DI RUANG ARJUNA
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNGARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan adanya orang
lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk melakukan interaksi dengan
sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh individu, sehingga mungkin terjadi suatu gangguan
terhadap kemampuan individu untuk interaksi dengan orang lain (Azizah, 2010).
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu dengan yang
lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus
ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif,
kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan menarik diri (Stuart dan Laraia, 2006). Terapi
kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-
sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas
kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009).
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan sejumlah
pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok yaitu agar pasien
dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan
kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain (Bayu,
2011).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan
kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan dimulai
dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera
karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural
ekspresi marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan
secara tidak langsung (Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri
sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah
(Yosep, 2010).
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Arjuna RSJD dr. Arif
Zainudin, sebagian besar klien masuk karena pasien memiliki riwayat melakukan
perilaku kekerasan. Terdapat pasien yang memiliki kriteria perilaku kekerasan, Oleh
karena itu, penulis akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan
(TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan.
Pasien yang mengikuti terapi ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari
perilaku kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep teori klien dengan Perilaku Kekerasan?
b. Apa pengertian dari Terapi Aktivitas Kelompok?
c. Apa saja macam-macam Terapi Aktivitas Kelompok?
d. Apa tujuan Terapi Aktivitas Kelompok?
e. Apa manfaat Terapi Aktivitas Kelompok?
f. Bagaimana tahap-tahap dalam Terapi Aktivitas Kelompok?
g. Bagaimana peran perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok?
h. Bagaimana kerangka teoritis Terapi Aktivitas Kelompok?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui teori pasien dengan Perilaku Kekerasan
b. Untuk mengetahui pengertian dari Terapi Aktivitas Kelompok
c. Untuk mengetahuimacam-macam Terapi Aktivitas Kelompok
d. Untuk mengetahui tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
e. Untuk mengetahui manfaat Terapi Aktivitas Kelompok
f. Untuk mengetahuitahap-tahap dalam Terapi Aktivitas Kelompok
g. Untuk mengetahui peran perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok
h. Untuk mengetahui kerangka teoritis Terapi Aktivitas Kelompok
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2009). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan keadaan emosi yang
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau destruktif (Yoseph, Iyus, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan baik verbal maupun non verbal yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul akibat perasaan
jengkel / kesal / marah.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh (Purba dkk,
2008) adalah :
Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku :
o Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
o Biokimia
Berbagai neurotransmiter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
o Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
o Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Teori Psikologik
Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri.
Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang
tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
b. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan
dalam hidup individu.
c. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009) :
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menetang
merupakan respon maladaptive, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan
mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
Asertif: mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa
lega
Frustasi: merasa gagal mencpai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis
Pasif: diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
mengancam, memberi kata-kata ancaman tanpa niat menyakiti
Kekerasan: sering juga disebut gaduh - gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain dengan menakutkan, memberi kata – kata
ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Yoseph, 2009):
a. Fisik
Muka merah dan tegang
Mata melotot/ pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Postur tubuh kaku
Jalan mondar-mandir
b. Verbal
Suara tinggi, membentak atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Mengumpat dengan kata-kata kotor
Suara keras
Ketus
Bicara kasar
c. Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri/orang lain
Merusak lingkungan
Mengamuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4. Psikopatologi
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan (Keliat, 2011) :
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan
secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah
konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri
dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan
ngamuk.
5. Pohon masalah
regimen terapeutik interaktif Harga diri rendah kronis isolasi sosial: menarik diri
1. Definisi.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart, 2009). Terapi kelompok
merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2013). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yangg dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
dengan gangguan interpersonal (Setyoadi, 2011).
6. Komponen Kelompok.
Kelompok terdiri dari (Yosep, 2013):
a. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar akibatnya
tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang
terjadi.
c. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi
bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
a) Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain,
mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
b) Tujuan khusus :
Penderita mampu menyebutkan identitasnya.
Menyebutkan identitas penderita lain.
Berespon terhadap penderita lain.
Mengikuti aturan main.
Mengemukakan pendapat dan perasaannya.
Karakteristik :
Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan
ruangan.
Penderita sering berada ditempat tidur, menarik diri, kontak sosial kurang.
Penderita dengan harga diri rendah, gelisah, curiga, takut dan cemas.
Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunyajawaban sesuai
pertanyaan.
PRE PLANNING TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
PERILAKU KEKERASAN
1. TOPIK
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Sesi 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Secara Fisik
Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan obat
Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan secara verbal
Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan secara spiritual
2. TUJUAN
a. Tujuan umum
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dan merubah perilaku destruktif
maupun maladaptif
b. Tujuan Khusus
1) Klien mampu mengenali perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2) Klien mampu mencegah perilaku kekerasan secara fisik
3) Klien mampu mencegah perilaku kekerasan dengan obat
4) Klien mampu mencegah perilaku kekerasan secara verbal
5) Klien mampu mencegah perilaku kekerasan secara spiritual
3. KLIEN
Kriteria klien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok ini adalah:
Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.
Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk,
dalam keadaan tenang.
Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
4. Proses seleksi
Proses Seleksi
1) Perawat mengidentifikasi jumlah pasien dan masalah keperawatan yang ada di
ruangan. Pasien di ruang berjumlah ..... orang dengan masalah perilaku
kekerasan
2) Perawat mengidentifikasi jenis terapi aktivitas kelompok yang akan dilakukan,
yaitu Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) : Perilaku kekerasan
3) Perawat mengidentifikasi pasien yang akan mengikuti Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) : Perilaku kekerasan. Dimana pasien yang akan mengikuti
TAK Perilaku kekerasan tersebut adalah pasien dengan masalah keperawatan
Perilaku kekerasan, dengan ketentuan sebagai berikut :
Klien tidak disorientasi
Klien tidak inkoheren
Sehat fisik
Klien cukup kooperatif (kerjasama)
Dapat memahami pesan yang diberikan atau mampu berkonsentrasi lebih
dari 15 menit
Mengklarifikasi pasien sesuai kriteria dan bekerjasama dengan perawat di
ruangan
Mengadakan kontrak dengan klien
5. Jumlah klien
Klien dengan perilaku kekerasan yang mengikuti TAK berjumlah .......... orang,
No.
Nama Klien Ruang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
6. PENGORGANISASIAN
1) Waktu dan Tempat
Hari/ tanggal : Sabtu, 01 Februari 2020
Jam : 09.00 WIB - selesai
Tempat : Ruang Arjuna RSJD dr. Arif Zainudin
2) Tim Terapis
a. Pimpinan Kelompok (Leader) :
Tugas :
Menyusun rencana aktivitas kelompok (proposal)
Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
Memfasilitasi setiap anggota untuk mengekspresikan perasaan,
mengajukan pendapat dan memberikan umpan balik
Sebagai “role model”
Memotivasi kelompok untuk mengemukakan pendapat dan memberikan
umpan balik, mengungkapkan perasaan dan pikiran
Menciptakan suasana dimana anggotanya dapat menerima perbedaan
dalam perasaan dan perilaku dengan anggota lain
Membuat tata tertib bagi kelompok demi kelancaran diskusi
b. Pembantu pimpinan kelompok (Co Leader) :
Tugas :
Menyusun rencana aktivitas kelompok (proposal)
Membantu leader dalam mengorganisir anggota kelompok
Menyampaikan informasi dari fasilitator kepimpinan
Mengingatkan pimpinan bila diskusi menyimpang
Bersama leader menjadi contoh untuk kerjasama yang baik
c. Fasilitator :
Tugas :
Membantu leader memfasilitasi dan memotivasi anggota untuk
berperan aktif
Menjadi aktif bagi klien selama proses kegiatan
d. Observer :
Tugas :
Mengobservasi setiap respon klien
Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan perilaku
klien
Memberikan umpan balik pada kelompok
3) Setting tempat
Keterangan:
: Leader : Fasilitator
5. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
Bermain peran/simulasi
6. Langkah kegiatan
a) Persiapan
Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1 TAK
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
Memberi salam terapeutik
Salam dari terapis
Peserta dan terapis memakai papan nama
c) Evaluasi/validasi
Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan, penyebab, tanda dan
gejala, perilaku kekerasan serta akibatnya.
Menanyakan perasaan klien saat ini
d) Kontrak
Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
Menjelaskan aturan main berikut :Jika ada klien yang meninggalkan kelompok
harus minta izin kepada terapis, lama kegiatan 15 menit, setiap klien mengikuti
kegiatan dari awal sampai selesai
7. Tahap kerja
1) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakuakn oleh klien
2) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakukan
klien
Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
3) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan kemarahan
secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar
mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
4) Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
5) Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
6) Terapis mempraktikan
7) klien melakukan redemonstrasi
8) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran kemarahan
9) Upayakan semua klien berperan aktif
8. Tahap Terminasi
a) Evaluasi
menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan
memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus
penyebab perilaku kekerasan.
Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari
memasukan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien
c) Kontrak yang akan datang
menyepakati kegiatan berikut, yaitu bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi
menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
9. Tahap Terminasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2
kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik
10. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2 TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan, klien mampu mempraktikkan tarik napas dalam, tetapi belum mampu
mempraktikkan pukul kasus dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di
ruang rawat (buat jadwal).
SESI 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Patuh Mengkonsumsi Obat
8. Tahap terminasi
a) Evaluasi
Terapis menyanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari.
Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social asertif,
kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.
Memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan harian klien.
c) Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika klien
perlu TAK yang lain.
9. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap keraj.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang diharapkan adalah
mengetahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh
minum obat.
SESI 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Secara verbal
8. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosil yang
asertif , jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.
Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dn interaksi sosial yang asertif
secara teratur.
Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
menyepakati kegiatan berikut, yaitu mengevaluasi kegiatan TAKS.
menyepakati waktu dan tempat
SESI 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Spiritul