Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK VIII
AHMAD ARIF HUSAINI (017.01.3508)
DINA ARIA (017.01.3426)
I MADE SUMAHARIANTA RADIN (017.01.3438)
IDA AYU WAYAN PUTRI SRI WAHYUNI (017.01.3440)
LANI INGGA BUDIARSIH (017.01.3451)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM B

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas KeperawatanJiwa 2 dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Lansia”.
Kami berterima kasih kepada Ibu Ni Made Sumartyawati, S.Kp.,M.Kep Selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, Mei 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses atau keadaan menjadi tua,senescence,merupakan


fenomena perkembangan manusi yang alamiah dimana secara berangsur-
angsur terjadi kemunduran dari kapasitas mental,berekurangnya minat social
dan menurunnya aktifitas fisik serupa dengan masa kanak-
kanak,remaja,dewasa,menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai pula
dengan problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka ragam
yang terdapat dalam masyarakat ikut membentuk keadaan istimewa atau
khusus ini pada usia lanjut.
Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam
manifestasi klinis, patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara
dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga
perlu dipertimbangkan; faktor-faktor tersebut adalah sering adanya penyakit
dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Program Epoidiomological Catchment Area (ECA) dari National
Institute of Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mkental yang
paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif,
fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lanjut usia juga memiliki resiko
tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan
mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan.
Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredis[osisiskan lanjut usia
kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan
sosial, hilangnya otonomi, kematian teman, atau sanak saudara, penurunan
kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi
kognitif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep kesehatan jiwa pada lansia?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Jiwa pada Lansia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep kesehatan jiwa pada lansia
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan jiwa pada lansia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis,
dan sosial dengan batasan umur sebagai berikut :
1. Dewasa menjelang Lansia ( 45 – 54 tahun ).
2. Lanjut Usia ( 55 – 64 tahun ).
3. Lansia dengan resiko tinggi ( > 65 tahun ).

WHO membagi Lansia MENJADI 3 kategori sebagai berikut :

1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun.


2. Usia Tua : 75 – 89 tahun.
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.
Psikogeriatri adalah ilmu yang mempelajari gangguan
psikologis/psikiatrik pada lansia. Diperkirakan indonesia mulai tahun 1990
hingga 2023, lansia ( umur 60 tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4%
(Geriatric and Psychogeriatric Workshop Training for Trainers). Masalah
yang paling banyak adalh demensia, delirium, depresi, paranoid, dan ansietas.
Gangguan yang lain sama dengan gangguan jiwa pada orang dewasa muda.

Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

1. Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang berkurang.


2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya pendapatan.
3. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan hidup.
4. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari makna hidup.
5. Menjaga hubungan baik dengan anak.
6. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta dalam
organisasi sosial.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN JIWA
LANSIA
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para
lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

1. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua
dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial,
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan
yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat
dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan
jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru
selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang,
penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-
lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan
keadaan kepribadian lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya
sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan
pada point tiga di atas.
C. JENIS – JENIS GANGGUAN JIWA PADA LANJUT USIA
1. Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat
dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia).
Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan
dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber
dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat
antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat
(late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien
yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta
terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh
gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang
kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi
menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah
faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai
halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita,
sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan
waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri
diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih
memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang
ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat
kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun
pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid
pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi
tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga
digolongkan menjadi senile psikosis.
Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali
timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada
wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara
Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain.
Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya
(keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan)
dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup
perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun
sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara
khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada
wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa
tipe, yaitu :
a. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum,dsb)
c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-
minta,dsb)
d. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
e. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia
adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam
pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut
menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang
tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap
bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku
seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang
konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).
2. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
a. Gangguan Afektif tipe Depresif
Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor
penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian
pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab
penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan.
Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan,
pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut
usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih
banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan
menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa
menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan
karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus
begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih
sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus
secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur,
sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan
kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap
bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan
Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun
memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi
psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas
(reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-
kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu
atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.
b. Gangguan Afektif tipe Manik
Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang
mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu
siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam
keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi,
cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu
yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak
sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih
jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-
kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang
gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia
menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit
dimengerti.
3. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia
(lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya
merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan
separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia
(lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososialdalam memasuk
tahap lanjut usia (lansia).
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama
dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik.
Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap
baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai
contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari
2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi
berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.
Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a. Neurosis cemas dan panic
b. Neurosis obsesif kompulsif
c. Neurosis fobik
d. Neurosis histerik (konversi)
e. Gangguan somatoform
f. Hipokondriasis.
Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit,
serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh
seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin,
dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang
menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati
yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika
dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum
habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk
penyakit yang lain.
4. Delerium
Delerium merupakan Sindrom Otak Organik ( SOO ), yang
ditandai dengan fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, sopor, koma,
sensitif, gangguan proses berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan
mengalami kebingungan dan persepsi halusinasi visual ( pada umumnya
). Psikomotor akan mengikuti gangguan berpikir dan halusinasi.
5. Psikosa pada lansia
Gejala – gejala : awalnya idea of reference, waham ( keyakinan
yang salah dipertahankan ), terkadang sebagai penyerta demensia,
schizofrenia.
6. Abuse pada lansia
Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam
bentuk malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain
yang disebabkan adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian,
pelayanan medis, rehabilitas, dan perlindungan yang dibutuhkan. Abuse
merupakan suatu tindakan kekerasan yang disegaja seperti kekerasan
fisik, mental, dan psikologi, serta jenis penyiksaan lainnya yang tidak
dibenarkan.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Primer : pendekatan kepada komunitas/lingkungan pemberi
dukungan pada lansia, memperkuat koping individu dan keluarga,
pola sehat lingkungan, melihat tanda – tanda resiko tinggi.
b. Sekunder : diskusi, komunikasi yang efektif dengan keluarga.
c. Tersier : tidak menoleransi kekerasan, menghargai dan peduli pada
anggota keluarga, memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara
utuh dan pendayagunaan.

D. STATUS MENTAL PADA LANSIA


1. Pengertian
Pengertian Status Mental Status mental adalah suatu pengkajian status
mental yang merupakan komponen penting dari setiap evaluasi apapun
tentang fungsi sensorinya, penampilan, perilaku fisik dan kemampuan
kognitif. Wawancara klien selama pengambilan riwayat, pemeriksaan
fisik, dan pemberian perawatan memberikan data berharga yang berfungsi
sebagai dasar evaluasi untuk pengkajian status mentalnya (Potter. 2005).
2. Pengkajian Status Mental
Pengkajian Status Mental Lansia menurut (Keliat, 2005)yaitu :
a. Penampilan
Mengkaji penampilan klien rapi atau tidak seperti penampilan klien
sehari-hari, mandi pagi, sore, rambut disisir, berpakaian yang sesuai,
gigi bersih, kuku pendek.
b. Pembicara
Mengkaji pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis, atau lambat, apakah pembicara berpindah dari satu kalimat ke
kalimat lain dan tidak ada kaitannya.
c. Aktivitas Motorik
Mengkaji apakah klien tampak lesu, tegang, gelisah yang tampak jejas,
agitas (gerak motorik yang menunjukkan gegelisahan), tik (gerakan
gerakan kecil yang tidak terkontrol), grimasen (gerak otot muka yang
berubah-ubah dan tidak dapat di kontrol oleh klien), tremor (jari-jari
tampak gemetar ketika klien mengulurkan tangan dan merentangkan
jari-jari), kompulsif (kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti
mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan).
d. Alam Perasaan
Mengkaji apakah klien tampak sedih, putus asa, gembira yang
berlebihan yang tampak jelas, ketakutan, kekawatiran.
e. Afek
Mengkaji apakah ada perubahan datar, (tidak ada perubahan roman
muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau
menyedihkan), tumpul (hanya bereaksi kalau ada stimulus emosiyang
kuat), labil (emosi berubah dengan cepat), tidak sesuai (emosi tidak
sesuai dengan atau bertentangan dengan stimulus yang ada).
f. Interaksi selama wawancara
Mengkaji apakah klien bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah
tersinggung, kurangnya kontak mata (tidak mau menatap orang lain)
defensive (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya), curiga (menunjukkan sikap atau tidak percaya pada orang
lain)
g. Persepsi
Mengkaji jenis-jenis halusinasi seperti klien mengatakan sering
mendengar suara-suara, dan klien sering melihat bayangan hitam
mengejar kearahnya
h. Proses pikir
Mengkaji sirkumtansial seperti berbicara berbelit-belit tetapi sampai
pada tujuan pembicara, tangensial (pembicaraan berbelitbelit, tapi
tidak sampai pada tujuan pembicara), kehilangan asosial (pembicara
tidak memiliki hubungan antara satu kalimat dan kalimat lainnya, serta
klien tidak menyadarinya), flig of ideas (pembicaraan yang meloncat
daridari satu topik ke topik lainnya, dan msih ada hubungan yamg
tidak logis dan tidak sampai pada tujuannya), blocking (pembicaraan
berhenti tiba -tiba tanpa gangguan eksternal kemudian di lanjutkan
kembali), perseverasi (pembica yang diulang berkali-kali),
i. Isi pikir
Mengkaji tentang obsesi (pikiran yang sering muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya), fobio (ketakutan yang patologi atau
logis terhadap obyek atau situasi tertentu), hipokondri (keyakinan
terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya
tidak ada), depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri
sendiri, orang atau lingkungan), ide yang terkait (kenyakinan klien
terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna, dan terkait
pada dirinya), pikiran magis (kenyakinan klien tentang kemampuannya
untuk melakukan hal-hal yang mustahil atau di luar kemampuan).
j. Tingkat kesadaran
Mengkaji klien apakah klien tampak bingung dan kacau, dedasi
(pasien mengatakan bahwa ia melayang-layang atara sadar dan tidak
sadar, stupor (gangguan motorik, seperti ketakutan, gerakan diulang-
ulang), orentasi waktu, tempat dan orang cukup jelas.
k. Memori
Memgkaji adanya gangguan daya ingat jangka panjang (tidak dapat
mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan), adanya
gangguan daya ingat jangka pendek (tidak dapatmengingat kejadian
yang terjadi dalam minggu terakhir), gangguan daya ingat saat ini
(klien dapat mengingat kejadian saat ini).
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mudah dialihkan (perhatian klien mudah berganti dari satu
obyek ke obyek lain), tidak mampu berkonsentrasi dan klien selalu
pertanyaan diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan,
tidak mampu berhitung, (tidak dapat melakukan penambahan dan
pengurangan).
m. Kemampuan penilaian
Mengkaji gangguan kemampuan ringan (dapat mengambil keputusan
yang sederhana dengan bantuan orang lain, gangguan menilai
bermakna (tidak mampu megambil keputusan walaupun dibantu orang
lain.
n. Daya tilik diri
Klien mengkikari penyakit yang diderita, tidak menyadari adanya
penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu
pertolongan, menyalahkan orang lain dan lingkungannya dengan
kondisinya saat ini.

E. ALAT UKUR STATUS MENTAL LANSIA


1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) : Penilaian
untuk mengetahui fungsi intelektual lansia
2. Inventaris Depresi Beck : Mengetahui tingkat depresi lansia
3. Mini mental State Exam (MMSE) : Menguji Aspek-Aspek Kognitif
dari Fungsi Mental
4. Indeks bartel :Merupakan alat ukur yang di gunakan untuk
mengetahui kemampuan fungsional pada pasien yang mengalami
gangguan system syaraf.
5. GDS (Geriatri Depression Scale) : Skala depresi geriatri (GDS)
adalah suatu kuesioner, terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu
biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses
penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi
masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi
gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi
pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.

1. Wawancara
Dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami
perubahan fungsi mental sebelumnya?. Kaji adanya demensia,
dengan alat-alat yang sudah distandardisasi (Mini Mental Status
Exam (MMSE)).
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat
penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia
mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat
yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan
membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
2. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang
cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-
kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas
karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat
dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data
yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan
sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi
tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat
tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau
protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan
kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat
harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
3. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas
dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat
senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi
tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi
dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara
kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal
pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada
waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status,
seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
4. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia
karena beberapa hal termasuk :
a. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
b. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
c. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
d. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .
5. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting.
Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat
badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak
untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama
kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa
penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan
tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak,
penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at
meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid,
Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala
Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid
untuk mengukur depresi.
6. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku
merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan
mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan
yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers.
Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk
dianalisis.
7. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi.
8. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan
pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia
untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting,
dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji
ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan
fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe
pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
9. Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat
penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL (
mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet)
merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien
dalam menjalankan ADL.
10. The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen
untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah
tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu,
yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
11. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia
karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit
sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa.
Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal;
funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan
pengobatan medis juga harus dikaji.
a. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan
atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah
psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan
monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi
kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih
dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu
dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan
dan yang tidak disukai.
b. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan
harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan,
komorbiditas.
c. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol
dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan
kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami
kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.
Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh
seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti
kehilangan dan kesepian.
d. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia.
Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan
rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan
lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam
mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
e. Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan
tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat
pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia.
Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk
berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia
kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk
menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pola tidur


2. Gangguan proses pikir
3. Perubahan persepsi sensori
4. Risiko cedera
5. Kurang perawatan diri

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Gangguan pola tidur Kriteria Hasil : 1. Determinasi efek-
Definisi : Gangguan kualitas 1. Jumlah jam tidur efek medikasi
dan kuantitas waktu tidur akibat dalam batas normal terhadap pola tidur
faktor eksternal 6-8 jam/hari 2. Jelaskan
2. Pola tidur, kualitas pentingnya tidur
dalam batas normal yang adekuat
Batasan Karakteristik : 3. Perasaan segar 3. Fasilitas untuk
1. Perubahan pola tidur normal sesudah tidur atau mempertahankan
2. Penurunan kemampuan istirahat aktivitas sebelum
berfungsi 4. Mampu tidur (membaca)
3. Ketidakpuasan tidur mengidentifikasikan 4. Ciptakan
4. Menyatakan sering terjaga hal-hal yang lingkungan yang
5. Meyatakan mengalami meningkatkan tidur nyaman
kesulitan tidur 5. Kolaborasikan
6. Menyatakan tidak merasa pemberian obat
cukup istirahat tidur
6. Diskusikan dengan
Faktor Yang Berhubungan pasien dan
1. Kelembaban lingkungan keluarga tentang
sekitar teknik tidur pasien
2. Suhu lingkungan sekitar 7. Instruksikan untuk
3. Tanggung jawab memberi memonitor tidur
asuhan pasien
4. Perubahan pejanan terhadap 8. Monitor waktu
cahaya gelap makan dan minum
5. Gangguan(mis.,untuk tujuan dengan waktu
terapeutik, pemantauan, tidur
pemeriksaan laboratorium) 9. Monitor/catat
6. Kurang kontrol tidur kebutuhan tidur
7. Kurang privasi, pasien setiap hari
Pencahayaan dan jam
8. Bising, Bau gas
9. Restrain fisik, Teman tidur
10. Tidak familier dengan
prabot tidur

2 Gangguan Proses Berpikir Kriteria Hasil : 1. Diskusi dengan


Definisi: Gangguan dalam 1. mengingat dengan pasien dan
menelaah sesuatu akibat segera informasi keluarga beberapa
penuaan atau faktor lain yang tepat masalah ingatan
2. mengingat
2. Rangsang ingatan
informasi yagg
Batasan Karakteristik: baru saja dengan mengulang
1. Penurunan daya ingat disampaikan pemikiran pasien
2. Penurunan kemampuan 3. mengingat kemarin dengan
berfungsi informasi yang cepat
3. Menyatakan sering lupa sudah lalu 3. Mengenangkan
4. Merasa tak mampu lagi tentang
mengingat pengalaman di
masa lalu dengan
Faktor yang Berhubungan: pasien
1. Usia
2. Pekerjaan
3. Tanggung jawab memberi
asuhan
4. Kurangnya keinginan
untuk membaca atau
pengaplikasian
3 Perubahan Persepsi Sensori Kriteria Hasil : 1. Dorong keluarga
Definisi: Perubahan pada 4. Menunjukan status melakukan
jumlah atau pola stimulus yang neurulogis stimulasi sensori
diterima, yang disertai respon Gangguan jika perlu (foto,
ekstream
terhadap stimulus tersebut yang sentuhan)
5. Menunjukan status
dihlangkan, dilebihkan, neurulogis Berat 2. Bantu klien
disimpangkan, atau dirusakkan 6. Menunjukan status memperkuat
neurulogis Sedang
Batasan Karakteristik: 7. Menunjukan status jaringan sosial
1. Penurunan daya ingat neurulogis Ringan
2. Penurunan kemampuan 8. Menunjukan status
neurulogis Tidak
berfungsi
ada gangguan
3. Penurunan sensor panca
indra
4. Merasa tak mampu lagi
merasakan sesuatu

Faktor yang Berhubungan:


1. Usia
2. Lingkungan
3. Medikasi
4. Tigkat kenyamanan
5. Penyakit yang ada
sebelumnya
6. Merokok
7. Tingkat kebisigan
4 Risiko Cidera Kriteria Hasil : 1. Berikan sesi
Definisi: keadaan individu 1. pada akhir sesi pengajaran ketiga
yang berisiko mengalami pengajaran ketiga, selama 20 menit
cedera karena interaksi kondisi klien akan membuat tentang
lingkungan dengan adaptasi daftar bahaya yang
mengidentifikasi
dan sumber pertahanan ada dalam rumah
individu 2. Setelah 3 bulan, dan menghindari
klien akan bahaya atau jah
Batasan Karakteristik: memodifikasi 50% dan cedera, dan
1. Sikap jalan yang tidak bahaya yang ada meningkatkan
3. Setelah 6 bulan keamanan
terkoordinasi
klien akan 2. Minta klien
2. Melaporka kesulitan memodifikasi 100%
melihat pada malam hari melengkapi daftar
bahaya yang ada
3. Melapor sering keamanan di
“tersandung” oleh furniture rumah untuk
rumah mengdentfikasi
4. Pencahayaan rumah yang adanya potensi
kurang risiko terhadap
5. Permandian yang tidak keamanan
aman 3. Amankan
Faktor yang Berhubungan: pegangan pada bak
1. Usia mandi dan area
2. Pekerjaan pancuran
3. Tanggung jawab memberi 4. Tempattkan
asuhan sedikitnya lampu
4. Gaya hidup sebesar 75 watt
5. Kerusakan sensori pada seluruh
6. Kessadaran terhadap ruangan
keamanan 5. Bantu klien
menilai bahaya
yang ada di rumah
6. Anjurkan klien
untuk memeriksa
pengheliatan dan
pendengaran
secara tetratur
7. Anjurkan klien
untuk
mendaftarkan diri
pada kursus olah
raga dan menjaga
tetap aktif

5 Defisit Perawatan Diri Kriteria Hasil : 1. mempertahankan


Definis: Kurangnya 1. Klien akan bebas kebersihan diri
kemampuan untuk merawat diri bau badan secara mandiri.
2. Mempertahankan 2. melakukan
dari segi kebersihan
rentan gerak kebersihan
3. Mencapai rasa perawatan diri
Batasan Karakteristik: nyaman dan secara mandiri.
1. Perubahan perkembangan sejahera 3. Membimbing dan
2. Klien tidak mampu 4. Memahami menolong klien
melakukan perawatan diri metode perawatan merawat diri.
sendiri kulit 4. mengenal tentang
pentingnya
kebersihan diri.
Faktor yang Berhubungan:
1. Imobilisasi
2. Penurunan sensasi
3. Perubahan nutrisi dan
hidrasi
4. Sekresi dan ekskresi pada
kulit
5. Insufiensi vascular
6. Peralatan eksternal
D. IMPLEMENTASI
Dalam implementasi sesuai dengan intervensi yang sebelumnya sudah di buat
dan dilakukan dalam implementasi sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
E. EVALUASI
Diharapkan di dalam evaluasi di tulis dalam bentuk evaluasi saat dilakukan
dan evaluasi target waktu yang telah di tentukan dan mengacu pada keriteria
hasil yang telah di tentukan
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M., dkk.Nursing Intervention Clasification
(NIC).Mocomedia:2013.
Moorhead, Sue, dkk.Nursing Outcomes Clasification (NOC).Mocomedia:2013.
Potter & Perry.Fundamental Keperawatan Edisi 4.EGC;2016
Google.diakses tanggal 11 mei 2018

Anda mungkin juga menyukai