Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu pada era globalisasi ini memiliki banyak kebutuhan dan

keinginan yang semakin meningkat dan beranekaragam, dengan

didukungnya kemajuan teknologi menyebabkan perubahan dalam tatanan

kehidupan dari kehidupan yang sederhana menjadi yang modern.

Perubahan sikap dan gaya hidup setiap individu juga dipengaruhi oleh hal

tersebut. Individu dituntut untuk dapat memenuhi semua kebutuhan dan

keinginannya hal inilah yang dapat memicu atau menyebabkan timbulnya

stress atau gangguan jiwa pada manusia. Gangguan jiwa pada manusia

dapat mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang seperti aktifitas yang

terganggu, kehidupan social, pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga

juga terganggu. Individu yang memiliki gangguan jiwa sering mendapat

stigma dan diasingkan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Keluarga dari

individu yang mengalami gangguan jiwa juga mendapat dampak negatif

dari masyarakat seperti mendapat sikap – sikap penolakan, penyangkalah

dan disisihkan dari masyarakat. Bentuk gangguan jiwa yang paling banyak

terjadi di masyarakat salah satunya adalah Skizofrenia . (Amelia & Anwar

2013).
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa individu yang

mengalami Skizofrenia adalah orang yang berbahaya bagi lingkungan

sekitarnya. Individu yang mengalami gangguan jiwa Skizofrenia biasanya

ditandai dengan kecurigaan ekstrim, perubahan emosi, perilaku dan

pikiran terganggu, pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, dan

1
2

mengalami gangguan aktivitas motorik. (Amelia,2013). Klien yang

mengalami Skizofrenia masalah utama yang dialami adalah perilaku

kekerasan. Penyebab adanya perilaku kekerasan pada penderita

Skizofrenia dapat berasal dari masalah fisik, kondisi kejiwaan (psikologis),

dan masalah social (lingkungan). Klien dengan perilaku kekerasan

biasanya tampak melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara

fisik, baik kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Wahyuningsih,

Keliat & Hastono, 2011).


WHO, 2016 didapatkan data sekitar 35 juta orang terkena depresi,

60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena Skizofrenia, serta 47,5 juta

terkena dimensia. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi

gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) sebesar

6% untuk usia 15 tahun ke atas. Gangguan mental emosional di Indonesia

sekitar ≥ 14 juta jiwa, sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti

gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per 1000 penduduk, ini

berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).

(Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.-

Kementerian Kesehatan RI., 2016). Prevalensi penduduk di Provinsi Bali

yang mengalami gangguan jiwa termasuk Skizofrenia diperkirakan

sebanyak 3% dari 4 juta jumlah penduduk atau sekitar 120.000 orang

dimana 15.000 orang diantaranya mengalami gangguan jiwa berat.

(Dinkes Provinsi Bali, 2013 dalam Jurnal Sugiarta,dkk.2017). Hasil studi

pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali di Bangli diperoleh

jumlah pasien yang dirawat pada bulan oktober 2014 pasien yang dirawat

sebanyak 437 pasien, bahwa dari 397 yang menderita Skizofrenia


3

diantaranya 298 pasien terdiri dari 295 laki – laki (74,30%) dan 102

perempuan (25,70%). (Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Profinsi Bali,

2014. Dalam Jurnal Sugiarta dkk, 2017). Data dari Puskesmas III

Denpasar Selatan 3 bulan terakhir (Oktober, November, Desember) tahun

2017, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan

(Desa Pamogan dan Kelurahan Serangan) tercatat 33.277.000 orang dan

didapatkan data jumlah klien yang mengalami gangguan jiwa adalah 31

orang dengan diagnosa medis tertinggi yaitu Skizofrenia 21 orang (6,3%),

Retalgi Mental 5 orang (1,5%), Gangguan Mental Organik 4 orang (1,2%),

Gangguan Bipolar 1 orang (0,3%). Prevalensi diagnosa keperawatannya

yaitu Halusinasi 9 orang (2,7%), Perilaku Kekerasan 8 orang (2,4%),

Harga Diri Rendah 7 orang (2,1%), Defisit Perawatan Diri 5 orang (1,5%),

Waham 2 orang (0,6%).


Berdasarkan uraian dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa

pasien dengan perilaku kekerasan cukup banyak mengingat tanda gejala

perilaku kekerasan, muka merah dan tegang, pandangan tajam,

mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, bicara keras,

suara tinggi, mengancam secara verbal dan fisik, melempar atau memukul

benda / orang lain, merusak barang atau benda, kemudian apabila tidak

ditanggulangi dengan baik dapat menyebabkan perilaku kekerasan

bertambah berat seperti klien dapat melukai orang lain dan diri sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?
2. Bagaimana tanda dan gejala dengan pasien perilaku kekerasan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Perilaku Kekerasan
2. Mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI KASUS


1. Konsep Dasar Teori Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia
Faizal, 2008 dalam Prabowo, 2014 mendefinisikan

Skizofrenia atau Schizophrenia artinya kepribadian yang terpecah,


5

antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan kata lain apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Faizal,

2008 juga menegaskan bahwa Skizofrenia adalah orang yang

mengalami gangguan emosi, pikiran dan perilaku. (hal. 22).


Direja, 2011 menegaskan bahwa Skizofrenia adalah suatu

gangguan psikologi dengan gangguan utama proses pikir serta

keretakan antara proses pikir, emosi, kemauan dan psikomotor,

terutama karena waham dan halusinasi. (hal.95).


Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat

dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan

lingkungan. (Yosep, 2010 dalam Damaiyanti, 2012)


b. Proses Terjadinya Skizofrenia
Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun

menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel

tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitters yang

membawa pesan dari sambungan sel yang satu ke sel yang lain. Di

dalam otak yang terserang Skizofrenia, terdapat kesalahan atau

kerusakan pada system operasi tersebut.


Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia di dalamnya

akan mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita skizofrenia.

Pada orang yang normal, system saraf pada otak bekerja dengan

normal. Sinyal – sinyal persepsi yang datang dikirimkan kembali

dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan

perasaan, pemikiran dan akhirnya melakukan tindakan sesuai


6

kebutuhan saat itu. Pada otak penderita skizofrenia sinyal – sinyal

yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil

mencapai sambungan sel yang dituju.


Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga

maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres di

dalam otaknya dalam kurung waktu yang lama. Kerusakan yang

perlahan – lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang

tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan –

lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia

akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi

halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.


Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba – tiba.

Perubahan prilaku yang dramatis terjadi dalam beberapa hari atau

minggu. Serangan yang mendadak dapat memicu terjadinya

periode akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami

gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa hidup secara

normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa

mereka dikucilkan, merasa depresi yang hebat dan tidak dapat

berfungsi sebagai mana layaknya orang normal dalam

lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat

menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas,

kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan social, tidak

memiliki motivasi sama sekali, depresi dan tidak memiliki

kepekaan tentang perasaanya sendiri.


c. Jenis Skizofrenia
Direja, 2011
1) Skizofrenia Simplex
7

Dengan gejala utama emosi yang rendah dan kemunduran

kemauan.
2) Skizofrenia hebefrenik
Gejala utama gangguan proses fikir gangguan kemauan..

Banyak terdapat waham dan halusinasi.


3) Skizofrenia Katatonik
Dengan gejala utama pada psikomotor seperti gaduh

gelisah.
4) Skizofrenia paranoid
Dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim desertai

waham kebesaran
5) Episode Schizoprenia Akut (lir schizophrenia)
Kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan

kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.


6) Skizofrenia Psiko-Afektif
Yaitu adanya gejala utama skiofrenia yang menonjol

dengan disertai gejala depressi atau mania.


7) Skizofrenia residual
Schizophrenia dengan gejala – gejala primernya dan

muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia. (hal.95)


d. Gejala Skizofrenia
1) Gejala Primer (Prabowo.2014)
a) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada

Skizofrenia inti gangguan terdapat pada proses pikiran yang

terganggu terutama ialah asosiasi, kadang – kadang satu idea

belum selesai diutarakan, sudah timbul idea lain. Pada

seseorang yang mengalami skizofrenia kadang – kadang

pikirannya seakan - akan berhenti, tidak timbul idea lain lagi.

Keadaan ini dinamakan ”Blocking” biasanya berlangsung

beberapa detik dan terkadang sampai beberapa hari.


b) Gangguan efek dan emosi.
Gangguan ini pada penderita skizofrenia berupa :
(a) Kedangkalan emosi
8

(b) Parathimi : pada individu normal timbul rasa senang dan

gembira tetapi pada individu dengan skizofrenia timbul rasa

sedih dan marah.


(c) Paramimi : pada individu dengan skizofrenia timbul rasa

senang dan gembira, akan tetapi menangis. Terkadang

emosi, efek dan ekspresinya tidak mempunyai kesatuan


(d) Emosi yang berlebihan
c) Gangguan Kemauan
Penderita skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan ,

mereka tidak dapat mengambil keputusan dan tidak dapat

bertindak dalam suatu keadaan.


d) Gejala psikomotor
Gejala ini hampir sama dengan gejala – gejala katatonik
2) Gejala Sekunder
a) Waham
b) Halusinasi
2. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan
a. Pengertian Perilaku Kekerasan
Yosep, 2010 dalam Damaiyanti, 2012 mendefinisikan

bahwa perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat

dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan

lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk

yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan

terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). (hal.95).


Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk

melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk

penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan

agresif yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang

lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku


9

merusak lingkungan, melempar kaca, genting dan semua yang ada

di lingkungan. (Sutejo.2017).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap

stressor yang dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat

menimbulkan kerugian pada diri – sendiri, orang lain, maupun

lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan,

penanganan pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat

dan tepat oleh tenaga yang professional. (Keliat.2009).


b. Psikopatologi
1) Faktor Predisposisi
a) Factor Psikologis
(1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu

tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif

yang memotivasi Perilaku Kekerasan.


(2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan

masa kecil yang tidak menyenangkan.


(3) Rasa frustasi.
(4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau

lingkungan.
(5) Teori psikoanalitik
(6) Teori Pembelajaran
b) Factor Sosial Budaya
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan menerima

perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam

masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinya perilaku

kekerasan.
c) Faktor Biologis
(1) Pengaruh neurofisiologik
(2) Pengaruh biokimia
(3) Pengaruh genetic
(4) Gangguan Otak
2) Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa

terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman


10

knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut:
a) Kondisi klien: kelemahan fisik, keputusasaan,

ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif

dan masa lalu yang tidak menyenangkan.


b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang,

merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien

sendiri maupun eksternal dari lungkungan.


c) Lingkungan: panas, padat dan bising. (Direja. 2011).
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009) byang dikutip

dalam buku Direja (2011), menegaskan bahwa hal – hal

yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau

penganiayaan antara lain sebagai berikut:


(1) Kesulitan kondisi social ekonomi
(2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
(3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuaanya dalam menempatkan diri sebagai

orang yang dewasa.


(4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat anti social seperti

penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu

mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.


(5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan atau

perubahan tahap perkembangan keluarga.(Direja.2011).


c. Rentang Respon Marah
Menurut Yosep, 2010 perilaku kekerasan merupakan status rentang

emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanisfestasikan dalam

bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk

komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang

yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan


11

pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,

merasa tidak dituruti atau tidak dianggap”. Rentang respon

kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai

pada respon sangat tidak normal (maladaptif). (Damaiyanti, 2012:

hal 96).
Bagan 2.1 Rentang Respon (Yosep, 2010)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif

Kekerasan

Keterangan :

1. Asertif
Klien mampu mengungkapkan rasa marah tanpa menyalahkan orang lain

dan memberikan ketenangan.


2. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat

menemukan alternatifnya.
3. Pasif

Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan

menyerah.

4. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut atau

mengancam tetapi masih terkontrol.

5. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol disertai

mengamuk dan merusak lingkungan (Direja.2011)


12

a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas

normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut, respon adaptif. (Damaiyanti, 2012: hal 96):

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan

b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial

2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari

hati

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak

teratur (Damaiyanti, 2012: hal 97).

d. Tanda dan Gejala


13

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan

gejala perilaku kkekerasan: (Damaiyanti, 2012: hal 97)


1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Jalan mondar mandir
e. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan
1) Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan

mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL

yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak

ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya

trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat

digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti

neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai

efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Prabowo, 2014:

hal 145).
2) Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini

buka pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media

untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan

berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus

diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti

membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang

penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog

atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi

dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus


14

dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah

dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya

(Prabowo, 2014: hal 145).


3) Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang

memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-

sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat

melakukan lima tugas kesehatan, yaitu : mengenal masalah

kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi

perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan

keluarga yang sehat dan menggunakan sumber yang ada pada

masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi

masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan

primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan

sekunder), dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku

adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan pasien

dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Prabowo,

2014:hal 145).
4) Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi

somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan

jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif

menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang

ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku

pasien (Prabowo, 2014: hal 146).


5) Terapi kejang listrik
15

Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT)

adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan

kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui

elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali

terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali

(seminggu 2 kali) (Prabowo, 2014: hal 146).


3) Tinjauan Teori Kasus
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari

proses keperawatan jiwa. Tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien.

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social

dan spiritual. (Keliat,1998 dalam Prabowo 2014).

Adapun isi pengkajian itu adalah :

1) Identitas Pasien
Melakukan perkenalan dan kontrak pasien tentang nama

mahasiswa, nama panggilan, nama pasien, nama panggilan

pasien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topic yang akan

dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Apa yang menyebabkan pasien datang atau dirawat di rumah

sakit, apakah sudah tau penyakit sebelumnya, apa yang sudah

dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.


3) Riwayat Penyakit Sekarang dan Faktor Presipitasi
Menanyakan bagaimana pasien bisa mengalami gangguan jiwa
4) Factor Predisposisi
Menanyakan apakah keluarga ada yang mengalami gangguan

jiwa, bagaimana hasil pengobatan yang sebelumnya, apakah

pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,


16

seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga

dan tindakan criminal. Menanyakan pada pasien tentang

pengalaman yang tidak menyenangkan.


5) Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda – tanda vital, tinggi badan, berat dan

tanyakan apakah ada keluhan yang dirasakan pasien.


6) Pengkajian psiko social
a) Genogram
Menggambarkan pasien dengan keluarga
b) Konsep Diri
(1) Gambaran diri
Tanyakan persepsi pasien terhadap tubuhnya
(2) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum dirawat
(3) Fungsi peran
Tugas atau peran pasien dalam keluarga / pekerjaan /

kelompok masyarakat, kemampuan pasien dalam

melaksanakan fungsi dan perannya, perubahan yang

terjadi saat pesien sakit dan dirawat, bagaimana

perasaan pasien akibat perubahan tersebut.


(4) Ideal diri
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang ideal,

posisi, tugas dan peran dalam keluarga, pekerjaan,

sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan, harapan

pasien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan

tidak sesuai dengan harapannya.


(5) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan

kondisi, dampak pada pasien dalam berhubungan

dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai

harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri


17

tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap

pandangan / penghargaan orang lain.


7) Hubungan Sosial
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup pasien,

tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah.


8) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan

keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.


9) Status mental
a) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung

kaki.
b) Pembicaraan
Amati pembicaraan pasien apakah cepat, keras, terburu,

gagap, sering terhenti, apatis, lambat, membisu, menghindar,

tidak mampu memuali pembicaraan.


c) Aktivitas motorik
(1) Apakah lesu tegang , gelisah
(2) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan

kegelisahan.
(3) Tik : gerakan – gerakan kecil otot muka yang tidak

terkontrol
(4) Grimasem : gerakan otot muka yang berubah – ubah

yang tidak terkontrol pasien


(5) Tremor : jari – jari yang bergetar ketika pasien

menjulurkan tangan dan merentangankan jari – jari


(6) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang – ulang.
d) Afek dan emosi
Kaji afek pasien meliputi : adekuat, datar, tumpul, labil, tidak

sesuai dan kaji emosi : pada status emosi pasien perlu dikaji

apa pasien merasakan kesepian, apatis, marah.


e) Interaksi selama wawancara
Kooperatif, tidak kooperatif, mudah tersinggung,

bermusuhan, kontak kurang , curiga


f) Persepsi sensori
18

Ditanyakan apakah pasien mengalami halusinasi atau ilusi.


g) Proses pikir
(1) Bentuk pikir
(a) Otistik
Hidup dalam dunianya sendiri dan cenderung tidak

memperdulikan lingkungan sekitarnya


(b) Dereistik
Proses mental tidak diikuti dengan kenyataan, logika

atau pengalaman.
(c) Proses Non Realistik
Pikiran yang tidak didasarkan pada kenyataan
(2) Arus pikir
(a) Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit – belit tapi

sampai pada tujuan


(b) Tangensial : pembicaraan yang berbelit – belit tapi

tidak sampai pada tujuan


(c) Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada

hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainya.


(d) Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu

topic ke topic yang lainya.


(e) Bloking : pembicaraan terhenti tiba – tiba tanpa

gangguan dari luar kemuadian dilanjutkan kembali.


(f) Perseferasi : kata – kata yang diulang berkali – kali
(g) Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali – kali
(3) Isi Pikir
(a) Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun pasien

berusaha menghilangkannya
(b) Phobia : ketakutan yang patofisiologis / tidak logis

terhadap objek / situasi tertentu


(c) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan

organ tubuh yang sebenarnya tidak ada


(d) Depersonalisasi : perasaan pasien yang asing terhadap

diri – sendiri , orang lain dan lingkungan.


19

(e) Ide yang terkait : keyakinan pasien terhadap kejadian

yang terjadi di lingkungan yang bermakna yang

terkait pada dirinya.


(f) Pikiran magis : keyakinan pasien tentang kemampuan

melakukan hal – hal yang mustahil atau diluar

kemampuannya.
(g) Waham :
Agama : keyakinan pasien terhadap suatu agama

secara berlebihan dan diucapkan berulang – ulang

tetapi tidak sesuai dengan kenyataan


Somatic : keyakinan pasien terhadap tubuhnya dan

diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan

keyakinan
Kebesaran : keyakinan pasien yang berlebihan

terhadap kemampuaanya dan diucapkan berulang –

ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.


Curiga : keyakinan pasien bahwa ada seseorang yang

berusaha merugikan, mencederai dirinya, diucapkan

berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan


Nihilistic : pasien yakin bahwa dirinya sudah tidak

ada didunia / meninggal yang dinyatakan secara

berulang – ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan


Waham yang bizar
Sisip pikir : pasien yakin ad aide pikiran orang lain

yang disisipkan pada pikirannya, disampaikan secara

berulang – ulang dan tidak sesuai dnegan kenyataan.


Siar pikir : pasien yakin ada orang lain yang

mengetahui apa yang pasien pikirkan walaupun pasien

tidak pernah menceritakannya kepada orang,


20

disampaikan secara berulang – ulang dan tidak sesuai

dengan kenyataan.
Control pikir : pasien yakin pikirannya dikontrol oleh

kekuatan dari luar, disampaikan secara berulang –

ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.


h) Tingkat kesadaran
(1) Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang

tidak mengarah pada tujuan)


(2) Sedasi : mengatakan merasa melayang – laying antara

sadar atau tidak sadar


(3) Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan

yang diulang – ulang, anggota tubuh pasien dalam sikap

yang canggung dan dipertahankan pasien tapi pasien

mengerti semua yang terjadi di lingkungannya


i) Orientasi waktu, tempat dan orang.
Jelaskan apa yang dikatakan pasien saat wawancara.
j) Memori
(1) Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat

mengingat kejadian lebih dari 1 bulan


(2) Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat

mengingat kejadian dalam 1 minggu terakhir


(3) Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat

kejadian yang baru saja terjadi


(4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan

kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar

untuk menutupi gangguan daya ingatnya


k) Tingkat konsentrasi
(1) Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek

ke objek lainya
(2) Tidak mampu berkonsentrasi : pasien selalu minta agar

pertanyaan diulang karena tidak menangkap apa yang


21

ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali

pembicaraan
(3) Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan

penambahan atau pengurangan pada benda – benda

nyata.
l) Kemampuan penilaian
Kaji bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan

penilaian terhadap situasi, kemudian dibandingkan dengan

yang seharusnya.

m) Daya tilik diri


(1) Mengingkari penyakit yang diderita : pasien tidak

menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi )

pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan /

pasien menyangkal keadaan penyakitnya, pasien tidak

mau bercerita tentang penyakitnya.


(2) Menyalahkan hal – hal diluar dirinya : menyalahkan

orang lain atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya

penyakit atau masalah sekarang


10) Kebutuhan persiapan pulang
Meliputi makan BAB dan BAK, mandi, berpakaian,

istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan

kesehatan, aktifitas didalam rumah, aktifitas diluar rumah.


11) Mekanisme Koping
Data didapat melalui wawancara dengan pasien atau

keluarganya.
12) Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji tentang masalah dengan dukungan kelompok,

masalah berhubungan dengan lingkungan dan masalah


22

dengan pendidikan, pekerjaan, perumahan ekonomi,

pelayanan kesehatan.
13) Pengetahuan
Apakah pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan

pengetahuan yang kurang tentang : penyakit / gangguan

jiwa, system pendukung, factor predisposisi dan presipitasi,

mekanisme koping, penyakit fisik, obat – obatan dll.


14) Aspek medis
Diagnosa medis yang telah diterapkan oleh dokter, tuliskan

obat – obatan pasien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka

dan terapi lain.


b. Analisa Data
Analisa data adalah suatu cara mengidentifikasi, menfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap

masalah actual dan resiko tinggi mencangkup respon adaptif

maupun maladaptif serta yang menunjang.


Data yang didapat dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu:
1) Data objektif yang bisa ditemukan secara nyata. Data ini

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat.
2) Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh

pasien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara

perawat kepada pasien dan keluarga.


Data yang langsung didapatkan oleh perawat disebut sebagai data

primer, dan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan

tim kesehatan lain disebut sebagai data keluarga.(Prabowo.2014).

c. Diagnosa Keperawatan
Macam – macam diagnosa keperawatan
23

1) Diagnosa actual pernyataan tiga bagian termasuk label

diagnosa keperawatan, etiologi, tanda dan gejala perubahan

dalam perilaku pasien beralih kearah resolusi didiagnosa atau

diperbaikan status mengurangi atau menghilangkan masalah.


2) Diagnosa resiko tinggi pernyataan dua bagian termasuk label

diagnosa keperawatan dan factor – factor resiko untuk

mencegah masalah actual.


3) Diagnosa mungkin (potensial) pernyataan dua bagian termasuk

label diagnosa keperawatan dan etiologi yang tidak dikuatkan

atau batasan karakteristik yang tidak dikuatkan. Tidak

ditentukan kecuali masalah di validasi mengumpulkan data

tambahan untuk menguatkan atau menetapkan tanda – tanda /

gejala – gejala atau factor – factor resiko masalah kolaborasi

(Prabowo,2014).

Bagan 2.2 Pohon Masalah (Damaiyanti. 2012) :

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain affect

Core Problem

Perilaku Kekerasan
24

Halusinasi causa

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Adapun diagnosa keperawatan diantaranya:

a) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain


b) Perilaku Kekerasan
c) Halusinasi
d) Isolasi Sosial
e) Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

d. Perencanaan
Rencana intervensi keperawatan disesuaikan dengan diagnosa

keperawatan yang muncul setelah melakukan pengkajian dan rencana

intervensi keperawatan dilihat pada tujuan khusus. (Damaiyanti.2012)


Adapun prioritas diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1) Perilaku kekerasan
Tujuan Umum : klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain
Tujuan Khusus : Setelah 3x kunjungan selama 30 menit diharapkan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
(1) Bina Hubungan saling percaya dengan klien, dengan

menggunakan kominukasi terapeutik yaitu beri salam atau

panggil nama, perkenalkan nama perawat, jelaskan maksud

pertemuan, jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat, beri


25

rasa aman dan sikap empati, lakukan kontrak singkat tapi

sering.
Rasional : hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi

perawat dan klien.


b) Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan
Intervensi : dengan mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

yang telah dilakukan klien dapat mengingatkan diri klien untuk

tidak lagi melakukannya.


(1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya
Rasional : dengan memberi kesempatan mengungkapkan

perasaanya dapat mengetahui masalah yang dialami oleh klien.


(2) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel

atau kesal
Rasional : Dengan mengungkapkan penyebab perasaan jengkel

maka akan meringankan beban pikiran.


c) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
(1) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan

dirasakan saat jengkel / kesal.


Rasional : untuk mengetahui hal yang dialami dan di rasa saat

jengkel
(2) Observasi tanda dan perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : untuk mengetahui tanda – tanda klien jengkel atau

kesal.
(3) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel / kesal.
Rasional : agar dapat diketahui tanda dan gejala jengkel yang

dialami oleh klien.


d) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan

pada diri sendiri)


26

Rasional : mengeplorasikan perasaan klien terhadap perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan .


(2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan

yang dilakukan.
Rasional : untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan

prilaku konstriktif dan destruktif


(3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien

lakukan masalahnya selesai


Rasional : dapat membantu klien dapat menemukan cara yang

dapat menyelesaikan masalah.


e) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Intervensi :
(1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
Rasional : membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan

yang dilakukannya.
(2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan

klien.
Rasional : dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan

diharapkan klien dapat merubah perilaku destruktuf yang

dilakukannya menjadi perilaku yang konstruktif.


f) Klien dapat mendemonstrasikan cara konstrutif dalam merespon

terhadap kemarah.
(1) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru

yang sehat.
Rasional : agar klien dapat mempelajari cara yang lain yang

konstruktif.
(2) Beri pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
Rasional : dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga

dirinya.
27

(3) Diskusikan dengan klien cara yang lain yang sehat (memukul

bantal, kasur, olahraga atau pekerjaan yang memerlukan

tenaga).
Rasional : berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang

lain yang sesuai dengan klien.


g) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

kekerasan
Intervensi :
(1) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
Rasional : memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai

respon perilaku kekerasan secara tepat


(2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara dipilih
Rasional : membantu klien dalam mebuat keputusan terhadap

cara yang telah dipilihnya dengan melihat manfaatnya


(3) Bantu keluarga klien untuk menstimulasi cara tersebut (role

play)
Rasional : agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
(4) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari

saat jengkel / marah.


Rasional : agar klien dapat melaksanakan cara yang dipilihnya

jika klien sedang kesal atau marah


(5) Beri pujian atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut
Rasional : pujian dapat meningkatkan motivasi dan harga diri

klien.
h) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku

kekerasan
Intervensi :
(1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa

yang telah dilakukan keluarga terhadap klien


Rasional : kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan

kemungkinan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap

perilaku kekerasan.
(2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
28

Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara

merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan

klien.
(3) Jelaskan cara – cara merawat klien
(a) Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara

konstruktif
(b) Sikap tenang, bicara tenang, dan jelas
(c) Membantu klien mengenal penyebab klien marah

Rasional : Agar keluarga dapat merawat klien dengan

perilaku kekerasan

(4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien


Rasional : agar keluarga mengetahui cara merawat klien

melalui demonstrasi yang dilihat keluarga secara langsung


(5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah

melakukan demonstrasi
Rasional : mengeksplorasi perasaan keluarga setelah

melakukan demonstrasi
i) Klien dapat menggunakan obat – obatan yang diminum dan

kegunaanya (jenis, waktu, dosis dan efek)


(1) Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan

keluarga
Rasional : klien dan keluarga dapat mengetahui nama – nama

obat yang diminum oleh klien


(2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum

obat tanpa seizing dokter


Rasional : klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat

yang dikonsumsi klien


(3) Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera

pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum)


Rasional : klien dan keluarga mengetahui prinsip benar agar

tidak terjadi kesalahan dalam mengonsumsi obat


29

(4) Ajarkan klien minta obat dan minum tepat waktu


Rasional klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum

obat dan bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri


(5) Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika

merasakan efek yang tidak menyenangkan


Rasional : mengetahui efek samping sedini mungkin sehingga

tindakan dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari

komplikasi
(6) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar
Rasional : pujian dapat meningkatkan motivasi keluarga dan

klien serta dapat meningkatkan harga diri klien

Kriteria Evaluasi :

(a) Klien menunjukkan rasa senang , ada kontak mata, klien

mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, dan alamat,

mau duduk berdampingan dengan perawat, mau

mengutamakan masalah yang dihadapi.


(b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki.


(c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan di

rumah sakit jiwa


(d) Klien dapat merencanakan sesuatu sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya


(e) Klien dapat berktifitas secara mandiri sesuai dengan

kondisi dan kemampuan


(f) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada

e. Pelaksanaan
Menurut (Damaiyanti. 2012)
1) SP1P
a) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
30

b) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan


c) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
e) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
f) Membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku

kekerasan secara fisik 1 : latihan nafas dalam.


g) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
2) SP2P
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 :

pukul kasur dan bantal


c) Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian
3) SP3P
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara social /

verbal
c) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian
4) SP4P
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

spriritual
c) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian
5) SP5P
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengontrol perilaku dengan minum obat
c) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian
1) SPIK
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

klien
b) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala

perilaku kekerasan, serta proses terjadinya


2) SP2K
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan

perilaku kekerasan
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien

perilaku kekerasan
3) SP3K
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk

minum obat
31

f. Evaluasi
Menurut (Yosep, 2007) mengukur apakah tujuan dan criteria sudah

tercapai. Perawat dapat mengobservasi perilaku kekerasan klien. Di bawah

ini beberapa prilaku yang dapat mengidentifikasi evaluasi yang positif :


1) Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
2) Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang lain
3) Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada

yang lain
4) Buatlah komentar yang kritikal
5) Apakah klien sudah mampu mengespresikan sesuatu yang berbeda
6) Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi

perasaan marahnya
7) Mampu mentoleransi rasa marahnya
8) Konsep diri klien sudah meningkat
9) Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat

Anda mungkin juga menyukai