Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH

Disusun Oleh :

Ika Dwi Rachmawati

NIM. P1337420918069

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

2018

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN


A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2013).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2013). Ancaman atau kebutuhan yang
tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang
marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki
orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang
lain, bahkan membakar rumah.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2010), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap
diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak.
Menurut Townsend (2010), amuk (aggresion) adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain
juga diartikan sebagai perang atau menyerang

B. PENYEBAB

1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku


kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori
sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk,
2013) adalah:

a. Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh


terhadap perilaku:

1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses


impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,


dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara


perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut
ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2013):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
E. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2
yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
F. RENTANG RESPONS MARAH
1. Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif. Rentang respon kemarahan
2. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
4. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
5. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang
sama dari orang lain
6. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.
7. Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

G. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan
proses kemarahan
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat
diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal,
menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah
konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

H. PATHWAY

I. PERILAKU
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan

J. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

K. PERENCANAAN PULANG
Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan
dirumah. Untuk itu semua rumah  sakit perlu membuat perencanaan pulang.
Perencanaan pulang dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan
diintegrasikan didalam proses keperawatan. Jadi bukan persiapan yang
dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang. Tujuan perencanaan
pulang:
1. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
2. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
3. Klien tidak terisolasi sosial
4. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 2012).

ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian,
perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan
dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki,
karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses
keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau
diagnosa keperawatan.
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang
lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan
norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu
mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik,
emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :
1) Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam,
napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
2) Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam,
jengkel.
3) Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
4) Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor.

2. Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah
data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini
didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.
Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
3. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah
tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan


dengan perilaku kekerasan.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.


C. Rencana Keperawatan

Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan

1 Resiko TUM: Selama Tindakan Psikoterapi


perilaku perawatan diruangan,
1. Pasien
kekerasan pasien tidak
memperlihatkan BHSP
perilaku kekerasan,
a. Ajarakan SP I:
dengan kriteria hasil
1) Diskusikan penyebab, tanda dan
(TUK)
gejala, bentuk dan akibat PK yang
1. Dapat membina dilakukan pasien serta akibat PK
hubungan saling 2) Latih pasien mencegah PK dengan
percaya cara: fisik (tarik nafas dalam &
memeukul bantal)
2. Dapat
3) Masukkan dalam jadwal harian
mengidentifikasi
b. Ajarkan SP II:
penyebab, tanda dan
1) Diskusikan jadwal harian
gejala, bentuk dan
2) Latih pasien mengntrol PK dengan
akibat PK yang
cara sosial
sering dilakukan
3) Latih pasien cara menolak dan
3. Dapat mendemonstr meminta yang asertif
asikan cara 4) Masukkan dalam jadwal kegiatan
mengontrol PK harian
dengan cara : c. Ajarkan SP III:
1) Diskusikan jadwal harian
a. Fisik
2) Latih cara spiritual untuk
b. Social dan verbal mencegah PK
3) Masukkan dalam jadawal kegiatan
c. Spiritual
harian
d. Minum obat
d. Ajarkan SP IV
teratur
1) Diskusikan jadwal harian
4. Dapat menyebutkan 2) Diskusikan tentang manfaat obat
dan dan kerugian jika tidak minum obat
mendemonstrasikan secara teratur
cara mencegah PK 3) Masukkan dalam jadwal kegiatan
yang sesuai harian
4) Bantu pasien mempraktekan cara
5. Dapat memelih cara
yang telah diajarkan
mengontrol PK yang
5) Anjurkan pasien untuk memilih
efektif dan sesuai
cara mengontrol PK yang sesuai
6. Dapat melakukan 6) Masukkan cara mengontrol PK
cara yang sudah yang telah dipilih dalam kegiatan
dipilih untuk harian
mengontrl PK 7) Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah sakit
7. Memasukan cara
2. Keluarga
yang sudah dipilih
a. Diskusikan masalah yang dirasakan
dalam kegitan harian
keluarga dalam merawat pasien PK
8. Mendapat dukungan b. Jelaskan pengertian tanda dan gejala
dari keluarga untuk PK yang dialami pasien serta proses
mengontrol PK terjadinya
c. Jelaskan dan latih cara-cara merawat
9. Dapat terlibat dalam
pasien PK
kegiatan diruangan
d. Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien PK secara langsung
e. Discharge planning : jadwal aktivitas
dan minum obat

Tindakan psikofarmakologi
1. Berikan obat-obatan sesuai program
pasien

2. Memantau kefektifan dan efek samping


obat yang diminum

3. Mengukur vital sign secara periodic


Tindakan manipulasi lingkungan
1. Singkirkan semua benda yang berbahaya
dari pasien
2. Temani pasien selama dalam kondisi
kegelisahan dan ketegangan mulai
meningkat
3. Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik
dengan melakukan pengikatan/restrain
atau masukkan ruang isolasi bila perlu
4. Libatkan pasien dalam TAK konservasi
energi, stimulasi persepsi dan realita

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2011, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,


FKUI; Jakarta.
Depkes RI, , Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan
Keperawatan, 2010, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 2009, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 2010, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2009, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku
kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2012, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI :
Jakarta.
Rasmun, 2011, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2008, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

STRATEGI PELAKSANAAN

A. Resiko Perilaku Kekerasan


SP I p

1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasikan PK yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol PK
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP II p

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP III p

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IV p

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP V p

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B. Perilaku kekerasan
SP Ip

1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasikan PK yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol PK
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP IIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IIIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Anda mungkin juga menyukai