Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN ANALISIS JURNAL

EFFECTS OF AEROBIC EXERCISE ON COGNITIVE PERFORMANCE AND


INDIVIDUAL PSYCHOPATHOLOGY IN DEPRESSIVE AND
SCHIZOPHRENIA PATIENTS

RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA


RUANG ABIMANYU

Isdiyanto Chaerul Mubarok I4B017013

Athifah Nur I. I4B017012


Liya Shintiawati I4B017030
Intan Nurdiana I4B017006
Rizki Indriani D. I4B017020

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
gangguan psikologis akibat distres atau penyakit tertentu yang dimanifestasikan
melalui perubahan perilaku yang tidak sesuai dengan konsep norma dimasyarakat
(Kaplan & Sadock, 2007). Gangguan jiwa berat merupakan bentuk gangguan dalam
fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai
antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham), gangguan persepsi
berupa halusinasi atau ilusi, serta dijumpai daya nilai realitas yang terganggu yang
ditunjukkan dengan perilaku- perilaku aneh (bizzare) (Efendi & Makhfudli, 2009).
World Health Organization (2014) mengatakan salah satu gangguan jiwa yang
berat yaitu skizofrenia, yang mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia,
laki-laki 12 juta, perempuan 9 juta. Hal ini lebih sering terjadi pada laki laki.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (2013) mengungkapkan bahwa prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia adalah sebesar 1,71%. Prevalensi
tertinggi terdapat di provinsi Aceh (0,27%) dan DIY (0,27%), Sulawesi Selatan
(0,26%), Bali (0,23%) dan Jawa Tengah (0,23%).
Orang yang hidup dengan skizofrenia, atau gangguan mental lainnya yang
parah, meninggal rata-rata 10-25 tahun lebih awal dari pada populasi umum. Ciri
khas dari penderita skizofrenia adalah menarik diri dari lingkungan sosial dan
hubungan personal serta hidup dalam dunianya sendiri, lalu diikuti dengan delusi dan
halusinasi yang berlebihan. Penderita skizofrenia 70% diantaranya mengalami
halusinasi (Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008).
Individu dengan gangguan skizofren membentuk sudut pandang dan
keyakinan serta memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi
diri sendiri, lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang
luas dengan perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi
memperngaruhi interaksi lain.Berdasarkan kognisi dan pengalaman masa lalu,
individu membentuk pandangan dan skema kognitif yaitu cara berpikir atau
perspektif kebiasaan mengenai diri sendiri, dunia dan masa depan. Dalam situasi
tersebut, individu mengembangkan pandangan negative serta merasa tidak berharga
(disebut pikiran otomatis negative) yang dapat menimbulkan stress, emosi,
kecemasan dan depresi. Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi pada
kemampuan berpikir dan rasional sesorang. Repon kognitif yang ditimbulkan berbeda
dan tergantung pada bagian yang mengalami gangguan. Perubahan dalam perilaku
juga akan terjadi.
Adapun berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial klien
selain diberikan pengobatan medis, pemberian terapi non farmakologis yang
diperlukan dalam mengarahkan kemampuan interaksi sosial dengan gangguan jiwa
salah satunya seperti Senam Aerobic Low Impact. Senam aerobic low impact adalah
senam aerobic dengan gerakan ringan bercirikan posisi salah satu kaki selalu berada
dan menapak lantai setiap saat (Joko Sumpeno, 2010).
Senam aerobic low impact dapat memberikan stimulus bagi pasien dengan
gangguan interpersonal dengan cara dilalukan sekelompok pasien bersama-sama
dengan jalan pemberian musik yang dipadukan dengan gerakan ringan yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih.
Selain itu karena senam aerobic low impact menurut fungsinya dapat melawan
depresi, senam aerobik merupakan kegiatan olahraga dengan menggunakan musik
yang energik dan penuh semangat sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan mood seseorang sehingga dapat melawan efek depresi. Oleh karena itu
dalam makalah ini akan membahas efektifitas senam latihan aerobik terhadap
persepsi kognitif dan psikoptologi pada pasien dengan gangguan depresi dan
skizofrenia

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan terapi fisik aerobik terhadap
fungsi kognitif dan mengurangi gejala psikopatologi pada individu yang mengalami
Depresi mayor dan Skizofrenia.
Tujuan Khusus
Berikut beberapa tujuan khusus makalah yaitu :
1. Mengetahui definisi terapi latihan aerobik, skizofrenia, deprei mayor, fungsi
kognitif dan psikopatologis
2. Mengetahui efek senam aerobik kombinasi terapi kognitif untuk pasien
Skizofrenia
3. Mengetahui efek senam aerobik kombinasi terapi kognitif untuk pasien dengan
gangguan depresi mayor
4. Mengetahui manfaat terapi latihan aerobik
5. Mengetahui implikasi intervensi yang dapat diterapkan diruangan rawatinap

C. Manfaat
1. Memberikan masukan bagi institusi pelayanan kesehatan terutama ruang
Abimanyu RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta untuk menggunakan latihan senam
aerobik untuk meningkatkan kinerja kognitif dan psikopatologi pada pasien
dengan gangguan depresi dan skizofenia
2. Dapat memperkenalkan suatu metode latihan senam aerobik sehingga lebih dapat
membantu meningkatkan kinerja kognitif dan psikopatologi pasien dengan
gangguan depresi dan skizofrenia
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana
berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara logis, persepsi dan
perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan
aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri
dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi
yang penuh delusi dan halusinasi (Syarkoni, 2011).
Orang-orang yang menderita skozofrenia umunya mengalami beberapa
episode akut simtom–simtom, diantara setiap episode mereka sering
mengalami simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap sangat
menggagu keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan zat
merupakan masalah utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar
50 persennya. (Konsten & Ziedonis. 1997, dalam Davidson 2010).
Skizofrenia adalah jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler (dalam
Maramis, 2009) membagi gejala – gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok :
a. Gejala - gejala primer meliputi: Gangguan proses berpikir, Gangguan
emosi, Gangguan kemauan, dan Autisme.
b. Gejala – gejala sekunder meliputi: waham,halusinasi, dangejala katatonik
atau gangguan psikomotor yang lain.
Kraeplin (dalam Maramis, 2009) membagi skizofrenia menjadi beberapa
jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama
yang terdapat padanya. Akan tetapi batas batas golongan-golongan ini tidak
jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak
dapat digolongkan ke dalam satu jenis. Pembagian skzoftenia menurut Iyus (2007)
adalah sebagai berikut:
a. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.Permulaanya
mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. . Mereka mudah tersinggung,
suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.
b. Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja
atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses
berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik,
waham dan halusinasinya banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya
akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang penting adalah gejala
psikomotor seperti:
1) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa mimik,
seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu
yang sangat lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang beberapa
bulan.
2) Bila diganti posisinya penderita menentang.
3) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di
dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.
4) Terdapat grimas dan katalepsi.
d. Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.
e. Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala negative terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Simtom-simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan
dalam beberapa hal penting pikiran, persepsi, dan perhatian. Perilaku
motorik, afek, atau emosi, dan keberfungsian hidup. Rentang masalah orang-
orang yang didiagnosis menderita skizofrenia sangat luas, meskipun dalam satu
waktu pasien umumnya mengalami hanya beberapa dari masalah tersebut.
skizofrenia terdiri dari 3 simtom yaitu Simtom positif, simtom negatif, dan
simtom disorganisasi (Davison, 2010).
a. Simtom positif.
Mencakup hal–hal yag berlebihan dan distorsi, seperti halusinasi dan
waham, simtom–simtom ini, sebagian terbesarnya, menjadi ciri episode akut
skizofrenia.
1) Delusi (waham), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan
semacam itu merupakan simtom simtom positif yang umum pada
skizofrenia (Erlina, 2008).
2) Halusinasi, para pasien skizofrenia seringkali menuturkan bahwa
dunia tampak berbeda dalam satu atau lain cara atau bahkan tidak
nyata bagi mereka. Dan distorsi persepsi yang paling dramatis
adalah halusinasi yaitu diamana pengalaman indrawi tanpa adanya
stimulasi dari lingkuangan dan sebanyak 70% pada pasien-pasien
skizofrenia selalu diikuti dengan halusinasi.
b. Simtom negatif.
Simtom-simtom negatif skizofrenia mencakup berbagai devisit
behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar dan asosiolitas.
Simtom–simtom ini ini cenderung bertahan melampaui suatu episode akut
dan memiliki afek parah terhadap kehidupan para pasien skizofrenia.
c. Simtom disorganisasi.
Simtom–simtom disorganisasi mencakup disorganisasi pembicaraan
dan perilaku aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan juga dikenal
sebagai gangguan berfikir formal, disorganisasi pembicaraan merujuk
pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dan dalam
berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya. Perilaku aneh
terwujud dalam banyak bentuk, pasien dapat meledak dalam kemarahan
atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian
yang tidak biasa, bertingkah seperti anak–anak, atau dengan gaya yang
konyol, menyimpan makanan, mengumpulkan sampah atau melakukan
perilaku seksual yang tidak pantas.
2. Depresi Mayor
Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah,
gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi dan penurunan
konsentrasi (World Health Organization, 2011). Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya depresi dari segi faktor biologis terdapat
monoamine neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya gangguan depresi
seperti norephinefrin yang berperan dalam penurunan sensitivitas dari reseptor
α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan, dopamin,
serotonin yang ditemukan pada pasien percobaan bunuh diri mempunyai kadar
serotonin dalam cairan cerebrospinal yang rendah dan konsentrasi rendah dari
uptake serotonin pada platelet dan histamin, gangguan neurotransmitter
lainnya yakni pada neuronneuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum terdapat Acethilkholine (Ach). Neuron-neuron yang bersifat
kolinergik terdapat hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang
mengatur monoamine neurotransmitter. Kadar kolin yang abnormal merupakan
perkursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada penderita yang
mengalami gangguan depresi.
Hormon telah diketahui berperan penting dalan gangguan mood,
khususnya gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon
penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi
fungsi dasar, seperti: gangguan tidur, makan, seksualdan ketidakmampuan
dalam mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam
sistem neuroendokrin, yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari dan korteks adrenal
yang bekerja sama dalam feedback biologis dan secara penuh berkoneksi
dengan sistem limbik dan korteks serebral.
Tiga komponen penting dalam sistem neuroendokrin, yaitu hipotalamus,
kelenjar pituitari dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback
biologis dan secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks
serebral.Studi neuroimaging menggunakan Computerized Tomography (CT)
Scan, Positron Emission Tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu yang
mengalami gangguan mood. Area tersebut adalah korteks prefrontal,
hippokampus, korteks cingulate anterior, dan amigdala. Reduksi dari aktivitas
metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara
partikuler pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau
gangguan bipolar.
3. Kognitif dan Psikopatologi
Kognitif merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan
(termasuk kesadaran, perasan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri. Level kognitif meliputi 6 jenjang kemampuan yaitu (William,
2005)
a. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
seseorang untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip,
fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
b. Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan seseorang untuk mengerti
atau memahamai sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
c. Penerapan (Application), adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan
atau menggunakan ide-ide umum, tata cara taupun metode -metode,
prinsipprinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situasi
yang baru dan konkret.
d. Analisis (Analysis), adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian
atau faktorfaktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
e. Sintesis, adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari
proses berpikir analisis.
f. Evaluasi, adalah kemmapuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu situasi, nilai, atau ide.
Psikopatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala gangguan
jiwa pada manusia. Psikopatologi merupakan studi tentang penyakit mental,
tekanan mental, dan perilaku tidak normal. Dalam istilah lain psikologi
abnormal juga sering disamakan dengan psikopatologi.
4. Senam Aerobic
Aerobik adalah suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen
sebanyakbanyaknya. Senam Aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih
secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang juga dipilih
sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kontinuitas dan durasi tertentu. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta
pembentukan tubuh dan juga olahraga untuk peningkatan kesegaran jasmani bukan
olahraga prestasi, akan tetapi olahraga preventif yang dapat dilakukan secara
masal (Suharno, 2009)
Berdasarkan cara melakukan dan musik pengiringnya, menurut Agus (2000),
senam aerobik dapat dibagi menjadi lima macam, antara lain sebagai berikut.
a. High impact aerobic (senam aerobik aliran/gerakan keras)
b. Low impact aerobic (senam aerobik aliran/gerakan ringan)
c. Discrobic (kombinasi anrata gerakan - gerakan aerobik aliran keras dan
ringan/disco)
d. Rockrobic (kombinasi gerakan-gerakan aerobik keras dan ringan serta gerakan-
gerakanrockandroll).
e. Aerobic sport (kombinasi antara gerakan - gerakan aerobik keras dan ringan
serta gerakan - gerakan melatih kelenturan/fleksibilitas tubuh).
Beberapa manfaat senam aerobik yaitu: meningkatkan fungsi jantung,
meningkatkan kinerja paru-paru dan meningkatkan stamina serta kekuatannya,
meningkatkan koordinasi tubuh, khususnya yang sudah memasuki usia renta,
meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah berbagai penyakit, termasuk
diabetes, kolesterol, tekanan darah dan lainnya, melawan depresi, karena
olahraga mampu meningkatkan perasaan menyenangkan pada seseorang,
membantu menurunkan berat badan, aerobik membantu membentuk tubuh
lebih sempurna (Rini, 2006). Tahap-tahap melakukan senam aerobik adalah
sebagai berikut: a) Pemanasan selama 10 menit, b) Latihan inti selama 15–20
menit, c) Pendinginan/pelemasan selama 5 menit (Akhiajun, 2010).
BAB III

RESUME JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul : Effects of Aerobic Exercise on Cognitive Performance and Individual
Psychopathology in Depressive and Schizophrenia Patients
2. Latar Belakang Jurnal
Skizofrenia (SZ) dan gangguan depresi mayor (MDD) merupakan
penyakit mental berat yang menempati urutan ke sepuluh penyebab paling sering
pada gangguan jiwa. Gejala-gejala skizofrenia dibagi menjadi negatif dan positif.
Gejala positif seperti halusinasi, delusi dan gejala negative seperti
keterbelakangan sosial, kehilangan energi, dan afektif menurun. Skizofrenia dan
gangguan depresi mayor kedua kelompok tersebut mengalami gangguan kognitif
terutama dalam hal memori, kecepatan pengolahan daya ingat, perhatian dan
komunikasi verbal maupun visual. Defisit kognitif merupakan hal yang sangat
penting untuk di tindaklanjuti pada pasien depresi mayor dan skizofrenia karena
dapat menyebabkan gangguan interaksi sosial, gangguan pikiran dan perasaan
pasien.
Sementara itu obat antipsikotik dan antidepresan sampai saat ini belum
ada yang menangani khusus kognitif pasien. Oleh karena itu, perlu adanya
intervensi non farmakologi untuk meningkatkan kognitif pada pasien skizofrenia
dan depresi mayor. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah latihan fisik aerobik dapat secara substansial meningkatkan
kinerja kognitif pada pasien psikiatri (depresi mayor dan skizofrenia). Hingga
saat ini, tidak ada studi yang dipublikasikan yang membandingkan langsung efek
latihan aerobik yang dikombinasikan dengan pelatihan kognitif di seluruh
kelompok penyakit. Dalam jurnal ini diharapkan setelah pelatihan kognitif dan
latihan gabungan terjadi peningkatan kinerja kognitif, peningkatan skor dalam
parameter kualitas hidup dan mengurangi gejala psikopatologis pada pasien yang
mengalami depresi mayor dan Skizofrenia.
3. Metodologi Penelitian
a. Peserta
Penelitian pada jurnal ini dilakukan kepada 51 pasien dengan usia rata-
rata 40 tahun, yang terdiri dari 28 wanita dan 23 pria. Sebanyak 29 pasien
didiagnosis gangguan skizofrenia (SZ) dengan usia rata-rata 40 tahun yang
terdiri dari 17 perempuan dan 12 pria. Dan sebanyak 22 pasien dengan
diagnosis depresi mayor (MDD) dengan usia rata-rata 40 tahun, yang terdiri
dari 11 perempuan dan 11 pria. Sesuai dengan kriteria inklusi wawancara
dilakukan untuk memastikan diagnosis klinis secara terstruktur. Kemudian
dilakukan pemeriksaan faktor sosiodemografi yang dilakukan kepada semua
peserta.
Kriteria Inklusi pada Penelitian ini adalah:
1) Semua peserta merupakan pasien rawat inap Departemen Psikiatri,
Goethe-University, Frankfurt, Jerman.
2) Durasi penyakit harus minimal 5 tahun
3) Semua pasien harus dalam status pengobatan yang stabil selama sebulan
terakhir sebelum pra-pengujian dan selama intervensi hingga post
intervensi
4) Semua peserta menjalani pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan
elektrokardiogram (ECG) dan pemeriksaan darah rutin.
5) Semua peserta harus dengan tanda-tanda vital dengan rentang normal.
Kriteria Eksklusi pada Penelitian ini adalah:
1) Peserta dengan kecanduan narkoba atau penyalahgunaan narkoba (untuk
minimal 1 tahun sebelum intervensi).
2) Peserta dengan penyakit fisik apapun termasuk gangguan neurologis.
3) Peserta yang tidak bersedia menjadi responden.
Sebelum memulai fase intervensi, semua peserta dilakukan pre-test
secara acak dan dibuat menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama menerima
pelatihan latihan kognitif dan fisik (latihan fisik grup, n = 16), kelompok
kedua menjalani kognitif dan pelatihan relaksasi (grup relaksasi, n = 17).
Yang terakhir merupakan kelompok kontrol (grup kontrol, n = 18).
Intervensi yang berbeda diberi nomor (1 = latihan, 2 = relaksasi, 3 =
kontrol). Semua peserta diberikan penjelasan bahwa mereka akan dipilih
secara acak untuk menempati 3 kelompok tersebut.
Sebelumnya semua pasien telah mendapatkan penjelasan tentang
semua intervensi yang akan dilakukan. Pasien tersebut dibagi menjadi 3
kelompok dengan rincian sebagai berikut: Kelompok latihan terdiri dari 8
pasien skizofrenia (SZ) dan 8 pasien depresi mayor (MDD). Kelompok
ralaksasi terdiri dari 11 pasien SZ dan 6 pasien MDD. Dan kelompok
Kontrol yaitu kelompok yang tidak menerima intervensi tetapi tetap
dilakukan pre dan post-test yang terdiri dari 10 pasien SZ dan 8 pasien
MDD. Ketiga kelompok tersebut dicocokan sosiodemografinya yang
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, durasi penyakit, durasi pengobatan.
b. Desain Penelitian
Intervensi dilakukan selama 4 minggu sebanyak 12 sesi, yang terdiri
dari 3 sesi setiap minggu. Setiap sesi berlangsung selama 75 menit yang
terdiri dari 30 menit pelatihan kognitif dan 45 menit pelatihan fisik dan
relaksasi. Semua group dari program intervensi terdiri dari antara 8- 12
peserta per sesi. Semua sesi dilakukan pengaturan serupa termasuk hari
pelaksanaan, waktu pelaksaanan, ruangan, struktur, dan jumlah peserta per
group. Latihan fisik dipimpin oleh instruktur latihan fisik terlatih dan latihan
kognitif dipimpin oleh psikolog terlatih dengan minimal mempunyai
pengalaman 2 tahun atau lebih psikiatri instruktur kelompok.
Satu minggu sebelum dan satu minggu setelah intervensi, semua
peserta di uji secara. Kognitif
c. Latihan Kognitif
Kedua kelompok intervensi menerima tiga sesi seminggu pelatihan
kognitif, masing-masing 30 menit. Pelatihan kognitif terdiri dari
keterampilan motorik, kecepatan ingatan, konsentrasi, perhatian,
kewapadaan, pemecahan masalah dn beberapa sistem sensorik. Pelatihan ini
dimulai dengan tugas kelompok (misalnya untuk kemampuan memori)
diikuti oleh tugas individu untuk dilatih beberapa domain individu.
Para peserta itu diinstruksikan untuk menyelesaikan tugas secepat
dan seakurat mungkin. Para instruktur memastikan bahwa semua peserta
mengerjakan tugas. Subdomain yang dilatih dipilih secara acak selama
rentang waktu intervensi keseluruhan (4 minggu). Semua soal untuk pre dan
post-test telah dikeluarkan saat pelatihan. Setelah istirahat sekitar 10 menit,
intervensi diikuti dengan latihan fisik atau relaksasi.
d. Latihan Fisik
Setiap sesi latihan fisik berlangsung selama 45 menit yang terdiri dari
tiga fase, dimulai dengan pemanasan (10 menit), diikuti oleh latihan jantung
(25 menit) dan diakhiri dengan fase pendinginan (10 menit). Pemanasan
terdiri dari pep rally, permainan bola, peregangan dan latihan motivasi.
Latihan jantung masuk dalam latihan aerobik. Intensitas pelatihan ditetapkan
pada tingkat ketahanan aerobik 60-70% dari denyut jantung maksimum
individu, yang dihitung secara individual untuk setiap peserta menggunakan
maksimal denyut jantung dari EKG. Denyut jantung setiap peserta diukur
oleh instruktur setiap 10 menit selama sesi pelatihan.
Tekhniknya yaitu dengan tinju dan pelatihan sirkuit secara bergantian.
Peralatan latihan untuk pelatihan sirkuit yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk trampolin, angkat beban, bola fisioterapi, tongkat pemukul, dan
batang lentur. Latihan sirkuit berfokus untuk melatih lengan, kaki, dada,
punggung, bahu dan perut. Setiap peserta berkesempatan 2-3kali per
pelatihan dan harus dilakukan selama 60 detik dengan istirahat 20 detik.
Pelatihan aerobic terdiri dari latihan untuk lengan dan kaki. Pertama,
latihan aerobik dimulai dengan gerakan yang mudah pada lengan dan kaki
yang mudah gerakan (tanpa koreografi). Selama fase intervensi, latihan
menjadi lebih sulit, misalnya melalui latihan gabungan lengan dan kaki atau
dengan koreografi kecil (misalnya, lengan-kaki-kaki-lengan dll.). Untuk
memastikan semua peserta mampu melakukan latihan aerobik, koreografi
yang sederhana dilakukan berulang sesering yang diperlukan oleh pengajar.
Pelatihan aerobik dengan tinju terdiri dari urutan yang sama seperti
latihan aerobik yang sederhana, yaitu meliputi fase pendinginan, peregangan
dan gerak lambat (Kustanti, 2008).
e. Relaksasi
Periode relaksasi berlangsung selama 45 menit. Pada awal sesi para
peserta diinstruksikan tentang manfaat pelatihan relaksasi. Latihan relaksasi
yang dilakukan contohnya yaitu latihan pernafasan dan penerimaan atau
latihan kesadaran. Relaksasi otot atau yoga tidak diterapkan karena efek
fisilogisnya diakui mirip dengan pelatihan aktif.
f. Pre dan Post-Test
Pre dan Post-Test dilakukan satu minggu sebelum (pre-test) dan satu
minggu setelah intervensi (post-test). Penilaian kognitif psikopatologis
dilakukan ke semua peserta oleh psikolog independen yang tidak terlibat
terhadap kelompok intervensi. Hanya diagnosa dari SZ dan MDD yang
diketahui oleh para penilai tanpa mengacu pada skala penilaian terapan untuk
fungsi kognitif dan keparahan gejala psikopatologi. Semua peserta diuji
untuk status kognitif menggunakan MATRICS consensus battery yang
dilakukan untuk mengevaluasi kinerja kognitif dalam tujuh domain kognitif.
Di sini, para peserta harus menilai kesehatan fisik dan mental mereka selama
7 hari terakhir sebelum pengujian (contoh soal: Seberapa sering Anda
memiliki banyak energi pada hari terakhir?). Hasil skor dalam dua subskala
berbeda pada skala antara 0 dan 100: kesehatan fisik atau mental merupakan
kesehatan secara subjektif. Dalam penelitian ini, kami hanya menggunakan
‘psikis subscale’. Skor 0 menunjukkan kesehatan subyektif rendah; Skor 100
menunjukkan subyektif yang tinggi relevan untuk gangguan kejiwaan
terutama untuk pasien Skizofrenia.
Untuk menilai kecemasan pada kedua kelompok pasien, semua peserta
diinstruksikan untuk mengisi penilaian diri instrumen State-Trait-Anxiety-
Inventory (STAI). STAI terdiri dari dua sub-skala, mengukur status atau sifat
kecemasan, masing-masing dengan 20 item. Para peserta diinstruksikan
untuk menilai kecemasan mereka pada 4 poin Skala likert, dan skor berkisar
dari 20 hingga 80 poin. Semakin tinggi skor menunjukkan kecemasan peserta
yang semakin tinggi pula.
Pengujian status psikopatologi individu adalah dicapai dengan
pengujian skor psikopatologi individu dengan spesifik penyakit: keparahan
depresi pada MDD. Semua pasien skizofrenia menjalani wawancara
semiterstruktur dengan Positif dan Negatif Symptom Scale untuk menilai
individu dengan gejalan positif dan negative. Pada kelompok pasien
skizofrenia, predisposisi menuju halusinasi diukur dengan self-rating skala
Revisi Halusinasi Skala (RHS). tingkat kemunculan pengalaman pada skala
Likert 4-point (1 = tidak pernah; 2 = terkadang; 3 = sering; 4 = hampir
selalu). Tingginya skor pada RHS menunjukkan kecenderungan yang
meningkat menuju halusinasi.
g. Analisis Statistik
Analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan ANCOVA
dengan pengukuran berulang. Dengan skor-thet dari domain kognitif (usia
dan jenis kelamin), kecepatan pemrosesan, usia dan jenis kelamin),
pembelajaran verbal (t-score usia dan jenis kelamin), pembelajaran visual (t-
skor), usia dan jenis kelamin) dan variabel klinis sebagai variabel dependen,
dan waktu pengukuran (pre-test, post-test), diagnosis skizofrenia dan depresi)
dan kelompok intervensi (relaksasi, latihan, kontrol) sebagai variabel
independen; usia, jenis kelamin, durasi penyakit dan tahun pendidikan
digunakan sebagai kovariat. Skor dianalisis menggunakan tes Wilcoxon
nonparametrik.
Untuk menguji ukuran efek yang berbeda intervensi pada kinerja
kognitif dan individu psikopatologi di seluruh kelompok, Peneliti
menghitung kekuatan analisis sesuai dengan rumus oleh Cohen. Peneliti juga
membandingkan sarana tes kognitif dan individu skala psikopatologi pre dan
post-test di seluruh kelompok. Mengikuti rekomendasi oleh Cohen, ukuran
efek dari d = 0,2 ditetapkan sebagai kecil, ukuran efek d = 0,5 sebagai ukuran
tengah dan efek dari = 0,8 sebagai tinggi.
4. Hasil
Awal penetapan responden adalah 75 orang, namun pasien yang menyeleseikan
intervensi adalah sebanyak 51 orang dengan tingkat drop out 32%. Alasan drop
out dibagi menjadi 2 kategori yaitu karena alasan organisasi atau kegiatan (20%)
dan alasan motivasi (12%). Hasil yang di evaluasi dalam penelitian ini yaitu;
a. Kinerja Kognitif Pasien
Penilaian kognitif pada pasien dibagi menjadi 4 domain yaitu kecepatan
pengolahan, kinerja memori, ketepatan verbal dan ketepatan visual.
1) Kecepatan Psikomotor : terdapat perbedaan yang signifikan setelah
diberikan intervensi senam aerobik dan terapi kognitif pada kelompok
intervensi dengan nilai p < 0,05
2) Domain memori : terdapat perbedaan yang signifikan setelah
diberikan intervensi senam aerobik pada kelompok intervensi dengan nilai
p< 0,05. Namun tidak ada perbedaan pada kelompok kontrol karena tidak
diberi intervensi senam aerobik
3) Domai ketepatan verbal : tidak terdapat perbedaan yang signifikan
setelah diberikan intervensi senam aerobik pada kelompok intervensi
maupun kontrol dengan nilai p >0,05
4) Domain ketepatan visual : terdapat perbedaan yang signifikan setelah
diberikan intervensi senam aerobik pada kelompok intervensi pada
ketepatan visual dengan nilai p = 0,004
b. Psikopatologi
1) Pada pasien dengan gangguan depresi mayor menunjukkan penurunan
gejala depresi yang signifikan dengan didapatkan nilai p = 0,001
2) Pada pasien dengan skizofrenia dengan gejala positif tidak ada perbedaan
yang signifikan antara kelompok intervensi mapun kontrol dengan nilai p>
0,05, namun untuk gejala skizofrenia negatif terdapat perbedaan yang
signifikan antara pre dan post test pada kelompok intervensi dengan nilai p
< 0,05
3) Kecemasan pada pasien baik yang mengalami gangguan depresi dan
skizofrenia mengalami penurunan kecemasan yang signifikan setelah di
berikan intevensi senam aerobik dan latihan relaksasi dengan nilai p < 0,05

B. Jurnal Pendukung
1. Judul : Efektifitas Senam Aerobic Low Impact Terhadap Penurunan Skor
Halusinasi
2. Resume:
a. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa
kronis atau menahun. Menurut Yosep (2007), Gangguan jiwa adalah gangguan
dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). World Health Organization (2014) mengatakan salah satu
gangguan jiwa yang berat yaitu skizofrenia, yang mempengaruhi lebih dari
21 juta orang di seluruh dunia. Ciri khas dari penderita skizofrenia adalah
menarik diri dari lingkungan sosial dan hubungan personal serta hidup
dalam dunianya sendiri, lalu diikuti dengan delusi dan halusinasi yang
berlebihan. Penderita skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi
(Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan mengatasi masalah halusinasi tanpa
menggunakan obat-obatan seperti terapi aktivitas kelompok, terapi musik,
untuk menyeimbangkan neurotransmiter pada pasien halusinasi salah satu
cara adalah dengan melakukan aktivitas fisik senam aerobic low impact
secara teratur (Purnamasari, Made, Sukawana, Wayan, Suarnatha, & Ketut,
2013). Senam Aerobic low impact dapat mempertahankan aliran darah ke otak,
memfasilitasi metabolisme transmitter dimana transmitter berfungsi sebagai
pengatur stress, ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas.
b. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi experimental design
dengan model pretest-posttest design with control group yang melibatkan
dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian
dilakukan di RSJ Tampan Provinsi Riau dengan jumlah sampel sebanyak 32
pasien halusinasi yang dibagi menjadi 15 orang untuk kelompok eksperimen
dan 17 orang untuk kelompok kontrol dengan tekhnik pengambilan sampel
menggunakanpurposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam kedua
kelompok adalah kuesioner skor halusinasi yang telah diuji vaiditas dan
reliabilitasnya. Pada kelompok eksperimen diberikan senam aerobic low
impact 3 kali seminggu selama 2 minggu berturut-turut, sedangkan pada
kelompok kontrol tidak diberikan intervensi.
c. Hasil
Berdasarkan hasil skor halusinasi pada kelompok eksperimen dan
kelompok control sebelum diberikan Senam Aerobic Low Impact didapatkan
nilai p value > α (0,05), berarti skor halusinasi pada kelompok eksperimen dan
kontrol sebelum diberikan senam aerobic low impact adalah homogen.
Berdasarkan perbandingan skor halusinasi pada kelompok eksperimen
sebelum dan sesudah diberikan Senam Aerobic Low Impact didapatkan nilai
p value 0,01 < α (0,05), maka dapat disimpulkan Ho ditolak berarti ada
perbedaan yang bermakna rata-rata skor halusinasi sebelum dan sesudah
diberikan senam aerobic low impact pada kelompok eksperimen. Sedangkan
berdasarkan perbandingan skor halusinasi pada kelompok control sebelum dan
sesudah diberikan Senam Aerobic Low Impact pada kelompok eksperimen
didapatkan nilai p value > α (0,05) dapat disimpulkan tidak ada penurunan
yang signifikan antara skor halusinasi sebelum dan sesudah diberikan senam
aerobic low impact pada kelompok eksperimen.
Berdasarkan perbandingan skor halusinasi pada kelompok eksperimen
dan kelompok control sesudah diberikan Senam Aerobic Low Impact pada
kelompok eksperimen di dapatkan nilai p value < α (0,05), maka ada
perbedaan yang bermakna skor halusiansi sesudah (posttest) diberikan senam
aerobic low impact antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
d. Pembahasan
Senam aerobic low impact pada pasien halusinasi dapat menurunkan
tanda dan gejala halusinasi atau pasien lebih dapat mengontrol
halusinasinya hal ini terjadi karena senam aerobic low impact dapat
meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan nutrisi otak, menjaga
plasitas otak, menjaga fungsi otak,meningkatkan ukuran hipotalamus dan
memfasilitasi metabolisme neurotransmitter (Kuntaraf, 2005).
Senam aerobic low impact yang dilakukan secara teratur dapat
meningkatkan sekresi serotonin dan dopamin ke area hipotalamus yang akan
menimbulkan perasan senang, rasa puas serta mengatasi stres, emosi dan
depresi (Heryati, 2008). Sehingga senam aerobic low impact dapat
mengurangi gejala halusinasi dan pasien mampu mengontrol halusinasi. Pada
penelitian ini pemberian senam aerobic low impact dilakukan sebanyak 6 kali
selama 2 minggu berturut-turut dengan durasi 35 menit.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Jurnal
Jurnal ini membahas tentang efektifitas dari latihan fisik senam aerobik
dengan program pelatihan kognitif pada kinerja kognitif pasien dengan gangguan
depresi mayor dan skizofrenia. Jurnal ini adalah jurnal yang pertama kali
mengkombinasikan antara latihan fisik dan kognitif pada dua kelompok pasien yaitu
depresi dan skizofrenia. Pada jurnal ini terdapat 75 responden yang masuk dalam
kriteria inklusi namun hanya terdapat 51 responden yang mengikuti intervensi sampai
akhir. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Kelompok intervensi mendapat perlakuan yang sama yaitu terapi
senam aerobik disertai program kognitif dan relaksasi, tetapi terdapat perbedaan dalam
pengobatan khusus yang menyertainya.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan dalam
kinerja kognitif dan dapat menurunkan gejala psikopatologi pada pasien dengan
gangguan depresi mayor dan skizofrenia. Efek yang paling kuat ditemukan pada
pasien yang menjalani pelatihan fisik gabungan antara senam aerobik dan program
kognitif. Gabungan antara latihan fisik dan kognitif lebih unggul daripada intervensi
tunggal defisit kognitif pada individu dengan gangguan psikopatologi depresi mayor
dan skizofrenia.
Efek pada kinerja kognitif dan psikopatologi: Kelompok pasien skizofrenia
Pada pasien skizofrenia dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan
kinerja kognitif dan penurunan skor psikopatologi. Hasil tes kognitif menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam domain kecepatan psikomotor, memori dan
pembelajaran visual pada pasien skizorenia. Hasil ini sesuai dengan penelitian Pajonk
yang menunjukkan bahwa latihan fisik dapat meningkatkan efek memori jangka
pendek. Dalam penelitian ini pembelajaran verbal yang menunjukkan tidak signifikan
dan tidak ada perbedaan antara pre dan post test pada kelompok intervensi maupun
kontrol. Hal ini dikarenakan perbedaan bahasa dan penyakit antar pasien dan 80%
pasien dengan skizofrenia menderita gangguan kognitif. Temuan dari penelitian
neuroimaging mengungkapkan bahwa volume hippocampus, struktur otak inti yang
terkait dengan pembelajaran dan memori, dapat diubah secara positif dengan latihan.
Gejala negatif pda pasien skizofrenia dapat berkurang setelah fase intervensi
pada kelompok intervensi. Ungkapan ini sejalan dengan penelitian Acil yang
menunjukkan penurunan skor psikopatologi pada pasien dengan skizofrenia melalui
latihan fisik terkontrol. Namun dalam penelitian ini tidak dapat mereplikasi temuan
pengurangan keparahan pada gejala skizofrenia positif yatiu termasuk halusnasi dan
delusi seperti yang telah ditemukan dalam penelitian Acil (Acil et al, 2008)
Efek pada kinerja kognitif dan psikopatologi: kelompok pasien depresi mayor
Penelitian ini menunjukkah terdapat peningkatan yang signifikan pada kinerja
kognitif, kecepatan psikomotor memori serta pembelajaran viual dan penurunan gejala
psikopatologi pada pasien dengan gangguan depresi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yaitu menunjukkan bahwa latihan fisik dapat
meningkatkan kinerja kognitif terutama pada fungsi kontrol perhatian dan
penghambatn. Kelompok pasien depresi juga mengunkapkan terjadi penurunan dalam
skor depresi, kecemasan dan terdapat peningkatan kesehtaan mental.
Perbandingan pada kedua kelompok Skizofrenia dan Depresi Mayor
Pada penelitian ini membandingkan intervensi gabungan senam aerobik dan
kognitif antara pasien skizofrenia dan gangguan depresi mayor. Dalam beberapa
domain di fungsi kognitif pasien skizofrenia menunjukkan peningkatan yang lebih
besar daripada kognitif pada pasien depresi mayor. Hal ini menunjukkan bahwa
manfaat intervensi untuk domain kognitif lebih tinggi untuk pasien dengan skizofrenia
daripada pasien dengan gangguan depresi mayor karena pasien skizofrenia 80%
mengalami defisit kognitif. Selain itu dalam penelitian ini memori meningkat secara
signifikan pada kelompok pasien skizofrenia daripada pasien dengan depresi mayor.
Untuk tingkat kecemasan lebih meningkat secara signifikan pada pasien dengan
gangguan depresi mayor daripada skizofrenia karena pasien skizofrenia lebih sedikit
mengalami kecemasan.
Latihan fisik juga dapat membantu dalam membina interaksi sosial yang
mengarah pada peningkatan kesejahteraan dan mengurangi stres berlebih, karena
selama latihan pasien berbicara tentang kesan pribadi, berbicara tentang penyakit
gejala dan topik lainnya dnegan pasien lain

B. Kelebihan dan Kelemahan Jurnal


1. Kelemahan jurnal
a. Terdapat tingkat drop out yang tinggi dalam penelitian ini, hal tersebut
dikarenakan terdapat responden yang tidak mengikuti intervensi dari awal
sampai akhir intervensi. Alasan tersebut dikarenakan dua alasan yaitu
rendahnya motivasi pasien untuk mengikuti intervensi dan alasan terdapat
kegiatan yang pasien lakukan selama di ruangan seperti rehabilitasi dan pasien
pulang. Responden yang mengalami drop out sebesar 24 orang.
b. Pemilihan intervensi yang tidak sebanding pada kelompok kontrol yaitu dengan
teknik relaksasi yang tidak melibatkan kekuatan fisik dan otot
c. Sampel relatif sedikit karena terdapat 24 responden yang mengalami drop out
d. Efek dari latihan fisik tumpang tindih dengan efek biologis dari obat
antidepresan. Namun diharapkan efek dari latihan fisik ini muncul dalam waktu
yang sama dengan efek pemberian obat.
e. Kuesioner kecemasan tidak khas digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan
pasien skizofrenia. Mode instrumen untuk menilai psikopatologi berbeda antar
kelompok penyakit dan tingkat keparahan gelaja psikopatologi lebih onjektif
pada pasien skizofrenia daripada depresi mayor.
2. Kelebihan jurnal
a. Senam aerobik mudah dilakukan dalam ruang rawat inap psikiatri
b. Jurnal ini telah mengkombinasikan antara latihan fisik dan kognitif pada pasien
dengan gangguan depresi dan skizofrenia
C. Implikasi keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian dari jurnal yang berjudul “Effects of Aerobic Exercise on
Cognitive Performance and Individual Psychopathology in Depressive and
Schizophrenia Patients” maka:
1. Perawat diharapkan dapat mengetahui tentang terapi senam aerobic untuk
meningkatkan fungsi kognitif dan menurunkan gejala psikopatologi pada pasien
skizofrenia serta mengaplikasikannya di ruang rawat inap psikiatri
2. Ruang rawat inap psikiatri dapat menerapkan senam aerobic setiap 3x dalam
seminggu
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latihan fisik aerobik dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
meningkatkan kognitif, kualitas hidup dan mengurangi gejala psikopatologis pada
pasien dengan gangguan jiwa dengan skizofrenia dan depresi mayor. Terapi latihan
fisik aerobik kombinasi pemberian terapi kognitif lebih cenderung meningkatkan
kognitif pada pasien skizofrenia daripasa depresi mayor. Terapi tersebut juga lebih
menurunkan kecemasan serta gejala psikopatologi pada pasien depresi mayor
daripada pasien skizofrenia. Dalam penelitian didapatkan bahwa terapi latihan fisik
terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien skizofrenia dengan gejala positif
(Halusinasi, delusi) dan gejala negatif (interaksi sosial). Senam aerobic yang
dilakukan secara teratur dapat meningkatkan sekresi serotonin dan dopamin ke area
hipotalamus yang akan menimbulkan perasan senang, rasa puas serta mengatasi
stres, emosi dan depresi. Selain itu senam aerobic juga dapat meningkatkan aliran
darah ke otak, meningkatkan nutrisi otak, menjaga plasitas otak, menjaga fungsi
otak,meningkatkan ukuran hipotalamus dan memfasilitasi metabolisme
neurotransmitter Sehingga senam aerobic dapat mengurangi gejala halusinasi dan
pasien mampu mengontrol halusinasi.
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa latihan fisik dapat
menjadi pendekatan yang inovatif untuk mengurangi keparahan gejala psikopatologi
seperti halusinasi & delusi dan meningkatkan fungsi kognitif pada pasien dengan
gangguan jiwa.
B. Saran
Hasil penelitian tentang terapi senam aerobik untuk meningkatkan fungsi
kognitif dan menurunkan gejala psikopatologi pada pasien Skizofrenia dan Depresi
mayor diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan dapat diaplikasikan pada lahan
rumah sakit sebagai tambahan terapi yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Acil A, Dogan S, Dogan O. (2008). The effects of physical exercises to mental state
and quality of life in patients with schizophrenia. J Psychiatr Ment Health
Nurs 15:808–815
Agus Mahendra, (2000). Senam. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Akhiajun. (2010). Sejarah Senam Dunia. https://akhiajun.wordpress.
com/2010/04/01/bagaimana-sejarah-senamdunia/. Diakses April 2018
Davidson, G.C. (2010). Psikologi abnormal. Jakarta : PT Rajagrafindo permai.
Efendi, F., & Makhfudli. (2008). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori & Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Erlina. (2008). Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia pada
pasien rawat jalan di RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat.
Skripsi. Medan: USU.
Heryati. (2008). Patologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.
Kaplan, H. I., & Sadock, B. J. (2007). Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry. (9th
ed). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Kuntaraf, J. (2005). Olahraga sumber kesehatan. Bandung: Indonesia Publishing
House.
Kustanti, E., & Widodo, A. (2008). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan
Status Mental Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1 No.3, September
2008 : 131-136
Maramis, Willy F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, edisi 2, Surabaya:
Airlangga University Press
Purba, T. M., Nauli, F. A., & Utami, S. (2014). Pengaruh terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Skipsi PSIK UNRI.
Purnamasari, M., Made, N., Sukawana, Wayan, I., Suarnatha, & Ketut. (2013).
Pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar. Diperoleh tanggal
17 april 2018 dari http://ojs.unud.ac.id/
Rini, Endang S. (2006). Strategi Berlatih Melatih Senam Aerobik. Yogyakarta: FIK
UNY.
Riskesdas (2013). Laporan nasional riset kesehatan dasar. Diakses tanggal 20
Desember 2013. Dari http://www.depkes.go.id
Suharno. (2009). Latihan jasmani dalam pencegahan penyakit jantung coroner.
Jakarta: Salemba Medika.
Syarkoni. (2011). Skizofrenia Paranoid. Diakses bulan April 2018.
http://ruangpsikologi.com/gangguan-kepribadian-paranoid.
WHO (2011). Phisical Activity. World Health Organization Western Pacific Region.
www.who.int/topics/physical_activity/en/-. Diakses April 2018.
WHO (2014). World health organization: schizophrenia health topic. Diperoleh
tanggal 20 Desember 2014 dari http://who.int/topics/schizophrenia/en/
Yosep, I. (2011). Keperawatan jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai