ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN “An. F” DENGAN NEFROTIK SYNDROM
DI RUANG PUDAK RSUP SANGLAH
TANGGAL 13 – 15 FEBRUARI 2016
OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
NEFROTIK SYNDROM
2. Etiologi
Sebab penyakit nefrotik Syndrom yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu
reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Nefrotik Syndrom bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Nefrotik Syndrom jenis ini
resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
b. Nefrotik Syndrom sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena
renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
1
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c. Nefrotik Syndrom idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati
membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.
3. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada Nefrotik Syndrom yang paling utama
adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi
sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait
dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
Nefrotik Syndrom keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam
urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada Nefrotik Syndrom protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5
gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal
ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang
intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A
Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume
darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
2
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga
akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002:
383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic
hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada Nefrotik Syndrom
kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
Pathways
Idiopatik
↓
Reaksi auto imun
↓
Penyakit sekunder
↓
Tekanan hidrostatik
↓
Tekanan
Osmotic plasma
↓
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
↓
Edema
↓
Sel terjepit
↓
Gangguan metabolisme sel
↓
Stimulasi jaringan tubuler
Kelelahan
3
↓
Intoleransi aktivitas
bedrest
↓
Sulit bergerak
↓
Perubahan penampilan
↓
Intoleransi aktivitas
↓
Gg. Body image
4
Retensi cairan diseluruh tubuh
↓
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
↓
Ekspansi dada dan paru
↓
Ventilasi tidak adekuat
↓
Sesak nafas
↓
Perubahan pola nafas
Abdomen
↓
Menekan gaster
↓
Mual, muntah
↓
anoreksia
↓
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe Nefrotik
Syndrom:
a. Nefrotik Syndrom Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
5
Kondisi yang sering menyebabkan Nefrotik Syndrom pada anak
usia sekolah. Anak dengan Nefrotik Syndrom ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Nefrotik Syndrom Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi
system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Nefrotik Syndrom Kongenital
Faktor herediter Nefrotik Syndrom disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena Nefrotik Syndrom, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
5. Gejala Klinis
Gejala klinis yang muncul pada anak yang mengalami Nefrotik
Syndrom adalah:
a. Edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital atau sembab pada kelopak mata
b. Proteinuria dan albuminemia
c. Hipoproteinemi
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi
e. Lipid uria
f. Mual, anoreksia, diare
g. Anemia, pasien mengalami edema paru dam kadang-kadang sesak karena
ascites
h. Rentan terhadap infeksi sekunder
i. Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
j. Produksi urine berkurang
6
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit
sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura HenochSchonlein.
Pada pemeriksaan fisik nefrotik syndrom dapat ditemukan edema di
kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.
Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna
urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,
hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium
meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah
merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
8. Diagnose
Diagnosis nefrotik syndrome didapatkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnostik nefrotik
syndrom meliputi:
a. Proteinuria massif >3-3.5 g/24 jam atau rasio protein:kreatinin urin spot
>300-350 mg/mmol.
b. Serum albumin <2,5 gr/dl.
c. Manifestasi klinis edema perifer.
d. Hiperlipidemia (kolesterol total sering >10 mmol/l) sering menyertai.
7
9. Terapi
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan
keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga
dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika
terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai
1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika
telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat
dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha
memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan
jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-
3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering,
plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan
plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan
dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan
kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak
mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab
dengan air hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis,
ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
8
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton
dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen
dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan
infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami Nefrotik Syndrom cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang
berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah
sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan
depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps
yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
10. Komplikasi
a. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
b. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
c. Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh
Streptokokus, Stafilokokus
d. Hambatan pertumbuhan
e. Gagal ginjal akut atau kronik
9
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi,
osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku
3. Perencanaan Keperawatan
10
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma
(Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat
mempertahankan keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak
terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output Evaluasi harian keberhasilan
secara akurat terapi dan dasar penentuan
tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, Tekanan darah dan BJ urine dapat
pembesaran abdomen, BJ menjadi indikator regimen terapi
urine Estimasi penurunan edema tubuh
Mencegah edema bertambah berat
3. Timbang berat badan tiap Pembatasan protein bertujuan
hari dalam skala yang sama untuk meringankan beban kerja
4. Berikan cairan secara hati- hepar dan mencegah bertamabah
hati dan diet rendah garam. rusaknya hemdinamik ginjal.
5. Diet protein 1-2 gr/kg
BB/hari.
11
bernapas
4. Observasi tanda-tanda vital Mengetahui keadaan umum
pasien teutama pola dan frekuensi
pernapasan anak
5. kolaborasi pemberian obat Memperlancar saluran napas
diuretic pasien
12
Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl
dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Lindungi anak dari orang- Meminimalkan masuknya
orang yang terkena infeksi organisme
melalui pembatasan
pengunjung.
2. Tempatkan anak di ruangan Mencegah terjadinya infeksi
non infeksi nosokomial
3. Cuci tangan sebelum dan Mencegah terjadinya infeksi
sesudah tindakan. nosokomial
4. Lakukan tindakan invasif Membatasi masuknya bakteri ke
secara aseptic dalam tubuh. Deteksi dini adanya
infeksi dapat mencegah sepsis.
5. Pantau a danya tanda-tanda Mengetahui infeksi secara dini
infeksi
6. Kolaborasi pemberian Menekan terjadinya infeksi
antibiotic
13
membantu aktivitas pasien meminimalkan risiko yang tidak
diinginkan
4. Berikan informasi Agar anak dan keluarga
pentingnya aktivitas bagi memahami pentingnya latihan
pasien aktivitas
14
3. Berikan umpan balik posotif Untuk memberikan penghargaan
terhadap perasaan anak dan anak merasa diperhatikan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.
Nurqalbi, Fathin. 2015. Catatan Coas. Diakses pada tanggal 14 Februari 2015 Pukul
10.10 http://catatancoas.blogspot.co.id/2015/01/sindrom-nefrotik.html
16
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN “An. F” DENGAN NEFROTIK
SYNDROM DI RUANG PUDAK RSUP SANGLAH
TANGGAL 13 – 15 FEBRUARI 2016
I. IDENTITAS DATA
a. Identitas klien
Nama : An. F
Anak yang ke :3
Pendidikan : SD
Usia : 11 tahun
Alamat : Jalan Pulau Moyo N0. 33B
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
No. RM : 006575
Diagnosa : Nefrotik Syndrom
b. Penanggung jawab
Nama : Tn. D
Usia : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Suku : Jawa
Hubungan : Orang tua klien
Alamat : Jalan Pulau Moyo N0. 33B
17
III. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang di IGD RSUP Sanglah pada hari Jumat tanggal 12 Februari
2016 jam 18:30 WITA dengan keluhan panas kurang lebih 3 hari, dengan
disertai mual muntah. BB : 22 kg. TD : 100/80 mmHg, RR 32 x/menit, N :
104 x/menit, S : 38,60 C mendapatkan terapi O2 2-4 L/menit, inj Cefotaxin
4x500 mg, samnol 220 mg, Medixon 4x12 amp, samnol song 500 mg 4x12
tbl, IVFD RL 20 tpm
Klien dipindahkan masuk Bangsal Pudak/Anak jam 21:00 WITA dengan
keluhan badan lemas, mual muntah, dan panas. Pada tanggal 13 Februari
2016 jam 10:00 WITA Didapatkan hasil dengan TD : 100/80 mmHg, S :
36,70 C, RR : 22 x/menit, N: 80 x/menit.
2. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Orang tua klien mengatakan, sebelumnya klien tidak pernah mengalami
penyakit yang menyebabkan klien harus dirawat. Keadaan klien mulai
memburuk setelah kurang lebih 3 hari yang lalu sebelum masuk Rumah
Sakit.
3. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Orang tua klien mengatakan, tidak ada anggota keluarganya yang pernah
mengalami masalah yang dialami klien saat ini dan anggota keluarga tidak
ada yang memiliki penyakit menular (misal : TBC, Lepra, dll) dan penyakit
keturunan (misal : DM, Hipertensi).
18
terdekat. Selama kehamilan ibu melakukan pemeriksaan ke bidan lebih dari
6 kali, imunisasi TT, tidak pernah menderita sakit selama hamil.
2. Intranatal
Orang tua klien mengatakan, selama masa kehamilan mengalami mual dan
muntah. Saat lahir An F ditolong bidan kemudian lahir secara spontan
langsung menangis, badan lahir 2700 gram, panjang badan 45 cm, umur
kehamilan 9 bulan.
3. Postnatal
Bayi diasuh oleh kedua orang tua, diberikan ASI eksklusif, mulai 2
bulan sudah diberikan makanan tambahan selerac.
4. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan, tidak ada keluhan
yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir cukup bulan, spontan,
langsung menangis, berat badan lahir 2700 gram
Riwayat Makanan
Umur : 0 - 4 bulan : Susu formula
4 - 5 bulan : Susu formula + Bubur susu + Buah
5 – 8 bulan : Susu formula + Bubur susu + Buah + Nasi tim saring
5. Riwayat Pernah dirawat di rumah sakit
An. F belum pernah dirawat di RS sebelumnya
6. Obat-obatan yang digunakan
Ibu mengatakan An.F pernah mendapatkan paracetamol sirup dari
puskesmas atau mantri terdekat
7. Tindakan operasi
An.F belum pernah dilakukan tindakan operasi.
8. Alergi
An.F tidak mempunyai riwayat alergi
9. Kecelakaan
An.F tidak pernah jatuh / cedera sampai dirawat di RS
10. Imunisasi
B C G : 1x, umur 1 bulan
19
Polio : 3x, umur 2,3,4 bulan
Campak
Keterangan
: Perempuan : Klien
: laki- laki
------- : Tinggal serumah
: Menikah
Klien adalah anak ke dua dari dua saudara, kakaknya perempuan. Klien
tinggal serumah dengan ayah dan ibunya.
20
Hubungan klien dengan teman sebaya baik, dengan teman rumah maupun
teman diluar rumah seperti sekolah.
4. Pembawaan secara umum
Klien terlihat pendiem kurang bergaul dengan teman sebayanya
5. Lingkungan rumah
Kondisi lingkungan rumah klien baik mendukung dalam proses
perkembangan klien
21
Saat dikaji : Pasien BAB 5-6 x/hari dengan konsisitensi cair dan
BAK 1x/hari
F. Pola personal hygiene
Sebelumt dikaji : Pasien dapat melakukan kebersihan dirinya
Secara mandiri, walaupun masih dibantu dengan keluarganya
Saat dikaji : Pemenuhannya kebersihanya dengan bantuan
keluarga karena klien lemas dan hanya istirahat aktivitas terbatas
diranjang
G. Temperature suhu
Sebelum sakit : Suhu pasien normal
Saat dikaji : Suhu pasien 36,7 C
H. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : Pasien merasa nyaman dan lebih senang saat
berada dirumah, bermain, dan kumpul dengan keluarganya
Saat dikaji : Pasien telihat tidak nyaman dengan keadaan
penyakitnya dan keadaan RS mengeluh minta cepat pulang
I. Kebutuhan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien hanya bermain berkumpul dengan
teman dan keluarganya, kadang rekreasi ke pantai Pangandaran yang dekat
dengan rumahnya
Saat dikaji : Pasien hanya bisa bermain ditempat tidur
J. Kebutuhan belajar
Sebelum sakit : Pasien belajar dirumah dan keluarga
Saat dikaji : Pasien tidak belajar
22
HGB 13,5 a/dl 12,5 a/dl 12,9 a/dl
HCT 37,6 % - 34,6 % - 35,2 %
MCV 79 Fl - 79,4 Fl - 79,5 Fl
MCH 28,4 pq 28,7 pq 29,1 pq
MCHC 35,9 Q/dl 26,7 Q/dl 36,6 Q/dl
PLT 43 x103/dl 90 x103/dl 59 x103/dl
Lym 55,2 % 79,4 % 41,5 %
RDW TD 41,5 fl 41,2 fl 42,2 fl
RDW CV 13,9 % 13,4 % 13,8 %
PDW 15,7 fl 22,4 fl
MPV 10,1 fl 12,6 fl
2. Hasil rontgen : -
3. Data tambahan :
Diberikan Terapi
Inj Cefotaxim 4x500 mg
Inj Medixon 4x1/2 amp
IVFD RL 20 tpm
23
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler,
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra, batas
jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra, batas jantung
kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra
b. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada penggunaan otot bantu napas
Auskultasi : Tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Palpasi : Tidak ada fokal fremitus
Perkusi : Sonor
c. Perut
- Inspeksi : Simetris, ada timpani apa tidak
- Auskultasi : Bising usus (+) normal 17
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani.
11. Genitalia : Laki-laki, tidak terpasang DC
12. Ekstrimitas
a. Atas : tidak ada edema, lemas pada ektremitas bagian atas
b. Bawah : tidak ada edema, lemas pada ekstremitas bagian bawah
13. Kulit :
14. Tanda vital
a. TD : 100/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Suhu : 36,7 0 C
d. RR : 22 x/menit
X. ANALISA DATA
24
nafsu makan kurang Hepatomegali kebutuhan
DO : tubuh
- Klien terlihat lemas Menekan diafragma
- Klien hanya
menghabiskan ½ porsi Mual muntah
makan diit yang
diberikan di RS Nafsu makan
- Klien hanya berbaring menurun
ditempat tidur
- Mukosa bibir kering, Intake yang tidak
pecah-pecah adekuat
25
XI. PRIORITAS MASALAH
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
26
XII. INTERVENSI KEPERAWATAN
27
dokter untuk pemberian
antisida dan nutrisi
parenteral, Antisida
menghambat produksi
HCl lambung rasa mual
dan muntah nutrisi
parenteral dibutuhkan
terutama jika kebutuhan
nutrisi peroral sangat
kurang.
28
dalam beraktivitas
(makan, minum), untuk
mengetahui sejauh mana
kelemahan yang terjadi.
29
XII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl Dx Implementasi Respon Paraf
Jam Kep.
13-2- Nutrisi 1. Memberikan terapi obat 1. Klien kooperatif menerima dengan
2016 kurang baik, obat inj masuk
21:00 dari
WITA kebutuhan
tubuh b.d 2. Menjelaskan kepada 2. Keluarga klien kooperatif menerima
21:30 intake keluarga klien tentang penjelasan tentang manfaat nutrisi
WITA yang tidak manfaat nutrisi dan
adekuat menganjurkan supaya
klien makan sedikit tapi
sering
3. Mengatur posisi pasien 3. Pasien merasa nyaman posisi semi
22:00 senyaman mungkin dan fowler kooperatif dan dapat istirahat
WITA anjurkan klien istirahat dengan baik
4. Memantau tetesan 4. Tetesan infuse lancar RL 20 tpm
23:00 infuse
WITA 5. Memberikan terapi obat 5. Inj masuk
03:00
WITA 6. Memberikan air hangat 6. Klien diseka oleh keluarganya
05:00 untuk menyeka klien
WITA
30
05:00 x/mnt, N: 78 x/mnt, S : 36,6 0 C
WITA 5. Menanyakan 5. Klien menjawab makan, minum,
06:30 kemampuan yang bab dan bak
WITA masih bisa dilakukan
klien secara mandiri
6. Menganjurkan klien 6. Klien kooperatif
07:00 untuk mobilisasi
WITA berjalan
31
J. EVALUASI
32
15-2- kebutuhan O: - Klien terlihat masih lemas
2016 tubuh b.d - Klien hanya menghabiskan 1 porsi makan diit
16:45 intake yang yang diberikan di RS
WITA tidak - Klien mulai beraktifitas
adekuat - HB 12,9 a/dl
A: Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Menganjurkan klien untuk terus makan sedikit
tapi sering
- Mengukur tetesan infuse
- Menimbang BB klien kembali
- Anjurkan pasien untuk tidak melakukan
aktivitas secara berlebihan
33
34