Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN SENAM AEROBIC LOW IMPACT PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN

GANGGUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA PROF.


SOEROJO MAGELANG

Dosen Pembimbing : Ns. Emilia Puspitasari S, M.Kep, Sp.Kep J

DI SUSUN OLEH :

ASYIFA MAULIDA (1705006)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya
distrorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal itu terjadi
karena menurunya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai
satu atau lebih fungsi jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berfikir, perilaku, dan presepsi (penangkapan panca indera).
Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya)
(Stuart, 2016). Menurut Towendend (2010), mental illness adalah proses respons maladaptif
terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan normal lokal dan kultural serta menggangu fungsi
sosial, kerja, dan fisik individu.Menurut American Psychiatric Assotiation (2011), gangguan
mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis, yang
terjadi pada seseorang berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang menyakitkan) atau
ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang
meningkatkan resiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan
yang penting dan tidak jarang respons tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.
Gangguan jiwa dapat menyerang setiap orang tanpa mengenal usia, ras, agama, maupun
status sosial ekonomi. Adapun tanda dan gejala Nasir & Muhith (2011), menguraikan tanda
dan gejala gangguan jiwa yaitu gangguan kognitif, gangguan perhatian, gangguan ingatan,
gangguan asosiasi, gangguan pertimbangan, gangguan perilaku, gangguan kesadaran,
gangguan kemauan, gangguan emosi dan afek dan gangguan psikomotor. Salah satu
gangguan jiwa yang dipengaruhi oleh prespsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi dan perilaku
sosialnya sering disebut dengan skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu psikosis fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir
serta disharmoni antara proses pikir, afek atau emosi. Kemauan psikomotor disertai distrosi
kenyataan, terutama karena waham halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul
inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri,
ambivalensi dan perilaku bizar. Pada skizofrenia, kesadaran dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang di kemudian
hari. Para ahli psikiatri membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi dua kategori yaitu positif
dan negatif. Gejala negatif antara lain kurangnya motivasi atau apatis, tumpulnya indera atau
perasaan merujuk pada kekosongan emosi, penarikan diri dari dunia sosial. Gejala-gejala
positif antara lain halusinasi, delusi, gangguan berfikir, perasaan hadirnya alter-ego (diri
yang lain), dan perilaku agresif yang biasa disebut dengan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukkan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada klien dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati dan hartono,
2010). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melakukkan
seseorang secara fisik maupun psikologis. Maka perilaku kekerasan dapat dilakukkan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat
perilaku kekerasan. Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan antara lain muka merah dan
tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepal tangan, bicara kasar,
suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal dan fisik, melempar atau
memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Dermawan, 2013). Berbagai terapi dalam
mengatasi masalah perilaku kekerasan telah banyak dikembangkan. Salah satunya adalah
terapi senam aerobic low impact.
Senam aerobic low impact merupakan senam dengan mengandalkan penyaluran energi
dan penyerapan oksigen yang berimbang sehingga dapat meningkatkan endhoprin yang
memiliki efek relaksan sehingga dapat mengurangi resiko kekerasan secara efektif
(Yulistanti, 2003).Penelitian yang dilakukkan oleh Gordon (2010) dalam bukunya yang
berjudul Growing Gray Matter menyatakan bahwa olahraga senam aerobic selama 30 menit
dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu mampu meningkatkan ukuran hipokampus dan
peningkatan kemampuan short-term memory pada penderita skizofrenia. Penelitian
Purnamasari, Made, Sukawana, Wayan, Suarnatha, dan Ketut (2013) yang berjudul
Pengaruh senam aerobic low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana
wanita di Lembaga Permasyarakatan Denpasar menunjukkan terjadi penurunan tingkat
depresi yang cukup signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukkan oleh Akhmad, Handoyo, dan Setiono (2011) yang berjudul Pengaruh senam low
impact terhadap skor agression self-control pada pasien dnegan resiko perilaku kekerasan di
ruang Sakura RSUD Banyumas menunjukkan terjadi peningkatan skor agression self control
pada pasien dengan resiko kekerasan di RSUD Banyumas.
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil gangguan jiwa berat
terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi RT
yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada penduduk
yang tertinggal di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks
kepemilikan terbawah (19,5%) prevelensi gangguan mental emosional pada penduduk
Indonesia 6,0%. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur
(Riskesdas, 2013) Menurut (WHO, 2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa mencapai 13%
dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun
2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari 1.000.000
kasus bunuh diri setiap tahunya akibat gangguan jiwa.
Maka, penulis mengambil judul Penerapan Senam aerobic low impact pada klien
Skizofrenia dengan gangguan Resiko Perilaku Kekerasan karena, setelah di lakukkan senam
selama 30 menit klien dilakukkan evaluasi terkait dengan kegiatan senam yang baru
dilakukkan dan didapatkan hasil bahwa klien mengatakan lebih segar dan senang serta klien
mengaku lebih ceria karena bisa senam dengan teman yang lain.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah PenerapanSenam aerobic low impact pada klien Skizofrenia dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 TujuanUmum
Menyusun resume asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, evaluasi) untuk mengetahui pemberian terapi senam
aerobic low impact pada klien skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karateristik responden meliputi (umur, jenis kelamin,
tingkat) Perilaku Kekerasan pada klien Skizofrenia dengan tindakan
Senam Aerobic Low Impact.
b. Mengetahui gambaran Perilaku Kekerasan sebelum tindakan Senam Aerobic
Low Impact.
c. Mengetahui gambaran Perilaku Kekerasan setelah tindakan Senam Aerobic
Low Impact.
d. Mengetahui dampak atau manfaat pada Senam Aerobic Low Impact terhadap
Perilaku Kekerasan.
1.4 Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi atau sumber bacaan untuk pendidikan keperawatan jiwa
khususnya pada pemberian terapi Senam Aerobic Low Impact klien
Skizofreniadengan Resiko Perilaku Kekerasan.
1.4.2 Bagi Perawat
Meningkatkan wawasan atau menjadi bahan masukkan yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanaan keperawatan jiwa khusunya Penerapan Senam
Aerobic Low Impactpada klienSkizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya,
yang akan melakukkan studi kasus dengan Penerapan Senam Aerobic Low Impact
pada klien Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizrofenia

2.1.1 Pengertian

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan


disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk
psikosis yang sering dijumpai sejak zaman dahulu. Meskipun demikian, pengetahuan
tentang sebab-musabab dan patogenesisnya sangat kurang (Maramis, 2010).
Skizofrenia merupakan sebuah kelompok dari penyakit-penyakit yang saling
berhubungan, beberapa di antaranya disebabkan oleh satu faktor sementara yang lainnya
disebabkan oleh faktor lain yang berbeda (Supply Minister, 2005).
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi presepsi klien, cara
berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Herman 2008).
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, presepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu
(Williams Lippincott, 2001).

2.1.2 Tipe Skizofrenia

Skizofrenia memiliki beberapa tipe. Adapun tipe skizofrenia menurut DSM V


(2013) antara lain :

a. Paranoid
Merupakan subtipe yang paling umum dimana waham dan halusinasi auditorik
jelas terlihat. Gejala utamanya adalah waham kejar atau waham kebesaranya
dimana individu merasa dikejar-kejar oleh pihak tertentu yang ingin
mencelakainya.
1) Halusinansi dan waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit,
mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam.
2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak menonjol.
b. Disorganisasi (hebefrenik)
Ciri-cirinya :
1) Memenuhi kriteria umum skizofrenia.
2) Biasanya terjadi pada 15-25 tahun.
3) Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
kecenderungan untuk selalu menyendiri, serta perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan.
4) Afek tidak wajar, sering disertai cekikikan dan perasaan puas diri,
senyum-senyum sendiri, tertawa, dan lain-lain.
5) Proses berpikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan inkoheren.
c. Katatonik
Gangguan psikomotor terlihat menonjol, sering kali muncul bergantian
antara mobilitasi motorik dan aktivitas berlebihan. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
1) Stupor : kehilangan semangat hidup dan senang diam dalam posisi
kaku tertentu sambil membisu dan menatap dengan pandangan
kosong.
2) Gaduh gelisah : tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eskternal.
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu : secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh.
4) Negativisme : tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah seperti menolak untuk membetulkan posisi badanya,
menolak unuk makan, mandi, dan lain-lain.
5) Rigiditas : mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakan dirinya.
6) Fleksibilitas area/waxy flexibility :mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar. Posisi pasiem dapat
dibantukan, namun setelah itu, ia akan senantiasa mempertahankan
posisi tersebut.
7) Gejala-gejala lain seperti command autoimun : lawan dari negativisme,
yaitu mematuhi semua perintah secara otomatis dan kadang disertai
dengan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
d. Skizofrenia Residual
Ciri-cirinya :
1) Gejala negatif dari skizofrenia menonjol seperti perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek tidak wajar, pembicaraan inkoheren.
2) Ada riwayat psikotik yang jelas seperti waham dan halusinasi di masa
lampau (minimal telah berlalu satu tahun) yang memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofrenia.
3) Tidak terdapat gangguan mental organik.

2.1.2 Gejala Skizofrenia

Terdapat beberapa gejala yang menunjukkan individu terkena skizofrenia. Berikut


tabel yang menunjukkan gejala skizofrenia.

Positif Negatif Kognitif


Hallucination Apathy Memory Impairment
Delusion Avoliton Decrease in Attention
Disorganized Alogia Impaired Exeutive Functioning
Suspiciousness Anhendonia
Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ III, skizofrenia dapat didiagnosis jika
menunjukan satu gejala berikut yang jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih jika gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas). Adapun gejala yang muncul antara lain sebagai
berikut.

a. Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang bergema dan berulang dalam kepalanya
(tidak jelas) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun memiliki kulitas
berbeda.
b. Thought insertion or withdrawal : isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam pikiranya
(inseration) atau isi pikiranya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
c. Thought broadcasting : isi pikiran tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
d. Delution of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar.
e. Delution of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar.
f. Delution of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
kekuatan dari luar.
g. Delution of perception : pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna khhas
bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
Selain gejala di atas, terdapat gejala lain yang menunjukkan bahwa individu
mengidap skizofrenia. Gejala tersebut adalah halusinasi auditorik. Gejala ini
menunjukkan hal yang terjadi pada individu seperti suara, meskipun suara tersebut
adalah suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus tentang perilaku pasien.
Jenis suara halusiasi juga muncul dari salah satu bagian tubuh.
Selain suara-suara halusinasi, terdapat halusinasi yang secara jelas muncul pada
individu yang mengalami gejala skizofrenia. Gejala lain tersebut berupa halusinasi yang
menetap dari pancaindera apa saja, apabila disertai oleh waham yang mengambang
maupun setengah terbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-
ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan berkelanjutan. Sehingga, arus pikiran terputus
(break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
Gejala lain yang muncul yaitu perilaku katatonik. Perilaku katatonik meliputi
gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu, atau fleksibilitas area, nehativisme, mutisme, dan
stupor. Gejala negative juga muncul dari sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi gejala tersebut
harus jelas, bukan di sebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. Gejala tersebut
harus berlangsung minimal 1 bulan. Harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna
dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek.
Semetara itu, PPDGJ III menyebutkan bahwa diagnosis skizofrenia paranoid,
harus memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia dan memenuhi kriteria tambahanya
seperti : halusinasi dan atau waham arus yang tampak menonjol, suara halusinasi yang
memberikan ancaman atau perintah kepada pasien, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (bumming) atau bunyi tawa
(laughing). Halusinasi juga dapat berupa pembuatan atau pengecap rasa, bersifat
seksual, perasaan tubuh, halusinasi visual.

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Skizofrenia

a. Faktor Prenatal

Penyebab skizofrenia dibedakan menjadi dua factor, yaitu factor nongenetik,


endogen dan eksogen pada masa kehamilan dan kelahiran yang berkaitan dengan peningkatan
risiko terjadinya skizofrenia. Faktor endogen berasal dari dalam tubuh ibu, uterus, dan fetus.
Faktor eksogen berasal dari dalam tubuh

Anda mungkin juga menyukai