Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SKIZOFERNIA

Dosen Pengampu: Firman Rismanto, M. Psi

Disusun Oleh:

Kelompok 7 TP 5C

Muhammad Fajar Hidayat (1211040078)

Nimas Kumala Hayu (1211040089)

Riana Nurjanah (1211040107)

Rizkiyah Hamdala Putri (1211040111)

Sahnaz Zahra Zahira Addien (1211040113)

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

JURUSAN TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat-Nya, sehingga
makalah yang berjudul SKIZOFERNIA ini dapat tersusun sampai tuntas. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada bapak Firman Rismanto, M. Psi sebagai dosen mata kuliah
Psikologi Abnormal yang sudah berkontribusi membagikan uraian baik pikiran ataupun
materi, sehingga bisa menambah pengetahuan untuk kami sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta menambah wawasan
pengetahuan tentang Psikologi Abnormal. Semoga makalah sederhana yang kami buat ini bisa
dipahami oleh siapapun yang membacanya. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata-kata
yang kami tulis dalam makalah ini, dan kami memahami jika makalah ini jauh dari kata
sempurna, sehingga makalah ini sangat membutuhkan kritik dan saran yang kami harapkan
untuk kelangsungan pembelajaran kedepan yang baik dan berintegritas.

Bandung, Desember 2023

Kelompok 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa yang dapat terjadi pada siapapun. Sizofrenia
adalah gangguan pada pikiran dan persepsi, kadang-kadang merasa dikendalikan oleh kekuatan
dari luar dirinya, waham, autisme, dan perubahan perasaan abnormal yang menyatu dengan
situasi yang sebenarnya (Furkana et al., 2021). Skizofrenia merupakan salah satu dari jenis
gangguan kejiwaan yang tergolong tinggi yang dialami masyarakat di Indonesia. Penderita
skizofrenia merupakan individu yang mengalami keretakan kepribadian, alam pikir, perasaan dan
perbuatan (Talan, J. S, 2020). Timbulnya hal tersebut membuat seseorang dengan penderita
skizofrenia mengalami hilangnya kesadaran akan kontak realistik pada kehidupan normal yang
saling berkaitan satu sama lain.

Skizofrenia adalah salah satu bentuk psikosis fungsional dengan adanya gangguan besar
pada proses berpikir dan disharmoni (retakan, perpecahan) antara proses berpikir, afek/emosi,
kemauan dan psikomotorik disertai distorsi realitas, terutama akibat delusi dan
halusinasi; asosiasi terpecah sehingga timbul inkoherensi, pengaruh dan emosi dari perilaku
aneh. Skizofrenia merupakan salah satu bentuk psikosis yang terdapat dimana-mana, namun
faktor penyebabnya belum diketahui secara jelas. Kraepelin menyebut kelainan ini demensia
precox ( demensia artinya keterbelakangan kecerdasan dan precox artinya muda/sebelum
waktunya).

Skizofrenia ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya.
Penderita skizofrenia akan memunculkan dua gejala yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala
primer adalah gejala yang samar seperti gangguan proses pikir, gangguan afek dan emosi,
gangguan kemauan, dan gangguan psikomotor. Sedangkan gejala sekunder merupakan gejala
nyata seperti delusi dan waham (Prabowo, 2014). Penderita skizofrenia akan lebih sering
menunjukkan gejala psikotik seperti delusi dengan ciri khas berupa gangguan perasaan akan
kemegahan dan halusinasi dengan ciri khas berupa mendengar suara yang tidak didengar orang
lain (Trevisan et al., 2020). Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang menjadi
masalah utama di negara-negara berkembang. Menurut Nasriati (2017) Gangguan jiwa
merupakan suatu masalah kesehatan yang serius dikarenakan jumlah penderita gangguan jiwa
yang makin hari mengalami peningkatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Skizofernia itu?
2. Apa sebab-sebab gangguan Skizofernia?
3. Apa saja gejala klinis dari Skizofernia ini?
4. Bagaimana terapi atau pengobatan untuk gangguan ini?

C. Tujuan
1. Memahami penjelasan tentang Skizofernia
2. Mengetahui sebab-sebab gangguan skizofernia
3. Mengetahui gejala klinis dari Skizofernia
4. Memahami terapi atau pengobatan yang tepat untuk gangguan ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Skizofernia

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang umum terjadi dengan karakteristik adanya
kerusakan dan keanehan pada pikiran, persepsi, emosi, pergerakan dan perilaku1. Skizofrenia
adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons
emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. WHO (2012) menyatakan bahwa
24 miliar penduduk di dunia menderita skizofrenia pada usia antara 15 sampai dengan 35 tahun.
Laki-laki memiliki tingkat kejadian tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 1,4
banding 1 (Messias, Chen, & Eaton, 2007).

Orang dengan skizofrenia memiliki resiko 10% seumur hidup bunuh diri. Penyakit ini
pertama kali muncul pada awal remaja. Pengobatan harus secepat mungkin dilakukan, karena
keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita
menuju kemunduran mental. Pengobatan yang dilakukan harus komprehensif, multimodal, dan
dapat diterapkan secara empiris terhadap pasien. Pengobatan yang diberikan yaitu dengan obat
dan psikoterapi2.

1
Sri Novitayani, “Karakteristik Pasien Skizofrenia Dengan Riwayat Rehospitalisasi,” Idea Nursing Journal VII, no.
2 (2016): 23. Hlm. 23
2
Widyawati Suhendro et al., “Psychotherapy Support on Scizophrenia,” E-Jurnal Medika Udayana 2, no. 12
(2017): 2135–46. Hlm. 2
B. Sebab-sebab Skizofernia

Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya. Banyak faktor yang berperan
terhadap kejadian skizofrenia. Faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian skizofrenia antara
lain faktor genetik, biologis, biokimia, psikososial, status sosial ekonomi, stress, serta
penyalahgunaan obat3. Faktor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Keluarga-
keluarga penderita skizofrenia yang diturunkan memiliki potensi untuk mendapatkan skizofrenia
melalui gen yang resesif yang selanjutnya tergantung pada lingkungan individu tersebut4.

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah sebagai berikut.

a. Umur

Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia
dibandingkan umur 17-24 tahun.

b. Jenis kelamin

Proporsi skiofrenia terbanyak adalah laki-laki (72%) dengan kemungkinan laki-laki.


berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan perempuan.
Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang menjadi penopang
utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan hidup, sedangkan perempuan
lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan
lebih bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun beberapa
sumber lainnya mengatakan bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress
psikologik dan juga wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma. Sementara prevalensi
skizofrenia antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

c. Pekerjaan

Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar 85,3% sehingga
orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita
skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja akan lebih mudah menjadi

3
Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2013.
4
Siti Zahnia and Dyah Wulan Sumekar, “Kajian Epidemiologis Skizofrenia,” Majority 5, no. 5 (2016): 160–66,
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812. Hlm. 165
stres yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon stres (kadar katekolamin) dan
mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang yang bekerja memiliki rasa optimis terhadap
masa depan dan lebih memiliki semangat hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak bekerja.

d. Status perkawinan

Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko untuk mengalami gangguan jiwa
skizofrenia dibandingkan yang menikah karena status marital perlu untuk pertukaran ego
ideal dan identifikasi perilaku antara suami dan istri menuju tercapainya kedamaian.6 Dan
perhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan
memuaskan.

e. Konflik keluarga

Konflik keluarga kemungkinan berisiko 1,13 kali untuk mengalami gangguan jiwa
skizofrenia dibandingkan tidak ada konflik keluarga.

f. Status ekonomi

Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk mengalami gangguan jiwa
skizofrenia dibandingkan status ekonomi tinggi. Status ekonomi rendah sangat
mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa ahli tidak mempertimbangkan kemiskinan
(status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi faktor yang menyertainya bertanggung
jawab atas timbulnya gangguan kesehatan. Himpitan ekonomi memicu orang menjadi rentan
dan terjadi berbagai peristiwa yang menyebabkan gangguan jiwa. Jadi, penyebab gangguan
jiwa bukan sekadar stressor psikososial melainkan juga stressor ekonomi. Dua stressor ini
kait-mengait, makin membuat persoalan yang sudah kompleks menjadi lebih kompleks.

C. Gejala Klinis Skizofernia

Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada
laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40
tahun jarang terjadi5.

Meskipun gejala klinis skizofrenia beraneka ragam, berikut adalah gejala skizofrenia yang
dapat ditemukan6.

a. Gangguan pikiran

Biasanya ditemukan sebagai abnormalitas dalam bahasa, digresi berkelanjutan pada


bicara, serta keterbatasan isi bicara dan ekspresi.

b. Delusi

Merupakan keyakinan yang salah berdasarkan pengetahuan yang tidak benar terhadap
kenyataan yang tidak sesuai dengan latar belakang sosial dan kultural pasien.

c. Halusinasi

Persepsi sensoris dengan ketiadaan stimulus eksternal. Halusinasi auditorik terutama


suara dan sensasi fisik bizar merupakan halusinasi yang sering ditemukan.

d. Afek abnormal

Penurunan intensitas dan variasi emosional sebagai respon yang tidak serasi terhadap
komunikasi.

e. Gangguan

Kepribadian motor Adopsi posisi bizar dalam waktu yang lama, pengulangan, posisi yang
tidak berubah, intens dan aktivitas yang tidak terorganisis atau penurunan pergerakan spontan
dengan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.

D. Terapi Atau Pengobatan

Berikut ini adalah beberapa metode penanganan untuk skizofrenia:

a. Obat-obatan

5
Zahnia and Wulan Sumekar. hlm. 161
6
Zahnia and Wulan Sumekar. Hlm. 162
Untuk menangani halusinasi dan delusi, obat ini dapat mengurangi gejala seperti delusi,
halusinasi, sulit berkonsentrasi, serta rasa cemas dan bersalah. Dengan begitu, kualitas hidup
dan kemampuan pasien dalam berinteraksi dapat membaik. Obat antipsikotik harus tetap
dikonsumsi seumur hidup meski gejala sudah membaik. Beberapa jenis obat antipsikotik
yang diberikan adalah:

 Chlorpromazine
 Haloperidol
 Fluphenazine
 Aripiprazole
 Clozapine
 Paliperidone
 Olanzapine
 Risperidone

b. Psikoterapi

Psikoterapi bertujuan agar pasien dapat mengendalikan gejala yang dialaminya. Terapi ini
akan dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan. Beberapa metode psikoterapi yang
digunakan adalah:

 Terapi individual

Terapi individual bertujuan untuk mengajarkan keluarga dan teman pasien cara
berinteraksi dengan pasien. Salah satunya adalah dengan memahami pola pikir dan
perilaku pasien.

 Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku dan pola pikir pasien,
membantu pasien memahami pemicu halusinasi dan delusi, dan mengajarkan pasien cara
mengatasinya. Terapi ini bisa dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan.

 Terapi remediasi kognitif


Terapi remediasi kognitif bertujuan untuk mengajarkan pasien cara memahami
lingkungan. Terapi ini juga meningkatkan kemampuan pasien dalam memperhatikan atau
mengingat sesuatu, dan mengendalikan pola pikirnya.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Skizofrenia adalah salah satu bentuk psikosis fungsional dengan adanya gangguan besar
pada proses berpikir dan disharmoni (retakan, perpecahan) antara proses berpikir, afek/emosi,
kemauan dan psikomotorik disertai distorsi realitas, terutama akibat delusi dan
halusinasi; asosiasi terpecah sehingga timbul inkoherensi, pengaruh dan emosi dari perilaku
aneh. Skizofrenia merupakan salah satu bentuk psikosis yang terdapat dimana-mana namun
faktor penyebabnya belum diketahui secara jelas. Kraepelin menyebut kelainan ini demensia
precox ( demensia artinya keterbelakangan kecerdasan dan precox artinya muda/sebelum
waktunya).

Adapun terkait ikhtiar dalam menyembuhkan skizofernia dapat dengan melakukan


pengobatan rutin kepada profesionalis dan juga pembinaan terapi untuk penyembuhan yang lebih
optimal. Untuk menangani halusinasi dan delusi, obat ini dapat mengurangi gejala seperti delusi,
halusinasi, sulit berkonsentrasi, serta rasa cemas dan bersalah. Dengan mengkonsumsi
antipsikotik kualitas hidup dan kemampuan pengidap dapat teroptimalkan dengan baik. Obat
antipsikotik harus tetap dikonsumsi seumur hidup meski gejala sudah membaik, tentunya dengan
pengawasan tenaga profersinal. Beberapa jenis obat antipsikotik yang diberikan adalah:
chlorpromazine, haloperidol, fluphenazine, aripiprazole, clozapine, paliperidone, olanzapine,
risperidone. Kemudian adapun metode psikoterapi dalam membantu menangani penderita
skizofernia adalah: terapi individual, terapi prilaku kognitif, dan terapi remediasi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

Sri Novitayani. “Karakteristik Pasien Skizofrenia Dengan Riwayat Rehospitalisasi.” Idea


Nursing Journal VII, no. 2 (2016): 23.

Suhendro, Widyawati, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Rumah Sakit, and Umum
Pusat. “Psychotherapy Support on Scizophrenia.” E-Jurnal Medika Udayana 2, no. 12
(2017): 2135–46.

Zahnia, Siti, and Dyah Wulan Sumekar. “Kajian Epidemiologis Skizofrenia.” Majority 5, no. 5
(2016): 160–66. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812.

Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013.

Anda mungkin juga menyukai