DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
AHMAD ARIF HUSAINI (017.01.3508)
DINA ARIA (017.01.3426)
I MADE SUMAHARIANTA RADIN (017.01.3438)
IDA AYU WAYAN PUTRI SRI WAHYUNI (017.01.3440)
LANI INGGA BUDIARSIH (017.01.3451)
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas KeperawatanJiwa 2 dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Lansia”.
Kami berterima kasih kepada Ibu Ni Made Sumartyawati, S.Kp.,M.Kep Selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep kesehatan jiwa pada lansia
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan jiwa pada lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis,
dan sosial dengan batasan umur sebagai berikut :
1. Dewasa menjelang Lansia ( 45 – 54 tahun ).
2. Lanjut Usia ( 55 – 64 tahun ).
3. Lansia dengan resiko tinggi ( > 65 tahun ).
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu
biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses
penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi
masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi
gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi
pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
1. Wawancara
Dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami
perubahan fungsi mental sebelumnya?. Kaji adanya demensia,
dengan alat-alat yang sudah distandardisasi (Mini Mental Status
Exam (MMSE)).
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat
penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia
mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat
yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan
membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
2. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang
cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-
kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas
karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat
dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data
yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan
sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi
tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat
tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau
protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan
kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat
harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
3. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas
dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat
senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi
tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi
dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara
kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal
pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada
waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status,
seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
4. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia
karena beberapa hal termasuk :
a. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
b. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
c. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
d. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .
5. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting.
Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat
badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak
untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama
kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa
penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan
tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak,
penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at
meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid,
Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala
Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid
untuk mengukur depresi.
6. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku
merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan
mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan
yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers.
Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk
dianalisis.
7. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi.
8. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan
pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia
untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting,
dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji
ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan
fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe
pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
9. Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat
penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL (
mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet)
merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien
dalam menjalankan ADL.
10. The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen
untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah
tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu,
yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
11. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia
karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit
sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa.
Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal;
funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan
pengobatan medis juga harus dikaji.
a. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan
atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah
psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan
monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi
kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih
dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu
dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan
dan yang tidak disukai.
b. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan
harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan,
komorbiditas.
c. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol
dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan
kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami
kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.
Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh
seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti
kehilangan dan kesepian.
d. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia.
Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan
rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan
lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam
mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
e. Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan
tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat
pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia.
Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk
berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia
kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk
menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI KEPERAWATAN