PERILAKU KEKERASAN
Dosen pembimbing : Arlina Dhian Sulistyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun oleh :
Yolanda Hera Puspita Buana
1902077
Laporan Pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan jiwa ,
disusun oleh :
Nama : Yolanda Hera Puspita Buana
Nim : 1902077
Prodi : DIII Keperawatan
Laporan Pendahuluan ini telah disetujui dan disahkan pada :
Hari / Tanggal :
Tempat :
Klaten,
Pembimbing Klinik Mahasiswa,
Pembimbing Akademik
2. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
1. Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2. Genetic factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilau agresif.
3. Cycardian Rhytm
(Irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersikap agresif.
4. Biochemistry facton
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epineprin, norepineprin,
dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA pada
cairan cerebrospinal verterbra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
5. Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang (life span
history). Adanya ketidakpuasan pada fase oral dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang orang tua menyebabkan anak bersikap agresif dan bermusuhan setelah
dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan
merupakan pengungkapan terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga
diri pelaku tindak kekerasan
b) Imitation, modeling and information processing theory
c) Learning theory
b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencentuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massa dan
sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cendrung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinnya pada saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan keluarga.
3. RENTANG RESPON
5. PSIKODINAMIKA
1. Marah dengan perilaku konstruktif
2. Marah diekspresikan dengan perilaku agresif
3. Perilaku tidak asertif seperti menahan perasaan marah atau melarikan diri sehingga
rasa marah tidak terungkap.
4. Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal dan internal:
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Mengekspresikan perilaku kekerasan dapat disebabkan karena
frustasi,takut,manipulasi/ intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan terjadi karena gangguan
konsep diri, HDR, mudah tersinggung, destruktif terhadap diri sendiri. Akibatnya
muncul resiko menciderai diri sendiri, orang lain/ lingkungan ditandai dengan klien
marah, suka membanting barang, suka menganiaya orang lain, dan berusah melukai
diri sendiri.
6. SUMBER KOPING
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu dapat mengatur
emosinya dengan menggunakan sumber koping dilingkungan, sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah interaksi dengan orang lain dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan mengandopsi
strategi koping yang berhasil
7. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku klien.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
8. POHON MASALAH
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, verbal)
b. Perilaku kekerasan
c. Harga Diri Rendah Kronis
10. INTERVENSI
Pasien Keluarga
No
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktikkan cara
harian klien. merawat klien dengan perilaku
kekerasan.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas dirumah termasuk minum obat
(discharge planning).
SP4P
1. Mengevaluasi iadwal kegiatan
harian klien.