Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK RESIKO PERILAKU

KEKERASAN (RPK)

Ditunjukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :

Nabilah Nur Khofifah

Profesi Ners

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

2022
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) PADA PASIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan adanya


orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk melakukan interaksi
dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya memberikan
hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu, sehingga mungkin
terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu untuk interaksi dengan
orang lain (Azizah, 2010).
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu dengan
yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang
harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian,
kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan menarik diri (Stuart dan
Laraia, 2006). Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang
dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat,
2009).
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan
sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok yaitu
agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang
lain, sesuai dengan kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal
yang sederhana dan memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga
pasien dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti
berhubungan dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Wilson
dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah manual, rekreasi,
dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan
repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan
kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan
tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi
marah yang segera karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah yang tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta,
2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan
dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan
individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan
fungsi positif marah (Yosep, 2010). Atas dasar tersebut, maka dengan terapi
aktivitas kelompok (TAK) pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong
dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang
mengikuti terapi ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku
kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
B. Landasan teori
1. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, baik
secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Sutejo, 2017).
2. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
a. Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sudden, 2006), berbagai
pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu :
- Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya
atau sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
- Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah
meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat.
Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
- Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
- Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan
diterima (permissive).
- Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan
kepadanya.
b. Faktor Prespitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis,
atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama – sama
mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,
contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan
yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja,
merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit
yang diderita. Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang
menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien :
Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2)
Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik
interaksi sosial (Yosep & Iyus, 2014).
c. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) perilaku kekerasan adalah terapi yang
menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait
dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.
Dalam terapi aktivitas kelompok resiko perilaku kekerasan dibagi dalam 3
sesi, yaitu:
1. Sesi I : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
mengontrol perilaku kekerasan fisik ke 1 dengan teknik nafas dalam
2. Sesi II : Mengontrol perilaku kekerasan fisik ke 2 dengan (pukul
kasur dan bantal)
3. Sesi III : Mengontrol perilaku kekerasan secara social verbal
4. Sesi IV : Mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
5. Sesi V : Mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
C. TOPIK
Mengajarkan dan mempraktekkan cara mengendalikan marah / emosi dengan
pukul Kasur dan bantal.

D. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku


kekerasan.

2. Tujuan Khusus

a) Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.


b) Pasien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.

c) Pasien mampu menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku


kekerasannya.

d) Pasien mampu mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat


mencegah perilaku kekerasan

E. METODE TERAPI

1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi tanya jawab.
3. Bermain peran atau stimulasi.

F. TAHAPAN TERAPI
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b) Mempersiapkan alat, tempat dan setting pertemuan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
3. Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b) Evaluasi dan validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan masalah yang dirasakan dan menanyakan apakah
masih ada perasaan marah atau tidak.
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan aturan main sebagai berikut :
 Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
 Peserta tidak diperkenankan makan, minum selama kegiatan TAK
 Peserta tidak diperkenankan meninggalkan ruangan setelah tata
tertib dibacakan. Bila peserta meninggalkan ruangan dan tidak bisa
mengikuti kegiatan ini setelah dibujuk oleh fasilitator, maka
peserta tersebut tidak dapat diganti oleh peserta cadangan.
 Peserta hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
 Peserta yang ingin mengajukan pertanyaan, mengangkat tangan
terlebih dulu dan berbicara setelah dipersilahkan.
 TAK berlangsung selama kurang lebih 30 menit dari pukul 10.30–
11.00
3. Tahap kerja
a) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1. Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa
dilakukan klien
b) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul
kasur/bantal.
c) Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1. Terapis mempraktikan
2. Pasien melakukan redemonstrasi
d) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran
kemarahan
e) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Menanyakan kegiatan apa yang dilakukan.

3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.


Evaluasi Objektif
1. Meminta klien untuk menyebutkan kembali kegiatan apa yang
dilakukan.
2. Meminta klien memberikan contoh memukul bantal/kasur untuk
mengontrol emosi
b. Tindak lanjut

1. Menganjurkan pasien menggunakan cara yang telah dipelajari jika


stimulus penyebab perilaku kekerasan
2. Menganjurkan pasien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari
3. Meminta klien untuk masukan kegiatan memukul bantal ke jadwal
kegiatan harian klien.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK mengendalikan amarah cara ke 3


2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

G. KARAKTERISTIK PASEIN

a. Kriteria:

1. Klien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan
perawat.
2. Klien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
b. Proses seleksi:
1. Mengobservasi pasein yang masuk kriteria.
2. Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.
3. Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
4. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK PK. Mengikuti:
menjelaskan tujuan TAK PK pada pasien, rencana kegiatan kelompok,
dan aturan main dalam kelompok.
H. PENGORGANISASIAN
A. Susunan Panitia
1. Leader : Nabilah Nur Khofifah
2. Co Leader : Dini Elfridawati
3. Observer : Zevi Agus Mulyana
4. Fasilitator : Indah Melinda Putri
Delia Anggani Putri
Syifa Rahmawati
Nurul Hikmah Eka Annisa
Umi Rodhiyah
Ida Rahma Putri Mahardika
5. Dokumentasi : Agung Nugraha Bastian
6. Pasien : 1. Tn.
2. Tn.
3. Tn.
4. Tn.
5. Tn.
6. Tn.
7. Tn.

B. Tim Terapis
1) Peran Leader :
- Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai
- Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
- Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan
tertib
- Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
- Menjelaskan permainan
2) Peran Co.Leader :
- Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas
klien
- Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
- Mengatur alur permainan (menghidupkan dan mematikan tape
recorder)
3) Peran Observer :
1. Jumlah anggota yang hadir
2. Siapa yang terlambat
3. Daftar hadir
4. Siapa yang memberi pendapat atau ide
5. Topik diskusi
6. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
7. Mencatat perilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan
berlangsung
1) Peran Fasilitator :
• Mempertahankan kehadiran peserta
• Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
• Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari
luar maupun dari dalam kelompok

Setting:

a. Terapis dan klien duduk bersamaan membentuk lingkaran.

b. Peserta/Klien berjumlah 5-7 orang

O
CL
L
F
F

F F

F F D
Keterangan :
: Klien CL : Co Leader
F : Fasilitator L : Leader
O : Observer

Formulir evaluasi :
Sesi 2 TAK
Stimulasi persepsi perilaku Kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan
No Nama Pasien Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara fisik
yang pertama yang kedua
1 Tn.
2 Tn.
3 Tn.
4 Tn.
5 Tn.
6 Tn.
7 Tn.

Petunjuk:
Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilaku
kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan
akibat perilaku kekerasan, serta mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan nafas dalam. Beri tanda (+) jika mampu dan beri tanda (-) jika tidak mampu.

Dokumentasi:
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa : aplikasi Praktik Klinik. Graham Ilmu:


Yogyakarta.
Keliat. B. A and Akemat. (2009). “Mode Praktik Keperawatan Profesional Jiwa”.
Jakarta: ECG.
Sumirta, Nengah, I. (2013). Relaksasi Nafas dalam Terhadap Pengendalian Marah
Klien dengan Perilaku Kekerasan. ht t p :// pol t ekk e s - denpasar.ac.id/
files/JURNAL%20GEMA%20KEPERAWATAN/JUNI%202015/I%20Nengah
%20Sumirta.pdf.
Stuart dan Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, Ivus. (2010). “Keperawatan Jiwa”. Bandung: Refika Aditama
Kelliat, B. A., & Pawirowiyono, A. (2014). Keperawatan Jiwa; Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.
Stuart , & Sudden. (2006). Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC.
Sutejo. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa : Prinsip dan Praktik Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : PT. Pustaka Baru Press.
Yosep, & Iyus. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai