Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN, ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN REGIMEN


TERAPEUTIK TIDAK EFEKTIF DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN DEFICITPERAWATAN DIRI

OLEH :

NI NYOMAN AYU SUDIASIH (P07120017166)

MEGA RUSTIKA (P07120017174)

NI MADE ANGGI ANGGARAYANI (P07120017189)

NI KADEK SWANDEWI UTAMI (P07120017192)

PUTU AGUS HERA WIJAYA (P07120017201)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU
KEKERASAN

2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005). Marah
merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang
tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan
ingin menyerang, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran
yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk:
2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan
respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta tidak akan menimbulkan
masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang
merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).

2.2 Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Townsend
(2005) adalah:
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal
maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak
atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight
yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem
limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan
serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut
diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang
tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan
yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang
lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang
tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu
menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi
secara konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2.3 Faktor Presipitasi


Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
2.4 Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut

e. Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan
4) Ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.
2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang
berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal,
dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari lingkungan seperti
ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan
sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu (disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal
meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah waktu untuk
beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif
(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam
memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat
ia marah dan sebagainya. Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan
yang diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan
destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan
yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis (painfull symptom).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif dan mal
adaptif. (Gambar 1)

Respon adaptif Respon mal


adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah


Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan
diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan
respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku yang I menampakkan mulai dari
yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih
dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan
menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman, melukai
disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi
psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn ”H“

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RUANG ANGSOKA RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Hari/ tanggal pengkajian : Rabu, 1 Februari 2019
Ruang : Angsoka
Hari/tanggal di rawat : Sabtu, 26 Januari 2019

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn “H”
Insial : Laki-laki
Umur : 33 Tahun
Alamat : Batukliang, Lombok Tengah
Agama : Islam
Informan : Klien
No RM : 332507

II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT

Mengamuk, suka mengancam, berbicara keras.

-Keluhan utama ( saat di kaji ) :

Klien mengatakan cepat tersinggung dan ingin mengamuk, emosi labil.

Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan

III. FAKTOR PREDIPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? (Ya)


Klien mengatakan pernah masuk Rumah sakit jiwa 2 kali
2. Pengobatan sebelumnya ( Kurang berhasil )
Klien mengatakan sepulang dari Rumah sakit, klien tidak meminum obat
dengan teratur.
3. Aniaya fisik
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik seperti aniaya kekerasan
dalam keluarga dan pernah memukul orang lain karena sering diejek.
Masalah keperwatan : Resiko Perilaku Kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ( Tidak Ada )
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang di alami dirinya.
Masalah keperawatan : Tidak Ada
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenagkan,
namun menurut klien hal yang paling tidak menyenagkan adalah jauh dari
keluarganya, terutama ibunya.

IV. FISIK

1. Tanda-tanda vital

 TD = 110/90 mmHg
 N = 96 x/m
 S = 370C
 RR = 20 x/m

2. Keluhan fisik ( Tidak Ada )


Masalah keperawatan : Tidak Ada

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Garis keturunan


: Meninggal (Laki)
: Perempuan : Meninggal (Pr)
: Klien : tinggal serumah
: Garis perkawinan

Penjelasan :

Klien mengatakan kalau kakek dan neneknya telah meninggal dunia. Klien
tinggal serumah bersama orang tuanya. Klien merupakan anak bungsu dari 6
bersaudara.

2. Konsep diri:
a. Citra tubuh
Klien mengatakan anggota tubuhnya baik dan klien menyukai tubuhnya apa
adanya
b. Identitas diri
Klien mengatakan anak terakhir dari 6 bersaudara. Klien bersekolah hanya
sampai SD, lalu bekerja sebagai buruh tani.
c. Peran
Klien mengatakan berperan sebagai anak ke-6 dalam keluarga. Klien belum
menikah. Biasanya klien membantu pekerjaan ibunya di rumah seperti
mencuci, menyapu dan membantu ayahnya dalam beraktivitas karena
ayahnya dalam kondisi buta.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang berkumpul
bersama keluarganya dan bekerja serta menikah
e. Harga diri
Klien mengatakan merasa malu dengan orang lain
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan social
a) Orang yang terdekat
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien ikut berperan aktif dalam kegiatan kelompok.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain karena merasa malu, dan tidak pandai dalam memulai percakapan.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
4. Spriritual
a. Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dipegang oleh klien adalah nilai – nilai islam dan
klien mengatakan shalat itu wajib.

b. Kegiatan Ibadah
Kegiatan ibadah klien adalah shalat, dan tidak pernah lalai untuk shalat

Masalah Keperawatan : Tidak Ada.

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Penampilan klien cukup rapi, rambut lurus, kemudian menggunakan baju yang
seharusnya, dan mandi 2 kali dalam sehari. Klien cukup memperhatikan
penampilannya.

2. Pembicaraan
Klien berbicara dengan keras, agak kacau serta terlihat cepat tersinggung

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

3. Aktivitas motorik
Klien terlihat sehat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit

4. Alam perasaan
Klien mengatakan merasa senang dan bahagia tinggal di Rumah Sakit.

5. Afek
Afek klien labil, cepat marah dan tersinggung.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan


6. Interaksi selama wawancara
Interaksi selama wawancara klien baik, namun kontak mata tajam.

Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

7. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan aneh ataupun
melihat bayangan-bayangan aneh juga.

8. Proses pikir
Proses fikir klien adalah flight of ideas karena sering megganti topic
pembicaraan tanpa menyelesaikan topic pertama.

Masalah keperawatan : Waham

9. Isi Pikir
Klien mengatakan dirinya memiliki suatu ilmu dan pernah bekerja di luar
daerah serta menganggap dirinya memiliki kekuatan.

Masalah Keperawatan : Waham

10.Tingkat kesadaran
Compos mentis (Klien sadar akan dirinya)

Tingkat kesadaran klien baik dan klien tidak mengalami disorientasi terhadap
waktu, tempat dan orang. Buktinya klien masih mengingat tanggal masuk
rumah sakit dan dia tahu berada di ruang Angsoka.

11.Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu menjelaskan
kegiatan sehari-hari dan juga menceritakan pengalaman-pengalaman saat
sebelum masuk rumah sakit.

12.Tingkat konsentrasi dan berhitung


Tingkat konsentrasi Klien baik karena masih dapat berhitung dan dapat
menjawab perhitungan sederhana yang diberikan perawat.

13.Kemampuan penilaian
Kemampuan penilaian klien mengalami gangguan penilaian ringan. Klien bisa
tidak bisa memilih antara dua pilihan.

14.Daya tilik diri


Klien mengatakan dirinya sehat dan tidak semestinya dibawa ke Rumah Sakit.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien makan 3 kali sehari dengan tanpa bantuan.

2. BAK/BAB
Klien dapat defekasi atau berkemih tanpa bantuan dengan frekueansi kurang
lebih 4x sehari.

3. Mandi
Klien bisa mandi 2 kali sehari pagi dan sore hari tanpa bantuan orang lain

4. Berpakaian/berhias
Klien dapat berpakaian dengan rapi tanpa bantuan orang lain.

5. Istirahat dan tidur


Klien tidak mengalami gangguan tidur. Klien tidur siang 4-5 jam dan untuk
tidur malam 8-9 jam. Aktivitas sebelum tidur biasanya pasien hanya berjalan-
jalan dan mengobrol bersama teman sekamar maupun perawat.

6. Penggunaan obat
Untuk pengguanaan obat Klien tidak membutuhkan bantuan karena Klien
bisa melakukannya sendiri dan mengetahui obat-obat yang di konsumsi

7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan jarang pergi ke pusat kesehatan untuk memeriksakan diri.

8. Aktivitas di dalam rumah


Klien mampu melakukan kegiatan rumahan dengan baik misalnya, mononton
TV, menyiapkan makanan ataupun menjaga kerapian rumah.

9. Aktivitas di luar rumah


Klien masih dapat melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri seperti
berkendaraan ataupun berjalan-jalan dan mengobrol dengan keluarganya.

VIII. MEKANISME KOPING


Mekanisme koping maladaptif karena klien mengatakan saat dia mengalami
masalah biasanya klien merusak barang-barang di sekitarnya
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a.Masalah dukungan kelompok
Klien mengatakan keluarga dan saudaranya mendukung untuk
kesembuhannya
b. Masalah hubungan dengan lingkungan
Klien megatakan mengalami masalah dengan lingkungan karena sering
diejek dan ingin memukul orang-orang yang mengejeknya.
c.Masalah dengan pendidikan
Klien mengatakan putus sekolah sejak kelas 5 SD.
d. Masalah dengan pekerjaan
Klien tidak mengalami masalah dalam bekerja
e.Masalah ekonomi
Klien mengatakan hidupnya dan keluarganya masih mampu dan
berkecukupan.

X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG


Klien kurang mampu menahan diri untuk memukul orang karena orang-orang
sekitarnya selalu mengejeknya.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

XI. ASPEK MEDIK


Diagnosa Medik : Skizofrenia paranoid
Terapi medik : - Risperidon 2 x 1 mg
XII. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH KEPERAWATAN
1 DS : Klien mengatakan cepat
tersinggung, ingin mengamuk,
pernah memukul orang lain serta
mengungkapkan keinginan Resiko Perilaku Kekerasan
memukul orang-orang yang
mengejeknya.
DO : Klien berbicara keras, agak kacau,
cepat tersinggung, emosi labil,
kontak mata tajam.

2 DS: Klien merasa malu dengan orang


lain
DO: Menyendiri, lebih banyak
Harga diri rendah
menghabiskan waktu di kamar.

3 DS :Klien mengatakan dirinya memiliki


suatu ilmu, pernah bekerja di luar
daerah, serta menganggap dirinya
memiliki kekuatan Waham kebesaran
DO : Proses fikir flight of ideas, berkata
tidak sesuai kenyataan, cepat
tersinggung.

XIII. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan
Resiko
Wahamperilaku
: Kebesaran
kekerasan

Harga Diri Rendah


B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN

1. Resiko Prilaku
Kekerasan
2. Waham : Kebesaran
3. Harga Diri Rendah

C. INTERVENSI
Tgl Dx Perencanaan Paraf
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Kepera
watan
1/02/ Resiko TUM: klien tidak
2019 Perilaku menunjukan
Kekeras resiko perilaku
an kekerasan
TUK:
1. Klien dapat 1. Klien 1. Bina hubungan saling
membina menunjukkan percaya dengan:
hubungan tanda-tanda o Beri salam setiap
saling percaya kepada berinteraksi
o Perkenalkan nama,
percaya perawat:
o Wajah cerah, nama panggilan
perawat dan tujuan
tersenyum
perawat berkenalan
o Mau
o Tanyakan dan panggil
berkenalan
nama kesukaan klien
o Ada kontak o Tunjukkan sikap
mata empati, jujur dan
o Bersedia menepati janji setiap
menceritakan kali berinteraksi
o Tanyakan perasaan
perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
o Buat kontrak interaksi
yang jelas
o Dengarkan dengan
penuh perhatian
ungkapan perasaan
klien
2. Klien dapat 2. Klien 2. Bantu klien
mengidentifika menceritakan mengungkapkan
si penyebab penyebab perasaan marahnya:
perilaku perilaku o Motivasi klien untuk
kekerasan yang kekerasan yang menceritakan
dilakukannya dilakukannya: penyebab rasa kesal
o Menceritakan atau jengkelnya
o Dengarkan tanpa
penyebab
menyela atau
perasaan
memberi penilaian
jengkel/kesal
setiap ungkapan
baik dari diri
perasaan klien
sendiri
maupun
lingkunganny
a
3. Klien dapat 3. Klien 3. Bantu klien
mengidentifika menceritakan mengungkapkan tanda-
si tanda-tanda keadaan tanda perilaku kekerasan
perilaku o Fisik : mata yang dialaminya:
kekerasan merah, o Motivasi klien
tangan menceritakan kondisi
mengepal, fisik saat perilaku
ekspresi kekerasan terjadi
tegang, dan o Motivasi klien
lain-lain. menceritakan kondisi
o Emosional : emosinya saat terjadi
perasaan perilaku kekerasan
marah, o Motivasi klien
jengkel, menceritakan kondisi
bicara kasar. psikologis saat terjadi
o Sosial : perilaku kekerasan
bermusuhan o Motivasi klien
yang menceritakan kondisi
dialami saat hubungan dengan
terjadi orang lainh saat
perilaku terjadi perilaku
kekerasan. kekerasan
4. Klien dapat 4. Klien 4. Diskusikan dengan klien
mengidentifika menjelaskan: perilaku kekerasan yang
si jenis o Jenis- dilakukannya selama ini:
perilaku jenis ekspresi o Motivasi klien
kekerasan yang kemarahan menceritakan jenis-
pernah yang selama jenis tindak kekerasan
dilakukannya ini telah yang selama ini
dilakukannya permah dilakukannya.
o Perasaann o Motivasi klien
ya saat menceritakan
melakukan perasaan klien setelah
kekerasan tindak kekerasan
o Efektivita tersebut terjadi
s cara yang o Diskusikan
dipakai apakah dengan tindak
dalam kekerasan yang
menyelesaika dilakukannya masalah
n masalah yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Klien 5. Diskusikan dengan klien
mengidentifika menjelaskan akibat negatif (kerugian)
si akibat akibat tindak cara yang dilakukan
perilaku kekerasan yang pada:
kekerasan dilakukannya o Diri sendiri
o Diri o Orang
sendiri : luka, lain/keluarga
dijauhi o Lingkungan
teman, dll
o Orang
lain/keluarga
: luka,
tersinggung,
ketakutan, dll
o Lingkung
an : barang
atau benda
rusak dll
6. Klien dapat 6. Klien : 6. Diskusikan dengan
mengidentifika o Menjelas klien:
si cara kan cara-cara o Apakah klien mau
konstruktif sehat mempelajari cara
dalam mengungkap baru mengungkapkan
mengungkapka kan marah marah yang sehat
n kemarahan o Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
marah selain perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
o Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
marah:
 Cara fisik:
nafas dalam,
pukul bantal atau
kasur, olah raga.
 Verbal:
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal
kepada orang
lain.
 Sosial: latihan
asertif dengan
orang lain.
 Spiritual:
sembahyang/doa
, zikir, meditasi,
dsb sesuai
keyakinan
agamanya
masing-masing
7. Klien dapat 7. Klien 7. 1. Diskusikan cara yang
mendemonstras memperagakan mungkin dipilih dan
ikan cara cara mengontrol anjurkan klien
mengontrol perilaku memilih cara yang
perilaku kekerasan: mungkin untuk
kekerasan o Fisik: tarik mengungkapkan
nafas dalam, kemarahan.
memukul 7.2. Latih klien
bantal/kasur memperagakan cara
o Verbal: yang dipilih:
mengungkapk o Peragakan cara

an perasaan melaksanakan cara


kesal/jengkel yang dipilih.
pada orang o Jelaskan manfaat
lain tanpa cara tersebut
menyakiti o Anjurkan klien
o Spiritual: menirukan peragaan
zikir/doa, yang sudah dilakukan.
meditasi o Beri penguatan pada
sesuai klien, perbaiki cara
agamanya yang masih belum
sempurna
7.3. Anjurkan klien
menggunakan cara
yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
8. Klien 8. Klien 8.1. Jelaskan manfaat
menggunakan menjelaskan: menggunakan obat
obat sesuai o Manfaat secara teratur dan
program yang minum obat kerugian jika tidak
telah o Kerugian menggunakan obat
ditetapkan tidak minum 8.2. Jelaskan kepada klien:
obat o Jenis obat (nama,

o Nama obat wanrna dan bentuk


o Bentuk dan obat)
warna obat o Dosis yang tepat

o Dosis yang untuk klien


diberikan o Waktu pemakaian

kepadanya o Cara pemakaian

o Waktu o Efek yang akan


pemakaian dirasakan klien
o Cara 8.3. Anjurkan klien:
pemakaian o Minta dan
o Efek menggunakan obat
yang tepat waktu
dirasakan o Lapor ke
o menggun perawat/dokter jika
akan obat mengalami efek yang
sesuai tidak biasa
program o Beri pujian
terhadap kedisplinan
klien menggunakan
obat.
Tgl Dx 2 Perencanaan Paraf
Kepera
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
watan
1/02/ Ganggu TUM : Klien dapat 1.1 Setelah 1X 1.1 Bina hubungan 1.2
2019 an mengontrol interaksi klien : saling percaya
a. Mau menerima
proses wahamnya dengan klien
kehadiran perawat a. Beri salam
pikir : TUK :
b. Perkenalkan diri,
disampingnya
waham 1. Klien dapat
b. Mengatakan mau Tanyakan nama,
membina
menerima bantuan serta nama panggilan
hubungan
perawat yang disukai
saling percaya c. Tidak menunjukkan c. Jelaskan tujuan
dengan tanda-tanda curiga interaksi
d. Mengijinkan duduk d. Yakinkan klien
perawat
disamping dalam keadaan aman
dan perawat siap
menolong dan
mendampinginya
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
g. Perhatikan
kebutuhan dasar dan
bantu pasien
memenuhinya
TUK : 1.2 Setelah 2 X 1.2 Bantu klien untuk 1.3
Klien dapat interaksi Klien : mengungkapkan
a. Klien menceritakan
mengidentifikasi perasaan dan
ide-ide dan
perasaan yang pikirannya
perasaan yang a. Diskusikan dengan
muncul secara
muncul secara klien pengalaman
berulang dalam
berulang dalam yang dialami selama
pikiran klien
pikirannya ini termasuk
hubungan dengan
orang yang berarti,
lingkungan kerja,
sekolah, dsb
b. Dengarkan
pernyataan klien
dengan empati tanpa
mendukung atau
menentang
pernyataan
wahamnya
c. Katakan perawat
dapat memahami apa
yang diceritakan
klien
TUK : 1.3 Setelah 3X 1.3 Bantu klien 1.4
Klien dapat interaksi klien mengidentifikasi
a. Dapat
mengidentifikasi kebutuhan yang
menyebutkan
stresor atau tidak terpenuhi serta
kejadian sesuai
pencetus kejadian yang
dengan urutan
wahamnya menjadi faktor
waktu serta harapan
pencetus wahamnya
atau kebutuhan a. Diskusikan
dasar yang tidak dengan klien tentang
terpenuhi seperti kejadian-kejadian
harga diri, rasa traumatik yang
aman, dsb menimbulkan rasa
b. Dapat
takut, ansietas
menyebutkan
maupun perasaan
hubungan antara
tidak dihargai
kejadian traumatik b. Diskusikan
kebutuhan tidak kebutuhan atau
terpenuhi dengan harapan yang belum
wahamnya terpenuhi
c. Diskusikan cara-
cara mengatasi
kebutuhan yang
tidak terpenuhi dan
kejadian traumatik
d. Diskusikan
dengan klien antara
kejadian-kejadian
tersebut dengan
wahamnya
TUK : 1.4 Setelah 4 X 1.4 Bantu klien 1.5
Klien dapat interaksi klien mengidentifikasi
mengidentifikasi menyebutkan keyakinan yang
wahamnya perbedaan salam tentan situasi
pengalaman nyata yang nyata (bila
dengan pengalaman klien sudah siap)
a. Diskusikan
wahamnya
dengan klien
pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi
b. Katakan kepada
klien akan keraguan
perawat tehadap
pernyataan klien
c. Diskusikan
dengan klien respon
perasaan terhadap
wahamnya
d. Diskusikan
frekuensi, intensitas
dan durasi terjadinya
waham
e. Bantu klien
membedakan situasi
nyata dengan situasi
yang dipersepsikan
salah oleh klien
TUK: 1.5 Setelah 5X 1.5 Diskusikan tentang 1.8
Klien dapat interaksi klien pengalaman-
mengidentifikasi menjelaskan pengalaman yang
konsekuensi dari gangguan fungsi tidak
wahamnya hidup sehari-hari menguntungkan
yang diakibatkan sebagai akibat dari
ide-ide atau wahamnya
pikirannya yang seperti :Hambatan
tidak sesuai dengan dalam berinteraksi
kenyataan seperti : dengan keluarga,
a. Hubungan dengan
Hambatan dalam
keluarga
interaksi dengan
b. Hubungan dengan
orang lain dalam
orang lain
c. Aktivitas sehari- melakukan aktivitas
hari sehari-hari
d. Pekerjaan 1.6 Ajak klien melihat
e. Sekolah
bahwa waham
f. Prestasi, dsb
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari orang
lain
1.7 Diskusikan dengan
klien tentang orang
atau tempat ia dapat
meminta bantuan
apabila wahamnya
timbul atau sulit di
kendalikan

TUK 1.6 Setelah 6X 1.8 Diskusikan hobi atau 1.14


Klien dapat interaksi klien aktivitas yang
melakukan teknik melakukan aktivitas disukainya
1.9 Anjurkan klien
distraksi sebagai yang konstruktif
memilih dan
cara menghentikan sesuai dengan
melakukan aktivitas
pikiran yang minatnya yang yang membutuhkan
terpusat pada dapat menglihkan perhatian dan
wahamnya fokus klien dari keterampilan
1.10 Ikut sertakan
wahamnya
klien dalam aktivitas
fisik yang
membutuhkan
perhatian sebagai
pengisi waktu luang
1.11 Libatkan klien
pada topik-topik
yang nyata
1.12 Anjurkan klien
untuk bertanggung
jawab secara
personal dalam
mempertahankan
atau meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
1.13 Beri
penghargaan bagi
setiap upaya klien
yang positif
TUK 1.7 Setelah 7 X 1.14 Diskusika 1.18
Klien dapat interaksi dengan n dengan klien
memanfaatkan klien, dapat tentang manfaat dan
obat dengan baik mendemonstrasikan kerugian tidak
penggunaan obat minum obat
1.15 Pantau
dengan baik
1.8 Setelah 8 X klien saat
interaksi klien penggunaan obat,
menyebutkan akibat beri pujian jika klien
berhenti minum menggunakan obat
obat tanpa dengan benar
1.16 Diskusika
konsultasi dengan n akibat klien
dokter berhenti minum obat
tanpa konsultasi
dengan dokter
1.17 Anjuraka
n klien untuk
konsultasi jika
terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.

Tgl No. Diagnosa Rencana Keperawatan Para


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Kep f
1/0 3 Gangguan TUM :
2/2 konsep Pasien
mempunyai harga
01 diri : Harga
diri
9 diri rendah
TUK : 1.Setelah 4 kali
1. Pasien bisa interaksi, pasien 1. Bina hubungan
membina menunjukkan saling percaya
hubungan ekspresi wajah dengan
saling percaya bersahabat, menggunakan
dengan memperlihatkan rasa prinsip komunikasi
perawat senang, ada kontak terapeutik :
mata, mau berjabat  Sapa pasien dengan
tangan, mau ramah, baik verbal
menyebutkan maupun non verbal
namanya, mau  Perkenalkan diri
menjawab salam, dengan sopan
 Tanyakan nama
pasien mau duduk
lengkap dan nama
berdampingan
panggilan yang
dengan perawat, mau
disukai Residen
mengutarakan
 Jelaskan tujuan
masalah yang
pertemuan
dihadapi  Jujur dan menepati
janji
 Tunjukkan empati
dan menerima pasien
apa adanya

 Beri perhatian dan


perhatikan
kebutuhan dasar
pasien

2. Pasien dapat 1. Setelah 4 kali 1. Diskusikan dengan


mengidentifik interaksi pasien pasien tentang :
asi aspek menyebutkan :  Aspek positif yang
positif dan  Aspek dimiliki pasien,
kemampuan positif dan keluarga dan
yang dimiliki kemampuan yang lingkungan
dimiliki pasien  Kemampuan yang
 Aspek dimiliki pasien
2. Bersama pasien buat
positif keluarga
daftar tentang :
 Aspek
 Aspek positif pasien,
positif lingkungan
keluarga, lingkungan
pasien  Kemampuan yang
dimiliki pasien
3. Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi evaluasi
negatif

3. Pasien dapat 3. Setelah 4 kali 1. Diskusikan dengan


menilai interaksi pasien pasien kemampuan
kemampuan menyebutkan yang dapat
yang dimiliki kemampuan yang dilaksanakan
untuk dapat dilaksanaan 2. Diskusikan
dilaksanakan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
pelaksanaannya

4. Pasien dapat 4. Setelah 4 kali 1. Rencanakan bersama


merencanakan interaksi pasien pasien aktifitas yang
kegiatan membuat dapat dilakukan tiap
sesuai dengan rencana kegiatan hari sesuai
kemampuan harian kemampuan pasien :
yang dimiliki 2. Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi pasien
3. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat pasien
lakukan
5. Pasian dapat 5. Setelah 4 kali 1. Anjurkan pasien
melakukan interaksi pasien untuk melaksanakan
kegiatan melakukan kegiatan yang telah
sesuai rencana kegiatan sesuai direncanakan
yang dibuat jadwal yang 2. Pantau kegiatan
dibuat yang dilaksanakan
pasien
3. Beri pujian
4. Diskusikan
kemampuan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

1. Nama Pasien : Tn"H”


2. Umur : 33 Tahun
3. Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
4. Ruangan : Angsoka Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma
5. No. RM :

TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN EVALUASI


11-02-2016 DS:Klien mengatakan cepat S : Klien mengatakan merasa senang
tersinggung, mengamuk, dan sedikit tenang setelah
pernah memukul orang lain, berkenalan, mengungkapkan
merasa malu dengan orang keinginan memukul orang yang
lain, dirinya memiliki ilmu, mengejeknya.
pernah bekerja di luar daerah,
menganggap dirinya memiliki O : - Klien mampu pukul kasur/
kekuatan. bantal
DO :Tatapan tajam, berbicara - Klien mampu berdiskusi
keras dan kacau, tentang kebuthan yang tidak
menyendiri, flight of ideas, terpenuhi
- Klien mampu melatih
banyak enghabiskan waktu
kemampuan positif satu yaitu
di kamar.
Diagnosa keperawatan : menggambar
RPK, Waham: Kebesaran,
HDR A : RPK masih ada, Waham masih
Kemampuan : ada, HDR masih ada.
Klien mampu nafas dalam.
Tindakan : P:
 Melatih pukul kasur/  latihan pukul kasur bantal
bantal 2x/hari dan saat ingin marah
 Melatih kemampuanpositif  latihan menggambar 2x/hari
satu
 Berdiskusi tentang
kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi.
Rencana tindak lanjut:
Latih mengontrol marah
secara verbal, latih
kemampuan positif kedua.
12-02-2016 DS : Klien mengatakan terkadang S :Klien merasa senang dan sedikit
masih cepat tersinggung, tenang setelah berlatih
mengamuk, merasa malu O :
dengan orang lain, 
mengatakan dirinya kuat. Klien belum mampu
DO : Tatapan masih tajam, mengontrol marah secara
berbicara sedikit keras, verbal

menyendiri, flight of ideas.
Klien mampu melatih
Diagnosa Keperawatan :
kemampuan positif kedua:
RPK, Waham: kebesaran,
Merapikan tempat tidur
HDR
A :RPK masih ada, waham masih ada,
Kemampuan :
HDR berkurang
Klien mampu nafas dalam,
P:
pukul kasur bantal,

menggambar
Latihan mengontrol marah
Tindakan :
secara verbal 2x/hari dan saat

ingin marah
Melatih mengontrol marah 
secara verbal Latihan merapikan tempat

tidur 2x/ hari
Melatih kemampuan
positif kedua.
Rencana Tindak Lanjut :
Latih mengontrol marah
secara spiritual

DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan diri,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015:154)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB
atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, dan toileting.

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri adalah,
Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu melindungi dan
memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan inisiatif dan keterampilan.
Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor Biologis, beberapa penyakit
kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri secara
mandiri. Faktor selanjutnya adalah kemampuan realitas yang menurun. Klien
dengan gangguan jiwa mempunyai kemampuan realitas yang kurang, sehingga
menyebabkan ketidak pedulian dirinya terhadap lingkungan termasuk perawatan
diri. Selanjutnya adalah faktor Sosial, kurang dukungan serta latihan kemampuan
dari lingkungannya, menyebabkan klien merasa
B. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya
atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual, cemas, lelah / lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun 2000 faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah body Image, praktik social, status sosial
ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan kondisi fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu dimanja dalam
kebersihan diri maka,kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat gigi,
shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita DM yang
harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat budaya di
sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh dimandikan. Ada pula
kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri, missal sabun, shampoo, dll.
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukan nya.
C. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian
dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.
D. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai
berikut :
1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,memperoleh atau
mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran air mandi,mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian
,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar pakaian.Klien juga
memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih
pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu
3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,mempersiapkan
makanan,melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi pakaian untuk
toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,dan menyiram toilet
atau kamar kecil.
E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan tidak melakukan perawatan


Gambar 1. Rentang Respon Defisit
seimbang Perawatan
diri tidak seimbang Diri diri

Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart & Sundeen,
2000), yaitu :
 Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah : Klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.

 Mekanisme Koping Mal Adaptif


Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategori nya adalah : Tidak mau merawat diri.

III. Penjabaran Masalah


a) Pohon Masalah
Effect Gangguan pemeliharaan
Kesehatan (BAB/BAK,
mandi, makan, minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri


b) Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :
Masalah yang ditemukan adalah : Defisit Perawatan Diri (SP 1 Kebersihan Diri,
SP 1 Makan, SP 1 Toileting (BAB / BAK), SP 1 Berhias)
Contoh data yang biasa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri : Kebersihan
Diri adalah :
a) Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
b) Data Objektif :
Rambut kotor acak-acakan,badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan gigi
bau,kulit kusam dan kotor,kuku panjang dan tidak terawat.
c) Mekanisme Koping :
Regresi, penyangkalan, isolasi social menarik diri, intelektualisasi.
Defisit perawatan diri bukan merupakan bagian dari komponen pohon masalah
(causa,core problem,effect) tetapi sebagai masalah pendukung.
a) Effect
b) Core Problem
c) Causa
d) Defisit Perawatan Diri.

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN TN. T

DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI


Pengkajian dilakukan pada hari kamis pada tanggal 2 Juli 2015, Tn.Kokon hasil
pengkajian dari keluarga selama klien di rumah klien selalu di kamar, jarang berbicara,
tidak mau mandi selama 5 hari, badan bau tampak kotor tidak sikat gigi, rambut acak-
acakan kuku tangan dan kaki sudah panjang selama di rumah klien tidak mau di motivasi
untuk mandi.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a) Identitas pasien
Nama klien : Tn. K

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sultan Agung

b) Identitas penanggung jawab


Nama klien : Ny. L

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sultan Agung

Hubungan dengan klien : Istri

c) Identitas rumah sakit


Tanggal masuk : 2 juli 2015

Ruang : Kamboja

DX. Medis : Defisit Perawatan Diri

No. RM : 21089

2. Alasan masuk
Keluarga klien mengatakan klien selalu di kamar, jarang berbicara, tidak mau
mandi selama 5 hari, badan bau, tidak sikat gigi, rambut acak-acakan, kuku
tangan dan kaki sudah panjang, selama di rumah klien tidak mau di motivasi
untuk mandi.
3. Faktor predisposisi
a. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengeluuh sulit merawat dirinya, sulit berpakaian, tidak mau mandi
selama 5 hari, badan bau dan tampak kotor.

b. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa
seperti saat ini

c. Riwayat penyakit keluarga


Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.

4. Pemeriksaan fisik
a. Survei umum
Tanda - tanda vital :

TD = 120/80 mmHg,

N = 70 x/mnt,

S = 37, 2 °C dan

RR = 18 x/mnt.

Berat badan 80 kg, tinggi badan 170 cm

b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala, leher
Kepala : rambut pasien kusam, acak-acakan dan kusut, berwarna
hitam, pada saat dipalpasi tidak terdapat benjolan dan nyeri
tekan pada kepala.

Leher : tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak terdapat


nyeri tekan.

2) Mata
Bentuk mata simetris, penglihatan baik, tidak memakai alat bantu
penglihatan.

3) Telinga
Bentuk simetris, pendengaran baik dibuktikan Tn. K dapat menjawab
pertanyaan perawat, telinga kotor

4) Hidung
Hidung Tn. K simetris, fungsi penciuman baik, tidak terdapat polip.

5) Mulut
Bibir Tn. K simetris, gigi Tn. K kotor, mukosa bibir kering, kotor dan
mulut bau.

6) Integumen
Warna kulit hitam, kulit tampak kering dan terlihat kotor, turgor kulit
kering

7) Dada
a. Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak
ada sesak nafas
b. Abdomen : Tidak ada nyeri tekan pada Abdomen, tidak
asietas, tidak ada luka memar
c. Ekstremitas:
Ektremitas atas : Tangan kanan terpasang infus,
Ekstremitas bawah : kedua kaki nyeri, kaki terasa nyeri untuk
berjalan.
d. Genetalia : kotor

5. Psikososial
a. nogram
Keterangan :

Perempuan pasien

Laki-laki garis keturunan

Meninggal tinggal serumah

b. Pola istirahat dan tidur


Sebelum masuk RS : pasien tidak mengalami gangguan tidur. Kualitas tidur
sekitar 3 jam pada siang hari dari jam 12.00 WIB – 15.00 WIB dan 7 jam
pada malam hari dari jam 22.00 WIB – 05.00 WIB
Setelah masuk RS : kualitas tidur pasien terganggu karena sulit merawat diri,
pasien di RS tidur sekitar 2 jam pada siang hari dari jam 13.00 WIB – 15.00
WIB dan 5 jam pada malam hari dari jam 24.00 WIB – 05.00 WIB.
c. Pola Persepsi dan Kognitif
Pendengeran dan penglihatan pasien tidak mengalami gangguan, pasien masih
bisa mendengar dan melihat dengan jelas, pasien kurang mampu
berkomunikasi dengan lancar.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori ilusi dan halusinasi, baik itu
halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penghidu.

e. Pola Peran dan Hubungan


Pasien berperan sebagai ayah dan tulang punggung keluarga.
f. Pola reproduksi dan seksual
Selama pernikahan dengan istrinya pasien dikaruniai 1 orang anak. Selama di
RS pasien tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi.
g. Pola Kooping Terhadap Strees
Dalam menghadapi masalah, pasien selalu menyembunyikannya
h. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Pasien tinggal dalam lingkungan muslim. Sebelum sakit ia bisa melakuka
shalat, setelah sakit, klien tidak bisa shalat

6. Status Mental
a) Penampilan
Penampilan klien kurang rapi, pakaian kotor dan jarang mandi

b) Pembicaraan
Klien berbicara dengan nada yang pelan dan lambat, tidak jelas dan sulit
dimengerti. Namun klien tidak mampu untuk memulai pembicaraan kepada
orang lain.

c) Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, malas beraktivitas, klien lebih sering berdiam diri dan
sering menghabiskan waktunya ditempat tidur.

d) Afek dan Emosi


 Afek klien tumpul, berespon apabila di berikan stimulus yang kuat.
 Emosi klien stabil. Pasien mengatakan saat ini sedih karna tidak
pernah lagi dijenguk keluarganya.
e) Interaksi selama wawancara
Selama wawancara kontak mata klien baik, pasien tampak ragu dalam
menjawab pertanyaan perawat sehingga perawat harus mengulangi beberapa
pertanyaan kepada klien, tingkat konsentrasi klien baik, ditandai dengan ketika
wawancara, klien terfokus kepada perawat. Selain itu klien tidak memiliki
keinginan untuk berinteraksi kecuali perawat yang memulai.

f) Alam perasaan
Klien mengatakan merasa sedih karena rindu dengan keluarga, klien juga
mengatakan merasa sedih dan marah karena tidak pernah di jenguk
keluarganya

g) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien bingung. klien mengalami gangguan orientasi tempat,
terbukti dengan klien mengatakan bahwa dirinya berada di rumah sakit.
Orientasi waktu klien baik di buktikan dengan klien mengetahui hari dan
tanggal.

h) Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, namun klien
mengalami gangguan mengingat jangka pendek dan saat ini. Dibuktikan
dengan klien masih ingat ketika dibawa ke rumah sakit dan nama perawat
yang setiap hari merawatnya.

i) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Klien mampu untuk berkonsentrasi penuh, klien mampu berhitung sederhana
dibuktikan dengan klien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan
sebaliknya dari 10-1.

j) Kemampuan penilaian
Klien tidak ada masalah pada kemampuan penilaian, terbukti dengan pada saat
diberi pilihan mau makan setelah mandi atau mandi setelah makan, klien
memilih makan setelah mandi.

k) Daya tilik diri


Klien mengatakan ia tidak tahu sedang sakit apa, ia bertanya-tanya mengapa
saya diberi obat yang efek sampingnya membuat saya mengantuk dan lemah.

7. Kebutuhan Persiapan Pulang


a) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Klien tidak mampu memenuhi kebutuhan mandi, ganti pakaian, personal
hygine, makan dan minum secara mandiri, sedangkan untuk kebutuhan lainnya
seperti keamanan, perawatan kesehatan, pakaian, transportasi, tempat tinggal,
keuangan dan lain-lain belum dapat dipenuhi secara mandiri.

8. Mekanisme Koping
Klien mengatakan apabila memiliki masalah lebih baik menghindar dari malasah
tersebut, dan jika ada masalah, klien akan menceritaan pada istrinya

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mempunyai masalah dengan lingkungannya, karena jarang berinteraksi
dengan orang lain. Klien lebih suka menyendiri daripada berkumpul dengan
orang lain.
10. Pengetahuan Tentang Masalah Kejiwaan
Klien mengatakan ia tidak tahu ia sakit apa, dan ia juga bingung mengapa ia
diberi obat yang efek sampingnya akan membuat ia menjadi mengantuk dan
lemah, klien juga mengatakan saat dirumah pernah diberi obat, namun klien
malas untuk meminum obat tersebut karena akan membuatnya

B. ANALISA DATA
Hari/tgl/jam No. Masalah
Data Fokus Paraf
DX keperawatan

Kamis, 1. DS: Defisit perawatan


diri
2 juli 2015  Keluarga klien mengatakan klien tidak
mau mandi selama 5 hari.
16.00 WIB
 Klien tidak mau di motivasi untuk
mandi
DO:.

 Keadaan pasien tampak bau.


 Bau mulut tidak pernah sikat gigi.
 Klien tampak rambut acak-acakan
 Kuku tangan dan kaki sudah panjang.
Kamis, 2. DS Penurunan
kemampuan dan
2 juli 2015  Keluarga klien mengatakan tidak mau
motivasi merawat
mandi, tidak mau ganti baju
16.00 WIB diri
DO

 Apatis, ekspresi sedih, selalu


menyendiri, komunikasi kurang,

Kamis, 3. DS : Isolasi sosial

2 juli 2015  Keluarga klien di rumah klien selalu di


kamar .
16.00 WIB
DO :

 Klien tampak menyendiri

C. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Defisit perawatan diri
2. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
3. Isolasi sosial

D. POHON MASALAH
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Defisit perawatan
E. diri

Isolasi sosial
F. INTERVENSI
Rencana tindakan
DX. Kep. Rasional
Tujuan Kriteria evaluasi Tindakan kep.

Defisit TUM: - Klien mampu menjaga SP I :


Perawatan Diri kebersihan diri secara
Klien mampu melakukan mandiri 1. Identifikasi masalah pera- 2. Mengetahui permasalahan yang
perawatan diri: higiene. - Klien mampu menyebut- watan diri: kebersihan diri, terjadi pada diri klien
kan pengertian danberdandan, makan/minum, 3. Agar klien tahu pentingnya
TUK I : BAK/BAB kebersihan diri
tanda-tanda kebersihan
- Klien dapat menyebutkan diri 2. Jelaskan pentingnya kebersi- 4. Memberitahu klien bagaimana
pengertian dan tanda- - Klien dapat mengetahui han diri cara perawatan diri dan alat yang
tanda kebersihan diri pentingnya 3. Jelaskan
kebersihan cara dan alat digunakannya
- Klien dapat mengetahui diri kebersihan diri 5. Agar klien bisa melakukan
pentingnya kebersihan 4. Latih cara menjaga kebersihan kebersihan diri secara mandiri
diri diri: mandi dan ganti pakaian,
- Klien dapat mengetahui sikat gigi, cuci rambut, potong
bagaimana cara menjaga kuku
kebersihan diri. 5. Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan mandi, sikat gigi
(2x sehari), cuci rambut (2x
perminggu), potong kuku (1x
perminggu).
TUK II : Klien dapat Klien mampu mengganti SP II :
berdandan secara mandiri baju secara rutin, menyisir
rambut dan memotong 1. Evaluasi kegiatan kebersi-han 1. Untuk mengetahui kemajuan
kuku. diri. Beri pujian. klien dalam merawat diri dan
sebagai respon positif terhadap
tindakan klien
2. Jelaskan cara dan alat untuk 2. Memberitahu klien bagaimana
berdandan. cara berdandan dan alat yang
3. Latih cara berdandan setelah digunakannya
kebersihan diri: sisiran, rias 3. Agar klien bisa berdandan secara
muka untuk perempuan; mandiri
sisiran, cukuran untuk pria. 4. Agar klien terbiasa dengan
4. Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan yang telah diajarkan
untuk kebersihan diri dan
berdandan.
G. CATATAN PERKEMBANGAN
SP I :

IMPLEMENTASI EVALUASI

DATA : S : Saat ditanya, klien mengatakan akan


menjaga kebersihan dirinya.
- Klien mengatakan malas untuk mandi dan
berdandan, merasa lebih nyaman dengan kondisi
seperti ini ( tidak mau mandi).
- Bila diminta mandi klien marah-marah, O : - Penampilan klien terlihat lebih rapi
klien tampak rambut acak-acakan dan banyak - Klien menjawab pertanyaan
kutu, kuku panjang dan hitam, kulit kotor, tampak perawat tentang cara menjaga
malas untuk menyisir rambut dan ganti pakaian kebersihan.
harus disuruh petugas
DIAGNOSA :

Defisit perawatan diri A : Defisit perawatan diri belum teratasi

THERAPHY :

1. Mengidentifikasi masalah perawatan diri: P : Anjurkan klien untuk menjaga


kebersihan diri, berdandan, makan/minum, kebersihan dirinya
BAK/BAB.
2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
3. Membantu pasien mempraktekkan cara
menjaga kebersihan.
4. Menjelaskan cara menjaga kebersihan.
5. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
RTL :

1. Bantu klien cara membersihkan dirinya


2. Ajarkan cara berdandan pada diri klien
SP II:

IMPLEMENTASI EVALUASI

DATA : S : klien mengatakan mau mandi


dan sikat gigi
- Mengatakan tidak mau mandi, tidak mau sikat
gigi, tidak menyisir rambut, tidak mau ganti baju, tidak
mau memotong kuku.
- Rambut klien terlihat panjang dan tampak acak- O : - Klien tampak lebih bersih
acakan, kuku klien panjang dan kotor. - Rambut klien terlihat rapi, dan
DIAGNOSA : tidak kotor
Defisit perawatan diri

THERAPHY : A : Gangguan berdandan pada diri


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien klien (-)
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu klien mempraktekkan cara berdandan
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal P : - Menganjurkan klien untuk
kegiatan harian memasukkan dalam jadwal
RTL : harian

Ajarkan klien bagaiman cara memenuhi kebutuhan makan - Berikan reinforcement atas
minum yang baik usaha yang klien lakukan
REGIMEN TERAPEUTIK TIDAK EFEKTIF

2.1 Pengertian Regimen Terapeutik Tidak Efektif

Menurut Herdman (2012) penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif adalah sebuah
pola pengatur dan mengintegrasikan program pengobatan penyakit dan gejala sisa penyakit yang
tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan tertentu dalam rutinitas sehari-hari. Jadi
penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif merupakan ketidakmampuan klien mematuhi,
menjalankan, dan mengambil tindakan pada program pengobatan untuk mencapai peningkatan
status kesehatan ke dalam rutinitas sehari-hari.

2.2 Karakteristik Regimen Terapeutik Tidak Efektif

Karakteristik ketidakpatuhan pada pengobatan yang ditunjukkan klien saat dirawat seperti
harus dipaksa minum obat, minum obat harus dihaluskan, menyembunyikan obat dimulut, obat
dibuang, dan secara verbal klien menolak minum obat.
1. Subyektif:
a. Mengatakan tidak ada perubahan
b. Mengatakan bosan minum obat
c. Mengatakan takut keracunan
d. Tidak yakin obat bisa menyembuhkan
e. Mempercayai Pengobatan alternatif
2. Obyektif:
a. Membuang obat
b. Perilaku tidak berubah
c. Waktu menunggu efek obat lama
d. Ada obat yang seharusnya diminum
e. Kemajuan klien kurang

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Regimen Terapeutik Tidak Efektif

Alasan klien tidak mematuhi program pengobatan adalah ada kesalahan persepsi dari
klien terhadap obat yang diminum, seperti dapat menimbulkan ketergantungan dan kelemahan
saraf. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan klien dalam minum obat, yaitu keyakinan
individu, sikap negative dari keluarga besar dan sikap tenaga kesehatan. Keyakinan terhadap
kesehatan berkonstribusi terhadap ketidakpatuhan. Klien yang tidak patuh biasanya mengalami
depresi, ansietas dengan kesehatannya, memiliki ego lemah dan terpusat perhatian pada diri
sendiri. Sikap negative keluarga besar terhadap pengobatan seperti sikap mendukung
ketidakpatuhan dan ungkapan yang dapat menurunkan motivasi minum obat. Selain itu penyebab
yang bersumber dari perilaku tenaga kesehatan adalah informasi yang tidak jelas dan ungkapan
yang mematahkan semangat dari tenaga kesehatan secara tidak langsung menyebabkan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan.
Menurut Tambayong (2002) faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah kurang
pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan, tidak mengertinya pasien tentang pentingnya
mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, sukarnya
memperoleh obat di luar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan kurangnya perhatian dan
kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat
kepada pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui
seluk beluk pengobatan serta kegunaannya. Menurut Siregar (2006) ketidakpatuhan pemakaian
obat akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang berkurang. Dengan demikian, pasien akan
kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang
diobati secara bertahap menjadi buruk. Adapun berbagai faktor yang berkaitan dengan
ketidakpatuhan, antara lain :
1. Penyakit
Sifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan, dapat berkontribusi pada
ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik, kemampuan untuk bekerja sama,
demikian juga sikap terhadap pengobatan mungkin dirusak oleh adanya kesakitan, dan
individu-individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain. Pasien cenderung
menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak menghasilkan kesembuhan
kondisi.
Apabila seorang pasien mengalami gejala yang signifikan dan terapi dihentikan
sebelum waktunya, ia akan lebih memperhatikan menggunakan obatnya dengan benar.
Beberapa studi menunjukkan adanya suatu korelasi antara keparahan penyakit dan kepatuhan,
hal itu tidak dapat dianggap bahwa pasien ini akan patuh dengan regimen terapi mereka.
Hubungan antara tingkat ketidakmampuan yang disebabkan suatu penyakit dan kepatuhan
dapat lebih baik, serta diharapkan bahwa meningkatnya ketidakmampuan akan memotivasi
kepatuhan pada kebanyakan pasien. Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan
pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan
keparahan penyakit mereka.
Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang kesehatannya,
dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka.
Jadi jelas bahwa jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting
untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga
berpengaruh. Jika persepsi sosial buruk maka pasien akan berusaha menghindari setiap hal
tentang penyakitnya termasuk pengobatan. Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu
diperhitungkan dalam hubungannya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk
merubah sikap pasien terhadap pengobatan.
2. Regimen Terapi
a. Terapi Multi Obat
Pada umumnya, makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan pasien,
semakin tinggi resiko ketidakpatuhan. Bahkan, apabila instruksi dosis tertentu untuk obat
telah diberikan, masalah masih dapat terjadi. Kesamaan penampilan (misalnya, ukuran,
warna, dan bentuk) obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan yang dapat
terjadi dalam penggunaan multi obat.
b. Frekuensi Pemberian
Pemberian obat pada jangka waktu yang sering membuat ketidakpatuhan lebih
mungkin karena jadwal rutin normal atau jadwal kerja pasien akan terganggu untuk
pengambilan satu dosis obat dan dalam banyak kasus pasien akan lupa, tidak ingin susah
atau malu berbuat demikian. Sikap pasien terhadap kesakitan dan regimen pengobatan
mereka juga perlu diantisipasi dan diperhatikan. Dalam kebanyakan situasi adalah wajar
mengharapkan bahwa pasien akan setuju dan lebih cenderung patuh dengan suatu
regimen dosis yang sederhana dan menyenangkan.
c. Durasi dan Terapi
Berbagai studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan menjadi lebih besar,
apabila periode pengobatan lama. Seperti telah disebutkan, suatu risiko yang lebih besar
dari ketidakpatuhan perlu diantisipasi dalam pasien yang mempunyai penyakit kronik,
terutama jika penghentian terapi mungkin tidak berhubungan dengan terjadinya kembali
segera atau memburuknya kesakitan. Ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih
sulit dicapai. Walaupun tidak ada intervensi tunggal yang berguna untuk meningkatkan
ketaatan, kombinasi instruksi yang jelas, pemantauan sendiri oleh pasien, dukungan
sosial, petunjuk bila menggunakan obat, dan diskusi kelompok.
d. Efek Merugikan
Perkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan, memungkinkan
menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi menyarankan bahwa hal ini tidak
merupakan faktor penting sebagaimana diharapkan. Dalam beberapa situasi adalah
mungkin mengubah dosis atau menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek
merugikan. Namun, dalam kasus lain alternatif dapat ditiadakan dan manfaat yang
diharapkan dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko. Penurunan mutu kehidupan
yang diakibatkan efek, seperti mual dan muntah yang hebat, mungkin begitu penting bagi
beberapa individu sehingga mereka tidak patuh dengan suatu regimen. Kemampuan
beberapa obat tertentu menyebabkan disfungsi seksual, juga telah disebut sebagai suatu
alasan untuk ketidakpatuhan oleh beberapa pasien dengan zat antipsikotik dan
antihipertensi. Bahkan, suatu peringatan tentang kemungkinan reaksi merugikan dapat
terjadi pada beberapa individu yang tidak patuh dengan instruksi.
e. Pasien Asimtomatik (Tidak Ada Gejala) atau Gejala Sudah Reda
Sulit meyakinkan seorang pasien tentang nilai terapi obat, apabila pasien tidak
mengalami gejala sebelum memulai terapi. Pada suatu kondisi dimana manfaat terapi
obat tidak secara langsung nyata, termasuk keadaan bahwa suatu obat digunakan berbasis
profilaksis. Dalam kondisi lain, pasien dapat merasa baik setelah menggunakan obat dan
merasa bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Situasi sering
terjadi ketika seorang pasien tidak menghabiskan obatnya ketika menghabiskan obatnya
selama terapi antibiotik, setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Praktik ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi dan pasien wajib diberi nasihat
untuk menggunakan seluruh obat selama terapi antibiotik.
f. Harga Obat
Walaupun ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif
tidak mahal, dapat diantisipasi bahwa pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi
penggunaan obat yang lebih mahal. Biaya yang terlibat telah disebut oleh beberapa pasien
sebagai alasan untuk tidak menebus resepnya sama sekali, sedang dalam kasus lain obat
digunakan kurang sering dari yang dimaksudkan atau penghentian penggunaan sebelum
waktunya disebabkan harga.
g. Pemberian/Konsumsi Obat
Walau seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk patuh pada
instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas obat yang salah disebabkan
pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat ukur yang tidak tepat. Misalnya,
sendok teh mungkin volumenya berkisar antara 2mL sampai 9mL. Ketidakakurasian
penggunaan sendok teh untuk mengkonsumsi obat cair dipersulit oleh kemungkinan
tumpah apabila pasien diminta mengukur dengan sendok teh. Walaupun masalah ini telah
lama diketahui, masih belum diperhatikan secara efektif dan pentingnya menyediakan
mangkok ukur bagi pasien, sempril oral atau alat penetes yang telah dikalibrasi untuk
penggunaan cairan oral adalah jelas. Akurasi dalam pengukuran obat, harus ditekankan
dan apoteker mempunyai suatu tanggung jawab penting untuk memberikan informasi
serta jika perlu, menyediakan alat yang tepat untuk memastikan pemberian jumlah obat
yang dimaksudkan.
h. Rasa Obat
Rasa obat-obatan adalah yang paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan
oral. Oleh karena itu, dalam formulasi obat cair oral, penambah penawar rasa, dan zat
warna adalah praktik yang umum dilakukan oleh industri farmasi untuk daya tarik serta
pendekatan formulasi demikian dapat mempermudah pemberian obat kepada pasien.
3. Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan
Keadaan sekeliling kunjungan seorang pasien ke dokter dan/atau apoteker, serta mutu
dan keberhasilan (keefektifan) interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah penentu
utama untuk pengertian serta sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen terapi. Salah
satu kebutuhan terbesar pasien adalah dukungan psikologis yang diberikan dengan rasa
sayang. Selain itu, telah diamati bahwa pasien cenderung untuk lebih mematuhi instruksi
seorang dokter yang mereka kenal betul dan dihormati, serta dari siapa saja mereka menerima
informasi dan kepastian tentang kesakitan dan obat-obat mereka. Berbagai faktor berikut
adalah di antara faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan secara merugikan, jika perhatian
yang tidak memadai diberikan pada lingkup dan mutu interaksi dengan pasien.
a. Menunggu Dokter atau Apoteker
Apabila seorang pasien mengalami suatu waktu menunggu yang signifikan untuk
bertemu dengan dokter atau untuk mengerjakan (mengisi) resepnya, kejengkelan dapat
berkontribusi pada kepatuhan yang yang lebih buruk terhadap instruksi yang diberikan.
Dari suatu penelitian ditunjukkan bahwa hanya 31% dari pasien yang biasanya menunggu
lebih dari 60 menit untuk bertemu dengan dokternya yang benar-benar patuh, sedangkan
yang menunggu dalam 30 menit, 67% dari pasien tersebut benar-benar patuh.
b. Sikap dan Keterampilan Komunikasi Profesional Kesehatan
Berbagai studi menunjukkan ketidakpuasan pasien terhadap sikap pelaku pelayan
kesehatan. Uraian yang umum tentang pelaku pelayan kesehatan di rumah sakit
mencakup dingin, tidak tertarik, tidak sopan, agresif, kasar, dan otoriter. Walaupun uraian
demikian tersebut tidak demikian bagi banyak praktisi yang mengabdi dan terampil, sikap
yang tidak pantas terhadap pasien telah cukup terbukti menunjukkan suatu masalah yang
signifikan. Pelaku pelayan kesehatan cenderung menggunakan terminologi sehingga
pasien tidak dapat mengerti dengan mudah, mereka sering kurang pengetahuan tentang
teori dan praktik perilaku, dan mereka mempunyai kesadaran yang terbatas pada tingkat,
masalah, dan penyebabpasien tidak taat pada pengobatan. Ketaatan pada pengobatan,
berhubungan dengan kejelasan penjelasan dokter penulis resep, pasien sering merasa
bahwa instruksi dinyatakan kurang jelas atau sama sekali tidak jelas. Ketepatan waktu
dan kejelasan suatu pesan sangat kuat mempengaruhi bagaimana itu diterima, dimengerti,
dan diingat. Pasien mengingat dengan sangat baik instruksi pertama yang diberikan;
instruksi yang perlu penekanan adalah lebih baik diingatkan kembali; makin sedikit
instruksi diberikan, semakin besar bagian yang diingat. Jadi suatu pesan tidak saja harus
jelas dinyatakan, tetapi juga harus diorganisasikan dan disampaikan sedemikian rupa
sehingga memungkinkan pasien yang mengikuti dan memproses informasi secara
sempurna.
c. Gagal Mengerti Pentingnya Terapi
Alasan utama untuk tidak patuh adalah bahwa pentingnya terapi obat dan akibat
yang mungkin, jika obat tidak digunakan sesuai dengan instruksi yang tidak mengesankan
pasien. Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka, apalagi
manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan terapi obat. Oleh karena itu, mereka
menyimpulkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi dan pengharapan yang berkaitan
dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak memenuhi pengharapan, mereka lebih
cenderung menjadi tidak patuh. Perhatian yang lebih besar diperlukan untuk memberi
edukasi pada pasien tentang kondisinya, dan manfaat serta keterbatasan dari terapi obat,
akan berkontribusi pada pengertian yang lebih baik dari pihak pasien tentang pentingnya
menggunakan obat dengan cara yang dimaksudkan.
d. Pengertian yang Buruk Pada Instruksi
Berbagai investigasi telah menguraikan masalah dari jenis ini. Dari suatu studi
pada sekitar 6000 resep, 4% dari resep itu terdapat instruksi pasien ditulis “Sesuai
Petunjuk”. Akibat yang mungkin dari salah pengertian dapat serius. Misalnya, seorang
pasien menggunakan tiga kali dua kapsul fenitoin (100mg) sehari, daripada seharusnya
tiga kali satu kapsul sehari seperti instruksi dokter. Alasan untuk penggunaan instruksi
oleh beberapa dokter “Gunakan sesuai petunjuk” telah diteliti. Walaupun penggunaan
penandaan ini diadakan dalam situasi yang terseleksi dipertahankan, kemungkinan untuk
membingungkan dan mengakibatkan kesulitan, dibuktikan dalam penelitian serta
menyimpulkan bahwa perlu membuat instruksi penggunaan obat sespesifik mungkin.
Bahkan, apabila petunjuk kepada pasien sudah lebih spesifik dari “ sesuai petunjuk”
kebingungan masih dapat terjadi.
e. Pasien takut bertanya
Pasien sering ragu bertanya kepada tim pelaku pelayan kesehatan untuk
menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang diajukan. Keraguraguan ini
dapat dihubungkan pada ketakutan dianggap bodoh, perbedaan status sosial, dan bahasa
atau tidak didorong oleh pelaku pelayan kesehatan tersebut. Interaksi pasien dengan
pelaku pelayan kesehatan yang lebih berhasil dapat didorong dengan meningkatkan
kepekaan pada pihak pelaku pelayan kesehatan.
f. Ketidakcukupan waktu konsultasi
Profesional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang berinteraksi dengan
pasien karena tekanan pekerjaan. Dalam beberapa bagian rumah sakit, waktu atau praktik
sibuk, waktu konsultasi sangat terbatas dan ini jelas menjadi sautu masalah. Jika seorang
pasien diberi hanya satu atau dua menit untuk waktu konsultasi, dapat terjadi hal yang
lebih buruk. Biaya yang dikeluarkan pasien tinggi, berkenaan dengan waktu, transport
dan pengeluaran untuk obat. Hal ini dapat meningkatkan ketidakpatuhan pasien terhadap
instruksi karena mereka merasa bahwa profesional pelayan kesehatan tidak ada perhatian
pada penyembuhan penyakit mereka. Untuk itu pentingnya rumah sakit agar
mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu konsultasi bagi pasien. Profesional
pelayan kesehatan harus didorong untuk mengerti bahwa komunikasi yang efektif dengan
pasien bukanlah suatu ideal yang tidak realistik, tetapi merupakan suatu aspek inti dari
keberhasilan praktik klinik.
g. Kesediaan Informasi Tercetak
Ketaatan pada pengobatan mungkin meningkat, dengan tersedianya informasi
tercetak dalam bahasa yang sederhana. Di beberapa negara maju, semua IFRS (Instalasi
Farmasi Rumah Sakit) harus mempunyai lembaran informasi untuk pasien, tersedia untuk
setiap obat. Instruksi sederhana untuk obat yang paling banyak digunakan dan obat yang
paling banyak disalahgunakan dapat dicetak pada kertas murah.

2.4 Prinsip Pengobatan Pasien Gangguan Jiwa

Menurut Keliat (2010) prinsip pengobatan pasien gangguan jiwa harus terus menerus dan
berkesinambungan walaupun gejala tidak muncul lagi. Hal ini karena pengobatan pasien
gangguan jiwa bersifat simptomatis (mengatasi gejala). Kiat memberikan obat kepada pasien
gangguan jiwa :
1. Pastikan obat yang diminum tepat. Jangan sampai salah obat. Baca kemasan obat
dan nama pasien.
2. Perhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan memberikan obat kurang dari ukuran
atau lebih dari yang dianjurkan.
3. Perhatikan waktu pemberian obat. Apabila obat harus diberikan 3x berarti selang
pemberian obat adalah setiap 8 jam.
4. Perhatikan cara pemberian obat. Apakah obat diberikan sesudah dan sebelum
makan.
5. Konsultasikan dengan dokter tentang pengurangan atau pemberhentian pemberian
obat.
6. Perhatikan efek obat, efek samping pengobatan yang mungkin terjadi dan tidak
berbahaya antara lain : mengantuk, tangan gemetar, gerakan menjadi kaku, mata melihat
ke atas, mondar-mandir, ada gerakan-gerakan bagian tubuh tertentu yang tidak terkontrol,
air liur berlebihan, wajah tidak ekspresif.

2.5 Peran Perawat Dalam Regimen Terapeutik Tidak Efektif

Penanganan ketidakpatuhan terhadap regimen terapeutik : pengobatan sangat


berhubungan dengan peran perawat pada terapi psikofarmaka. Peran perawat dalam tindakan
psikofarmaka menyangkut :
1. Peran pengkajian klien
Perawat perlu mengkaji riwayat penyakit dan obat sebelum klien dirawat. Terkait
dengan pemakaian obat, ada tiga hal yang perlu dikaji yaitu : obat psikiatri yang pernah
dipakai, penyakit non psikiatrik dan obat yang dipakai enam bulan terakhir, pemakaian
alkohol, tembakau, kopi, dan obat terlarang.
2. Sebagai koordinator terapi
Perawat mendesain terapi modalitas lain sebagi pendamping terapi psikofarmaka
untuk mengoptimalkan fungsi pasien. Terapi yang diberikan antara lain: terapi kognitif,
terapi kognitif-perilaku, dan terapi keluarga.
3. Sebagai pemberi obat
Peran perawat adalah memastikan ketepatan obat yang meliputi tepat pasien, tepat
jenis obat yang diberikan, tepat dosis pada tiap pemberian, tepat waktu, tepat cara
pemberian dan mendokumentasikan pemberian obat. Melalui peran ini dapat dikatakan
bahwa perawat mempunyai peran kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik obat dan
meminimalkan efek samping obat melalui kolaborasi dalam pasien dalam pelaksanaan
pemberian obat.
4. Pemantauan efek obat
Perawat merupakan tenaga professional yang paling tepat dalam memantau efek
obat terhadap target gejala yang diharapkan. (Stuart&Laraia, 2005), karena perawat
berada 24 jam di samping pasien dan tenaga kesehatan yang paling banyak di rumah
sakit. Selain efek obat, perawat dapat memantau efek samping, reaksi yang merugikan,
dan efek yang tidak jelas pada pasien.
5. Sebagai peran pendidik
Perawat mempunyai posisi strategis untuk mendidik pasien dan keluarganya.
Aspek yang perlu diajarkan pada keluarga adalah prinsip benar pemberian obat. Setelah
klien dan keluarga mengetahui tentang obat, selanjutnya dilatih untuk memakai sendiri.
Self management merupakan salah satu aspek tindakan keperawatan pada pasien dan
keluarga. (Gibson, 1999; Drake, dkk, 2000, dalam Keliat, 2003)
Perawat perlu menekankan pada klien dan keluarga tentang manfaat kepatuhan
pemakaian obat selama dirawat dan setelah pulang, serta perawatan lanjutan. Ketika pasien
sudah pulang ke rumah, maka peran perawat digantikan oleh keluarga pasien, sehingga konsep
pemberdayaan keluarga harus diterapkan oleh perawat. Konsep pemberdayaan keluarga
mencakup kolaborasi antara perawat dengan keluarga. Kolaborasi perawat dan keluarga
merupakan aspek penting karena keluarga mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
memutuskan kesehatan keluarganya. Keluarga perlu dilibatkan pada setiap tindakan
keperawatan, dan pada implementasinya merupakan penggabungan peran perawat dan keluarga
dalam penyelesaian masalah (Keliat, 2003).
Menurut Keliat (2010), pendidikan kesehatan yang diberikan kepada keluarga setelah
lepas dari perawatan di rumah sakit untuk mencegah relaps pasien :
a. Jenis dan macam obat
Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai jenis obat yang dipakai yang meliputi : nama
obat disertai guna dan manfaatnya termasuk jelaskan warna obat yang biasa ditemukan.
b. Dosis
Jelaskan dosis, dapat dikaitkan dengan warna dan besar kecilnya obat disertai ukuran
seperti 1 mg, 2 mg, 5 mg, dll.
c. Waktu pemakaian/pemberian obat
Pemberian obat sering disebut 1x perhari, 2x perhari atau 3x perhari seringkali
ditambahkan minum obat setelah makan sehingga pemahaman pasien dan keluarga dapat
berbeda – beda oleh karena itu informasi yang diberikan perawat harus jelas, misalnya
makan obat 3x perhari setelah makan pada jam 7 pagi, 1 siang, dan 19 malam.
d. Akibat berhenti obat
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga tentang akibat memberhentikan obat tanpa
konsultasi yaitu relaps karena pada tubuh pasien tidak cukup zat yang dapat mengontrol
perilaku, pikiran, atau perasaan. Dosis obat atau memberhentikan obat hanya boleh
dilakukan dengan konsultasi dengan dokter. Jika dosis dikurangi atau diberhentikan
sendiri maka prevalensi kekambuhan akan semakin tinggi.
e. Nama pasien
Perlu pula dijelaskan pada pasien dan keluarga agar dapat mengecek nama pada botol
obat atau kantong obat apakah sesuai dengan nama pasien.
Penjelasan tentang obat perlu disampaikan pada pasien dan keluarga adalah jenis obat
disertai dengan efek dan efek samping, dosis obat, waktu minum obat, akibat berhenti minum
obat, dan ketepatan nama pasien. Setelah beberapa hari minum obat perlu dievaluasi apakah
pasien dan keluarga merasakan perbedaan antara sebelum minum obat dan setelah minum obat.

2.6 Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Manejemen regimen NOC: NIC :
terapeutik tidak efektif - Complience Behavior Self Modification
- Knowledge :
berhubungan dengan : assistance
treatment regimen
Konflik dalam 1. Kaji pengetahuan
Setelah dilakukan
memutuskan terapi, pasien tentang
tindakan keperawatan
konflik keluarga, penyakit, komplikasi
selama…. manejemen
keterbatasan pengetahuan, dan pengobatan
regimen terapeutik tidak 2. Interview pasien dan
kehilangan kekuatan,
efektif pasien teratasi keluarga untuk
defisit support sosial.
dengan kriteria hasil: mendeterminasi
DS:
a. Mengembangkan dan masalah yang
- Pilihan tidak efektif
mengikuti regimen berhubungan dengan
terhadap tujuan
terapeutik regimen pengobatan
pengobatan/program
b. Mampu mencegah
tehadap gaya hidup
pencegahan
perilaku yang 3. Hargai alasan pasien
- Pernyataan keluarga
4. Hargai pengetahuhan
berisiko
dan pasien tidak
c. Menyadari dan pasien
mendukung regimen mencatat tanda-tanda 5. Hargai lingkungan
pengobatan/perawatan perubahan status fisik dan sosial pasien
- Pernyataan keluarga 6. Sediakan informasi
kesehatan
dan pasien tidak tentang penyakit,
mendukung/ tidak komplikasi dan
mengurangi faktor pengobatan yang
risiko perkembangan direkomendasikan
7. Dukung motivasi
penyakit atau skuelle
pasien untuk
DO :
melanjutkan
- Percepatan gejala-
pengobatan yang
gejala penyakit
berkesinambungan

2.7 Tindakan Keperawatan Pada Klien Dengan Regimen Terapeutik Tidak Efektif
Menurut Johnson & moorhed (2008) kreteria hasil yang diharapkan pada penatalaksanaan
regimen terapeutik tidak efektif adalah : perilaku kepatuhan, pengatahuan regimen pengobtan,
partisipasi klien dalam keputusan perawat kesehatan, pengobatan perilaku : penyakit atau cedera,
keyakinan terhadap kesehatan, keyakinan akan kemampuannya untuk melakukan, keyakinan
untuk control, keyakinan terhadap sumbaer daya yang diperlukan, keyakinan sebagai ancaman,
orientasi pada kesehatan, pengetahuan akan proses penyakit, visi atau tujuan dari kompensasi
perilaku.
Rencana tindakan keperawatan yang bisa diberikan pada diagnosis penatalaksanaan
regimen terapeutik tidak efektif menurut Mc Closkey & Bulechek (2008) sebagai berikut :
pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit dan prosedur keperawatan, rekstrukturisasi
kognitif dan modifikasi perilaku, hubungan baik antar klien dengan petugas kesehatan melalui
konsling, intervensi krisis, memberi dukungan emosional dan keluarga, memperbaiki system
kesehatan, identifikasi terhadap factor resiko dan memberi bantuan self-modifikasi.
Pendekatan asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien penatalaksaan regimen
terapeutik tidak efektif dengan mengembangkan terapi modalitas sebagai pendamping terapi
psikofarmaka agar meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan. Terapi yang diberikan berupa
terapi kognitif, kognitif-perilaku dan terapi keluarga (Stuart & Sundeen, 1998). Terapi perilaku
menjadi dasar modifikasi perilaku pada intervensi penatalaksanaan regimen terapeutik tidak
efektif (Mc Closkey & Bulechek , 2008). Modifikasi perilaku menjadi prinsip diterapkannya
terapi perilaku pada klien dengan penatalaksanaan regimen teraputik tidak efektif. Dengan
perubahan perilaku positif diharapkan kepatuhan klien dalam menjalani regimen teraputik
berubah lebih baik, sehingga akan meminimalkan angka kekambuhan klien dirawat ulang di
rumah sakit. Selain modifikasi perilaku ada juga tindakan keperawatan generalis pada klien
dengan gangguan regimen teraputik tidak efektif sesuai standar operasional prosedur yang
berlaku, sebagai berikut: Sp1; membina hubungan saling percaya, mengidentifikai penyebab
yang menghambat pengelolaan yang efektif, mengidentifikasi keterampilan minum obat dan
kerjasama pasien dengan orang tua, mengidentifikasi keberhasilan mengelola masalah dimasa
lalu. Sp2: pasien mengidentifikasi harapan tentang lingkungannya, rutinitas dan perawat oleh
keluarga, memberi pendidikan kesehatan tentang aturan dan efek samping pengobatan dan
identifiksi sumber dukungan yang tersedia. Sp3 : pasien member obat sesuai program
pengobatan, memantau efektifitas dan efek samping obat yang diminum dan mengukur vital sign
secara verioik.

Anda mungkin juga menyukai