal dapat ditemukan pada
semua sistem yaitu sebagai berikut:
 Sistem Gastrointestinal yang ditandai dengan anoreksia, mual, muntah dan cegukan.
 Sistem Kardiovaskular yang ditandai dengan hipertensi, perubahan EKG, perikarditis,
efusi perikardium, gagal jantung kongestif dan tamponade perikardium.
 Sistem Respirasi yang ditandai dengan edema paru, efusi pleura dan pleuritis.
 Sistem Neuromuskular yang ditandai dengan lemah, gangguan tidur, sakit kepala,
letargi, gangguan muskular, kejang, neuropati perifer, bingung dan koma.
 Sistem Metabolik/endokrin yang ditandai dengan inti glukosa, hiperlipidemia,
gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan amenorrea.
 Sistem Cairan-elektrolit yang ditandai dengan gangguan asam basa menyebabkan
kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesium dan hipokalsemia.
 Sistem Dermatologi yang ditandai dengan pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis,
azotermia dan uremia frost.
 Abnormal skeletal yang ditandai dengan osteodistrofi ginjal menyebabkan
osteomalasia.
 Sistem Hematologi yang ditandai dengan anemia, defek kualitas platelet dan
perdarahan meningkat.
 Fungsi psikososial yang ditandai dengan perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.
LAPORAN PENDAHULUAN

POST BEDAH MAYOR (FRAKTUR TERTUTUP)

A. Definisi
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk
terjadi infeksi (De Jong, 2010). Fraktur clavicula adalah terputusnya hubungan tulang
clavicula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) karena trauma berlanjut dari pergelangan
tangan sampai clavicula ( Muttaqin, 2012).

B. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. (De Jong,
2010)

C. Klasifikasi
Secara umum fraktur clavicula menurut Armis (2002) diklasifikasikan menjadi tiga tipe
yaitu :
1. Fraktur pada sepertiga tengah clavicula (insiden kejadian 75% - 80%). Pada daerah
ini tulang lemah dan tipis serta umumnya terjadi pada pasien muda.
2. Fraktur atau patah tulang clavicula terjadi pada distal ( insiden kejadian 15%).
3. Fraktur clavicula pada sepertiga proksimal (5% pada kejadian ini berhubungan
dengan cidera neurovaskuler).

D. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur clavicula menurut Helmi (2012) adalah tulang pertama yang
mengalami proses pergerasan selama perkembangan embrio pada minggu ke lima dan
enam. Tulang clavicula, tulang humerus bagian proksimal dan tulang scapula bersama-
sama membentuk bahu. Tulang clavicula ini membantu mengangkat bahu ke atas, keluar,
dan kebelakang thorax. Pada bagian proximal tulang clavicula bergabung dengan sternum
disebut sebagai sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distalclavicula (AC),
patah tulang pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang clavicula adalah
tulang yang terletak dibawah kulit (subcutaneus) dan tempatnya relatif didepan. Karena
posisinya yang terletak dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah.
Patah tulang clavicula terjadi akibat tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke
bahu. Energi tinggi yang menekan bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan
menyebabkan fraktur.

E. Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan klien dengan fraktur 1/3 tengah, intervensi
reduksi dilakukan. Intervensi dengan pemasangan gendongan bahu dengan tidak
menganjurkan klien melakukan abduksi lengan dapat dilakukan hingga nyeri mereda
(biasanya 2-3 minggu). Sesudah itu harus dilakukan latihan bahu secara aktif, hal ini
penting terutama pada pasien.
Fraktur 1/3 bagian yang mengalami pergeseran hebat misal pada pemeriksaan yang
ligamen korakoklavicularnyarobek biasanya tidak dapat direduksi secara tertutup. Bila
dibiarkan tanpa terapi, fraktur tersebut akan menyebabkan deformitas dan dalam
beberapa fraktur akan menimbulkan rasa tidak enak dan kelemahan pada bahu. Oleh
karena itu terapi operasi diindikasikan melalui insisi supra clavicular, fragmen reposisi
dan dipertahankan dengan fiksasi interna dan kemudian kembali ke batang clavicular.

Anda mungkin juga menyukai